Ketika cahaya tauhid padam di muka bumi, maka kegelapan yang tebal 
hampir saja menyelimuti akal. Di sana tidak tersisa orang-orang yang 
bertauhid kecuali sedikit dari orang-orang yang masih mempertahankan 
nilai-nilai ajaran tauhid. Maka Allah SWT berkehendak dengan rahmat-
Nya yang mulia untuk mengutus seorang rasul yang membawa ajaran 
langit untuk mengakhiri penderitaan di tengah-tengah kehidupan. Dan 
ketika malam mencekam, datanglah matahari para nabi. Kedatangan 
Nabi tersebut sebagai bukti terkabulnya doa Nabi Ibrahim as kekasih 
Allah SWT, dan sebagai bukti kebenaran berita gembira yang disampaikan 
oleh Nabi Isa as. 
Allah SWT menyampaikan selawatnya kepada Nabi itu, sebagai bentuk 
rahmat dan keberkahan. Para malaikat pun menyampaikan selawat 
kepadanya sebagai bentuk pujian dan permintaan ampunan, sedangkan 
orang-orang mukmin berselawat kepadanya sebagai bentuk 
penghormatan. Allah SWT berfirman: 
"Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya berselawat untuk 
Nabi. Hai orang-orang yang beriman, berselawatlah kamu untuk Nabi 
dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya." (QS. al-Azhab: 56) 
Sebelumnya Allah SWT mengutus para nabi-Nya sebagai rahmat kepada 
kaum dan zaman mereka saja, namun Allah SWT mengutus beliau saw 
sebagai rahmat bagi alam semesta. Beliau Nabi Muhammad saw datang 
dengan membawa rahmat yang mutlak untuk kaum di zamannya dan 
untuk seluruh zaman. Allah SWT berfirman, "Dan aku tidak mengutusmu 
kecuali sebagai rahmat bagi alam semesta." 
Hakikat dakwah para nabi sebelumnya adalah menyebarkan Islam, begitu 
juga ajaran yang dibawa oleh Nabi yang terakhir adalah Islam. Beliau saw 
adalah Muhammad bin Abdillah bin Abdul Muthalib, anak seorang wanita 
Quraisy. Beliau saw adalah pemimpin anak-anak Nabi Adam as. Beliau 
saw adalah hamba Allah SWT dan Rasul-Nya, serta rahmat Allah SWT 
yang dihadiahkan kepada umat manusia. 
Beliau saw lahir di tanah Arab. Ketika itu malam gelap, tiba-tiba Abdul 
Muthalib membayangkan bahawa matahari telah terbit, lalu ia bangun 
dan ternyata mendapati dirinya di pertengahan malam, keheningan yang 
luar biasa menyelimuti gurun yang terbentang. Ia menuju pintu khemah, 
lalu menyaksikan bintang-bintang bersinar di langit, dan dunia tampak di 
selimuti dengan malam. Ia kembali menutup pintu khemah dan tidur. 
Belum lama ia dikuasai oleh rasa kantuk yang amat sangat, sehingga ia 
kembali bermimpi untuk kedua kalinya. Segala sesuatunya tampak jela s 
kali ini, Sesungguhnya sesuatu yang besar memerintahnya untuk 
melaksanakan perintah yang sangat penting, "Galilah zamzam!" Dalam 
mimpinya Abdul Muthalib bertanya: "Apakah itu zamzam?" Kemudian 
untuk kedua kalinya perintah itu mengatakan bahawa ia diperintahkan 
untuk menggali zamzam. Belum lama Abdul Muthalib melihat sesuatu 
yang bersembunyi itu, sehingga ia berdiri di tempat tidurnya dan hatinya 
berdebar dengan keras. Abdul Muthalib bangkit, lalu ia membuka pintu 
khemah kemudian pergi ke gurun yang luas. Apakah erti zamzam? Tiba-
tiba fikirannya dipenuhi dengan cahaya yang datang dari jauh, bahawa 
pasti zamzam adalah sebuah sumur, tetapi apa yang diinginkan oleh 
suara yang datang dalam tidur itu agar ia menggali sumur, di sana tidak 
ada jawapan selain satu jawapan dari pertanyaan ini, yaitu agar orang-
orang yang berhaji dan berkeliling di sekitar Ka'bah dapat meminumnya. 
Tetapi apa nilai dari sumur itu sendiri, bukankah di sana terdapat banyak 
sumur yang dapat diminum oleh orang-orang yang berhaji. 
Abdul Muthalib duduk di tengah-tengah pasir gurun pada pertengahan 
malam, ia memikirkan bintang-bintang sembari merenungkan cerita-
cerita kuno yang mengatakan tentang sumur yang memancar darinya air 
sebagai akibat dari pukulan kaki Nabi Ismail as, di sana juga ada cerita 
yang mengatakan bahawa sumur itu telah binasa sesuai dengan 
perjalanan zaman. 
Matahari terbit di atas gurun Jazirah Arab, Abdul Muthalib keluar 
menemui orang-orang, dan menceritakan kepada mereka bahawa ia akan 
menggali sebuah sumur di tempat tertentu, ia menunjukkan ke tempat 
yang di situ ia diberitahu oleh suara yang ada dalam mimpinya. Orang-
orang Quraisy menolaknya, Sesungguhnya tempat yang diisyaratkan oleh 
Abdul Muthalib terletak di antara dua berhala dari berhala-berhala yang 
biasa disembah oleh masyarakat setempat, yaitu di antara berhala yang 
bernama Ashaf dan Nalah. Abdul Muthalib merasa bahawa usahanya sia-
sia untuk meyakinkan kaumnya agar mengizinkannya untuk menggali 
sumur. Mereka mengetahui bahawa Abdul Muthalib tidak mempunyai 
sesuatu selain hanya seorang anak. bahawasanya ia tidak memiliki anak-
anak yang dapat menolong dan memperkuatnya serta melaksanakan 
keinginan-keinginannya. 
Pada saat itu di kawasan negeri Arab dipenuhi dengan kabilah-kabilah 
yang terjalin suatu ikatan fanatisme atau kesukuan yang kuat dan usaha 
untuk melindungi keluarga yang sangat menonjol. Akhirnya Abdul 
Muthalib pergi dalam keadaan sedih, lalu ia berdiri di hadapan Ka'bah 
dan mengungkapkan suatu nazar kepada Allah SWT. Ia berkata: "Jika aku 
mendapat sepuluh anak laki-laki, dan mereka menginjak usia dewasa, 
sehingga mereka mampu melindungiku saat aku menggali sumur 
Zamzam, maka aku akan menyembelih salah seorang dari mereka di sisi 
Ka'bah sebagai bentuk korban." 
Pintu langit pun terbuka untuk doanya. Belum sampai berlangsung satu 
tahun, isterinya melahirkan anaknya yang kedua dan setiap tahun ia 
melahirkan anak laki-laki sampai pada tahun yang ke sembilan, sehingga 
Abdul Muthalib mempunyai sepuluh anak laki-laki. Kemudian berlalulah 
zaman dan anak-anak Abdul Muthalib menjadi besar. 
Abdul Muthalib akhirnya menjadi seseorang yang memiliki kemampuan. 
Kemudian Abdul Muthalib berusaha melakukan rencananya yang 
diisyaratkan dalam mimpinya itu, yaitu ia bersiap-siap untuk 
mengorbankan salah satu anaknya sebagai bentuk pelaksanaannya dari 
nazarnya. Maka dilakukanlah undian atas sepuluh anaknya, lalu keluarlah 
nama anaknya yang paling kecil yaitu Abdullah. Ketika nama anak itu 
keluar dalam undian, maka orang-orang yang ada disekitarnya berusaha 
memberontak, mereka mengatakan bahawa mereka tidak akan 
membiarkan Abdullah disembelih. 
Abdullah saat itu terkenal sebagai seseorang yang bersih di kawasan 
Arab, ia telah dapat menarik simpati masyarakat di sekitarnya. Ia tidak 
pernah menyakiti seseorang pun. Bahkan ia tidak pernah meninggikan 
suaranya lebih dari orang lain. Senyuman khas Abdullah terkenal sebagai 
senyuman yang paling lembut di kawasan Jazirah Arab. Muatan rohaninya 
demikian jernih, dan hatinya yang mulia menyerupai sebuah kebun di 
tengah-tengah gurun hati-hati yang keras, oleh kerana itu semua manusia 
datang kepadanya dan menentang usaha penyembelihannya. Para 
pembesar Quraisy berkata, "Lebih baik kami menyembelih anak-anak 
kami daripada ia harus disembelih, dan menjadikan anak-anak kami 
sebagai tebusan baginya. Kami tidak akan menemukan seseorang pun 
yang lebih baik dari dia seandainya kami menyembelihnya, 
pertimbangkanlah kembali masalah itu, dan biarkan kami bertanya 
kepada dukun." 
Abdul Muthalib tampak tidak mampu menghadapi tekanan ini, lalu ia 
mempertimbangkan kembali apa yang telah ditetapkannya. Kemudian 
mereka mendatangi seorang dukun. Si dukun berkata: "Berapakah 
taruhan yang kalian miliki?" Mereka menjawab: "Sepuluh ekor unta." 
Dukun itu berkata: "Datangkanlah sepuluh unta, lalu lakukanlah kembali 
undian atasnya dan atas nama Abdullah, jika undian datang padanya, 
maka tambahlah sepuluh ekor unta lagi, lalu ulangilah terus undian 
tersebut, demikian hingga tidak keluar lagi nama Abdullah." 
Kemudian dilakukanlah undian atas nama Abdullah dan atas sepuluh ekor 
unta yang besar. Undian itu pun mengeluarkan terus nama Abdullah, 
hingga Abdul Muthalib menambah sepuluh ekor unta lagi, kemudian lagi-
lagi yang keluar nama Abdullah sehingga mereka pun menambah sepuluh 
ekor unta lagi sampai jumlah unta itu telah mencapai seratus ekor unta. 
Setelah itu, datanglah nama unta tersebut. Maka saat itu, masyarakat 
demikian gembiranya sehingga berlinangan air mata, kegembiraan dari 
mereka kerana melihat Abdullah berhasil diselamatkan. Kemudian 
disembelihlah seratus ekor unta di sisi Ka'bah, dan mereka 
membiarkannya di situ sehingga korban itu tidak disentuh oleh seseorang 
pun dan juga disentuh oleh binatang-binatang buas. 
Abdul Muthalib sangat gembira atas keselamatan anaknya, Abdullah. Lalu 
ia menetapkan untuk menikahkannya dengan gadis terbaik di Jazirah 
Arab, kemudian ia keluar dengannya pada suatu hari dari Ka'bah ke 
rumah Wahab, dan di sana ia meminang untuknya Aminah binti Wahab. 
Kemudian Aminah binti Wahab menikah dengan Abdullah bin Abdul 
Muthalib, seorang pemuda yang paling mulia dan paling dicintai oleh 
orang-orang Quraisy. 
Dinyalakanlah api-api di gunung-gunung Mekah, agar para musafir dan 
para tamu mengetahui tempat diadakannya acara tersebut, yaitu acara 
pernikahan antara Abdullah dan Aminah. Lalu disembelihlah haiwan-
haiwan korban, dan manusia dari kalangan orang-orang fakir bahkan 
binatang-binatang buas dan burung makan darinya. Abdullah tinggal 
bersama isterinya dua bulan di rumah pernikahan, hingga suatu hari ada 
khabar bahawa kafilah akan berangkat, lalu Abdullah pun mengikuti 
kafilah tersebut dan melakukan perjalanan bersama kafilah perdagangan 
Quraisy 
menuju Syam, itu adalah kesempatan terakhir yang diperoleh Aminah 
binti Wahab bersamanya. Wajah Abdullah yang mulai tampak berseri-seri 
mengucapkan selamat tinggal kepada Aminah, lalu setelah itu bayang-
bayang wajahnya tersembunyi bersama kafilah dan mereka pun hilang. 
Aminah tidak mengetahui bahawa itu adalah kesempatan terakhirnya 
setelah dua bulan dari perkawinannya. Abdullah mengunjungi paman-
pamannya dari kabilah bani Najar di Madinah, dan di sana ia meletakkan 
jasadnya di muka bumi, ia meninggal dunia. 
Abdullah bin Abdul Muthalib kini telah meninggal. Saat itu ia berusia dua 
puluh lima tahun. Khabar kematiannya tiba-tiba tersebar dan sangat 
memilukan hati orang-orang yang mendengarnya, sehingga khabar itu 
sampai ke isterinya. Aminah tampak menangis tersedu-sedu dan ia 
tampak menyampaikan pertanyaan-pertanyaan pada dirinya dan tidak 
mengetahui jawapannya, mengapa Allah SWT menebusnya dengan 
seratus unta jika kemudian Dia menetapkan kematian baginya. 
Tidak lama kemudian, lalu bergeraklah dirahimnya janin dengan gerakan 
yang sedikit, ia tampak mulai mengetahui bahawa ia sedang hamil. 
Aminah menangis dua kali, pertama ia menangis untuk dirinya sendiri dan 
kali ini ia menangis untuk anak yang ditinggal mati ayahnya sebelum ia 
sempat dilahirkan. Aminah tidak pernah mengetahui sebelumnya bahawa 
janin yang dikandungnya akan menjadi anak yatim, ayahnya meninggal 
saat ia dilahirkan. 
Anak yatim ini harus menanggung beban anak-anak yatim dan orang-
orang fakir serta orang-orang yang sedih di muka bumi. Ia akan menjadi 
Nabi yang terakhir dan rasul-Nya kepada manusia. Ia akan menjadi 
rahmat yang dihadiahkan kepada manusia dan tidak akan mengetahui 
makna rahmat kecuali orang yang merasakan penderitaan dan kepahitan. 
Inilah anak kecil yang sebelum dilahirkan telah menelan kesedihan. Dan 
berlalulah hari demi hari, lalu hilanglah tangisan penderitaan dan mata 
Aminah pun telah mengering, namun kesedihannya tampak menyerupai 
sebuah pohon yang tumbuh bersama kehausan. 
Kemudian kesedihannya hari demi hari semakin ia rasakan tetapi 
kesedihannya itu mulai tidak tampak ketika ia mendapatkan bahawa 
janin yang dikandungnya tidaklah memberatkannya, sebaliknya ia 
merasakan betapa ringannya janin yang dikandungnya bagaikan merpati 
yang berkeliling di seputar Ka'bah, dan seandainya kesedihannya yang 
selalu mengitarinya, maka tidak ada wanita yang lebih bahagia darinya 
dengan kehamilan yang ringan ini. Janin itu adalah manusia yang mulia di 
sisi Tuhan, kemudian semakin dekatlah hari kelahirannya. Sementara itu, 
pasukan Abrahah mendekati Mekah. 
Abrahah adalah seorang penguasa Yaman, yaitu pada saat Yaman tunduk 
kepada Habasyah setelah penguasa Persia diusir. Di Yaman ia 
membangun suatu gereja yang menunjukkan bangunan yang 
menakjubkan. Abrahah membangunnya dengan niat agar orang-orang 
Arab berpaling dari Baitul Haram di Mekah. Ia melihat betapa orang-
orang Yaman tertarik dengan rumah tersebut. Dan ketika ia tidak melihat 
gereja yang dibangunnya memiliki daya tarik seperti itu dan tidak 
mampu menarik hati orang-orang Arab, maka ia berkeinginan kuat untuk 
menghancurkan Ka'bah, sehingga orang-orang tidak menuju ke Ka'bah lagi 
melainkan ke gerejanya. Demikianlah akhirnya ia menyiapkan pasukan 
yang besar yang dipenuhi dengan berbagai senjata, kemudian pasukan itu 
menuju Ka'bah. 
Pasukan Abrahah terdiri dari kelompok gajah yang besar yang 
digunakannya untuk menghancurkan Ka'bah. Gajah-gajah itu bagaikan 
tank-tank yang kita gunakan saat ini. Orang-orang Arab pun mendengar 
rencana tersebut. Memang orang-orang Arab saat itu terkenal sebagai 
penyembah berhala, meskipun demikian mereka sangat memberikan 
penghargaan dan penghormatan terhadap Ka'bah, kerana mereka 
meyakini bahawa mereka adalah anak-anak Nabi Ibrahim as dan Nabi 
Ismail as pemelihara Ka'bah. 
Perjalanan pasukan tiba-tiba dihadang oleh seorang lelaki yang mulia 
dari penduduk Yaman yang bernama Dunaher. Ia mengajak kaumnya dan 
dari kalangan orang-orang Arab untuk memerangi Abrahah, sehingga ada 
beberapa orang yang mengikutinya. Abrahah berhadapan dengan tentera 
tersebut tetapi pasukan yang sedikit itu dapat dengan mudah dipatahkan 
oleh pasukan kafir yang besar itu. Kemudian Dunaher pun kalah dan 
menjadi tawanan Abrahah. Pasukan Abrahah tersebut juga sempat 
ditentang oleh Nufail bin Hubaid al-Aslami, namun Abrahah pun dapat 
mengalahkan mereka dan berhasil menawan Nufail. 
Kemudian ketika Abrahah melewati kota Taif, menghadaplah kepadanya 
beberapa orang tokoh setempat, dan mereka tampak gementar 
ketakutan dan berkata kepadanya bahawa sesungguhnya 'rumah' yang 
ditujunya tidak berada di tempat mereka, tetapi berada di Mekah. Hal 
itu mereka sampaikan dengan maksud untuk memalingkannya dari rumah 
berhala mereka, di mana mereka membangun di dalamnya berhala yang 
bernama Latha kemudian mereka mengutus seseorang yang akan 
menunjukkan kepada Abrahah letak Ka'bah. Ketika Abrahah berada di 
antara Taif dan Mekah, ia mengutus seorang pemimpin pasukannya 
sehingga ia melihat keadaan Mekah. Di sana ia merampas banyak harta 
dari kaum Quraisy dan selain mereka, dan di antara yang dirampasnya 
adalah dua ratus unta milik Abdul Muthalib bin Hasyim. Saat itu Abdul 
Muthalib adalah salah seorang pembesar Quraisy dan pemimpin mereka, 
serta pengawas sumur Zamzam. 
Kedatangan utusan Abrahah di Mekah telah menimbulkan gejolak pada 
kabilah-kabilah. Akhirnya kaum Quraisy bergerak, begitu juga kaum 
Khananah. Kemudian mereka mengetahui bahawa mereka tidak memiliki 
kemampuan untuk melawan Abrahah, sehingga mereka membiarkannya, 
lalu tersebarlah di Jazirah Arab berita tentang datangnya pasukan yang 
kuat yang sulit untuk ditandingi. Dalam surat yang dibawa oleh utusannya 
itu, Abrahah menyampaikan bahawa ia tidak datang untuk memerangi 
mereka, namun ia datang hanya untuk menghancurkan Ka'bah. Jika 
mereka tidak menentangnya, maka darah mereka tidak akan 
ditumpahkan. Lalu utusan itu menemui Abdul Muthalib, ia menceritakan 
tentang keinginan Abrahah. Abdul Muthalib berkata: "Kami tidak ingin 
memeranginya kerana kami tidak memiliki kekuatan. Ka'bah adalah 
rumah Allah SWT yang mulia dan suci, dan rumah kekasih-Nya Ibrahim. 
Jika Ia mencegahnya, maka itu adalah rumah-Nya dan tempat suci-Nya, 
namun jika Ia membiarkannya, maka demi Allah kami tidak memiliki 
kekuatan untuk mempertahankannya." Kemudian utusan itu pergi 
bersama Abdul Muthalib menuju Abrahah. 
Abdul Muthalib adalah seseorang yang sangat terpandang dan sangat 
mulia. Ia memiliki kewibawaan dan kehormatan yang mengagumkan. 
Ketika Abrahah melihatnya, Abrahah menampakkan penghormatan 
kepadanya. Abrahah memuliakannya dan mendudukannya di bawahnya, 
ia tidak suka bahawa ia duduk bersamanya di kursi kekuasaannya. Lalu 
Abrahah turun dari kerusinya dan duduk di atas sebuah permaidani dan 
mendudukkan Abdul Muthalib di sisinya. Kemudian ia berkata kepada 
penerjemahnya: "Katakan padanya apa kebutuhannya?" Abdul Muthalib 
berkata: "Kebutuhanku adalah agar Abrahah mengembalikan dua ratus 
ekor unta yang diambilnya dariku" Ketika Abdul Muthalib mengatakan 
demikian, wajah Abrahah berubah, lalu ia berkata kepada 
penerjemahnya: "Katakan padanya sungguh aku merasa kagum ketika 
melihatnya, kemudian aku merasakan kehati-hatian saat berbicara 
dengannya, apakah engkau berbicara denganku tentang dua ratus ekor 
unta yang telah aku ambil, lalu engkau membiarkan rumah yang 
merupakan simbol agamanya dan datuk-datuknya, yang aku datang untuk 
menghancurkannya dan dia tidak menyinggungnya sama sekali" Abdul 
Muthalib menjawab: "Aku adalah pemilik unta, sedangkan pemilik rumah 
itu adalah Tuhan yang melindunginya." Abrahah berkata: "Dia tidak akan 
mampu melindunginya dariku." Abdul Muthalib menjawab: "Lihat saja 
nanti!" 
Selesailah dialog antara Abdul Muthalib dan Abrahah. Abrahah pun 
mengembalikan unta yang telah dirampasnya. Abdul Muthalib pergi 
menemui orang-orang Quraisy dan menceritakan apa yang dialaminya, 
dan ia memerintahkan mereka untuk meninggalkan Mekah dan berlindung 
dibalik gua-gua di gunung. Akhirnya kota Mekah dikosongkan oleh 
pemiliknya. Aminah binti Wahab keluar ke gunung-gunung di dekat kota 
Mekah kemudian malaikat turun di bumi Jarzirah Arab. 
Abdul Muthalib berdiri dan memegangi pintu Ka'bah dan berdiri bersama 
dengan sekelompok orang-orang Quraisy, mereka berdoa kepada Allah 
SWT dan meminta perlindungan-Nya, agar para malaikat memerintahkan 
gajah-gajah tidak melangkahkan kakinya sehingga gajah itu pun tetap di 
tempatnya dan mentaati perintah para malaikat, kemudian gajah-gajah 
itu menerima pukulan yang dahsyat namun gajah-gajah itu tetap berdiam 
di tempatnya, gajah-gajah itu tampak gementar dan berteriak tetapi 
lagi-lagi gajah-gajah itu menolak untuk bergerak dan tidak bergerak 
selangkah pun. Abrahah bertanya: "Mengapa pasukan tidak bergerak?" 
Kemudian dikatakan kepadanya bahawa gajah-gajah menolak untuk 
bergerak. Abrahah mengangkat cemetinya. Dengan muka emosi, ia ingin 
melihat apa yang sebenarnya terjadi dengan gajah-gajahnya. 
Matahari saat itu bersinar dan ia duduk di khemahnya. Ketika ia keluar, 
matahari bersembunyi di balik segerombolan burung. Abrahah 
mengangkat pandangannya ke arah langit. Mula-mula ia membayangkan 
bahawa ia melihat sekawanan awan yang hitam. Kemudian ia mengamat-
amati awan itu. Dan ternyata ia bukan awan biasa. Itu adalah 
sekelompok burung yang menutupi cahaya matahari dan menyerupai 
awan yang tebal. Burung ababil, burung yang banyak. 
Gajah-gajah semakin berteriak dengan kencang dan tampak ketakutan. 
Dan rasa takut itu kini menghinggapi seluruh pasukan. Abrahah berteriak 
di tengah-tengah pasukannya agar gajah diusahakan untuk maju secara 
paksa. Kemudian terbukalah salah satu jendela dari jendela al-Jahim, 
dan burung-burung itu menghujani pasukan dengan batu dari Sijil, yaitu 
batu yang sama yang pernah dihujankan kepada kaum Nabi Luth. Batu itu 
menyerupai bom-bom atom yang digunakan saat ini. 
Jika Anda membaca buku-buku kuno, maka Anda akan mengetahui 
bagaimana peristiwa yang menimpa pasukan Abrahah. Anda akan 
membayangkan bahawa Anda berada di hadapan suatu kekuatan yang 
menghancurkan yang tidak diketahui asal muasalnya. Dunia mengenali 
sebahagian darinya setelah empat belas abad dari peristiwa tersebut. 
Buku-buku itu mengatakan bahawa pasukan itu dihancurkan dengan 
penghancuran yang dahsyat. 
Para tentera Abrahah kembali dalam keadaan binasa di mana daging-
daging dari tubuh mereka berciciran di jalan. Abrahah pun mendapatkan 
luka dan mereka keluar dari tempat itu dalam keadaan dagingnya 
terpisah satu persatu. Abrahah pun terbelah dadanya dan mati. 
Kemudian jasad para pasukannya tersebar dan berciciran di bumi, seperti 
tanaman yang dimakan oleh binatang. Setelah mendekati setengah abad, 
turunlah suatu surah di Mekah yang menceritakan tentang peristiwa itu: 
"Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah 
bertindak terhadap tentera gajah? Bukankah Dia telah menjadikan 
tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka 'bah) itu sia-sia? Dan Dia 
mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong, yang 
melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar, 
lalu Dia menjadikan mereka seperti daun yang dimakan (ulat)." (QS. 
al-Fil: 1-5) 
Pasukan gajah yang ingin memporak-porandakan Mekah dikalahkan. 
Kemudian mereka dihancurkan dan Tuhan pemilik Ka'bah berhasil 
melindungi rumah suci-Nya. Perlindungan tersebut bukan sebagai 
penghormatan bagi orang yang tinggal di rumah itu dan bukan sebagai 
bentuk pengkabulan doa kaum yang menyembah berhala yang memenuhi 
tempat itu. Allah SWT sebagai Pelindung Ka'bah memeliharanya kerana 
adanya hikmah yang tinggi; Allah SWT menginginkan sesuatu bagi rumah 
itu; Allah SWT ingin melindunginya agar tempat itu menjadi tempat yang 
damai bagi manusia dan supaya tempat itu menjadi pusat dari akidah 
yang baru dan menjadi tanah bebas yang aman, yang tidak dikuasai oleh 
seseorang pun dari luar dan juga tidak didominasi oleh pemerintahan 
asing yang akan membatasi dakwah. Yang demikian itu kerana di sana 
terdapat rumah dari rumah-rumah di Mekah yang lahir di sana seorang 
anak di mana ibunya bernama Aminah binti Wahab dan ayahnya adalah 
Abdullah, salah seorang tokoh Arab. Anak itu belum dilahirkan dan belum 
dapat tugas kenabian dan ia belum memikul Islam di atas pundaknya dan 
belum menjadi rahmat bagi alam semesta. Kemudian datanglah Abrahah 
yang ingin menghancurkan semua ini tanpa ia mengetahui semua rahsia 
ini. 
Tragedi yang menimpa Abrahah adalah kerana bahawa ia berusaha 
menentang kehendak Ilahi sehingga kehendak Ilahi itu menghancurkannya 
dengan mukjizat yang mengagumkan. Datanglah banyak burung dengan 
membawa batu-batuan yang tidak didengar suaranya. Kemudian burung-
burung melemparkan batu-batu itu kepada Abrahah berserta tenteranya. 
Semua ini berdasarkan rencana Ilahi terhadap rumah-Nya dan agama-Nya 
serta nabi-Nya sebelum orang mengetahui bahawa Nabi Islam telah 
bersiap-siap untuk meninggalkan tempat tidurnya di perut ibunya dan 
mulai memasuki kehidupan yang keras di muka bumi. 
Di tengah-tengah kegembiraan Mekah kerana keselamatan penghuninya 
dan selamatnya Ka'bah, Aminah binti Wahab bermimpi: di tengah suatu 
malam ia menyaksikan dirinya berdiri sendirian di tengah-tengah gurun, 
dan telah keluar dari dirinya suatu cahaya besar yang menyinari timur 
dan barat dan terbentang hingga langit. Aminah tiba-tiba terbangun dari 
tidurnya namun ia tidak mengetahui tafsir dari mimpinya. 
Berlalulah hari demi hari dari tahun gajah. Dan pada waktu sahur dari 
malam Senin hari kedua belas dari bulan Rabiul Awal, Aminah melahirkan 
seorang anak kecil yang yatim yang bernama Muhammad bin Abdillah bin 
Abdul Muthalib, seorang cucu dari Ismail bin Ibrahim bin Adam. 
Sebelum ia dilahirkan, dunia mati kerana kehausan padanya. Kehausan 
dunia sangat besar kepada cinta, rahmat, dan keadilan. Sekarang teiah 
berlalu 600 tahun dari kelahiran al-Masih dan orang-orang Masehi telah 
menjauhi ajaran cinta, bahkan keyakinan-keyakinan berhalaisme telah 
meresap kepada sebahagian kelompok mereka dan kejernihan ajaran 
tauhid telah ternodai. Sedangkan orang-orang Yahudi telah meninggalkan 
wasiat-wasiat Musa dan mereka kembali menyembah lembu yang terbuat 
dari emas. Dan setiap orang dari mereka lebih memilih untuk memiliki 
lembu emas yang khusus. Demikianlah, berhalaisme telah menyerang di 
bumi. Bumi dipenuhi oleh kegelapan. Akal disingkirkan dan Tuhan 
dilupakan dan mereka menyerahkan diri mereka kepada pembohong. 
Ketika jantung dunia telah terkena kekeringan, maka memancarlah dari 
timur suatu mata air keimanan yang jernih yang menjadi puas dengannya 
separa dunia. Dan mukjizat besar terjadi ketika mata air ini 
mengeluarkan air yang jernih dari jantung gurun yang paling besar 
ketandusannya di dunia, yaitu gurun jazirah Arab. Berkenaan dengan 
penggambaran masa tersebut, dalam hadis yang mulia dikatakan: 
"Sesungguhnya Allah melihat penduduk bumi lalu Dia murka kepada 
mereka, baik orang-orang Arab mahupun orang-orang Ajam kecuali 
sebahagian kecil dari Ahlul kitab." 
Di tenda yang kasar, lahirlah seorang anak yatim yang kemudian 
bertanggungjawab untuk memberikan minum kepada dunia yang haus 
pada cinta, keadilan, kebebasan, serta kebenaran. Sementara itu, 
beberapa langkah dari tempat kelahirannya terdapat berhala-berhala 
yang memenuhi Baitul 'Athiq dan sekitar Ka'bah yang dibangun oleh Nabi 
Ibrahim dan Nabi Ismail agar menjadi rumah Allah SWT dan Dia disembah 
di dalamnya dan manusia merasa tenteram di dalamnya. Di rumah yang 
kuno ini - yang dibangun sebelumnya oleh Adam - dipenuhi patung-
patung tuhan yang terbuat dari batu dan kayu. Ini menunjukkan betapa 
akal orang-orang Arab saat itu mengalami titik terendah. 
Sementara itu nun jauh di sana, tepatnya di Yatsrib atau Madinah 
dipenuhi oleh orang-orang Yahudi yang mereka datang di sana kerana 
melarikan diri dari penindasan orang-orang Romawi. Mereka tinggal di 
situ bagaikan serigala-serigala di atas tanah yang tersubur di mana 
mereka melakukan monopoli dalam perdagangan. Mereka membangun 
kejayaan mereka dengan memanfaatkan orang-orang Arab dan 
kehairanan mereka terhadap diri mereka sendiri. 
Para cendekiawan Yahudi memperdagangkan segala sesuatu, dimulai dari 
emas sampai Taurat. Mereka menyembunyikan kertas-kertas darinya dan 
menampakkan sebahagiannya; mereka mengubah kertas-kertas Taurat itu 
untuk memperkaya diri mereka. Pada saat orang-orang Yahudi 
menyembah emas dan sangat lihai melakukan persekongkolan, orang-
orang Arab justru menyembah batu dan mereka pandai berperang. 
Mereka juga lihai dalam membuat syair lalu menggantungkannya di atas 
tirai-tirai Ka'bah. Orang-orang Arab hidup di bawah naungan sistem 
kesukuan di mana kepala suku adalah pemimpin dan nilainya sebanding 
dengan anak buahnya, dan kemampuan mereka dalam berperang. Dan 
keutamaan seseorang di lihat dari asal muasalnya serta nilainya juga di 
lihat dari kefanatikannya serta kebanggaannya kepada nasab yang 
merupakan kemuliaannya, juga kefanatikannya terhadap berhala 
tertentu yang merupakan agamanya. Jadi, segala bentuk kemuliaan dan 
kewibawaan tidak terbentuk kecuali dalam ruang lingkup yang sempit 
dalam kabilah atau kesukuan. 
Sedangkan di tempat yang jauh dari Mekah, Romawi menyerupai burung 
rajawali yang lemah, namun belum sampai kehilangan kekuatannya. 
Orang-orang Romawi sangat menyanjung kekuatan. Sedangkan di belahan 
timur dari utara negeri Arab, orang-orang Persia menyembah api dan air. 
Api tetap menyala di tempat peribadatan mereka di mana manusia rukuk 
untuknya. Dan di sana terdapat danau Sawah yang dianggap suci oleh 
mereka. 
Sementara itu, Kisra, raja kaum Persia duduk di atas singgahsananya dan 
memberikan keputusan terhadap manusia. Keputusan Kisra selalu 
didengar dan dilaksanakan. Tidak ada seorang pun yang berani 
menentangnya dan menolaknya. Orang-orang Persia berhasil 
mengalahkan Romawi dan Yunani, sehingga mereka menjadi kekuatan 
yang dahsyat di muka bumi. Meskipun mereka memiliki kekuatan yang 
sangat luar biasa, namun penyembahan api jelas-jelas menunjukkan 
betapa bodohnya mereka dan betapa kekuatan mereka diliputi oleh 
kebodohan sehingga akal mereka tercabut dan mereka terhalangi untuk 
mencapai kebenaran. Alhasil, kegelapan semakin meningkat di setiap 
penjuru bumi dan kehidupan berubah menjadi hutan yang lebat di mana 
di dalamnya seorang yang kuat akan menyingkirkan seorang yang lemah 
dan di dalamnya yang menang adalah kebatilan. 
Di tengah-tengah suasana yang demikian kelam, lahirlah seorang anak di 
tenda Mekah. Ketika anak tersebut lahir, maka padamlah api yang 
disembah oleh kaum Persia dan keringlah danau Sawah yang disucikan 
oleh manusia, bahkan robohlah empat belas loteng dari istana Kisra. Dan 
syaitan merasa bahawa penderitaan yang besar telah merobek-robek 
hatinya. Ini semua sebagai simbol dimulainya kehancuran kejahatan atau 
keburukan di muka bumi dan terbebasnya akal manusia dari 
penyembahan terhadap sesama manusia atau terhadap hal-hal yang 
bersifat khurafat. Manusia diajak hanya untuk menyembah kepada Allah 
SWT. Kelahiran Rasul sebagai bukti hilangnya kelaliman, sebagaimana 
kelahiran Nabi Musa yang menunjukkan kebebasan Bani Israil dari 
kelaliman Fir'aun. 
Ajaran Muhammad bin Abdillah merupakan ajaran revolusi yang paling 
meyakinkan dan yang paling penting yang pernah dikenal di dunia; ajaran 
yang bertugas untuk menyelamatkan dan membebaskan akal dan materi. 
tentera Al-Quran adalah tentera yang paling adil dan paling berani untuk 
menghancurkan orang-orang yang lalim. Kita akan melihat dalam sejarah 
Nabi bahawa kejadian-kejadian luar biasa telah mengelilingi Ka'bah 
sebelum kelahirannya. Kemudian terjadilah peristiwa luar biasa setelah 
kelahirannya di mana terjadilah peristiwa pembelahan dada pada saat 
beliau masih kecil, begitu juga beliau dinaungi oleh awan di waktu kecil, 
bahkan beliau terkenal pada saat masih kecil dengan kecenderungan 
untuk meninggalkan permainan-permainan yang biasa dimainkan oleh 
anak-anak kecil seusia beliau. Allah SWT memberikan penjagaan khusus 
kepadanya sehingga Jibril as turun kepadanya dengan membawa wahyu. 
Selanjutnya, mukjizatnya yang pertama adalah mukjizat yang terdapat 
pada keperibadiannya dan pemikiran-pemikirannya. Itulah yang menjadi 
mukjizatnya yang terbesar setelah Al-Quran; itu adalah bangunan rohani 
yang tinggi di mana beliau mampu menahan penderitaan di jalan Allah 
SWT. Dan dalam menegakkan kebenaran, beliau memikul berbagai 
macam rintangan. Beliau melaksanakan amanat yang dikembangnya 
secara sempurna dan sebaik-baik mungkin. Hal yang indah yang dikatakan 
tentang mukjizat Nabi setelah diutusnya beliau adalah bahawa beliau 
tidak mempunyai mukjizat selain usaha membebaskan akal: tanpa 
memiliki kekuatan luar biasa selain membebaskan fikiran, tanpa dalil 
selain kalimat Allah SWT. 
Sedangkan Isa bin Maryam telah berdakwah dan mengajak manusia untuk 
menciptakan kesamaan, persaudaraan, dan cinta kasih di antara mereka, 
namun Muhammad saw diberi kurnia untuk mewujudkan persamaan, 
persaudaraan, dan cinta kasih di antara orang-orang mukmin di tengah-
tengah kehidupannya dan setelah kehidupannya. 
Ketika Nabi Isa mampu menghidupkan orang-orang yang mati dan 
mengeluarkan mereka dari kuburan, Muhammad bin Abdillah 
menghidupkan orang-orang hidup dari kematian mereka yang tidak 
pernah mereka sedari. Itu adalah bentuk kematian yang paling berat. 
Beliau juga mengeluarkan mereka dari kegelapan dan kebodohan menuju 
cahaya ilmu, dan dari belenggu syirik dan kekufuran menuju dunia 
tauhid. 
Sulaiman sebagai seorang Nabi dan raja mampu memperkerjakan jin 
untuk mengabdi padanya, bahkan mereka mampu terbang beribu-ribu mil 
untuk menghadirkan singgasana musuh-musuhnya agar mereka semua 
tercengang terhadap kemampuannya, sehingga mereka masuk Islam. 
Namun Muhammad saw justru mengabdi kepada Islam hanya sebagai 
seorang tentera yang sederhana. Beliau mengetahui bahawa ketika beliau 
lalai sesaat saja dari dakwah di jalan Allah SWT, maka kesempatannya 
dalam menyebarkan agama Islam akan hilang. 
Di saat terjadi peristiwa besar dalam peperangan, tiba-tiba azan solat 
dikumandangkan, sehingga para pasukan yang berperang mengerjakan 
solat. Tidak ada malaikat yang turun untuk melindungi mereka ketika 
solat atau mencegah datangnya anak-anak panah dari punggung mereka 
saat sujud. kerana itu, hendaklah para pasukan melindungi dirinya 
sendiri. Para pasukan mukmin berusaha solat secara bergantian: 
sebahagian mereka solat dan sebahagian mereka bertugas untuk 
menjaga. 
Allah SWT berfirman: 
"Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu 
kamu hendak mendirikan solat bersama-sama mereka, maka 
hendaklah segolongan dari mereka berdiri (solat) bersertamu dan 
menyandang senjata, kemudian apabila mereka sujud (telah 
menyempurnakan serakaat), maka hendaklah mereka pindah dari 
belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang 
golongan yang kedua yang belum bersembahyang, lalu 
bersembahyanglah mereka denganmu, dan hendaklah mereka bersiap 
siaga dan menyandang senjata. Orang-orang kafir ingin agar kamu 
lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka 
menyerbu kamu dengan sekaligus."(QS. an-Nisa': 102) 
Selesailah masalah itu dan tidak ada malaikat yang turun untuk 
melindunginya dan menolongnya. Ini adalah masa kematangan akal dan 
masa keletihan para nabi dan orang-orang mukmin. Dan sesuai kadar 
keletihan mereka dalam menyampaikan ajaran Islam, mereka pun akan 
mendapatkan balasan yang besar. 
Pada masa para nabi sebelum Nabi Muhammad saw, mereka 
menghadirkan mukjizat-mukjizat kepada kaum mereka saat memulai 
dakwah, sehingga kaum tersebut mempercayai apa saja yang mereka 
bawa, sedangkan Nabi Muhammad bin Abdillah tidak menghadirkan 
kepada kaumnya selain dirinya dan ketulusannya. 
Allah SWT telah memutuskan untuk melindungi Musa dan 
memerintahkannya untuk mengangkat gunung di atas kaumnya hingga 
mereka beriman kepada Taurat, atau untuk menjatuhkan gunung 
tersebut di atas mereka. Ketika mengetahui hal yang Demikian itu, 
orang-orang Yahudi sujud dengan meletakkan pipi mereka di atas tanah 
dan mereka mengamati bukit batu yang berada di atas kepala mereka 
yang diangkat oleh tangan yang tersembunyi. Sedangkan Nabi Muhammad 
bin Abdillah tak pernah memaksa seseorang pun. Berimanlah beberapa 
orang kepadanya dan puaslah beberapa orang kepadanya dan matilah 
bersamanya orang-orang yang mati dalam keadaan puas. Beliau tidak 
membawa pedang kecuali saat panah yang beracun mendekati jantung 
Islam dan mengancamnya. 
Dakwah para nabi menuntut terjadinya mukjizat demi mukjizat. Ini 
kerana masa kekanak-kanakan manusia serta kelemahan akal dan 
hilangnya panca indera menuntut rahmat Allah SWT untuk mendatangkan 
mukjizat yang sesuai dengan masa turunnya mukjizat tersebut dan 
budaya masyarakat setempat. Adalah hal yang maklum bahawa di 
tengah-tengah penduduk Mekah saat itu tidak terdapat orang-orang yang 
cerdas atau orang-orang yang bijak yang mampu menyerap kata-kata 
yang baik. Dan kesulitan yang dihadapi oleh Islam adalah bahawa ia tidak 
diturunkan pada masa ini saja, tetapi Islam diturunkan untuk setiap 
masa. Allah SWT mengetahui bahawa manusia telah memasuki masa 
kematangan berfikir yang mengagumkan, maka hikmah-Nya menuntut 
bahawa pernyataan yang pertama kali disebutkan dalam risalah-Nya 
adalah "iqra'" (bacalah). Di samping itu, risalah tersebut mengandung 
pemikiran yang universal, sistem yang membangun, dan hukum yang 
mempesona, serta kebebasan yang diidamkan, dan manusia yang 
sempurna. 
Adalah tidak mengurangi kehormatan para nabi sebelum Nabi Muhammad 
saw di mana mereka tidak diutus di masa-masa kematangan pemikiran, 
tetapi yang menambah kehormatan Nabi Muhammad saw bahawa beliau 
diutus di tengah-tengah masa kematangan berfikir, dan beliau diutus 
sebelum datangnya masa ini. Beliau memikul berbagai lipat cubaan yang 
pernah dipikul oleh para nabi; beliau berdakwah dengan menanggung 
berbagai lipat godaan dan cubaan; beliau mengalami seksaan yang 
pernah dialami oleh semua para nabi; beliau mencintai Allah SWT 
sebagaimana para nabi mencintai-Nya. Allah SWT memuliakannya ketika 
beliau mengimami mereka di saat solat pada saat beliau melakukan Isra' 
dan Mi'raj. Meskipun demikian, ketika beliau keluar pada suatu hari 
menemui sahabat-sahabatnya dan mendapati mereka mengutamakan 
para nabi dan mendahulukannya atas mereka, maka beliau justru 
menampakkan kemarahan dan wajahnya berubah. Beliau berkata: 
"Janganlah kalian mengutamakan aku atas Yunus bin Mata." 
Melalui pernyataan itu, beliau berusaha meletakkan suatu pondasi 
pemikiran yang harus dilalui oleh kaum Muslim di mana para nabi 
memang memiliki darjat tertentu di sisi Allah SWT. Boleh jadi ada nabi 
yang lebih afdal atau yang lebih mulia daripada yang lain. Siapakah yang 
menetapkan hal itu? Tidak ada seorang pun selain Allah SWT. Ada pun 
kaum Muslim hendaklah mereka berhenti pada batas tertentu yang 
seharusnya mereka berikan berkaitan dengan sopan santun terhadap para 
nabi. Selama Allah SWT menyampaikan selawat kepada rasul sebagai 
bentuk penghormatan dan memerintahkan mereka untuk menyampaikan 
selawat kepadanya, dan selama Rasulullah seperti nabi-nabi yang lain, 
maka hendaklah mereka juga berselawat kepada semua nabi tanpa 
perbezaan, meskipun pada bentuk selawat itu sendiri. 
Sementara itu, bayi yang mungil itu yang lahir di Mekah bergerak setelah 
tahun gajah. Kemudian berita tersebar di sana sini dan Sampailah ke 
telinga datuknya bahawa cucunya telah dilahirkan. Abdul Muthalib segera 
menuju ke tempat itu dan membawa cucunya yang yatim lalu berkeliling 
dengannya di Ka'bah sambil memikirkan namanya. Abdul Muthalib tidak 
merasa terpukau dengan nama-nama yang mulai beredar di benaknya. Ia 
tampak bingung menentukan nama yang paling tepat buat cucunya, 
bahkan kebingungannya itu berlanjutan sampai enam hari, sehingga sang 
Nabi di sunat. Ketika malam telah menyelimuti kawasan Mekah, 
datanglah kepadanya suara yang sama yang dulu pernah dilihatnya dan 
didengarnya yang memerintahkannya untuk menggali zamzam. Di 
tengah-tengah tidurnya, suara itu membisikkan kepadanya bahawa nama 
cucunya berasal dari al-Ham, yang berarti Muhammad atau Ahmad. 
Orang-orang Quraisy bertanya kepada Abdul Muthalib: "Nama apa yang 
engkau berikan kepada cucumu?" Abdul Muthalib menjawab sambil 
mengingat bisikan suara yang didengarnya saat mimpi, "Muhammad." 
Nama tersebut sebenamya tidak umum di kalangan orang-orang 
Jahilliyah. Mereka bertanya, "Mengapa Abdul Muthalib tidak memakai 
nama-nama datuk-datuknya dan nama-nama yang biasa dipakai di 
kalangan mereka." Abdul Muthalib menjawab: "Aku ingin Allah SWT 
memujinya di langit dan manusia memujinya di bumi." 
Kami tidak mengetahui dorongan apa yang membuat Abdul Muthalib 
untuk menyatakan kalimat tersebut. Apakah kalimat itu bersumber dari 
realiti kebanggaan orang-orang Arab yang popular atau berasal dari 
realiti kebanggaan tradisional? Atau, apakah berangkat dari realiti 
kegembiraan yang dalam dengan kelahiran si cucu, ataukah kalimat itu 
bersumber dari suasana rohani yang jernih dan bisikan alam ghaib? Tentu 
kami tidak bisa menjawab. Yang dapat kami ketahui adalah bahawa 
seseorang tidak akan layak menyandang predikat manusia yang dipuji di 
bumi dan dipuji oleh Allah SWT di langit seperti predikat yang disandang 
oleh Muhammad bin Abdillah. 
Nabi Muhammad saw muncul ke alam wujud dalam keadaan yatim. 
Beliau ditinggalkan oleh ayahnya saat beliau masih janin di dalam perut 
ibunya. Allah SWT berfirman: 
"Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia 
melindungimu?" (QS. adh-Dhuha: 6) 
Allah SWT melindunginya. Orang-orang sufi mengatakan bahawa sebab-
sebab kemanusiaan seperti adanya datuknya Abdul Muthalib dan 
bagaimana ia mengasuhnya dan melindunginya tidak lain hanya bentuk 
lahiriah yang tidak begitu penting, sedangkan bentuk batiniah yang 
sebenarnya adalah kita berada di hadapan manusia yang dilindungi dan 
diasuh oleh Tuhannya sejak masih kecil. Allah SWT mendidiknya saat 
beliau masih kecil, dan mengujinya dengan keyatiman saat beliau masih 
janin serta mengujinya dengan kelaparan sejak masih kecil, dan dewasa 
dengan kematian si ibu, saat beliau masih kecil dengan keterasingan di 
tengah-tengah keramaian, dan dengan terjaga di tengah-tengah tidur 
serta dengan penderitaan demi penderitaan. Allah SWT telah 
menyiapkannya sejak usia dini untuk memikul beban risalah terakhir. 
Selanjutnya, ibunya seringkali memeluknya lebih dari sebelumnya. Ia 
melihat bahawa banyak dari wanita-wanita yang menyusui tidak 
berkenan untuk mengasuhnya. Adalah sudah menjadi tradisi yang 
berkembang di Mekah di mana keluarga-keluarga yang mulia mengirim 
anaknya ke kawasan dusun agar anak tersebut menyerap dan menghirup 
udara segar serta memperoleh mainan yang memadai. Dan biasanya 
wanita-wanita yang menyusui anak-anak lebih tertarik menyusui anak-
anak dari orang-orang kaya. Namun ketika pemimpin manusia seorang 
yang fakir, maka wanita-wanita yang biasa menyusui tidak berminat 
kepadanya. 
Marilah kita telusuri bagaimana Halimah binti Abi Duaib menceritakan 
kisahnya bersama anak kecil yang disusuinya: "Saat itu terjadi musim 
tandus dan kami tidak memiliki sesuatu sehingga aku dan suamiku 
mengalami kemiskinan yang luar biasa. Lalu kami menetapkan keluar ke 
Mekah dan menemani wanita-wanita dari Bani Sa'ad. Kami semua 
mencari anak-anak yang masih menyusu agar orang tua mereka dapat 
membantu kami untuk memenuhi kebutuhan hidup. 
Binatang yang aku tunggangi sangat lemah dan sangat kurus yang itu 
semua disebabkan oleh kekurangan makanan. Bahkan kami khawatir 
kalau-kalau ia berhenti di tengah perjalanan dan mati. Dan kami tidak 
tidur semalaman kerana melihat kondisi anak kecil yang bersama kami. 
Ia menangis kerana tidak menemukan makanan yang dapat dimakannya. 
Ia menangis kerana kelaparan dan tidak mendapat air susu, baik dari air 
susuku mahupun air susu unta yang dibawa oleh suamiku, sehingga kami 
tidak dapat memuaskan dahaganya. Di tengah-tengah malam, aku 
merasakan keputusasaan. Aku bertanya-tanya bagaimana aku dapat 
melakukan sesuatu dalam keadaan yang demikian. 
Akhirnya, kami sampai di Mekah. Sementara itu, wanita-wanita yang 
ingin mencari anak-anak yang dapat mereka susui telah mendahului 
kami. Mereka mengambil anak-anak kecil yang mereka sukai, kecuali satu 
anak, yaitu Muhammad di mana ayahnya telah meninggal dan ia berasal 
dari keluarga yang miskin meskipun sebenarnya kedudukannya sangat 
mulia di antara tokoh-tokoh Quraisy. Oleh kerana itu, wanita-wanita 
enggan untuk mengasuhnya. Namun aku dan suamiku tidak sefaham 
dengan mereka kerana aku tidak peduli dengan keyatiman dan 
kefakirannya. Kemudian aku malu untuk kembali dan tidak mengambil 
bayi yang dapat aku susui kemudian. Di samping itu, aku malu jika 
mendapat cercaan dari wanita-wanita itu. Lalu aku merasakan adanya 
kasih sayang yang memenuhi hatiku terhadap anak kecil yang tampan itu 
yang akan diganggu oleh udara yang kotor." 
Kisah tersebut mengatakan bahawa saat anak-anak kecil mendapatkan 
wanita-wanita yang menyusuinya, maka Muhammad bin Abdillah sedang 
tidur dalam keadaan lapar di ranjangnya yang kasar, tanpa disusui oleh 
siapa pun. Suatu hikmah yang tinggi berkehendak agar bayi yang masih 
menyusui itu menghadapi dunia dalam keadaan yatim dan dalam keadaan 
kelaparan agar ia dapat merasakan penderitaan anak-anak yatim dan 
orang-orang yang lapar sebelum ia menyelamatkan mereka. 
Halimah mengatakan bahawa ia meyakinkan suaminya bahawa ia 
merasakan keinginan yang kuat untuk mengambil anak yatim ini, 
sehingga suaminya menyetujuinya. Halimah tidak mengetahui rahsia 
keinginannya yang samar agar ia kembali untuk mengambil anak yatim 
yang masih menyusu ini. Ia tidak mengetahui bahawa Allah SWT telah 
menanamkan rasa cinta kepada anak kecil itu dalam hatinya seperti Allah 
SWT menanamkan cinta kepada Musa pada hati isteri Fir'aun. Jika Musa 
menolak wanita-wanita lain untuk menyusuinya kecuali ibunya setelah 
Allah SWT mencegahnya dari susuan wanita-wanita lain agar ibunya 
merasa bahagia dan tidak bersedih, maka Muhammad bin Abdillah - 
seorang anak kecil yang masih menyusu dan mulia - -justru ditolak oleh 
wanita-wanita yang menyusui, sedangkan ia sendiri tidak pernah menolak 
seseorang pun. 
Halimah kembali kepadanya dan ia memberitahu bahawa ia akan 
mengasuhnya. Nabi Muhammad saw adalah seorang yang mulia. Halimah 
meletakkan tangannya di dadanya, sehingga anak kecil itu tertawa. 
Halimah mencium di antara kedua matanya. la meletakkannya di 
kamarnya. Halimah mengetahui bahawa kedua air susunya telah kering, 
namun tiba-tiba air susunya memancar dengan keras sebagai bentuk 
kasih sayang dan tanda kebesaran dari Allah SWT. Kini Halimah pun dapat 
menyusuinya. Apakah itu merupakan hikmah yang tinggi di mana anak 
kecil tersebut merasa cukup dengan sesuatu yang sedikit? Ataukah anak 
kecil itu sudah dapat mendidik dirinya untuk zuhud dan qanaah sebelum 
ia mendidik orang-orang dewasa tentang pengorbanan dan kesatriaan? 
Halimah kembali ke gurun Bani Sa'ad dan ia membawa Muhammad bin 
Abdillah. Belum lama ia menyaksikan tanahnya yang tandus sehingga 
tiba-tiba kebaikan dunia terbuka dan mekar di hadapannya, di mana 
bumi dipenuhi dengan kehijau-hijauan setelah mengalami masa tandus. 
Pohon-pohon berbuah dan buah kurma tampak berseri-seri setelah 
sebelumnya layu, bahkan susu-susu binatang pun mulai tampak banyak. 
Allah SWT memberikan berkah-Nya kepada tempat tersebut. Halimah 
mengetahui bahawa kebaikan ini telah datang bersama kedatangan anak 
kecil yang diberkahi, sehingga cintanya kepada anak itu semakin 
bertambah. Bahkan suaminya pun menjadi tawanan cinta yang lain 
kepada Muhammad saw. 
Pada suatu hari ia berkata kepada isterinya: "Apakah engkau mengetahui 
wahai Halimah bahawa engkau telah mengambil seorang anak yang 
mulia?" Halimah berkata: "Anak kecil itu tidak menangis dan tidak 
berteriak kecuali ketika ia telanjang." Ketika anak kecil itu gelisah di 
tengah malam dan tidak tidur, maka Halimah membawanya keluar dari 
khemah dan ia berhenti bersamanya di bawah sinar bintang. Saat itu 
anak itu tampak bergembira ketika menyaksikan langit. Setelah kedua 
matanya terpuaskan oleh pandangan ke arah langit, ia pun mulai tidur. 
Ketika anak itu mencapai tahun yang kedua, maka ia telah disapih, 
sehingga ibunya ingin mengambilnya, tetapi Halimah tidak kuat untuk 
menahan perpisahan ini. Halimah menjatuhkan dirinya di hadapan kedua 
kaki sang ibu dan ia mulai menciuminya dan ia meminta agar 
membiarkannya bersama anaknya sehingga anak itu benar-benar kuat 
dan dapat kembali menghirup udara segar gurun. Akhirnya, Rasulullah 
saw tinggal di tempat Bani Sa'ad sampai lima tahun. Dan pada masa lima 
tahun ini terjadi peristiwa penting yang terkenal dengan peristiwa 
pembelahan dada. Kehendak Ilahi telah menetapkan kepada Ruhul Amin, 
yaitu Jibril untuk menemui Muhammad bin Abdillah dan membelah 
dadanya dengan perintah Ilahi serta menyuci hatinya dengan rahmat dan 
mengeringkannya dengan cahaya dan mengeluarkan bahagian dunia 
darinya. 
Seperti biasanya Rasulullah saw keluar pada suatu hari bersama saudara 
susuannya dengan menunggangi sekawanan domba menuju tempat 
penggembalaan. Di tengah hari, saudaranya berlari-lari dalam keadaan 
takut dan menangis sambil berteriak bahawa Muhammad telah terbunuh. 
Muhammad diambil oleh dua orang laki-laki yang memakai baju yang 
putih lalu kedua orang itu menelentangkannya dan membelah dadanya. 
Mendengar hal itu, Halimah sangat kejut dan terpukul. Ia segera pergi 
sambil berlari mencari Muhammad dan diikuti oleh suaminya yang 
mengikuti petunjuk anak kecil dari saudara Muhammad. Akhirnya, 
mereka menemukan Muhammad sedang duduk di atas tanah di mana 
wajahnya tampak pucat dan kedua matanya menyala. 
Halimah dan suaminya mencium dengan lembut dan mulai menampakkan 
kasih sayangnya. Kemudian mereka bertanya, "apa yang terjadi?" 
Muhammad menjawab: "Ketika aku memperhatikan domba-domba yang 
sedang bermain aku dikejutkan dengan kedatangan dua orang yang 
memakai pakaian yang putih. Mula-mula aku menyangka bahawa mereka 
adalah burung yang besar, namun ternyata aku salah. Mereka adalah dua 
orang yang tidak aku kenal yang memakai pakaian warna putih. Salah 
seorang dari mereka berkata kepada temannya dengan menunjuk ke 
arahku, "Apakah ini anaknya?" Yang lain menjawab, "benar." Aku 
merasakan ketakutan yang luar biasa. Lalu mereka mengambilku dan 
menidurkan aku serta membelah dadaku dan mereka mengambil sesuatu 
darinya hingga mereka mendapatinya dan membuangnya jauh-jauh. 
Setelah itu, mereka bersembunyi laksana bayangan." 
Hadis tersebut diriwayatkan oleh Anas dan juga diriwayatkan oleh Muslim 
dan Ahmad. Para mufasir berbeza pendapat tentang simbolisme yang 
dalam ini. Sebahagian besar ulama menakwilkan peristiwa tersebut. 
Pakar-pakar klasik, seperti Qurthubi berpendapat bahawa peristiwa itu 
diisyaratkan oleh firman-Nya: "Bukankah Kami telah melapangkan 
untukmu dadamu?. " (QS. Alam Nasyrah: 1) 
Sedangkan tokoh-tokoh hadis, seperti Ghazali berpendapat bahawa 
manusia istimewa seperti Muhammad saw tidak mungkin terlepas dari 
bimbingan Ilahi dan tidak mungkin terkena waswas sekecil apa pun yang 
biasa menimpa manusia biasa. Jika suatu kejahatan menjadi suatu 
gelombang yang memenuhi cakerawala, maka di sana terdapat hati yang 
segera memungutnya dan terpengaruh dengannya, namun hati para nabi 
dengan adanya bimbingan Allah SWT tidak akan terpanggil dan tidak 
terkena arus kejahatan tersebut. 
Dengan demikian, usaha para nabi terfokus pada peningkatan kemajuan 
atau ketinggian, bukan memerangi kerendahan. Diriwayatkan oleh 
Abdillah bin Mas'ud bahawa Rasulullah saw bersabda: "Tidak ada 
seseorang di antara kalian kecuali ia diawasi oleh temannya dari 
kalangan jin dan temannya dan dari kalangan malaikat." Para sahabat 
berkata: "Apakah hal itu juga berlaku kepadamu wahai Rasulullah?" Beliau 
menjawab: "Ya, tetapi Allah SWT membantuku, sehingga ia berserah diri 
dan tidak memerintahkan kepadaku kecuali dalam kebaikan." 
Begitulah sikap orang-orang yang dahulu dan para ahli hadis berkaitan 
dengan peristiwa pembelahan dada. Kami kira bahawa kejadian yang luar 
biasa tersebut berhubungan dengan persiapan Nabi untuk melalui Isra' 
dan Mi'raj. Ia merupakan perjalanan di mana Rasulullah saw akan 
menebus alam angkasa dan akan mencapai alam langit. Kemudian beliau 
akan melampaui alam ini, sehingga sampai di Sidratul Muntaha yang di 
sana terdapat Janatul Ma'wah. 
Pandangan tersebut kembali kepada pendapat kami yang mengatakan 
bahawa peristiwa pembelahan dada berulang lebih dari sekali saat Rasul 
saw mencapai usia lima puluh tahun. Dan peristiwa pembelahan dada 
terjadi kedua kalinya pada malam Isra' dan Mi'raj. 
Bukhari meriwayatkan dari Malik bin Sh'asha'a bahawa Rasulullah saw 
menceritakan kepada mereka peristiwa malam Isra' di mana beliau 
bersabda: "Ketika aku berada di Hathim - atau beliau berkata di Hijr - 
saat aku dalam keadaan antara tidur dan bangun, maka seorang datang 
kepadaku lalu ia membelah antara ini dan ini. Yaitu antara kerongkongan 
dan perutnya. Beliau melanjutkan: Lalu ia mengeluarkan hatiku dan 
membawa mangkok dari emas yang penuh dengan keimanan lalu ia 
menyuci hatiku. Kemudian diulanginya." 
Kami kira bahawa pembelahan dada merupakan bentuk simbolis yang 
menunjukkan kesucian Rasul saw dan sebagai bentuk penyiapannya untuk 
melalui Isra' dan Mi'raj. Itu merupakan pemberitahuan dari Ilahi bahawa 
anak ini akan mencapai suatu kedudukan yang belum pernah dicapai oleh 
manusia dan tidak akan dicapai manusia sesudahnya. Setelah peristiwa 
pembelahan dada, berubahlah kehidupan anak kecil itu di mana 
sebahagian besar waktunya digunakan untuk merenung dan menyendiri. 
Dari roman wajahnya tampak keseriusan yang biasanya menghiasi wajah 
orang-orang dewasa. 
Berlalulah hari demi hari, tahun demi tahun dan Selesailah masa 
menetapnya bersama Halimah di dusun Bani Sa'ad. Beliau sangat 
terpengaruh dan sangat terkesan dengan keadaan di sana. Diriwayatkan 
bahawa beliau pernah mengingat masa kecilnya di Bani Sa'ad dan beliau 
membanggakannya. Beliau menyebutkan pengorbanan mereka dan sikap 
mereka yang baik. Beliau berkata: "Aku termasuk dari Bani Sa'ad, tanpa 
bermaksud menyombongkan diri. Jika mereka berhadapan atau 
menyaksikan salah seorang mereka lapar, maka mereka akan membagi 
makanan di antara mereka." 
Kemudian Muhammad bin Abdillah kembali ke Mekah saat usianya lima 
tahun. Beliau hidup beberapa hari bersama ibunya di mana si ibu 
merasakan kesedihan yang dalam atas kepergian ayahnya. Sesuai janji 
untuk mengingat ayahnya yang telah pergi, Aminah menetapkan untuk 
mengunjungi kuburannya di Yatsrib. Jarak antara Mekah dan Yatsrib lebih 
dari lima ratus kilo meter di gurun yang kering yang jauh dari tanda-
tanda kehidupan. Anak itu menempuh perjalanan yang berat. Setelah 
perjalanan yang berat ini, Muhammad bin Abdillah tinggal di tempat 
paman-paman dari ibunya di Madinah selama satu bulan. Muhammad 
melihat rumah yang di situ ayahnya meninggal sebelum ia dilahirkan. Ia 
berziarah bersama ibunya ke kuburan yang sederhana yang ayahnya 
dikuburkan di dalamnya. Mula-mula fikirannya terfokus pada keadaan 
yatim sambil ia mulai memperhatikan linangan air mata ibunya yang 
diam. 
Selesailah masa satu bulan keberadaannya di sisi paman-pamannya. 
Kemudian ibunya menemaninya untuk kembali ke Mekah. Kedua anak 
manusia itu sampai di pertengahan jalan. Muhammad bin Abdillah tidak 
mengetahui rahsia kepucatan wajah ibunya. Lalu malaikat maut turun di 
suatu tempat yang bernama Abwa. Di situlah Aminah binti Wahab telah 
bertemu dengan kekasihnya, Allah SWT. 
Sang ibu meninggal dan meninggalkan anak satu-satunya bersama 
seorang pembantu. Pembantu itu menampakkan rasa kasihnya terhadap 
anak kecil yang kehilangan ayahnya saat masih janin dan kehilangan 
ibunya saat berusia enam tahun. Muhammad bin Abdillah kini menjadi 
sendiri dan ia dalam keadaan menangis. Ia mencapai kematangan setelah 
ia melewati kesedihan kehidupan dan kerasnya kehidupan sebagai anak 
yatim. 
Rasulullah saw pernah ditanya setelah masa diutusnya: "Bagaimana 
pandanganmu?" Beliau menjawab: "Pengetahuan adalah modalku. Akal 
adalah dasar agamaku. Cinta adalah pondasiku. Zikrullah adalah 
kesenanganku. Dan kesedihan adalah temanku." 
Allah SWT telah menyiramkan kepadanya sungai-sungai kesedihan 
sehingga beliau dapat memberikan kepada manusia buah dari 
kegembiraan dan ketulusan. 
Anak kecil itu kembali ke Mekah dalam keadaan sedih dan ia tampak 
terpaku. Lalu Abdul Muthalib, datuknya menampakkan cinta yang luar 
biasa dan penghormatan padanya. Setelah dua tahun ketika Muhammad 
bin Abdillah berusia delapan tahun, maka meninggallah salah satu 
benteng yang terbaik yang menjaganya, yaitu datuknya Abdul Muthalib. 
Kemudian anak kecil itu kini merenungi datuknya laksana orang dewasa. 
Ia tampak tegar seperti layaknya orang dewasa. 
Kita tidak mengetahui mengapa terjadi demikian. Mengapa hikmah Allah 
SWT mencegah Nabi yang terakhir untuk mendapatkan kasih sayang 
seorang ayah, kasih sayang seorang ibu, dan bimbingan seorang datuk? 
Apakah Allah SWT ingin memberi Nabi yang terakhir suatu kasih sayang 
dan cinta yang semata-mata bersumber dari sisi-Nya? Apakah Allah SWT 
ingin mendidiknya dengan kesedihan dan memberinya perasaan-perasaan 
yang penuh dengan penderitaan? Apakah Allah SWT ingin membuat hati 
Rasul-Nya hanya tertuju kepadanya? Dahulu Allah SWT berkata kepada 
Musa: 
"Dan Aku telah memilihmu untuk diri-Ku." (QS. Thaha: 41) 
Dahulu Allah SWT memberi khabar gembira kepada Musa di dalam Taurat 
sebagaimana Isa memberi khabar gembira di dalam Injil dengan 
kedatangan seorang Nabi setelahnya yang bernama Ahmad. Dan Nabi 
Musa meminta kepada Tuhannya agar memberinya dan memberi umatnya 
puncak keutamaan, lalu Allah SWT menjawab bahawa Dia telah 
menetapkan keutamaan ini kepada Nabi yang terakhir Ahmad dan 
umatnya. 
Allah SWT telah memilih Musa untuk diri-Nya. Meskipun Demikian, Dia 
tidak mencegahnya untuk mendapatkan kasih sayang seorang ibu dan 
mendidiknya di tengah-tengah keluarganya. Namun Dia berkehendak 
untuk menjadikan Nabi yang terakhir tercegah dari mendapatkan kasih 
sayang seorang manusia dan cinta seorang manusia, sehingga Nabi 
tersebut hanya mendapatkan kasih sayang Ilahi dan cinta Ilahi. 
Allah SWT berfirman menceritakan tentang keadaan Rasul terakhir: 
"Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia 
melindungimu. Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, 
lalu Dia memberikan petunjuk. Dan Dia mendapatimu sebagai seorang 
yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan. Adapun terhadap 
anak yatim, maka janganlah kamu berlaku sewenang-wenang. Dan 
terhadap orang yang meminta-minta, maka janganlah kamu 
mengherdiknya. Dan terhadap nikmat Tuhanmu maha hendaklah 
kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur). " (QS. ad-Dhuha: 6-
11) 
Makna ayat tersebut secara harfiah adalah bahawa beliau dalam keadaan 
yatim lalu Allah SWT melindunginya; beliau dalam keadaan tersesat lalu 
Allah SWT memberinya petunjuk; beliau dalam keadaan fakir lalu Allah 
SWT memampukannya. Allah SWT melindunginya dengan mengasuhnya, 
membimbingnya, dan mencukupinya. Itu adalah darjat keutamaan yang 
tidak pernah dicapai oleh seseorang pun di dunia. 
Setelah kematian datuknya, maka pamannya Abu Thalib mengasuhnya. 
Allah SWT telah meletakkan kecintaan pada hati pamannya, sehingga 
pamannya mengutamakan Muhammad saw daripada anak-anaknya dan 
memuliakannya serta menghormatinya, bahkan Abu Thalib 
mendudukkannya di ranjangnya yang biasa dibentangkannya di hadapan 
Ka'bah di mana tidak ada seorang pun yang duduk selainnya. 
Muhammad bin Abdillah hidup di jantung gurun Mekah sebagai seorang 
yang memiliki kesedaran yang tinggi di antara kaum yang sedang lalai 
dan kaum yang mabuk-mabukan dan para penyembah berhala serta para 
pedagang minuman keras dan para syair dan orang-orang yang berperang 
dan tokoh-tokoh kabilah. 
Muhammad bin Abdillah seorang yang banyak diam dan ketika usianya 
semakin dewasa, maka ia bertambah banyak diam. Beliau tidak berbicara 
kecuali jika diajak seseorang berbicara; beliau tidak terlibat dalam 
permainan hura-hura anak-anak muda; beliau merasakan kesedihan yang 
dalam; beliau sering menyendiri dan membuka matanya di hamparan 
pasir-pasir. Mulutnya terdiam dan akalnya berfikir. Beliau merenungkan 
di masa kecilnya bagaimana kaumnya bersujud terhadap berhala dan 
terpukau dengannya; bagaimana orang-orang berakal mau bersujud 
kepada batu-batu yang tidak memberikan mudarat dan manfaat dan 
tidak berbicara serta tidak dapat melakukan apa-apa. Beliau mewarisi 
dari datuknya Ibrahim kebencian yang fitri terhadap dunia berhala dan 
patung. 
Di dalam dirinya terdapat penghinaan yang besar terhadap sembahan-
sembahan dari batu ini, suatu penghinaan yang menjadikannya tidak mau 
mendekat selama-lamanya terhadap patung tersebut. Namun hatinya 
yang besar dipenuhi dengan kesedihan yang lebih hebat dari kesedihan 
datuknya Ibrahim. Beliau sedih kerana akal manusia menyembah batu 
dan emas, kesombongan serta kekuasaan penguasa; beliau mendengar 
apa yang dikatakan manusia dan mengamat-amati urusan kehidupan dan 
keadaan masyarakat; beliau juga menyaksikan betapa banyak 
pertentangan dan perkelahian di antara manusia yang justru disebabkan 
oleh masalah-masalah yang sepele, sehingga kehairanan beliau semakin 
bertambah dan sudah barang tentu kesedihannya pun semakin dalam. 
Tidakkah manusia mengetahui bahawa mereka akan mati seperti 
ayahnya, ibunya, dan datuknya? Mengapa mereka menimbulkan 
pertentangan ini, hingga mereka mendapatkan lebih banyak kejahatan? 
Ketika usianya semakin bertambah, maka bertambahlah kezuhudannya 
dalam hidup, dan sepak terjangnya terus bersinar memenuhi penjuru 
Mekah. Beliau tidak sama dengan seseorang pun dari kalangan pemuda 
saat itu. Meskipun kami kira bahawa kesedihannya disebabkan oleh hal-
hal yang umum, tetapi beliau tidak mengungkapkan kegelisahan hatinya 
pada seseorang pun. Beliau belum bertujuan untuk memperbaiki 
masyarakat atau kemanusiaan. Benar bahawa pertanyaan-pertanyaan 
kritis timbul dalam benaknya dan ingin segera menemukan jawapan, 
tetapi akalnya sendiri tidak dapat menemukan jawapan atau jalan 
keluar. Inilah yang dimaksud dengan makna ayat: 
"Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia 
memberikan petunjuk." (QS. adh-Dhuha: 7) 
Yang dimaksud ad-Dhalal (kesesatan) di sini ialah kebingungan akal dalam 
menafsirkan kejahatan dan usaha melawannya kerana ketiadaan senjata 
dan kecilnya usia. Semua itu justru menambah sikap diam anak kecil itu 
dan menjauhkannya dari dunia yang akan mencemari akal, sehingga 
akalnya selamat dari segala noda dan tetap di bawah naungan 
kejernihannya. 
Anak kecil itu tetap jauh dari dosa-dosa yang dilakukan oleh kaumnya 
yang berupa kecenderungan untuk menyembah berhala dan cinta 
kekuasaan dan kebanggaan. Ia selalu mendekat dan lebih mendekat 
kepada hakikatnya yang suci; ia mampu mempengaruhi orang lain dengan 
jiwanya yang bersih dan rahmatnya atau kasih sayangnya tertuju kepada 
manusia, bahkan kepada binatang dan burung. Ketika ia duduk akan 
makan lalu ada burung merpati berkeliling di seputar makanannya maka 
ia meninggalkan makanannya untuk burung itu. Pada saat orang-orang 
memukul anjing yang mendekat kepada makanan mereka, maka ia justru 
mencabut suapan yang ada di mulutnya dan memberikannya pada anjing, 
kucing, anak-anak kecil, dan orang-orang fakir. Bahkan seringkali di 
waktu malam ia tidur dalam keadaan lapar kerana ia memberikan 
makanannya ke orang lain. 
Muhammad saw adalah seorang fakir yang harus bekerja agar dapat 
makan, maka beliau bekerja sebagai penggembala kambing, seperti Nabi 
Daud, Nabi Musa, dan nabi-nabi yang lain yang diutus oleh Allah SWT. 
Kemudian beliau melakukan perjalanan bersama kafilah pamannya Abu 
Thalib menuju Syam saat beliau berusia tiga belas tahun. Beliau 
menyaksikan keadaan umat-umat yang lain, maka kehairanannya semakin 
bertambah terhadap masa Jahilliyah ini. Ketika beliau menyaksikan 
orang-orang tersesat, maka kesedihannya semakin bertambah dan 
hatinya semakin tersentuh dan fikirannya semakin dalam. 
Pada saat perjalanan menuju ke Syam ini terjadi suatu peristiwa 
terhadap anak kecil itu. Kemungkinan besar itu justru menambah 
kebingungannya. Seorang pendeta yang bernama Buhaira berdiri di 
jendela rumah yang menjadi tempat peribadatannya di Suria. Tiba-tiba 
ia memperhatikan suatu awan putih - tidak seperti biasanya - yang 
menghiasi langit yang biru. Saat itu udara sangat terang, sehingga 
munculnya awan tersebut sangat menghairankan. Kemudian pandangan 
Buhaira yang tertuju ke langit, kini tertuju ke bumi di mana ia mendapati 
awan itu menyerupai burung yang putih yang menaungi kafilah kecil yang 
menuju ke arah utara. Buhaira memperhatikan bahawa awan tersebut 
mengikuti kafilah. 
Jantung Buhaira berdebar dengan keras kerana ia mengetahui melalui 
buku-buku peninggalan kaum Masehi yang otentik bahawa seorang nabi 
akan muncul ke dunia setelah Isa. Sifat dan khabar nabi tersebut 
diceritakan dalam buku-buku kuno. Buhaira segera meninggalkan 
tempatnya, lalu ia segera memerintahkan untuk menyiapkan makanan 
yang besar. Kemudian ia mengutus seseorang untuk menemui kafilah 
tersebut dan mengundang mereka untuk jamuan makan. Salah seorang 
mereka berkata dengan nada bercanda kepada Buhaira: "Demi Lata dan 
'Uzza, engkau hari ini tampak lain wahai Buhaira. Engkau tidak pernah 
melakukan demikian kepada kami, padahal kami telah melewati dan 
singgah di tempat ini lebih dari sekali. Ada peristiwa apa gerangan wahai 
Buhaira?" 
Buhaira 
menjawab: "Hari ini kalian adalah tamu-tamuku." Pertanyaan orang tersebut tidak 
dijawab dengan terang-terangan. Ia sengaja menghindarinya dan tidak 
menyingkapkan rahsia kemuliaan yang datangnya tiba-tiba ini. Buhaira memberi 
makan mereka dan mulai memperhatikan di antara mereka adanya seseorang yang 
memiliki tanda- tanda yang dibacanya dalam kitab-kitabnya yang kuno tentang 
seorang rasul yang ditunggu. Namun ia tidak menemukannya, hingga ia bertanya 
kepada mereka: "Wahai kaum Quraisy, apakah ada seseorang yang tidak hadir 
bersama jamuanku ini?" Mereka menjawab: "Benar, ada seseorang yang tidak ikut 
bersama kami. Kami meninggalkannya kerana ia masih kecil." Buhaira berkata: 
"Sungguh aku telah mengundang kamu semua. Panggillah ia supaya hadir bersama 
kami dan memakan makanan ini." Salah seorang lelaki dari kaum Quraisy berkata: 
"Demi Lata dan 'Uzza, sungguh tercela bagi kami untuk meninggalkan Muhammad bin 
Abdillah bin Abdul Muthalib dari jamuan yang kami diundang di dalamnya. 
Pamannya 
meminta maaf kerana Muhammad masih kecil, kemudian sebahagian mereka berdiri dan 
menghadirkannya. Belum lama Buhaira memandangi kejernihan dua mata Muhammad, 
sehingga ia mengetahui bahawa ia telah mendekati tujuannya. Buhairah terpaku 
ketika memandangi Muhammad bin Abdillah sehingga kaum selesai makan dan mereka 
berpisah. 
Muhammad 
bin Abdillah duduk sendirian. Buhaira menghampirinya dan berkata: "Wahai anak 
kecil, demi kedudukan Lata dan 'Uzza, sudikah kiranya engkau memberitahu aku 
terhadap apa yang aku tanyakan kepadamu?" Buhaira ingin mengetahui sikap anak 
ini terhadap berhala kaumnya. Anak kecil itu menjawab: "Jangan engkau bertanya 
kepadaku tentang Lata dan 'Uzza. Demi Allah, tidak ada sesuatu yang lebih aku 
benci daripada keduanya." Buhaira berkata: "Dengan izin Allah aku ingin bertanya 
kepadamu." Anak kecil itu menjawab: "Tanyalah apa saja yang terlintas di 
benakmu." 
Buhaira 
bertanya kepada anak kecil itu tentang keluarganya, kedudukannya di 
tengah-tengah kaumnya, mimpinya dan pendapat- pendapatnya. Dialog tersebut 
terjadi jauh dari pantauan kaum kerana mereka tidak akan diam ketika mendengar 
bahawa Muhammad membenci berhala-berhala mereka. Kemudian Muhammad menjawab 
pertanyaan-pertanyaan Buhaira dengan yakin, hingga membuat Buhaira mantap bahawa 
ia sekarang duduk bersama seorang Nabi yang khabar berita gembiranya disampaikan 
oleh Nabi Isa sebagaimana disampaikan oleh nabi-nabi dari kaum Israil dari kaum 
Nabi Musa. Setelah itu, ia bangkit meninggalkan anak kecil itu dan menuju ke Abu 
Thalib ia bertanya tentang kedudukan anak kecil itu di sisinya. Abu Thalib 
menjawab: "Ia adalah anakku." Buhaira berkata: "Tidak mungkin ayahnya masih 
hidup." Abu Thalib berkata: "Benar. Ia anak saudaraku. Ayahnya dan ibunya telah 
meninggal." Buhaira berkata: "Engkau benar, kembalilah kamu ke negerimu dan 
hati-hatilah dari kaum Yahudi." Abu Thalib bertanya tentang rahsia dari apa yang 
dikatakan oleh pendeta itu. Pendeta itu mulai mengetahui bahawa ia telah 
berbicara lebih dari yang semestinya. Lalu ia berkata: "Ia akan memiliki 
kedudukan tertentu." Buhaira tidak menjelaskan lebih dari itu dan ia tidak 
menentukan kedudukan yang dimaksud. 
Lalu 
berlalulah peristiwa tersebut tanpa terlintas dari benak seseorang atau tanpa 
menggugah kesedaran di antara mereka. Kisah tersebut tidak membawa pengaruh 
berarti bagi kafilah atau kepada Nabi sendiri. Kafilah menganggap bahawa 
penghormatan pendeta kepada Muhammad bin Abdillah dan memberitahunya akan 
kedudukan yang akan disandangnya adalah semata-mata basa-basi yang biasa 
diucapkan di atas meja makan ketika para tamu memuji kedermawanan tuan rumah. 
Dan sebagai balasannya, orang yang mengundang akan memuji akhlak para pemuda 
mereka. Alhasil, peristiwa tersebut tidak membawa pengaruh apa pun, baik bagi 
Muhammad mahupun bagi sahabat-sahabat yang ikut dalam kafilah, sehingga mereka 
tidak mengetahui rahsia perkataan pendeta dan mereka tidak menyebarkan 
pembicaraan yang mereka dengar darinya. Peristiwa itu tersembunyi meskipun ia 
sungguh sangat membingungkan Muhammad. 
Apa 
gerangan yang terjadi antara dirinya dan orang-orang Yahudi, sehingga pendeta 
perlu mengingatkan pamannya dari ancaman mereka? Apa kedudukan yang akan 
dikembangnya seperti yang diceritakan oleh pendeta itu? Dan apa hubungan semua 
ini dengan kesedihan- kesedihannya yang dalam serta kebingungannya? 
Pertanyaan-pertanyaan tersebut sedikit demi sedikit berputar di benaknya. 
Kemudian seperti biasanya kafilah tersebut kembali ke Mekah. Muhammad kembali 
menuju keterasingannya. Ia memperhatikan keadaan alam di sekitarnya. Kemudian ia 
melihat kembali penderitaannya; ia berusaha untuk mendapatkan kehidupannya; ia 
mengabdi kepada manusia dan mengorbankan apa saja demi kemuliaan mereka. 
Hari 
demi hari berlalu. Muhammad saw tampil dengan pakaian ketulusan kasih sayang, 
dan amanah serat cinta, sebagaimana pelita dipenuhi oleh cahaya, sehingga 
kejujurannya terkenal di tengah-tengah kaumnya. Bahkan kejujuran dan amanatnya 
tidak bakal diragukan oleh seseorang pun dari penduduk Mekah. Dan ketika beliau 
datang dengan membawa risalahnya dan beliau ditentang majoriti masyarakatnya, 
namun tak seorang pun yang berani meragukan kejujurannya. Mereka hanya menuduh 
bahawa ia terkena sihir atau kesedarannya telah hilang. 
Pada 
tahun ketiga belas dari masa kenabian, ketika semua kabilah sepakat untuk 
membunuhnya dan mengucurkan darahnya di antara para kabilah dan mereka mengepung 
rumahnya, maka di saat situasi yang sulit ini beliau menetapkan untuk berhijrah. 
Tetapi sebelumnya beliau mewasiatkan kepada Ali bin Abi Thalib, anak pamannya 
untuk tetap tinggal di rumahnya agar ia dapat mengembalikan amanat yang 
dititipkan oleh semua musuhnya dan para sahabatnya. Ini beliau maksudkan agar 
Ali dapat menyerahkan amanat tersebut di waktu pagi kepada para pemiliknya. Anda 
dapat melihat betapa para musuhnya merasa aman terhadap harta mereka ketika 
dijaga oleh Muhammad saw. 
Hari 
demi hari berlalu dan tahun demi tahun pun lewat. Sementara itu, kesucian dan 
kejujuran Muhammad saw semakin meningkat. Dan di tengah lautan keheningan yang 
mencekam, ketika Muhammad bin Abdillah menyebarkan layar perahunya yang putih, 
maka ia harus menemui hakikat azali yang bertemu dengan-nya semua nabi dan 
rasul. Muhammad bin Abdillah mengetahui bahawa alam yang besar ini mempunyai 
Tuhan Pengatur dan Pencipta; Tuhan yang Maha Satu dan yang tiada tuhan 
selain-Nya. 
Muhammad 
dijauhkan dari suasana kenikmatan dan foya-foya yang biasa dilakukan oleh para 
pemuda seusianya. Dan ketika pemuda Mekah berbangga-bangga dengan banyaknya 
minuman keras yang mereka minum dan banyaknya bait-bait syair yang mereka 
katakan tentang wanita, maka Muhammad bin Abdillah telah menemukan jati dirinya 
di suatu gua yang tenang di gunung yang besar. Ia memilih untuk menghabiskan 
waktunya di dalam keheningan gua tersebut. Ia merenung dengan hatinya tentang 
keadaan alam; ia memikirkan keagungan rahsia-rahsianya dan rahmat Penciptanya 
serta kebesaran-Nya. 
Pada 
tahun yang kedua puluh lima, beliau mengenal Ummul Mu'minin, isterinya yang 
pertama, yaitu Khadijah binti Khuwailid yang saat itu berusia empat puluh tahun. 
Khadijah adalah wanita yang mulia dan mempunyai cukup harta. Ia berdagang dan 
suaminya telah meninggal. Banyak orang yang mendekatinya dengan alasan untuk 
mendapatkan kekayaannya. Khadijah mencari seseorang laki-laki yang dapat membawa 
harta dagangannya menuju Syam, lalu Khadijah mendengar berita yang cukup banyak 
berkenaan dengan kejujuran dan amanat serta kesucian Muhammad bin Abdilah. 
Akhirnya, Khadijah mengutus Muhammad saw untuk membawa barang dagangannya. 
Muhammad saw pergi dalam perjalanannya yang kedua ke Syam saat beliau berusia 
dua puluh lima tahun. Allah SWT memberkati perjalanannya di mana beliau kembali 
dengan membawa keuntungan yang berlipat ganda yang diserahkannya kepada 
Khadijah. Muhammad saw tidak peduli dengan harta Khadijah dan tidak peduli 
kepada kecantikannya; Muhammad saw hanya memandang kemuliaan yang dipegangnya. 
Kemudian Khadijah merasakan getaran cinta terhadap Muhammad saw. Dan Akhirnya, 
ia mengutarakan keinginan untuk menikah dengannya, hingga Muhammad saw pun 
setuju. 
Paman 
Muhammad saw, Abu Thalib berdiri dan menyampaikan khutbah pada saat perayaan 
perkawinannya: Muhammad saw tidak dapat dibandingkan dengan seorang pun dari 
kaum Quraisy kerana ia adalah seorang yang mulia, baik dari sisi akal mahupun 
rohani. Meskipun ia seorang yang fakir namun harta adalah naungan yang akan 
hilang dan benda yang bersifat sementara. 
Setelah 
menikah, Muhammad saw justru mendapatkan kesempatan yang lebih besar untuk 
merenung dan menyendiri serta beribadah. Kemudian kehidupan yang dijalaninya 
justru meningkatkan kemuliaannya, sehingga keutamaannya tersebar di sana sini. 
Beliau tidak pernah terlibat dalam pergelutan yang keras untuk memperebutkan 
materi-materi dunia. Beliau selalu menggunakan akal sehatnya daripada terlibat 
dalam kesesatan mereka dan kegelapan berhala yang menyelimuti banyak orang pada 
saat itu. Kemudian usianya kini mendekati empat puluh tahun. 
Setelah 
merasakan kesunyian di tengah-tengah masyarakat, beliau lebih memilih untuk 
menjauh dari mereka. Beliau mencari-cari hakikat, sehingga Allah SWT 
membimbingnya untuk menyendiri di gua Hira. Akhirnya, beliau dapat keluar dari 
Mekah. Beliau berjalan beberapa mil. Kemudian beliau mulai mendaki dan mendaki. 
Setiap kali ia mendaki gunung, maka tempat itu semakin luas. Udara tampak lembut 
dan tersingkaplah hijab, dan pandangan semakin terbentang. Kemudian beliau 
memasuki gua. Keheningan menyelimuti segala sesuatu, namun hati tetap sadar dan 
tidak ada sesuatu yang dapat menghalang-halangi pandangan internal yang dalam. 
Dalam suasana kesunyian terkadang lahirlah pemikiran-pemikiran yang cemerlang 
yang kemudian menyebarkan sayap-sayapnya dan membumbung, pertama-tama di atas 
angkasa gua lalu tersebar menuju ke tempat yang lebih luas. Tidak ada sesuatu 
pun yang membatasinya atau mengekang kebebasannya. 
Kita 
tidak mengetahui fikiran-fikiran apa yang terlintas pada manusia termulia dan 
terbesar di atas bumi itu saat beliau duduk di gua Hira beberapa bulan. Apa yang 
beliau fikirkan dan apa gerangan yang beliau risaukan? Mimpi apa yang ada di 
benaknya dan perasaan-perasaan apa yang lahir dalam hatinya? Bagaimana keadaan 
batu-batu yang ada di sisinya? Apakah atom-atom batu yang berputar di 
sekelilingnya menyahuti tasbihnya yang diam, seperti atom-atom batu yang 
bersahut- sahutan bersama Daud saat ia membaca kitabnya Zabur. 
Kami 
tidak mengetahui secara pasti bentuk kelahiran yang terjadi dalam dirinya. Yang 
kita ketahui adalah bahawa beliau tidak berfikir tentang kenabian dan beliau 
tidak berfikir untuk memberikan petunjuk kepada manusia; beliau tidak melakukan 
praktik-praktik sufisme kerana beliau sudah menjadi seorang sufi sebelum diutus 
di tengah-tengah manusia. Kemudian Allah SWT memilihnya sebagai Nabi lalu beliau 
meninggalkan uzlahnya dan turun ke medan serta membawa senjata. Beliau 
mempertahankan kebenaran, sehingga beliau bertemu dengan Tuhannya. Mula-mula 
lahirlah tasawuf dan setelahnya lahirlah jihad di jalan Allah SWT. Tasawuf 
bukanlah puncak atau hasil 
sebagaimana diyakini oleh manusia sekarang, tetapi ia adalah permulaan jalan 
yang panjang di mana pada akhirnya yang bersangkutan menggunakan senjata sebagai 
bentuk usaha untuk membela manusia dan kehormatannya. 
Pada 
suatu hari beliau duduk di gua Hira dan tiba-tiba beliau dikejutkan dengan 
kedatangan Jibril yang berdiri di depan pintu gua. Malaikat tersebut memeluknya 
erat-erat lalu memerintahkannya untuk membaca sambil berkata: "Bacalah!" 
Muhammad bin Abdillah menjawab: "Aku tidak mampu membaca." Beliau ingin 
mengatakan bahawa beliau tidak mengenal bacaan dan tulisan. Kalau begitu, apa 
yang harus beliau baca? Malaikat kembali memeluknya dengan kuat sehingga 
Rasulullah saw menganggap bahawa ia meninggal. Kemudian malaikat melepasnya dan 
memerintahkannya untuk membaca. Beliau kembali menjawab: "Aku tidak bisa 
membaca." Malaikat yang mulia kembali memeluknya dan kembali memerintahkan untuk 
membaca. Dan lagi-lagi Rasulullah saw menjawab dengan gementar: "Apa yang aku 
baca?" Kemudian Jibril membaca permulaan ayat-ayat yang turun kepada beliau: 
"Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, 
Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmu lah Yang 
Paling Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia 
mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya." (QS. al-'Alaq: 1-5) 
Setelah 
peristiwa itu, Jibril menghilang secara tiba-tiba sebagaimana ia muncul secara 
tiba-tiba. Rasulullah saw merasakan dalam dirinya kejadian yang luar biasa yang 
pernah dirasakan oleh Nabi Musa saat beliau mendengar panggilan-panggilan suci 
di lembah Thuwa. Sebagaimana Nabi Musa lari ketakutan, maka Muhammad bin 
Abdillah pun segera menuju ke rumahnya dalam keadaan ketakutan. Ia turun ke 
gunung dan kembali ke rumahnya dan kembali ke isterinya. Tubuhnya yang mulia 
bergetar dengan keras dan beliau merasakan ketakutan dan kegelisahan. 
Apakah 
beliau kali ini berhubungan dengan jin atau alam perdukunan? Apakah beliau telah 
mengigau sehingga beliau mendengar suara-suara dan melihat wajah-wajah yang 
belum pernah dilihatnya? Rasulullah saw mengkhuatirkan dirinya kerana beliau 
sangat benci kepada perdukunan. Beliau memasuki rumahnya dengan keadaan 
gementar. Beliau berkata kepada isterinya: "Selimutilah aku, selimutilah aku!" 
Kemudian isterinya segera menyelimuti dengan selimut dari wol dan mengusap 
keringat yang berada di keningnya. Isterinya dikejutkan dengan kepucatan wajah 
beliau yang mulia dan kegementaran tubuhnya. 
Khadijah 
bertanya kepadanya: "Apa yang sedang terjadi?" Kemudian Muhammad saw 
menceritakan secara terperinci apa yang dialaminya. Kemudian ia berkata: 
"Sungguh aku khawatir terhadap diriku." Khadijah mengetahui bahawa ia sekarang 
berhadapan dengan masalah yang serius, suatu berita gembira yang ia tidak 
mengetahui hakikatnya, suatu berita gembira yang seharusnya tidak dihadapi 
Muhammad saw dengan kekhuatiran dan kegelisahan. 
Khadijah 
berkata dengan maksud untuk meredakan ketakutannya: "Tenanglah. Demi Allah, 
Allah SWT tidak akan menghinakanmu selama- lamanya. Sungguh engkau adalah 
seorang yang baik, yang menyambung tali silaturahmi, yang berbicara dengan 
jujur, dan yang menghormati tamu." 
Meskipun 
kalimat-kalimat tersebut penuh dengan kedamaian dan kesejukan, tetapi 
kegelisahan Rasul saw juga belum hilang. Kemudian Khadijah pergi bersama beliau 
ke rumah Waraqah bin Nofel, yaitu anak dari paman Khadijah. Waraqah adalah 
seorang Nasrani dan dia mampu menulis kitab dalam bahasa Ibrani dan ia cukup 
mengetahui kitab-kitab Taurat dan Injil di mana matanya telah buta kerana masa 
tua. 
Khadijah 
berkata kepadanya: "Wahai putera pamanku, dengarlah dari anak saudaramu." 
Waraqah berkata: "Wahai anak saudaraku, apa yang engkau lihat?" Rasulullah saw 
menceritakan apa yang dialaminya secara sempurna. Waraqah berkata sambil 
mengangkat kepalanya yang tampak kehairanan: "Itu adalah Namus (Jibril) yang 
Allah SWT turunkan kepada Musa." Sebagai seorang yang mengerti, Waraqah bin 
Nofel mengetahui bahawa ia berada di hadapan seorang Nabi yang berita gembiranya 
disampaikan oleh Taurat dan Injil. 
Setelah 
keheningan sesaat, Waraqah berkata: "Seandainya aku masih hidup ketika kaummu 
mengeluarkanmu dan mengusirmu." Rasulullah saw bertanya: "Mengapa aku harus 
diusir oleh mereka?'' Waraqah menjawab: "Benar, tidak ada seorang pun yang akan 
datang seperti dirimu kecuali engkau akan mengalami penderitaan dan pengusiran. 
Seandainya aku hadir di saat itu nescaya aku akan menolongmu." 
Demikianlah, akhirnya Islam pun dikembangkan. Kehendak 
Allah SWT terlaksana dan Allah SWT telah memilih Nabi yang terakhir di muka bumi 
dan orang Muslim yang pertama. Barangkali pembaca akan bertanya: Apa hakikat 
dari Islam? Apabila Muhammad saw sebagai Nabi yang terakhir yang diutus oleh 
Allah SWT di muka bumi dan kita mengetahui bahawa para nabi semuanya sebagai 
Muslim, maka bagaimana beliau dapat dikatakan mendahului mereka dalam keislaman 
dan menjadi orang Muslim yang pertama? 
Islam 
yang dibawa oleh Muhammad saw tidak berbeza dalam esensinya dengan Islam yang 
dibawa oleh Nabi Nuh, Nabi Musa, Nabi Isa atau nabi yang lain, tetapi yang 
berbeza adalah bentuknya, sedangkan esensinya tetap seperti semula, yakni 
berdasarkan tauhid. Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw berbeza dalam 
bentuknya dengan Islam yang dibawa nabi-nabi sebelumnya kerana sebab yang 
penting, yakni bahawa Islam ini merupakan ajaran yang universal dan berisi aspek 
kemanusiaan yang abadi. Islam tidak terbatas atas orang-orang Arab tetapi ia 
berlaku atas semua golongan. Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw tidak 
terbatas untuk kabilah tertentu atau bangsa tertentu atau bumi tertentu atau 
lingkungan tertentu atau zaman tertentu, tetapi ia untuk semua manusia. Atau 
dengan kata lain, ia merupakan ajakan untuk membangkitkan akal manusia di mana 
saja mereka berada tanpa ada batasan tempat atau waktu. 
Universalitas ajaran Islam tidak dikenal pada 
risalah-risalah Ilahi sebelumnya di mana setiap risalah itu diperuntukkan bagi 
bangsa tertentu dan zaman tertentu. Oleh kerana itu, mukjizat-mukjizat yang 
mengagumkan yang bersifat sementara seringkali mendukung risalah- risalah yang 
dahulu. Ketika Islam datang sebagai bentuk ajakan untuk menghidupkan akal 
manusia secara bebas, maka di sana tidak ada alasan untuk membawa mukjizat yang 
mengagumkan. Hanya ada satu kata yang dapat dijadikan pembuka untuk berdakwah 
dan membuka akal manusia, yaitu kata "iqra"' (bacalah). Dan hendaklah bacaan ini 
berdasarkan nama Allah SWT. Dengan nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia 
menciptakan manusia dari segumpal darah. Cuba Anda 
renungkan permulaan pertumbuhan dan 
puncak pencapaian. Di sini tersembunyi mukjizat yang hakiki jika Anda berusaha 
mencari mukjizat yang hakiki. 
Bacalah, 
dan Tuhanmu Yang Maha Mulia, yang memberikan nikmat penciptaan dan rezeki serta 
rahmat dan kelembutan. Dia Maha Mulia yang mengajarkan manusia apa saja yang 
tidak diketahuinya. Demikianlah esensi dari Islam, yaitu ajakan untuk membaca. 
Ia adalah dakwah yang menunjukkan kedudukan ilmu. Allah SWT berfirman: 
"Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara 
hamba-hamba-Nya hanyalah orang-orang yang berilmu (ulama)." (QS. Fathir: 28) 
Takut 
kepada Allah SWT tidak akan muncul kecuali berdasarkan ilmu. Mustahil kebodohan 
dengan bentuk apa pun akan melahirkan rasa takut. Oleh kerana itu, dalam 
pandangan Islam ilmu adalah hal yang pokok. Ia bukan kemewahan dan bukan hanya 
perhiasan. Kaum Muslim telah mengalami masa kemuliaan dan kejayaan dan mereka 
berhasil menguasai bumi ketika mereka memahami Islam secara benar, tetapi ketika 
pemahaman ini jauh dari mereka, maka mereka kembali dalam keadaan yang paling 
buruk, bahkan lebih buruk daripada masa jahiliah. 
Jadi, 
ilmu dalam Islam merupakan tujuan yang mulia dan utama dalam penciptaan alam 
wujud. Kisah Nabi Adam dan Hawa, sebagaimana diceritakan oleh Al-Quran adalah 
bukan semata-mata kisah kesalahan memakan pohon terlarang, tetapi ia juga kisah 
yang memiliki dimensi- dimensi yang dalam dan aspek-aspek yang beraneka ragam. 
Ketika Anda menyelami kedalamannya, maka Anda akan dapat menemukan simbol- 
simbol dari makna-makna yang lebih penting. 
Dialog 
internal yang dialami oleh para malaikat tentang rahsia pemilihan Nabi Adam 
untuk memakmurkan bumi dan menjadi khalifah di dalamnya serta pengajaran yang 
diperoleh Nabi Adam tentang nama-nama semuanya dan bagaimana beliau mengemukakan 
nama-nama tersebut kepada para malaikat, serta ketidaktahuan mereka tentang 
nama-nama itu, kemudian usaha Nabi Adam untuk memberitahu mereka tentang apa 
yang diketahuinya serta pengetahuan para malaikat tentang rahsia pemilihan Nabi 
Adam dan para keturunannya untuk memakmurkan bumi, semua ini menjadikan tujuan 
dari penciptaan manusia adalah pencapaian ilmu atau ma'rifah secara umum. 
Pandangan tersebut dikuatkan oleh firman Allah SWT: 
"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk 
menyembah-(Ku)." (QS. adz-Dzariat: 56) 
Lalu 
bagaimana kita memahaminya saat ini dan bagaimana generasi yang pertama dari 
kaum Muslim dan dari sahabat-sahabat Rasul saw dan para pengikutnya dan para 
tenteranya memahaminya? Saat ini kita memahaminya dengan pemahaman yang 
sederhana. Kita mengetahui bahawa kalimat "untuk menyembah-Ku " bererti ritual 
dalam beribadah dan aspek-aspek lahiriahnya, seperti mengucapkan kalimat 
syahadat, solat, puasa, haji, zakat dan lain-lain. Sehingga orang-orang yang 
solat diperbolehkan untuk menyembah Allah SWT di negeri mereka atau di 
rumah-rumah mereka, meskipun mereka hidup di bawah pemikiran orang-orang Barat 
dan membeli produk-produk yang dibuat mereka serta memanfaatkan ilmu dan 
kecanggihan teknologi orang-orang Barat. Namun mereka sendiri tidak menghasilkan 
apa-apa. Mereka tidak dapat memberikan kontribusi kepada kehidupan; mereka tak 
ubah-nya seperti bulu yang dimainkan oleh ombak. Sedangkan pemahaman yang dahulu 
berkaitan dengan kalimat tersebut sebagai berikut: 
"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk 
menyembah-(Ku). " (QS. adz-Dzariat: 56) 
Ibnu 
Abbas membacanya: "Illa liya'rifuun." (Agar mereka mengetahui). Perhatikanlah 
bagaimana pentingnya perbezaan antara praktek-praktek ibadah dengan 
bentuk-bentuknya dan kedalamannya yang jauh dalam ma'rifah yang menyebabkan rasa 
takut kepada Allah SWT. Orang Muslim yang pertama meyakini bahawa Allah SWT 
menciptakannya agar ia mengetahui Allah SWT atau agar ia mengenal Allah SWT. 
Sehingga ambisi orang Muslim yang pertama sangat mengagumkan. Mereka pergi untuk 
membebaskan dunia semuanya: satu tangan berpegangan dengan Al- Quran dan tangan 
yang lain memegang pedang untuk menghancurkan belenggu-belenggu yang menyeret 
manusia kepada kesesatan. 
Kemudian 
jatuhlah dari Islam hakikat ilmu, sehingga umat Islam tidak dapat memimpin 
kehidupan dan mereka justru mendapatkan kehinaan. Allah SWT berfirman: 
"Allah menyatakan bahawasanya tidak ada Tuhan melainkan 
Dia, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga 
menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia, Yang Maha Perkasa 
lagi Maha Bijaksana. Sesungguhnya agama yang diridhai di sisi Allah hanyalah 
Islam." (QS. Ali 'Imran: 18) 
Setelah 
kesaksian kepada Allah swt dan kesaksian kepada malaikat, maka disebutlah secara 
langsung kesaksian kepada orang-orang yang berilmu. Maka, adakah penghormatan 
terhadap ilmu yang lebih besar daripada penghormatan ini? Ilmu dalam Islam 
berbeza dengan ilmu dalam peradaban Barat. Memang benar bahawa Islam yang 
bertanggungjawab terhadap tumbuhnya pandangan ilmiah dan metode eksperimental di 
mana berdasarkan metode ini tegaklah peradaban Barat yang kemudian melahirkan 
berbagai produksi, pembuatan, dan penemuan. Dan metode eksperimental adalah 
metode al-Istiqra, yaitu suatu metode yang mengikuti bahagian-bahagian terkecil 
(parsial) melalui jalan eksperimen yang dapat tunduk terhadap eksperimen dan 
melalui jalan memperhatikan hal-hal yang tidak dapat tunduk terhadap suatu 
eksperimen, atau melalui jalan matematis murni yang membutuhkan kepada matematis 
murni di mana hal itu bertujuan untuk menyingkap hukum-hukum yang menguasai 
benda. Sistem ini bidangnya adalah alam dan alatnya adalah panca indera dan 
akal. Sistem ini dimanfaatkan oleh seorang Eropa yang bernama Roger Bikun. Ia 
mengakui bahawa ia sangat berhutang kepada kaum Muslim dan peradaban 
Islam. 
Seorang 
guru yang bernama Bruicll dalam bukunya Abna' al-Insaniah menceritakan tentang 
dasar-dasar peradaban Barat di mana ia berkata: "Roger Bikun mempelajari bahasa 
Arab dan ilmu-ilmu Arab di sekolah Oxford kepada guru-gurunya yang berasal dari 
Arab di Andalus. Dan Roger Bikun dan Fenessis Bikun tidak dapat menisbatkan 
keutamaan yang mereka peroleh dalam menciptakan sistem eksperimental kepada diri 
mereka sendiri. Roger Bikun hanya seorang duta dari duta-duta ilmu. Oleh kerana 
itu, ia tidak malu ketika menyatakan bahawa mempelajari bahasa Arab dan 
ilmu-ilmu Arab adalah jalan satu-satunya untuk mengetahui kebenaran." 
Demikianlah pernyataan pakar-pakar Barat yang jujur. Yang 
demikian ini bisa dijadikan sanggahan terhadap orang-orang Barat yang tidak 
jujur agar mereka mengetahui bahawa mereka sebenarnya mengambil senjata yang 
sebenarnya berasal dari Islam. Dan jika dikatakan bahawa rahsia kebangkitan 
Barat saat ini dan keunggulannya atas Timur kembali kepada pengambilannya 
terhadap sebab-sebab metode eksperimental, yaitu metode Islam, maka rahsia 
kehancuran Barat dan kebingungannya serta kegelisahannya adalah kerana mereka 
tidak menghubungkan metode tersebut dengan kebesaran Allah SWT sebagaimana 
semestinya. Metode eksperimen-tal - sebagaimana diambil orang-orang Barat - 
dimulai dari alam dan berakhir kepadanya sebagai sesuatu tujuan. Jadi, ruang 
lingkup pembahasan mereka adalah berkisar kepada materi, dan alat-alat 
pembahasan adalah eksperimen dan pengamatan serta istiqra. 
Tiada 
setelah alam kecuali kematian dan kematian adalah rahsia yang misteri dan 
melawannya adalah hal yang mustahil. Kita tidak mengetahui apa yang terjadi 
setelah kematian; kita tidak mengetahui sesuatu pun tentang roh. Tidak ada 
hubungan antara ilmu dan akhlak; tidak ada jawapan dari ilmu tentang tujuan 
kehidupan ini. Kita hanya mempelajari aspek-aspek lahiriah dan mencapai 
hukum-hukumnya saja. Demikianlah pandangan Barat tentang ilmu di mana ia hanya 
sekadar alat dan sarana untuk mengatur alam dan berusaha menguasainya. Sedangkan 
metode ilmiah dalam Islam menyatakan bahawa gerakan atom dengan gerakan sistem 
tata suria di bawah kendali Zat Yang Maha Tahu dan Zat Yang Maha Pencipta. Ilmu 
dalam Islam justru membimbing manusia untuk menuju Allah SWT: 
"Dan bahawasanya kepada Tuhanmu lah kesudahan (segala 
sesuatu). " (QS. an-Najm: 42) 
Ilmu 
justru menghantarkan manusia untuk mencapai rasa takut kepada Allah SWT 
sebagaimana membimbingnya beribadah kepadanya dan mencintai-Nya: 
"Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara 
hamba-hamba-Nya hanyalah orang-orang yang berilmu (ulama)." (QS. Fathir: 28) 
Islam 
datang dan mengajak manusia untuk membaca, mengetahui, dan takut kepada Allah 
SWT serta hanya beribadah kepadanya. Jika ilmu merupakan sayap pertama di dalam 
Islam, maka sayap yang kedua adalah kebebasan. Rasulullah saw memberitahu dan 
menyatakan bahawa tidak ada Tuhan selain Allah SWT dan tidak ada sembahan selain 
Allah SWT. 
Seruan 
ini mengisyaratkan keruntuhan tuhan-tuhan yang mengusai bumi semuanya, baik 
tuhan yang berupa kepentingan-kepentingan peribadi, kekayaan, raja, penguasa, 
pemikiran-pemikiran yang mengusai manusia, warisan para datuk dan nenek, 
berhala-berhala yang terbuat dari batu dan kayu, mahupun berbagai macam tuhan 
lain yang bohong. Adalah salah jika seseorang membayangkan bahawa kalimat "tiada 
Tuhan selain Allah" hanya sekadar hiasan mulut seorang Muslim di mana segala 
sesuatu yang ada di sekitarnya penuh dengan kebohongan dan tidak membenarkan apa 
yang dikatakannya. Kalimat tersebut dalam Islam merupakan pergelutan besar 
bersama kegelapan yang ada pada diri manusia, suatu pergelutan yang berakhir 
pada penyerahan diri; pergelutan yang akan berpindah pada kehidupan yang lebih 
berat, sehingga kehidupan akan berserah diri. Dan mustahil pergelutan itu akan 
terjadi kecuali jika terpenuhi suatu kebebasan: kebebasan akal untuk meragukan 
dan menolak dan kebebasan yang berakhir kepada pencapaian batas-batasnya dan 
kemampuannya serta kebebasan yang meninggi untuk mencapai keimanan yang dalam 
dan kukuh. Itu adalah tanggung jawab yang berarti bahawa ia harus memikul 
senjata untuk membebaskan orang lain sebagaimana ia membebaskan dirinya sendiri. 
Demikianlah esensi dari Islam, yaitu ilmu yang berdiri di atas kebebasan dan 
tanggung jawab yang tumbuh dari kebebasan, dan buah terakhirnya adalah tauhid 
dalam kedalamannya yang jauh. 
Jika 
tauhid difahami secara benar, maka manusia akan terbebas dari penyembahan selain 
Allah SWT: manusia akan bebas terhadap rasa takut dari kematian, kekhuatiran 
atas rezeki, manusia akan terbebas dari sikap bakhil dan ketakutan terhadap 
hari-hari yang akan datang. 
Muhammad 
bin Abdillah datang untuk menyerukan bahawa hanya Allah SWT yang patut disembah 
dan bahawa semua manusia adalah hamba- hamba-Nya. Dengan membebaskan manusia 
dari menyembah sesama mereka, maka kebebasan yang hakiki telah dimulai. 
Rasulullah saw memberitahu bahawa kematian adalah perpindahan dari satu rumah ke 
rumah yang lain. Ia bukan akhiran yang misteri dari kehidupan yang tidak dapat 
difahami, tetapi ia hanya sekadar perpindahan. Takut kepada kematian tidak akan 
menyelamatkan dari kematian itu sendiri, dan cinta kepada kehidupan tidak akan 
memanjangkan ajal. Pada setiap ajal ada ketentuannya. Maka keberanian merupakan 
unsur dari unsur-unsur pembentukan keperibadian Islam dan bahagian dari 
bahagian-bahagian sel yang ada dalam tubuh seorang Muslim. 
Rasulullah saw juga menyatakan bahawa rezeki di dunia sudah 
dijamin dan ditentukan oleh Allah SWT: 
"Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan 
Allah- lah yang memberi rezekinya. " (QS. Hud: 6) 
Jibril 
mewahyukan kepada Rasul saw bahawa suatu jiwa tidak akan memenuhi ajalnya 
sehingga rezekinya disempurnakan. Jika demikian halnya, maka tidak ada alasan 
bagi manusia untuk khawatir terhadap rasa lapar dan gelisah terhadap hari esok. 
Semua ini terjadi dalam ruang lingkup mengambil atau melalui jalan-jalan menuju 
sebab. Yakni berusaha untuk mencapai rezeki yang merupakan kewajipan bagi orang 
Muslim dan percaya terhadap kedermawan Allah SWT yang juga merupakan suatu 
kewajipan bagi orang Muslim untuk mempercayainya. Allah SWT berfirman: 
"Dan di langit terdapat (sebab-sebab) rezekimu dan terdapat 
(pula) apa yang dijanjikan kepadamu. " (QS. adz-Dzariat: 22) 
Allah 
SWT telah menjamin rezeki di dunia dan memerintahkan manusia untuk berusaha 
mencapai rezeki di akhirat. Rezeki di dunia adalah sesuatu yang sudah dijamin, 
sehingga manusia tidak perlu melakukan usaha yang terlalu sengit untuk 
mencapainya. Cukup baginya untuk berusaha secara benar dan seimbang. Sedangkan 
berkenaan dengan rezeki akhirat, Allah SWT memerintahkan manusia untuk berusaha 
mencapainya kerana ia adalah rezeki yang Allah SWT tidak menjaminnya kecuali 
jika manusia berhasil melampaui dua jihad: jihad yang besar dan jihad yang 
kecil. Jihad besar adalah jihad melawan hawa nafsu dan jihad kecil adalah jihad 
melawan musuh di medan perang. 
Dengan 
terbebasnya seorang Muslim dari kerisauan pada kematian, rezeki, dan rasa takut, 
maka Islam memberi seorang Muslim senjatanya dan alat-alatnya dan ia 
memerintahkannya untuk mulai memerangi kekuatan-kekuatan kelaliman di muka bumi. 
Allah SWT berfirman tentang umat Islam: 
"Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk 
manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan 
beriman kepada Allah." (QS. Ali 'Imran: 110) 
Perhatikanlah, bagaimana Allah SWT menyebutkan amal makruf 
nahi mungkar sebelum keimanan kepada Allah SWT. Ini dimaksudkan agar akal 
manusia tergugah akan pentingnya jihad di jalan Allah SWT. Amal makruf dan nahi 
mungkar tidak terwujud semata-mata dengan memegang tongkat dan mencambukannya 
kepada punggung orang-orang Islam yang tidak solat; ia juga tidak berupa usaha 
untuk menahan orang-orang Muslim yang tidak berpuasa. Masalah itu lebih penting 
dan lebih besar dari sekadar memperhatikan hal-hal yang bersifat lahiriah, 
sedangkan hal-hal yang bersifat batiniah tidak diperhatikan. 
Ayat 
tersebut berarti, hendaklah seorang Muslim membawa senjata dan berdakwah di 
jalan Allah SWT serta memerangi orang-orang lalim di muka bumi. Abu Bakar 
berkata: "Wahai manusia, kalian membaca ayat berikut ini:" 
"Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu. Tiadalah 
orang yang sesat itu akan memberi mudarat kepadamu apabila kamu telah mendapat 
petunjuk," (QS. al-Maidah: 105) 
Dan aku 
mendengar Rasulullah saw bersabda: "Sesungguhnya ketika masyarakat melihat orang 
yang lalim dan mereka tidak menghentikannya, maka Allah SWT akan menimpakan azab 
kepada mereka semua." 
Penafsiran Abu Bakar terhadap ayat tersebut sangat jelas 
ertinya. Yakni bahawa pelaksanaan ayat tersebut dapat diwujudkan dengan adanya 
jihad di jalan Allah SWT dengan mengangkat senjata sebagai usaha untuk 
menghentikan orang-orang yang lalim. Setelah itu, seorang Muslim dapat 
mengatakan: "Aku telah melaksanakan tugasku dan tidak akan berdampak kepadaku 
orang yang sesat setelah aku memberikan petunjuk." 
Demikianlah pemahaman orang-orang Islam yang pertama. Maka 
bandingkanlah pemahaman tersebut dengan pemahaman kita saat ini di mana kita 
telah kehilangan keberanian, dan rasa takut telah menghinggapi tubuh orang-orang 
Islam. Kaum Muslim lebih mengutamakan keselamatan diri mereka daripada memerangi 
orang- orang yang lalim. 
Muhammad 
bin Abdillah datang dengan membawa risalah Islam yang di dalamnya terdapat 
perintah Ilahi untuk memerangi orang-orang yang lalim dan mempertahankan 
kehormatan orang-orang yang tertindas di muka bumi. Allah SWT berfirman: 
"kerana itu, hendaklah orang-orang yang menukar kehidupan 
dunia dengan kehidupan akhirat berperang di jalan Allah. Barang siapa yang 
berperang di jalan Allah, lalu gugur atau memperoleh kemenangan, maka kelak akan 
Kami berikan kepadanya pahala yang besar. Mengapa kamu tidak mau berperang 
dijalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita 
mahupun anak- anak yang semuanya berdoa: 'Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari 
negeri ini yang lalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi-Mu, dan 
berilah kami penolong dari sisi-Mu. " (QS. an-Nisa': 74-75) 
Muhammad 
bin Abdillah membacakan kepada kaumnya tentang penafsiran Allah SWT berkenaan 
dengan makna kejayaan yang besar: 
"Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin 
diri dan harta mereka dengan memberikan syurga untuk mereka. Mereka berperang di 
jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang 
benar dari Allah di dalam Taurat, Injil, dan Al-Quran. Dan siapakah yang lebih 
menepati janjinya (selain) daripada Allah?, maka bergembiralah dengan jual beli 
yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar." (QS. at- Taubah: 
111) 
Bacalah 
ayat tersebut dua kali dan renungkanlah tentang kedermawan Allah SWT. Betapa 
tidak, Dia membeli jiwa orang-orang mukmin dan harta mereka, padahal jiwa 
tersebut dan harta tersebut pada hakikatnya adalah milik-Nya sendiri. Lihatlah 
bagaimana kemuliaan Allah SWT di mana Dia membeli harta milik-Nya yang khusus 
dengan syurga dan bagaimana Allah SWT menganjurkan orang-orang Islam untuk 
berperang, dan Dia memberitahu mereka bahawa urusan memerangi orang-orang lalim 
dan orang-orang yang tersesat bukanlah hal yang baru atas orang- orang Islam. 
Allah SWT telah memerintahkan hal tersebut dalam Injil dan Taurat. Sebagaimana 
Nabi Isa diutus dengan pedang, 
seperti yang disebutkan dalam lembaran- lembaran atau buku-buku orang-orang 
Nasrani, maka Nabi Musa pun diutus dengan membawa pedang. Dan ketika Bani Israil 
berkata kepada Nabi Musa, "pergilah engkau bersama Tuhanmu dan berperanglah, dan 
kami hanya di sini duduk-duduk saja,", maka kehendak Ilahi menetapkan agar 
mereka mendapatkan kesesatan selama empat puluh tahun sebagai akibat dari 
perbuatan mereka itu, agar generasi yang lemah dan hina itu hancur yang mereka 
justru tidak memenuhi panggilan Allah SWT dan mereka membiarkan Nabi Musa 
bersama Tuhannya berperang, padahal peperangan itu merupakan tanggung jawab 
mereka dan tugas mereka yang harus mereka emban sebagai pengikut Nabi Musa. 
Demikianlah esensi dari ajaran Islam sebagaimana yang 
dibawa oleh Muhammad bin Abdillah. Yakni ajakan untuk membaca dan menggali ilmu 
serta mendapatkan kebebasan dan yang terpenting adalah usaha melawan 
kekuatan-kekuatan lalim. Suatu ajakan yang universal yang tidak dikhususkan 
untuk kalangan tertentu atau untuk warna kulit tertentu atau untuk kaum tertentu 
atau untuk tempat tertentu; suatu ajakan kemanusiaan yang komprehensif yang 
universal yang ingin mengikat ilmu dan kebebasan dan jihad dengan tujuan yang 
lebih tinggi, yaitu mencapai tauhid kepada Allah SWT dan menyucikan-Nya serta 
keimanan terhadap hari kemudian dan kebangkitan manusia semuanya di hadapan 
Allah SWT. 
Adalah 
salah jika ada orang yang menganggap bahawa Islam hanya memperhatikan aspek 
akhirat dan melupakan aspek duniawi. Menurut Islam dunia adalah lembar-lembar 
jawapan yang akan di koreksi di hari akhir. Ia adalah ujian dan tempat percubaan 
bagi manusia agar manusia mengetahui apakah ia layak untuk mendapatkan kemuliaan 
dari Allah SWT yang telah diberikan kepada Adam. Atau apakah ia justru layak 
untuk jadi bahagian dari tanah neraka Jahim dan batunya, sebagaimana firman 
Allah SWT: 
"Yang bahan bakarnya manusia dan batu. " (QS. al-Baqarah: 
24) 
Rasulullah saw telah menjelaskan hikmah dari penciptaan 
manusia, penciptaan kehidupan dan kematian ketika beliau menyampaikan firman 
Allah SWT dalam surah al-Mulk: 
"Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, 
siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. " (QS. al-Mulk: 2) 
Dunia 
adalah rumah pergelutan. Dan Allah SWT telah menciptakan kehidupan dan kematian 
agar manusia menyedari siapa di antara mereka yang terbaik amalnya. Tentu 
pengetahuan ini tidak akan menambah kekuasaan Allah SWT. Pengetahuan itu justru 
dibutuhkan oleh manusia. Allah SWT menciptakan manusia agar manusia mengetahui, 
dan pengetahuan yang paling penting adalah pengetahuan atau pengenalan terhadap 
diri. Dan pada hari kiamat manusia akan mengenal dirinya secara sempurna dan ia 
akan mengenal balasan yang akan di terimanya secara sempurna. 
Dan 
barangkali mukadimah yang kami sarikan dari hari akhir ini mengharuskan 
kehidupan di atas bumi dipenuhi dengan kesucian dan kebersihan, yaitu diliputi 
dengan kemanusiaan yang sempurna yang di dalamnya manusia layak untuk hidup. 
Demikianlah Islam yang dibawa oleh Muhammad saw. Inilah asasnya dan hakikatnya. 
Itu adalah pondasi dan hakikat yang tidak diciptakan oleh Muhammad saw dan tak 
didahului oleh rasul-rasul sebelumnya. Hakikat risalah-risalah yang dulu 
semuanya adalah tauhid dan mempertahankan kebenaran serta keimanan terhadap hari 
akhir dan menyerahkan jiwa dan anggota tubuh hanya kepada Allah SWT. Yang baru 
dalam Islam adalah ilmu, kebebasan dan universalitas ajaran Islam serta warna 
keadilan yang sangat kental, sehingga sangat tepat jika dikatakan bahawa 
karakter dari Islam adalah keadilan. Barangkali bahagian ini perlu diperhatikan. 
Meskipun 
agama-agama samawi pada esensinya satu, tetapi kehendak Allah menuntut turunnya 
lebih dari agama dan lebih dari satu nabi. Kehendak tersebut menuntut agar pada 
setiap agama terdapat karakter yang khusus yang menggambarkan bentuk yang paling 
tepat sesuai dengan kebutuhan utama yang di situ agama itu diturunkan dan sesuai 
dengan waktu saat itu. Orang-orang Yahudi misalnya, mereka hidup di 
tengah-tengah suasana penyembahan berhala di kalangan orang-orang Mesir kuno. 
Yahudisme diturunkan pada Bani Israil yang suka membangkang dan kerana itu, 
karakter utamanya adalah ketegasan (as- Sharamah) agar mereka tidak terpengaruh 
dengan fenomena berhalaisme ala Mesir atau mereka terkena pengaruh dari tindakan 
semena-mena Fir'aun. Dengan ketegasan inilah agama Yahudi selamat dan dapat 
menjadi risalah penyelamatan dan pembebasan. 
Namun 
Bani Israil yang memperbudak manusia dan mempunyai hati yang keras pada saat 
yang sama mereka keluar dari Fir'aun untuk masuk ke cengkaman orang-orang Romawi 
di mana orang-orang Romawi justru lebih lalim dan lebih kuat dari orang-orang 
Mesir. Oleh kerana itu, orang- orang Masehi bertanggungjawab untuk melakukan 
pembebasan baru tetapi dengan cara yang berbeza sesuai dengan perubahan keadaan. 
Cara tersebut adalah menjauhkan penggunaan kekuatan bersenjata kerana kekuatan 
orang-orang Romawi mengungguli kekuatan saat itu dan menguasai bumi secara 
keseluruhan. Maka kemenangan yang mungkin dapat diperoleh adalah dengan cara 
menghindari tindak kekerasan dan lebih mengutamakan pendekatan cinta. Dan pada 
kali yang lain orang- orang Masehi memperoleh kemenangan melalui cara kedamaian 
dan cinta yang disebarkannya atas imperialisme Romawi dengan segala senjatanya 
dan kekuasaannya. 
Adapun 
Islam datang sebagai agama yang terakhir dan menyeluruh yang layak untuk 
diterapkan di muka bumi, sehingga Allah SWT mewariskan bumi dan apa saja yang 
ada di dalamnya kepada orang-orang yang berhak mewarisinya. Oleh kerana itu, 
agama yang terakhir ini harus mempunyai karakter khusus dan karakter itu adalah 
karakter keadilan. 
Ketegasan hanya cocok untuk zaman tertentu dan kelompok 
tertentu dan keadaan tertentu, sedangkan cinta adalah contoh yang tertinggi, 
tetapi ia tidak dapat menjadi sesuatu tolok ukur untuk dibandingkan dengan 
tindakan-tindakan tertentu atau untuk dijadikan alat untuk melakukan sesuatu. 
Dan jika ia menjadi tolok ukur bagi orang-orang yang memilki perasaan yang 
tinggi atau budaya yang tinggi, maka ia tidak dijadikan tolok ukur umum dan 
universal. Adapun keadilan, maka ia menjadi karakter Islam yang berarti 
keseimbangan dalam sifat-sifat keutamaan dan meletakkan segala sesuatu pada 
tempatnya. Ini adalah tolok ukur yang menyeluruh dan barometer yang akhir. Dan 
barangkali kebesaran keadilan dan pengaruhnya dalam pengaturan alam bersandarkan 
kepada firman Allah SWT: 
"Allah menyatakan bahawasanya tidak ada Tuhan melainkan 
Dia. Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga 
menyatakan yang demikian itu)." (QS. Ali 'Imran: 18) 
Apabila 
Allah SWT dalam Islam merupakan cermin yang tertinggi, maka keadilan yang 
disaksikan oleh Allah SWT terhadap diri-Nya sendiri harus menjadi karakter Islam 
dan kaum Muslim. Keadilan dalam Islam bukan hanya keadilan ekonomi atau keadilan 
hukum atau keadilan dalam balasan, tetapi ia mencakup semuanya. Sebelum semua 
ini dan sesudahnya, keadilan dalam Islam merupakan suatu sistem dalam kehidupan 
dan metode utama dalam Islam. 
Ketika 
Anda memalingkan pandangan Anda dalam Islam, maka Anda akan menemukan keadilan 
menghiasi seluruh wajah Islam. Di sana terdapat keadilan antara agama-agama yang 
dulu, keadilan antara individu dan masyarakat, keadilan antara dunia dan agama, 
keadilan antara lelaki dan wanita, keadilan untuk orang-orang yang fakir dan 
orang-orang yang kaya, keadilan antara para penguasa dan rakyat, bahkan dengan 
keadilan itu sendiri bumi dan langit ditegakkan dan Allah SWT menyebut diri-Nya 
sebagai al-'Adl (Yang Maha Adil). 
Selanjutnya, Islam adalah agama yang sudah lama sebagaimana 
lamanya kedatangan para nabi. Nabi Nuh as berkata dalam surah Yunus: 
"Jika kamu berpaling (dari peringatanku), aku tidak meminta 
upah sedikit pun darimu. Upahku tidak lain hanyalah dari Allah belaka dan aku 
disuruh supaya aku termasuk golongan orang-orang yang berserah diri 
(kepadanya)." (QS. Yunus: 72) 
Nabi 
Ibrahim dan Nabi Ismail as berkata dalam surah al-Baqarah saat keduanya 
membangun Ka'bah: 
"Ya Tuhan kami, terimalah dari kami (amalan kami), 
sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Ya Tuhan Kami, 
jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah 
kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadat haji kami, dan terimalah taubat 
kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Menerima taubat lagi Maha Penyayang. " 
(QS. al-Baqarah: 127-128) 
Nabi 
Ibrahim tidak lupa untuk berwasiat kepada keturunannya dan di antara mereka 
adalah Yakub agar mereka mati dalam keadaan Islam. Allah SWT berfirman: 
"Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anaknya, 
Demikian pula Yakub. (Ibrahim berkata): 'Hai anak-anakku, Sesungguhnya Allah 
telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk 
agama Islam.'" (QS. al-Baqarah: 132) 
Ketika 
kematian mendekati Yakub, beliau mengumpulkan anak-anaknya di sekelilingnya dan 
bertanya kepada mereka: 
"Apa yang kamu sembah sepeninggalanku? Mereka menjawab: 
'Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail, dan 
Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepadanya.'" (QS. 
al-Baqarah: 133) 
Allah 
SWT memberitahu kita dalam surah Yunus tentang perkataan Nabi Musa kepada 
kaumnya: 
"Hai kaumku, jika kamu beriman kepada Allah, maka 
bertawakallah kepada-Nya saja, jika kamu benar-benar orang yang berserah diri." 
(QS. Yunus: 84) 
Sementara itu, Nabi Sulaiman adalah seorang Muslim sesuai 
dengan nas ayat-ayat yang menceritakan tentang kisahnya bersama Ratu Saba' 
ketika Ratu tersebut berkata: 
"Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah berbuat lalim terhadap 
diriku dan aku berserah diri bersama Sulaiman kepada Allah, Tuhan semesta alam." 
(QS. an-Naml: 44) 
Demikian 
juga Nabi Yusuf, beliau berdoa kepada Allah SWT dan meminta kepadanya agar 
mematikannya sebagai orang Muslim dan memasukannya dalam kelompok orang-orang 
yang saleh. Allah SWT berfirman dan bercerita tentang Yusuf dalam surah Yusuf: 
"Ya Tuhanku, sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan 
kepadaku sebahagian kerajaan dan telah mengajarkan kepadaku sebahagian ta'bir 
mimpi. (Ya Tuhan) Pencipta langit dan bumi, Engkaulah Pelindungku di dunia dan 
di akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan 
orang-orang yang saleh." (QS.Yusuf: 101) 
Sementara itu dalam surah al-Maidah, Allah SWT mewahyukan 
kepada kaum Hawariyin agar mereka beriman kepadanya dan kepada rasul-Nya lalu 
mereka berkata: 
"Kami telah beriman dan saksikanlah (wahai rasul) bahawa 
Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang patuh (kepada seruanmu)." (QS. 
al-Maidah: 111) 
Jadi, 
Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Ismail, Nabi Yakub, Nabi Musa Harun, Nabi Sulaiman, 
Nabi Yusuf, Nabi Isa adalah nabi-nabi yang Muslim sesuai dengan nas ayat-ayat 
tersebut. Maka seluruh nabi adalah orang-orang Muslim, lalu bagaimana Nabi 
Muhammad saw sebagai Nabi yang terakhir dikatakan sebagai orang Muslim yang 
pertama? 
Allah 
SWT berfirman dalam surah al-An'am yang ditujukan kepada Nabi yang terakhir: 
"Katakanlah: 'Sesungguhnya solatku, ibadatku, hidupku dan 
matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan 
demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang 
pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).'" (QS. al- An'am: 162-163) 
Maka, 
bagaimana beliau menjadi orang Muslim yang pertama, padahal penamaan umat 
beliau dengan sebutan al-Muslimin 
adalah penamaan yang sebenarnya sudah dahulu 
dikenal di kalangan nabi-nabi yang 
terdahulu dan kedatangannya ke alam wujud dan 
penamaan agamanya dengan sebutan 
al-Islam sebenarnya berhutang kepada datuknya 
yang jauh, yaitu Nabi Ibrahim. 
Allah SWT berfirman dalam surah al-Hajj: 
"Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam 
agama suatu kesempitan. (Ikutilah) 
agama orang 
tuamu Ibrahim. Dia telah menamai kamu sekalian orang- orang Muslim 
dari 
dahulu. " (QS. al-Hajj: 78) 
Tidak 
ada pertentangan dalam pendahuluan para nabi dengan sebutan al- Muslimin 
daripada Rasulullah saw dan kedudukan beliau sebagai orang Muslim yang pertama. 
Tentu kata al-Awwal (yang pertama) di sini tidak difahami dari sisi waktu atau 
masa kemunculan, tetapi yang dimaksud dengan orang Muslim di sini adalah akmalul 
muslimin (orang yang paling sempurna di antara orang-orang Muslim). Suatu kali 
Aisyah pernah ditanya tentang akhlaknya Rasulullah saw lalu dia menjawab dengan 
kalimatnya yang singkat: "Akhlak beliau adalah Al-Quran." 
Kita 
mengetahui bahawa Al-Quran al-Karim menetapkan akhlak yang mulia meskipun dalam 
batasannya yang sederhana dan rendah, dan menyebutkan keutamaan akhlak dalam 
tingkatannya yang tinggi. Oleh kerana itu, akhlak seperti apa yang dimiliki oleh 
Rasulullah saw: apakah beliau memiliki akhlak yang sifatnya tengah-tengah, atau 
apakah beliau mendahului dalam kebaikan, atau apakah beliau termasuk ashabul 
yamin (orang-orang yang berasal di sebelah kanan), atau apakah beliau termasuk 
al-Muqarrabin (orang-orang yang dekat dengan Allah SWT)? 
Rasulullah saw tidak hanya memiliki semua karakter tersebut 
dan atribut tersebut, bahkan kedudukan beliau lebih dari itu semua. Beliau 
berada di puncak dari segala puncak keutamaan akhlak, sehingga beliau berhak 
untuk mendapatkan sebutan dari Allah SWT: 
"Dan sungguh pada dirimu terdapat budi pekerti yang agung. 
" (QS. al- Qalam: 4) 
Para 
Mufasir berbeza pendapat tentang makna dari al-Huluqul 'adzim (budi pekerti yang 
agung). Sebahagian mereka mengatakan bahawa yang dimaksud adalah Al-Quran. 
Sebahagian yang lain mengatakan itu adalah Islam. Ada juga yang mengatakan 
bahawa beliau tidak memiliki sesuatu kecuali keinginan untuk menuju jalan Allah 
SWT. 
Dalam 
Al-Qur'an al-Karim terdapat penjelasan tentang darjat beliau yang tinggi dalam 
dua ayat yang mulia. Ayat yang pertama adalah firman-Nya: 
"Katakanlah: 'Sesungguhnya solatku, ibadatku, hidupku dan 
matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan 
demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang 
pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).'" (QS. al- An'am: 162-163) 
Beliau 
adalah orang yang paling utama di antara manusia semuanya; beliau memiliki 
keutamaan yang melebihi semua manusia; beliau memiliki rahmat dan kemuliaan yang 
tidak dapat ditandingi oleh seseorang pun. Meskipun beliau datang sebagai Nabi 
yang terakhir namun justru kerana posisi beliau sebagai Nabi yang terakhir, maka 
beliau menjadi bata yang terakhir dalam pembangunan rumah kenabian yang tinggi, 
sehingga bata yang terakhir itu harus menjadi puncak pembangunan manusia. 
Sedangkan ayat yang kedua adalah firman-Nya: 
"Dan Kami tidak mengutusmu kecuali sebagai rahmat bagi alam 
semesta." (QS. al-Anbiya': 107) 
Beliau 
bukan hanya menjadi rahmat bagi orang-orang Arab saja; beliau bukan hanya 
menjadi rahmat bagi orang-orang Quraisy dan beliau bukan menjadi rahmat bagi 
zamannya saja, begitu juga beliau tidak menjadi rahmat bagi jazirah Arab saja, 
tetapi beliau menjadi rahmat bagi alam semesta; beliau senantiasa menjadi rahmat 
bagi alam semesta: dimulai dari diturunkannya wahyu kepadanya dengan kalimat 
iqra hingga Allah SWT mewariskan bumi dan apa saja yang ada di dalamnya kepada 
orang- orang yang berhak mewarisinya sampai hari kiamat. Alhasil, beliau adalah 
rahmat yang dihadiahkan kepada manusia; beliau adalah rahmat yang tidak 
menonjolkan mukjizat yang mengagumkan, tetapi beliau adalah rahmat yang memulai 
dakwah dengan mengutamakan fungsi akal atau pembacaan dua kitab: pertama, 
pembacaan kitab alam atau Al- Qur'an yang diciptakan atau kalimat-kalimat Allah 
SWT yang terdiri dari jutaan bentuk dan kedua pembacaan Al-Qur'an yang 
diturunkan melalui malaikat Jibril di mana ia merupakan kalamullah yang abadi. 
Dan kitab alam dibaca dengan ribuan cara: dibaca melalui penelusuran dunia: 
"Katakanlah: 'Berjalanlah kamu di muka bumi dan 
amat-amatilah.'" (QS. an-Naml: 69) 
Atau 
dibaca melalui usaha menyingkap misteri dan penggunaan akal: 
"Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda 
(kekuasaan) Kami di segenap penjuru dan pada diri mereka sendiri, sehingga 
jelaslah bagi mereka bahawa Al-Qur'an itu adalah benar. " (QS. Fushilat: 53) 
Atau 
dibaca melalui ilmu dan pengamatan: 
"Atau siapakah yang telah menjadikan bumi sebagai tempat 
berdiam, dan yang telah menjadikan sungai-sungai di celah-celahnya, dan yang 
menjadikan gunung-gunung untuk (mengukuhkan)nya dan menjadikan suatu pemisah 
antara dua laut 1 Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Bahkan 
(sebenarnya) kebanyakan dari mereka tidak mengetahui." (QS. an-Naml: 61) 
Jika di 
sana terdapat ribuan jalan atau cara untuk membaca kalimat- kalimat Allah SWT 
dan kitab alam, maka di sana terdapat satu jalan untuk membaca kalamullah yang 
abadi, yaitu hendaklah Al-Qur'an dibaca dengan mata hati dan kecemerlangan 
basirah, sehingga Al-Qur'an menjadi bahagian akhlak dari yang membaca sesuai 
dengan kemampuannya. 
Sebelum 
turunnya Al-Qur'an, dunia diliputi dengan kekurangan, baik secara materi, 
rohani, undang-undang mahupun dari dimensi kehidupan yang biasa melekat pada 
manusia saat itu. Dan sebelum diutusnya Rasul saw yang beliau adalah manusia 
yang sempurna dan paling utama, alam belum mencapai puncak dari penyerahan diri 
kepada Allah SWT atau puncak dari keutamaan akhlak. Ketika Rasulullah saw 
diutus, maka manusia mengalami kesempurnaan dan mampu mencapai tingkat 
kesempurnaannya. Dengan Kitab yang mulia ini dan Nabi yang pengasih, Allah SWT 
yang menyempurnakan agama bagi manusia dan menyempurnakan nikmat-Nya atas 
mereka, sebagaimana firman-Nya: 
"Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan 
telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama 
bagimu. " (QS. al-Maidah: 3) 
Namun 
semua itu tidak terwujud begitu saja, Nabi yang mulia harus berjuang secara 
serius dan sungguh-sungguh, sehingga beliau menjadi manusia yang paling layak 
untuk mendapatkan pujian penduduk bumi dan penduduk langit. Dan Rasulullah saw 
telah melakukan semua itu. Kita tidak mengenal seorang nabi yang perasaannya 
dihina dan dicaci maki lebih dari apa diterima oleh Muhammad bin Abdillah; kita 
tidak mengenal seorang nabi yang memikul berbagai penderitaan, dan memiliki 
kesabaran yang mengagumkan di jalan Allah SWT sebagaimana yang ditunjukkan oleh 
Nabi kita. 
Kemudian, seorang yang diutus oleh Allah SWT sebagai rahmat 
bagi alam semesta tidak akan mengajak manusia menuju kebenaran kecuali jika 
manusia tersebut dari kalangan orang-orang yang kafir dan membangkang. Beliau 
berdakwah bagi orang yang berhak mendapatkan dakwah; beliau siap memikul 
tanggung jawab dakwah dengan berbagai tantangan dan cubaannya; beliau 
menunjukkan kesabaran yang luar biasa. Setelah itu, beliau datang kepada Allah 
SWT dengan hati yang puas dan air mata yang bercucuran dan dengan suara berbisik 
berkata: "Ya Allah, jika tidak ada kemurkaan pada diri-Mu, maka aku tidak akan 
peduli dengan manusia." Segala sesuatu akan menjadi mudah jika di sana terdapat 
ridha Allah SWT. 
Setelah 
turunnya wahyu kepada Rasul saw, beliau memulai tahapan dakwah dan mengajak 
manusia untuk menyembah Allah SWT. Dimulailah dakwah secara rahsia yang 
berlangsung selama tiga tahun dalam persembunyian. 
Mula-mula Ummul Mu'minin, Khadijah binti Khuwailid beriman 
kepadanya, lalu beriman juga sahabatnya, Abu Bakar sebagaimana beriman kepadanya 
anak pamannya, Ali bin Abi Thalib yang saat itu masih kecil dan hidup di bawah 
asuhan Muhammad, dan juga beriman kepadanya Zaid bin Tsabit, seorang 
pembantunya. Kemudian Abu Bakar juga ikut berdakwah, sehingga ia memasukkan 
dalam dakwah teman- temannya, seperti Usman bin Affan, Thalha bin Ubaidilah, dan 
Sa'ad bin Abi Waqas. Juga beriman seorang Masehi, yaitu Waraqah bin Nofel dan 
Rasulullah saw melihatnya setelah kematiannya tanda kesenangan yang itu 
menunjukkan ketinggian darjatnya di sisi Allah SWT. Setelah itu, Abu Dzar 
al-Ghifari juga masuk Islam, lalu disusul oleh Zubair bin Awam dan Umar bin 
'Anbasah serta Sa'id bin 'Ash. Jadi, Islam mulai mengepakkan sayapnya secara 
rahsia di Mekah. 
Kemudian 
berita tersebarnya akidah yang baru ini sampai kepada pembesar-pembesar Quraisy, 
tetapi mereka tidak begitu peduli. Barangkali mereka membayangkan bahawa 
Muhammad telah menjadi - kerana uzlah yang dilakukannya di gua Hira - salah 
seorang juru bicara tentang ketuhanan sebagaimana pernah dilakukan oleh Umayah 
bin Shalt dan Qas bin Sa'adah. 
Demikianlah dakwah secara rahsia berhasil mengembangkan 
misinya dan dapat melindungi akidah yang baru. Dan selama perjalanan tiga tahun 
yang dibutuhkan tahapan dakwah secara rahsia keimanan telah tertanam dalam hati 
kaum Muslim yang pertama. Rasulullah saw telah mendidik mereka dan telah 
menanamkan kepada diri mereka sifat-sifat kemuliaan dan telah menciptakan mereka 
sebagai benih pertama dari pasukan Islam. Pada suatu hari Jibril turun dengan 
membawa firman Allah SWT: 
"Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang 
terdekat." (QS. asy-Syu'ara': 214) 
Demikianlah, datanglah perintah Ilahi agar Rasulullah saw 
berdakwah secara terang-terangan. Lalu berkumpullah di sekeliling Nabi 
sekelompok tentera yang besar dan datanglah perintah Ilahi agar beliau 
menyampaikan dakwah secara terang-terangan dan mengingatkan keluarga dekatnya. 
Ketika Nabi melakukan hal tersebut, maka dakwah memasuki tahapan yang kedua. Dan 
tahapan dakwah yang baru ini berakibat pada timbulnya penekanan terhadap para 
dai di mana mereka mengalami penindasan, bahkan mereka didustakan oleh 
masyarakat serta diboikot. 
Orang-orang Quraisy mengetahui bahawa Muhammad berbahaya 
bagi mereka. Beliau bukan hanya berbicara tentang ketuhanan, tetapi beliau 
mengajak manusia untuk mengikuti agama baru, yaitu agama yang mencuba untuk 
menyingkirkan berhala-berhala dan patung-patung mereka serta tuhan-tuhan mereka 
yang mereka yakini; agama yang mencuba menyingkirkan kedudukan sosial mereka dan 
kepentingan- kepentingan ekonomi mereka; agama yang menyatakan bahawa tiada 
tuhan lain selain Allah SWT, dan tiada hukum lain selain hukum-Nya, serta tiada 
penguasa lain selain Dia. Kedatangan agama tersebut menyebabkan penduduk kota 
Mekah membencinya dan orang-orang yang memegang kekuasaan di dalamnya merasa 
gelisah. 
Setelah 
pengumuman dakwah secara terang-terangan, dimulailah dan ditabuhlah gendang 
peperangan. Kemudian peperangan yang dahsyat terjadi antara para pembesar 
Quraisy dan para pengikut Rasulullah saw. Orang yang pertama kali menyerang 
Islam adalah seorang tokoh Mekah yang bernama Abu Lahab. 
Bukhari 
meriwayatkan bahawa Rasulullah saw menaiki bukit Shafa dan beliau mulai 
memanggil-manggil tokoh Quraisy dan para kabilah Mekah. Dan ketika semua 
berkumpul, beliau bertanya kepada mereka: "Apakah kalian percaya jika aku 
memberitahu kalian bahawa seekor kuda akan datang menyerang kalian?" Mereka 
menjawab: "Tentu, kami belum pernah melihatmu berbohong." Beliau berkata: "Aku 
seorang yang diutus sebagai pemberi peringatan terhadap kalian. Di hadapanku 
terdapat seksaan yang berat jika kalian menentang." Abu Lahab berkata: "Sungguh 
celaka engkau, apakah kerana ini engkau mengumpulkan kami." 
Dengan 
penghinaan inilah, peperangan terhadap Islam dimulai. Ketika kaum Muslim tidak 
mampu mempertahankan diri mereka, maka mula- mula Allah SWT membantu mereka dan 
menolong mereka dengan menurunkan surah yang pendek yang mengecam tindakan Abu 
Lahab: 
"Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan 
binasa. Tidaklah bermanfaat kepadanya harta bendanya dan apa yang dia usahakan. 
Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula) isterinya, 
pembawa kayu bakar. Yang di lehernya ada tali dari sabut. " (QS. Allahab: 
1-5) 
Dengan 
ayat-ayat yang pendek dan tepat tersebut, Abu Lahab memasuki kancah sejarah dari 
pintunya yang paling pendek. Gambaran tentang kejahatan Abu Lahab tertulis 
selama-lamanya. Abu Lahab adalah seorang yang menentang dakwah kebenaran kerana 
ia mengkhuatirkan kedudukannya dan kekayaannya, padahal harta yang 
dipertahankannya dan dijaganya tidak memiliki erti sama sekali di sisi Allah SWT 
kerana ia sekarang berada dan dimasukkan di tengah-tengah neraka yang menyala- 
nyala, sedangkan isterinya membawa kayu bakar, sehingga menambah nyala api itu 
sendiri. Dan di lehernya terdapat suatu belenggu sebagai simbol keterikatannya 
dengan dunia binatang yang tidak berakal. Sebahagian besar orang-orang yang 
menentang dakwah adalah orang- orang yang berhubungan dengan dunia binatang yang 
tidak sadar. 
Allah 
SWT berfirman: 
"Atau apakah kamu mengira bahawa kebanyakan mereka itu 
mendengar atau memahami. Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang 
ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu). " (QS. 
al-Furqan: 44) 
Seandainya hari ini kita merenungkan reaksi orang-orang 
kafir dan orang- orang musyrik, maka kita akan terhairan-hairan. 
Allah 
SWT berfirman: 
"Dan mereka hairan kerana mereka kedatangan seorang pemberi 
peringatan (rasul) dari kalangan mereka; dan orang-orang kafir berkata: 'Ini 
adalah seorang ahli sihir yang banyak berdusta. Mengapa ia menjadikan 
tuhan-tuhan itu Tuhan yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal 
yang sangat menghairankan'." (QS. Shad: 4- 5) 
Cobak 
perhatikan bagaimana kebodohan kaum itu di mana mereka menganggap bahawa pada 
hakikatnya terdapat multi tuhan dan mereka justru merasa hairan ketika terdapat 
hanya satu tuhan atau tuhan yang esa. Mereka justru merasa hairan ketika 
berhadapan dengan masalah yang fitri dan jelas ini. 
Allah 
SWT berfirman: 
"Dan apabila mereka melihat kamu (Muhammad), mereka 
hanyalah menjadikan kamu sebagai ejekan (dengan mengatakan): 'Inikah orangnya 
yang diutus Allah sebagai rasul? Sesungguhnya hampirlah ia menyesatkan kita dari 
sembahan-sembahan kita, seandainya kita tidak sabar (menyembah)nya. " (QS. 
al-Furqan: 41-42) 
Perhatikanlah betapa nekadnya kaum itu di mana mereka mulai 
menghina dan mengejek Rasulullah saw, padahal beliau telah datang di 
tengah-tengah mereka untuk menyelamatkan mereka dari api neraka, dan cuba 
perhatikan bagaimana pandangan mereka terhadap tuhan-tuhan mereka. Mereka 
membayangkan bahawa mereka nyaris tersesat jika mereka tidak bersabar dalam 
membela tuhan-tuhan tersebut. Demikianlah kesesatan mengejek kebenaran dan 
kebodohan menghina ilmu. Mereka justru merasa hairan terhadap kepandaiannya yang 
dapat menyelamatkannya dari meninggalkan tuhan-tuhannya yang terbuat dari batu 
dan kayu, bahkan terkadang mereka membuat tuhan dari adunan roti di mana mereka 
menyembahnya kemudian memakannya. Mereka mengatakan bahawa tuhan-tuhan kami 
menyelamatkan kami dari rasa lapar atau mereka mengatakan bahawa kami menyembah 
mereka agar mereka dapat mendekatkan kami pada Allah sedekat-dekatnya. 
Meskipun 
demikian, dakwah Nabi terus berlanjutan dan tertanam di muka bumi. Mereka 
orang-orang musyrik menuduh Nabi sebagai seorang dukun; mereka menuduhnya juga 
sebagai seorang gila, bahkan mereka menuduhnya sebagai seorang penyihir; mereka 
menuduh bahawa beliau berbohong atas nama kebenaran dan beliau dibantu oleh kaum 
yang lain; mereka mengatakan ini adalah dongengan orang-orang yang dahulu. 
Mereka 
meminta kepada beliau untuk mendatangkan mukjizat dengan bentuk tertentu; mereka 
memberitahu bahawa mereka tidak akan beriman kepadanya, sehingga terdapat suatu 
mata air yang memancar dari bumi atau terwujud di depan mereka suatu taman dari 
pohon kurma dan anggur yang memancar di tengah-tengahnya sungai, atau langit 
akan runtuh sebagaimana yang beliau sampaikan kepada mereka sebagai bentuk azab 
atau beliau datang dengan Allah SWT dan para malaikat dan mereka semua menjamin 
kebenaran dakwah yang diserukannya, atau beliau memiliki rumah dari emas atau 
beliau mampu mendaki langit dan mereka masih belum beriman terhadap pendakian 
itu meskipun ia mendaki di hadapan mata mereka dan kembali dengan selamat, 
kecuali jika ia menghadirkan kitab kepada mereka yang dapat mereka baca dari 
langit. 
Nabi 
tidak peduli dengan usaha mereka untuk menyakiti hati beliau; Nabi tetap 
memberitahu mereka dengan penuh kelembutan bahawa apa saja yang mereka minta itu 
tidak sesuai dengan Islam. Sebab, Islam hanya menyeru akal dan berusaha 
menciptakan kebebasan. Beliau menyampaikan kepada mereka bahawa beliau hanya 
sekadar manusia yang diutus oleh Tuhan; beliau datang kepada mereka untuk 
mengingatkan mereka akan suatu hari di mana seorang tua tidak akan menyelamatkan 
anaknya dan tidak bermanfaat di dalamnya harta dan anak-anak, dan mereka tidak 
akan selamat di dalamnya dari seksaan. Orang-orang yang mempunyai kedudukan atau 
para tokoh mereka adalah para tiran-tiran di muka bumi di mana semua itu tidak 
akan bermanfaat bagi mereka pada hari kiamat. Seksaan yang bakal mereka terima 
tidak dapat mereka hindari dan mereka pun tidak dapat meringankannya. 
Demikianlah Islam - sebagaimana agama-agama sebelumnya - 
mengumpulkan di sekelilingnya orang-orang yang berakal dan orang- orang yang 
fakir serta orang-orang yang menderita di muka bumi. Berimanlah sekelompok 
orang-orang fakir di mana mereka menjadi kelompok sosial yang tertindas dan 
tersingkirkan di Mekah. Mereka menjadi makanan empuk kelompok-kelompok yang 
zalim. 
Islam 
bukan hanya memberikan solusi ekonomi terhadap tragedi kehidupan atau 
masyarakat, tetapi Islam memberikan solusi Ilahi terhadap keberadaan manusia 
secara umum; Islam meyakini bahawa manusia bukan hanya sekadar perut yang harus 
dikenyangkan dan naluri seksual yang harus dipuaskan, manusia bukan hanya di 
lihat dan dinilai dari sisi ini, namun Islam justru meletakkan manusia pada 
tempatnya yang hakiki, tanpa membesar-besarkan atau mengecilkannya. Dalam 
pandangan Islam, manusia terdiri dari bangunan fizik dan rohani, terdiri dari 
akal dan ambisi dan terdiri dari celupan dari Allah SWT dalam rohnya. 
Islam 
tidak mementingkan fizik saja dan meninggalkan rohani, begitu juga sebaliknya. 
Terkadang fizik boleh jadi mendapatkan kebahagiaan dalam kehidupan, tetapi 
rohani justru mengalami penderitaan yang luar biasa. kerana itu, pemuasan salah 
satu dimensi dari dimensi manusia tidak akan membawa manusia kepada kesempurnaan 
atau kebahagiaan. Maka, Islam datang untuk membawa suatu solusi yang dapat 
menyelamatkan manusia dari dalam dirinya sendiri dan Islam membebankan tugas 
ini, yakni tugas perubahan ini kepada Al-Qur'an. 
Al-Qur'an menjadi cermin dalam kehidupan di mana 
ayat-ayatnya diturunkan kepada Rasul saw, lalu beliau mengajarkannya kepada kaum 
Muslim. Kemudian Al-Qur'an berubah menjadi orang-orang yang berjalan di 
pasar-pasar dan mengancam singgasana kebencian yang menguasai Mekah, sehingga 
orang-orang musyrik justru meningkatkan usaha pengejekan dan penghinaan terhadap 
Rasul saw. Oleh kerana itu, beliau semakin sedih lalu Allah SWT menghiburnya. 
Allah SWT memberitahu beliau bahawa mereka tidak mendustakannya, tetapi mereka 
justru melalimi diri mereka sendiri. Mereka mulai menentang Nabi dan ayat- ayat 
Allah SWT, padahal Nabi adalah salah satu dari ayat Allah SWT. 
Allah 
SWT berfirman: 
"Sesungguhnya Kami mengetahui bahawasanya apa yang mereka 
katakan itu menyedihkan hatimu, (janganlah kamu bersedih hati), kerana mereka 
sebenarnya bukan mendustakan kamu, akan tetapi orang-orang yang lalim itu 
mengingkari ayat-ayat Allah." (QS. al- An'am: 33) 
Kemudian 
kaum musyrik meningkatkan penindasan kepada Rasul saw dan para pengikutnya. 
Peperangan dimulai: dari peperangan urat saraf sampai peperangan fizik. Mereka 
mulai menyeksa para pengikut Rasul saw, bahkan membunuhnya. Pada saat itu, 
musuh-musuh Islam membayangkan bahawa dengan cara menindas kaum Muslim dan 
menekan mereka dakwah Islam akan berhenti dan kaum Muslin akan enggan untuk 
berdakwah. Mereka menganggap bahawa kaum Muslim justru memilih untuk 
menyelamatkan diri mereka. Namun para tokoh- tokoh Quraisy dan para tokoh-tokoh 
Mekah dikejutkan ketika melihat penekanan yang mereka lakukan justru semakin 
membakar semangat kaum Muslim untuk berdakwah. Saat itu kaum Muslim merasa yakin 
bahawa benih yang telah ditanam Rasulullah saw dalam diri mereka menjadikan 
mereka tetap bersemangat untuk menyebarkan risalah Allah SWT di muka bumi, yaitu 
suatu risalah yang mengembalikan bumi menuju kematangan (kesempurnaan) yang 
telah hilang darinya dan kemanusiaan yang telah disia-siakan serta kehormatan 
yang telah ditumpahkan dan kebebasan yang telah hilang. 
Kaum 
Muslim yakin bahawa mereka bukan hanya membangun suatu negeri yang kecil di 
Mekah, dan mereka bukan hanya memperbaiki masyarakat yang rosak, yaitu 
masyarakat jazirah Arab, tetapi mereka mengetahui bahawa mereka akan membangun 
suatu manusia yang baru. Mereka akan menciptakan manusia seutuhnya; mereka akan 
menghadirkan dunia dalam bentuk yang baru dan dalam gambar yang baru yang 
merupakan cermin dari gambar kebesaran sang Pencipta. 
Sebelum 
kedatangan Islam, orang-orang Arab tidak dikenal. Dibandingkan dengan peradaban 
yang dahulu dan moden, orang-orang Arab tidak memiliki apa-apa. Mereka tidak 
memberikan kontribusi kepada dunia dalam bentuk ilmu, seni, atau peninggalan apa 
pun yang dapat dijadikan sebagai kebanggaan. Namun ketika Islam turun kepada 
mereka, mereka menjadi cermin kejayaan manusia di mana mereka dapat memberikan 
sumbangan nyata pada umat manusia. Bahkan orang-orang Barat banyak berhutang 
kepada mereka dalam kemajuan yang mereka capai saat ini. Sebaliknya, ketika 
mereka berpaling dari Islam di mana Islam hanya menjadi lembaran cerita-cerita 
dan kertas-kertas yang tidak berguna, maka saat itulah orang-orang Barat dapat 
menguasai kaum Muslim kerana mereka justru mendapatkan ilmu dari Kaum Muslim itu 
sendiri. Mereka justru mencapai kemajuan ketika kaum Muslim meninggalkan agama 
mereka. Jadi, ketika kaum Muslim memahami Islam secara benar dan berusaha untuk 
menghidupkan ajaran-ajarannya nescaya mereka akan mencapai puncak keilmuan. 
Pada 
awal-awal masa tersebarnya Islam, kaum Muslim menyedari bahawa mereka menghadapi 
peperangan yang tidak akan berhenti. Selama kehidupan ada, maka pertentangan pun 
tetap ada. Oleh kerana itu, ketika mereka mendapatkan penganiayaan dan seksaan, 
maka keimanan mereka justru semakin meningkat, dan setiap penganiayaan yang 
dilakukan oleh kaum Quraisy, maka mereka tetap bertahan untuk mempertahankan 
kebenaran. Sebagai contoh, Amar bin Yasir mengalami penderitaan dan 
penganiayaan. Ia adalah salah seorang budak yang menjadi korban dari sistem 
ekonomi yang berlaku saat itu, yaitu ekonomi yang berdasarkan kepada sistem 
perbudakan. Seorang yang beriman tersebut diseksa di Mekah di mana ia tidak 
memperoleh kebebasannya yang hakiki kecuali setelah ia memeluk Islam. Mereka 
mengeluarkannya ke gurun dan menyeksanya berserta ibunya. Bahkan seksaan semakin 
meningkat atas ibunya agar ia kembali menjadi musyrik. Ketika ia tetap 
mempertahankan keimanannya dan dengan tegas menolak ajakan untuk menentang 
Islam, maka Abu Jahal menikamnya dengan belati yang ada di dua tangannya. Ia pun 
meninggal. Dan Islam mengorbankan syahidnya yang pertama. Wanita mulia itu 
bernama Sumayah, ibu dari Amar bin Yasir. 
Banyak 
kalangan orang-orang bodoh mengatakan tentang persetujuan Islam terhadap sistem 
perbudakan, atau Islam mendiamkan sistem perbudakan. Mereka lupa bahawa Islam 
dibangun berdasarkan suatu prinsip yang ingin membebaskan perbudakan dengan 
segala bentuknya; Islam ingin mengeluarkan manusia dari kepemilikan sesama 
manusia menuju kepemilikan kepada Allah SWT. 
Jika 
Islam tidak turun dengan nas-nas yang terperinci yang mengharamkan sistem 
perbudakan, maka dasar-dasarnya secara umum dan prinsip-prinsip utamanya 
menghentikan - baik dalam tindakan mahupun ucapan - sumber-sumber sistem ini. 
Allah SWT sebagai pemilik syariat mengetahui bahawa sistem perbudakan adalah 
sistem ekonomi yang sementara yang akan berubah dengan perubahan waktu, dan 
kerana Islam tidak turun pada waktu yang terdapat perbudakan saja, tetapi ia 
turun secara umum dan menyeluruh untuk setiap zaman, maka Islam sengaja melewati 
bentuk-bentuk yang sementara ini dari bentuk-bentuk eksploitasi menuju unsur 
yang pertama atau dasar pertama yang menimbulkan bentuk-bentuk eksploitasi 
tersebut, sehingga Islam mengharamkannya. Dengan cara demikian, Islam 
mengharamkan sistem perbudakan secara bertahap, seperti proses pengharaman 
khamer. Jadi, keseriusan Islam sangat menonjol dalam usaha menghapus dan 
mengharamkan perbudakan. 
Jika 
dikatakan kepada kita bahawa Islam membolehkan para tenteranya untuk memperbudak 
para tawanan perang, maka kita akan mengatakan bahawa Islam menerapkan sistem 
ini sebagai bentuk pembalasan terhadap perlakuan yang sama di mana musuh-musuh 
Islam menjadikan kaum Muslim sebagai budak-budak mereka ketika mereka 
menawannya. Oleh kerana itu, secara alami orang-orang Islam pun menawan mereka 
sebagai budak-budak. Jika Islam tidak melakukan yang demikian, maka boleh jadi 
Islam akan dimain-mainkan dan ada kesempatan besar bagi orang-orang musyrik 
untuk memperdaya Islam. 
Demikianlah bahawa dakwah Islam mengalami berbagai macam 
hambatan dan penindasan. Dan ketika orang-orang yang terseksa mengadu kepada 
Rasulullah saw atas penindasan yang mereka terima, maka Rasulullah saw 
memberitahu mereka dengan pembicaraan yang jelas bahawa para dai di jalan Allah 
SWT harus mengorbankan kesenangan mereka, kedamaian mereka, dan darah mereka 
sebagai harga yang pantas untuk tersebarnya dakwah Islam. Kebebasan bukan 
diperoleh dengan cuma-cuma. Sejarah kehidupan menceritakan kepada kita bahawa ia 
dipenuhi dengan gumpalan darah yang harus dibayar oleh masyarakat untuk 
memerangi musuh-musuhnya dari luar dan dari dalam. Jika ini dialami setiap orang 
yang menuntut kebebasan pada zaman dan tempat tertentu, maka bagaimana dengan 
orang-orang yang menuntut kebebasan manusia secara keseluruhan. 
Seorang 
Muslim hendaklah sadar bahawa dengan mengumumkan dakwahnya, maka ia pasti akan 
menerima pengusiran, penindasan, penjara, pengepungan dan pembunuhan. Ini adalah 
harga yang pantas yang harus dibayar ketika berdakwah di jalan Allah SWT; inilah 
harga kebebasan. Bahkan terkadang kaum yang batil pun membayamya dengan senang 
hati, maka bagaimana mungkin orang-orang yang bersama kebenaran ragu untuk 
melakukannya. 
Pada 
hakikatnya, manusia cinta kepada keabadian. Secara naluri manusia merasa takut 
pada azab dan kematian. Dan barangkali yang membezakan orang-orang Islam yang 
hakiki dengan yang lainnya adalah bahawa mereka terbebas dari rasa ketakutan dan 
cinta keabadian. Ini adalah tolok ukur yang pasti untuk membezakan antara 
seorang Muslim yang hakiki dan seorang Muslim yang hanya namanya atau Muslim 
warisan atau hanya klaim semata. 
Seorang 
Muslim yang hakiki menyedari bahawa ajal di tangan Allah SWT, rezeki ada juga di 
tangan-Nya, begitu juga keamanan semua ada di tangan-Nya. Dengan keimanan 
seperti ini, ia memulai pergelutannya untuk menyebarkan dakwah. Ia siap untuk 
menerima penyeksaan dan penderitaan di jalan Allah SWT; ia pun siap menitiskan 
darahnya sebagai harga yang pantas yang diserukannya dalam rangka memperoleh 
kebebasan. Ini semua dilakukannya dengan begitu sederhana dan tidak ada rasa 
takut kerana Islam membebaskannya dari rasa ketakutan. Dahulu para pembangkang 
menggergaji orang-orang yang menyeru di jalan Allah SWT dengan menggergaji saat 
mereka dalam keadaan hidup- hidup. 
Khabab 
bin Irit pergi menemui Rasulullah saw dan meminta tolong kepada beliau dari 
penyeksaan orang-orang Quraisy, sambil berkata: "Tidakkah engkau menolong kami, 
wahai Rasulullah? Tidakkah engkau berdoa kepada kami, ya Rasulullah?" Rasulullah 
saw menjawab: "Sungguh sebelum kalian terdapat orang-orang yang berdakwah di 
jalan Allah SWT lalu mereka dimasukkan dalam suatu galian tanah lalu mereka 
digergaji di mana tubuh mereka di pisah menjadi dua, namun mereka tetap 
mempertahankan agamanya. Demi Allah, sungguh Allah SWT akan menolong masalah ini 
tetapi kalian terlalu tergesa-gesa." 
Dengan 
kalimat-kalimat yang penuh kesabaran dan keberanian ini, Rasulullah saw ingin 
memahamkan kepada orang tersebut bahawa termasuk dari kesempurnaan iman adalah 
membayar harga kebebasan. Jelas sekali bahawa Islam tidak memberikan keuntungan 
bagi orang yang memeluknya. Orang-orang Islam yang pertama tidak bertanya dan 
mengatakan: "Apa yang kita peroleh dari agama ini?" Sebaliknya, mereka bertanya: 
"Apa yang kita bayar untuk Islam?" Jawapannya adalah: "Segala sesuatu dimulai 
dari suapan-suapan roti sampai darah yang tertumpah." Jadi, kaum Muslim yang 
pertama telah membayar ongkos kebebasan. Mereka merasakan kedamaian yang luar 
biasa untuk mempertahankan agama Allah SWT; mereka mendapatkan kepercayaan yang 
tinggi tentang kemenangan kebenaran yang datang kepada mereka; mereka justru 
memberitahu orang-orang musyrik bahawa mereka akan dapat mengalahkan raja-raja 
Kisra dan Kaisar. Dengan dakwah yang mereka lakukan, mereka akan menjadi 
pemimpin-pemimpin di muka bumi. Kaum musyrik justru memanfaatkan kepercayaan ini 
untuk mengejek mereka dan mentertawakan mereka. 
Ketika 
Aswad Ibnu Matlab dan orang-orang yang bersamanya melihat sahabat-sahabat Nabi, 
maka mereka mengejek dan mengatakan: "Telah datang kepada kalian 
pemimpin-pemimpin bumi yang esok akan mengalahkan raja-raja Kisra dan Kaisar, 
kemudian mereka bersiul dan bertepuk tangan." Namun kaum mukmin tidak peduli 
dengan ejekan tersebut. Demikianlah bahawa ejekan demi ejekan terus menyertai 
dakwah kaum Muslim. Kemudian kaum Quraisy mengadakan pertemuan yang bersejarah 
untuk menyatukan pandangan dalam rangka menyerang Rasulullah saw. Kaum musyrik 
menuduhnya bahawa beliau adalah seorang ahli sihir, dan pada kali yang lain 
mereka menuduhnya bahawa beliau adalah dukun, dan pada kali yang lain lagi 
mereka menuduhnya bahawa beliau adalah penyair, bahkan pada kali yang lain 
mereka menuduhnya bahawa beliau adalah seorang yang gila. Kemudian mereka semua 
sepakat untuk menuduh bahawa beliau adalah seorang penyihir. 
Walid 
bin Mughirah yang terkenal sebagai orang yang terpandang di kalangan mereka 
menuduh Rasulullah saw sebagai penyihir yang dapat memisahkan antara sesama 
saudara dan antara seseorang dengan isterinya. Kemudian mereka membikin 
kelompok-kelompok yang mengingatkan para pendatang di Mekah bahawa Muhammad 
adalah seorang penyihir. Meskipun demikian, dakwah Islam tetap berlangsung. Ia 
tetap tersebar dengan pelan namun pasti dan kalimat-kalimat yang diutarakan Nabi 
justru mengingatkan perjanjian yang pernah dilakukan oleh manusia, yaitu 
perjanjian saat Allah SWT menyaksikannya ketika mereka masih di alam atom di 
punggung Adam: 
"Bukankah aku Tuhan kalian? Mereka menjawab: 'Benar.'" (QS. 
al- A'raf: 172) 
Bertambahlah jumlah kaum Muslim hingga kaum Quraisy 
merasakan ketakutan. Mereka mulai melihat bahawa penggunaan cara-cara kekerasan 
tidak selalu berhasil. Kemudian mereka memilih untuk menggunakan cara baru, 
yaitu bagaimana seandainya mereka menggunakan perdamaian dan perundingan. 
Orang-orang Quraisy mengutus 'Utbah bin Rabi'ah, seorang lelaki yang terkenal 
dengan kecerdasan dan kebijaksanaan sebagai juru runding. 
'Utbah 
berkata kepada Rasul saw: "Wahai anak saudaraku, kami mengetahui kedudukanmu di 
sisi kami dari sisi nasab. Engkau datang kepada kaummu dengan suatu hal yang 
besar di mana engkau memisahkan kelompok-kelompok mereka. Maka dengarkanlah aku 
kerana aku ingin berbicara tentang beberapa hal. Barangkali engkau akan menerima 
sebahagiannya." Rasul saw berkata: "Silakan berbicara wahai 'Utbah." 'Utbah 
berkata: "Jika engkau menginginkan harta nescaya kami akan mengumpulkan harta 
bagimu, sehingga engkau akan menjadi orang yang paling kaya di antara kami, dan 
jika engkau menginginkan kehormatan, maka kami akan memberi kehormatan itu 
bagimu dan jika engkau menginginkan kekuasaan, maka kami akan menyerahkan 
kekuasaan padamu dan jika engkau terkena penyakit yang engkau tidak mampu 
menolaknya dari dirimu, maka kami akan mencarikan tabib bagimu dan kami akan 
mengeluarkan harta kami sehingga engkau sembuh." 
Demikianlah 'Utbah mengakhiri pembicarannya. Kemudian ia 
menunggu reaksi Nabi. Lalu Rasulullah saw berkata: 
"Dengan 
nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Haa miim. Diturunkan dari 
Tuhan Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Kitab yang dijelaskan ayat-ayatnya, 
yakni bacaan dalam bahasa Arab, untuk kaum yang mengetahui. Yang membawa berita 
gembira dan yang membawa peringatan, tetapi kebanyakan mereka berpaling 
(darinya);, maka mereka tidak (mau) mendengarkan. Mereka berkata: 'Hati kami 
berada dalam tutupan (yang menutupi) apa yang kamu seru kami kepadanya dan di 
telinga kami ada sumbatan dan antara kami dan kamu ada dinding, maka bekerjalah 
kamu; Sesungguhnya kami bekerja (pula).' Katakanlah: 'bahawasanya aku hanyalah 
seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku bahawasanya Tuhan kamu adalah 
Tuhan Yang Maha Esa, maka tetaplah pada jalan yang lurus menuju kepadanya dan 
mohonlah ampun kepadanya. Dan kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang 
mempersekutukan-(Nya) (yaitu) orang-orang yang tidak menunaikan zakat dan mereka 
kafir akan adanya (kehidupan) akhirat. Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan 
mengerjakan amal yang saleh mereka mendapat pahala yang tiada putus-putusnya.' 
Katakanlah:'
Sesungguhnya patutkah kamu kafir kepada yang menciptakan 
bumi dalam dua masa dan kamu adakan sekutu-sekutu bagi-Nya? (Yang bersifat) 
demikian itulah Tuhan semesta alam. Dan dia menciptakan di bumi itu 
gunung-gunung yang kukuh di atasnya. Dia memberkahinya dan Dia menentukan 
padanya kadar makanan- makanan (penghuni)nya dalam empat masa. (Penjelasan itu 
sebagai jawapan) bagi orang-orang yang bertanya. Kemudian dia menuju kepada 
penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata 
kepadanya dan kepada bumi: 'Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan 
suka hati atau terpaksa.' Keduanya menjawab: 'Kami datang dengan suka hati.' 
Maha Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa dan Dia mewahyukan pada 
tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang- 
bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik- baiknya. 
Demikianlah ketentuan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. Jika mereka 
berpaling, maka katakanlah: 'Aku telah memperingatkan kamu dengan petir, seperti 
petir yang menimpa kaum 'Ad dan kaum Tsamud." (QS. Fushilat: 1-13) 
Rasulullah saw telah menjawab tawaran 'Utbah di mana beliau 
memilih untuk menghadapi tawaran dan iming-iming tersebut dengan membaca 
sebahagian dari surah Fhusilat yang merupakan salah satu surah Al-Qur'an yang 
diturunkan oleh Allah SWT melalui malaikat Jibril. 'Utbah bangkit dari tempatnya 
ketika Rasulullah saw sampai pada firman-Nya: 
"Jika mereka berpaling, maka katakanlah: 'Aku telah 
memperingatkan kamu dengan petir, seperti petir yang menimpa kaum "Ad dan kaum 
Tsamud. " (QS. Fushilat: 13) 
'Utbah 
berdiri dalam keadaan takut dan segera menuju kaum Quraisy. Bayang-bayang azab 
dunia terngiang di telinganya. Dan ketika ia sampai ke orang Quraisy, ia 
mengusulkan agar orang-orang Quraisy membiarkan apa saja yang dilakukan 
Muhammad. Gagallah perundingan dengan seorang Muslim yang pertama, yaitu 
Rasulullah saw. Gagalnya perundingan tersebut sebagai bentuk pemberitahuan 
tentang kembalinya tindak kekerasan dan penyeksaan terhadap sahabat-sahabat 
Rasul saw. Kemudian kaum musyrik semakin meningkatkan penindasan terhadap kaum 
Muslim. Rasulullah saw sangat menderita melihat hal yang dirasakan para 
sahabatnya. Ketika kaum Muslim membayar harga yang paling mahal sebagai 
konsekuensi dari akidah yang mereka anut dan mereka dengan sabar memikul 
penderitaan di jalan Allah SWT, maka Rasulullah saw mengisyaratkan mereka untuk 
berhijrah. Beliau memberikan izin untuk berhijrah bagi orang yang ingin hijrah. 
Kemudian 
Dimulailah gelombang hijrah. Itu terjadi pada lima tahun dari turunnya wahyu 
setelah dua tahun diumumkannya dakwah. Maka berhijrahlah ke Habasyah enam belas 
orang Muslim. Mereka keluar secara rahsia dan mereka menuju ke laut. Mereka 
berlayar meskipun orang- orang yang tinggal di gurun sebenarnya tidak ingin 
berlayar kerana mereka takut dari laut dan mereka yakin bahawa manusia yang 
berlayar di laut akan menjadi ulat di atas kayu-kayu yang berenang. 
Selanjutnya, gelombang hijrah yang kedua pun dimulai. Kali 
ini diikuti oleh delapan puluh tiga orang laki-laki dan sembilan belas 
perempuan. Kemudian orang-orang Quraisy berusaha untuk mengirim beberapa orang 
dan tetap berusaha menyeksa dan menyakiti orang-orang yang berhijrah. Mereka 
mengutus ke Najasyi, Raja Habasyah, orang-orang yang dapat mempengaruhinya untuk 
menentang orang-orang yang berhijrah. Mereka menuduh kaum Muslim meninggalkan 
agama nenek moyang mereka di Mekah dan mereka juga tidak menganut agama Najasyi, 
yaitu agama Kristen. Kemudian orang-orang Quraisy tidak lupa mengirim hadiah 
kepada Najasyi sebagai bentuk suapan kepadanya. Tampaknya Najasyi seorang yang 
berakal lalu ia mengutus seseorang kepada kaum muhajirin dan bertanya kepada 
mereka tentang agama baru yang mereka anut. Kemudian kaum muhajirin menceritakan 
kepadanya tentang Islam. 
Najasyi 
bertanya tentang Isa lalu mereka menjawab: "Ia adalah hamba Allah SWT dan 
rasul-Nya dan roh-Nya serta kalimat-Nya yang diletakkan kepada Maryam, wanita 
yang perawan yang suci." Kemudian Najasyi mengambil satu kayu kecil dari bumi 
dan mengatakan: "Penjelasan tentang Isa yang kalian katakan tidak lebih dari 
kayu kecil ini. Pergilah kalian dan kalian akan aman." Najasyi mengembalikan 
hadiah kaum Quraisy dan mengatakan: "Allah tidak mengambil suap dariku sehingga 
aku tidak mungkin mengambilnya dari kalian." 
Demikianlah kaum muhajirin tinggal di negeri yang damai, 
yaitu Habasyah negeri yang dipimpin oleh seorang laki-laki yang diberi 
kematangan berfikir di mana ia cenderung mengimani karakter al-Masih sebagai 
seorang manusia. Dan salah satu keajaiban kekuasaan Ilahi adalah bahawa 
masyarakat Islam yang berhijrah tersebut tidak mengalami kelemahan dalam 
akidahnya, namun mereka justru merasakan kekuatan. 
Allah 
SWT memperkuat dakwah Islam dengan masuknya dua lelaki besar dalam Islam, yaitu 
Hamzah, paman Nabi dan Umar bin Khatab. Kedua orang itu mempunyai keperibadian 
yang tangguh di Mekah di mana masing-masing dari mereka terkenal di 
tengah-tengah kaumnya. Allah SWT berkehendak untuk memberi Islam dua orang 
lelaki yang tangguh di Mekah dan Allah SWT telah meletakkan rahmat yang 
terpancar dalam hati mereka. Hamzah masuk Islam kerana dorongan emosi, 
fanatisme, dan rahmat terhadap orang-orang yang tidak memberikan pembelaan 
kepada Muhammad saw. 
Salah 
seorang perempuan berkata kepada Hamzah: "Seandainya engkau melihat apa yang 
diperoleh oleh anak dari saudaramu, Muhammad dari Abil Hakam bin Hisyam (Abu 
Jahal). Sungguh Abu Jahal telah mencelanya dan menyakitinya, sedangkan Muhammad 
hanya terdiam dan tidak mengatakan apa-apa." Mendengar pengaduan itu, darah 
mendidih berkobar dalam urat-urat Hamzah. Dengan kemarahan yang sangat, Hamzah 
mencari-cari Abu Jahal lalu ia melihatnya sedang duduk-duduk di tengah-tengah 
kaumnya. Hamzah mengangkat tangannya lalu memukulkannya ke kepala Abu Jahal 
sambil berteriak: "Apakah engkau akan mengejek Muhammad, padahal aku berada di 
atas agamanya." 
Demikianlah permulaan keislaman Hamzah. Hamzah adalah 
seorang yang mulia di mana perasaannya berkobar ketika ia melihat anak 
saudaranya diseksa dan dianiayai dan dia tidak mendapati seorang pun yang 
membelanya. Beginilah sebab-sebab pertama dari keislaman Hamzah, namun sebab 
yang paling dalam dan yang paling menentukan adalah rahmat Allah SWT yang telah 
dianugerahkan kepadanya, meskipun Hamzah tidak mengetahuinya, yaitu rahmat yang 
mendorongnya untuk tidak membiarkan seseorang pun menyakiti lelaki yang 
berdakwah di jalan Allah SWT hanya kerana ia seorang yang lemah dan tidak 
mempunyai penolong. Jadi, Hamzah adalah penolongnya. 
Sedangkan Umar bin Khatab terkenal dengan ketangguhan sikap 
dan kekerasan perilaku. Seringkali kaum Muslim mendapat seksaan darinya ketika 
ia masih menganut jahiliah. Dan salah seorang yang mendapatkan seksaan darinya 
adalah Amir bin Rabi'ah dan isterinya. Amir berserta isterinya menetapkan untuk 
berhijrah ke Habasyah. Umar bin Khatab menemuinya lalu ia mendapati isteri Amir 
dan tidak menemukan suaminya. Umar melihat wanita itu sedang bersiap-siap untuk 
berhijrah lalu Umar berkata (saat itu sumber rahmat telah memancar pada 
dirinya): "Apakah engkau akan pergi wahai Ummu Abdillah?" Dengan nada jengkel, 
wanita itu berkata: "Benar, demi Allah kami akan keluar dan menuju tanah Allah 
SWT. Engkau telah menyeksa kami dan telah memaksa kami untuk berhijrah. Kami 
akan pergi sehingga Allah SWT akan memberikan kelapangan kepada kami." Umar 
berkata: "Mudah-mudahan Allah SWT menemanimu." 
Wanita 
itu melihat tanda-tanda kelembutan dan kesedihan pada wajah Umar. Dan ketika 
suaminya kembali, ia menceritakan kepadanya bahawa ia sangat berharap kepada 
keislaman Umar. Lalu suaminya menjawab: "Ia tidak mungkin masuk Islam sampai 
keldai Umar masuk Islam." Ia mengatakan demikian kerana ia melihat betapa 
bengisnya dan kejamnya Umar. Namun perasaan lembut wanita itu lebih kuat 
daripada pandangan fikiran lelaki itu dan keputusannya yang terlalu cepat kepada 
Umar. 
Belum 
lama mereka berhijrah sehingga Umar masuk Islam. Orang-orang muhajirin 
mengeluarkan penutup sumur rahmat dalam dirinya. Dan barangkali Umar merasa 
kebingungan lalu ia menetapkan untuk membunuh Rasul saw. Dengan menghunuskan 
pedangnya, ia pergi menuju Rasul saw. Kemudian ia bertemu dengan orang-orang 
yang memergokinya dalam keadaan kebingungan, lalu mereka bertanya kepadanya, 
hendak ke mana ia akan pergi? Umar menjawab: "Aku hendak ke Muhammad aku akan 
membunuhnya sehingga orang-orang Arab merasa tenteram." Dengan nada mengejek, 
seseorang berkata: "Tidakkah engkau memulai dari keluargamu sebelum engkau 
membunuh Muhammad." Dengan nada jengkel, Umar berkata: "Apa yang terjadi pada 
keluargaku?" Lelaki itu menjawab: "Saudara perempuanmu dan suaminya telah masuk 
Islam, sedangkan engkau tidak mengetahuinya." Umar segera mencari saudara 
perempuannya dan suaminya di mana saat itu keduanya sedang membaca Al-Qur'an. 
Ketika 
melihat Umar, mereka menyembunyikan Al-Qur'an. Umar bertanya: "Sepertinya aku 
mendengar suara bisikan dari luar." Tetapi saudara perempuannya mengatakan: 
"Tidak." Kemudian suaminya ikut campur dan Umar pun tampak marah kepadanya. 
Wanita itu bangkit untuk membela suaminya lalu Umar memukulnya sehingga darah 
segar mengucur darinya. Darah itu justru membangkitkan sumber rahmat dari diri 
Umar. Akhirnya, Umar mengambil air wuduk agar mereka mengizinkan untuk membaca 
Al-Qur'an. Umar pun membacanya. Belum lama Umar membacanya sehingga ia pergi 
menemui Rasul saw. 
Tanpa 
ragu, Umar memilih untuk masuk Islam. Dan pedang yang dibawanya itu menjadi 
pedang yang paling kuat yang dengannya ia mempertahankan agama Muhammad saw. 
Kemudian ia mengetuk pintu untuk menemui Rasul saw di mana saat itu beliau 
bersama sahabatnya. Dari celah-celah pintu, sahabat Nabi melihat Umar bin Khatab 
sedang menghunuskan pedang. Kemudian sahabat itu kembali kepada Nabi dengan 
membawa berita yang sangat mengejutkan ini. Ia menduga bahawa Umar datang dengan 
maksud jahat. 
Rasulullah saw bangkit dan memerintahkan para sahabatnya 
agar membiarkan Umar. Rasulullah saw membukakan pintu Kemudian ia menyambut Umar 
bin Khatab dan bertanya kepadanya apa yang diinginkannya. Umar menjawab bahawa 
ia datang untuk mengucapkan dan bersaksi bahawa tiada Tuhan selain Allah dan 
Muhammad adalah utusan-Nya. 
Orang-orang Quraisy mulai merasa bahaya akan mereka temui 
setelah keislaman Umar dan Hamzah. Para tokoh-tokoh Mekah dan orang-orang yang 
dihormati telah masuk Islam. Sebelum Umar masuk Islam, kaum Muslim bertawaf di 
Ka'bah secara rahsia dan dengan malu-malu, namun ketika Umar masuk Islam ia 
menampakkan keislamannya dan ia menantang orang yang mencegahnya untuk bertawaf, 
bahkan banyak orang-orang memberikan jalan padanya saat tawaf. Mekah mengetahui 
bahawa ia menghadapi suatu dakwah yang akan dapat mengubah jazirah Arab. 
Rasa 
ketakutan mulai menghantui para pemuka Quraisy dan mereka menetapkan metode baru 
untuk menghadapi kaum Muslim. Mereka yang sebelumnya menggunakan metode 
penghinaan dan pengejekan kini mulai mencuba untuk memblokade kaum Muslim secara 
ekonomi dan kemanusiaan. Kaum musyrik mengadakan perkumpulan dan pertemuan untuk 
memboikot kaum Muslim. Mereka mengadakan pertemuan itu di Ka'bah, sebagai 
penghormatan kepadanya. Orang-orang musyrik menghormati Ka'bah meskipun mereka 
memenuhinya dengan berbagai macam patung yang mereka sembah dalam rangka 
mendekatkan mereka kepada Allah. Pasal kesepakatan itu menetapkan, hendaklah 
penduduk Mekah tidak menjual barang apapun kepada kaum Muslim dan hendaklah 
mereka tidak menikah dengan kaum Muslim. Dengan ketetapan yang kejam tersebut, 
mereka ingin menghancurkan kaum Muslim dan membunuh perekonomian mereka. 
Rasulullah saw dan orang-orang yang beriman kepadanya terpaksa berlindung di 
dusun Bani Hasyim. Mereka dilindungi oleh keturunan Bani Muthalib, baik mereka 
orang-orang kafir mahupun orang-orang beriman kecuali musuh Allah SWT, Abu Jahal 
di mana ia bersama orang-orang Quraisy menentang kaumnya. 
Kemudian 
Dimulailah blokade ekonomi terhadap kaum Muslim di mana tidak ada makanan dan 
minuman yang datang kepada mereka, sehingga penderitaan yang sulit kini dialami 
oleh sahabat-sahabat Nabi. Ketika kafilah perdagangan datang ke Mekah dan salah 
seorang dari sahabat Nabi menemui mereka di pasar untuk membeli makanan untuk 
keluarganya, maka Abu Lahab berdiri dan berkata kepada para penjual, wahai para 
pedagang, mahalkanlah dagangan kalian terhadap sahabat- sahabat Muhammad, 
sehingga mereka tidak mampu membelinya dan aku menjamin kerugian yang kalian 
alami, bahkan aku akan membeli apa saja yang ingin mereka beli dari kalian. 
Mendengar hal tersebut, para pedagang pun menjual barang 
dagangannya dengan harga yang tidak wajar, sehingga seorang Muslim kembali ke 
rumah keluarganya tanpa membawa sedikit pun makanan. Kemudian pedagang itu pergi 
ke Abu Lahab dan meminta kepadanya agar membeli barang yang ingin dibeli orang 
Muslim. Demikianlah peperangan tersebut terus terjadi sehingga kaum Muslim 
merasakan penderitaan yang sangat luar biasa di mana mereka dalam keadaan 
kelaparan dan kekurangan pakaian yang layak. Peperangan ekonomi ini terjadi 
selama tiga tahun penuh. Saking menderitanya para sahabat sampai-sampai Sa'ad 
bin Abi Waqas pernah keluar pada suatu hari untuk memenuhi hajatnya, lalu ia 
mendengar suara gemerencing di bawah air kencing. Tiba-tiba ia menemukan 
sepotong kulit unta yang kering lalu ia mengambilnya dan membasuhnya. Kemudian 
ia membakarnya dan mencucinya dengan air sampai bersih lalu ia menjadikannya 
makanan selama tiga hari. 
Selama 
tiga tahun tersebut wahyu tetap turun kepada Rasul saw dan seakan-akan ia 
melupakan bencana yang keras ini. Allah SWT ingin mendidik para pengikut 
agama-Nya agar mereka mampu memikul segala penderitaan. 
Meskipun 
kaum Muslim mendapatkan berbagai ujian selama tiga tahun tersebut, tetapi 
aktiviti dakwah Islam tidak pernah padam dan tidak pernah surut. Kaum Muslim 
bertemu orang-orang selain mereka pada musim haji lalu mereka berbicara kepada 
orang-orang tersebut tentang keberadaan Allah SWT dan mereka meminta kepada para 
penghujung itu untuk mencari rahmat Allah SWT dan ampunan-Nya. Keteguhan kaum 
Muslim dan keberanian mereka telah memikat banyak orang sehingga mereka masuk 
Islam. Bahkan orang-orang musyrik mulai bertanya kepada diri mereka dan 
mempertanyakan kebenaran apa tindakan mereka. Lalu kecemburuan kepada kebenaran 
mulai menyerang hati. 
Kemudian 
Selesailah peperangan ekonomi terhadap kaum Muslim di mana kaum musyrik melihat 
itu tidak berdampak terlalu besar bagi kaum Muslim. Meskipun kaum Muslim 
menerima penderitaan dan kerugian namun jumlah mereka tetap bertambah dan 
keimanan mereka semakin kuat serta kepercayaan kepada Allah SWT pun semakin 
meningkat. Lalu datanglah tahun kesedihan kepada Nabi. Belum lama Rasulullah saw 
merasakan dan menghirup udara segar setelah tiga tahun masa blokade dan beliau 
ingin memulai kehidupan barunya dan dakwahnya, sehingga beliau dikejutkan dengan 
kematian isteri tercintanya Ummul Mukminin Khadijah dan kematian bapa saudaranya 
yang tercinta Abu Thalib. 
Abu 
Thalib adalah seorang yang besar yang memiliki kewibawaan di tengah-tengah kaum 
Quraisy, sehingga usaha kaum Quraisy untuk menyakiti Nabi menjadi terbatas 
ketika mereka berhadapan dengan "tembok perlindungan" Abu Thalib kepada 
kemenakannya. Sedangkan Khadijah merupakan tempat perlindungan dan kedamaian 
bagi Nabi. Ia adalah hati yang sangat penyayang yang banyak menghibur Nabi saat 
beliau berdakwah. Khadijah adalah sebaik-baik teman dan sebaik-baik isteri. 
Begitu juga, bagi Khadijah Rasulullah saw adalah sebaik-baik teman, sebaik-baik 
suami, sebaik-baik pembantu, dan sebaik-baik sahabat. 
Rasulullah saw sangat sedih ketika kehilangan dua orang 
yang sangat berpengaruh dalam kehidupannya itu, bahkan para sejarawan menamakan 
tahun tersebut dengan tahun kesedihan. Sebaliknya, orang- orang musyrik justru 
bergembira dengan kesedihan Rasul saw itu. Mereka menganggap bahawa Rasul saw 
tidak lagi memiliki seorang tua yang mampu melindunginya dan tidak lagi memiliki 
seorang isteri yang dapat meringankan beban penderitaannya. 
Setelah 
kematian dua orang tersebut, penindasan dan penganiayaan kaum Quraisy kepada 
Nabi semakin meningkat dan orang-orang musyrik memilih waktu yang tepat untuk 
menyembelih binatang di Mekah lalu mereka membawa usus-usus atau jeroan dari 
unta dan mereka melemparkannya dan meletakkannya di atas punggung Nabi saat 
beliau sujud. Kemudian berita memilukan itu sampai kepada puteri tercintanya, 
Fatimah az-Zahrah, sehingga ia segera datang dan berusaha membela ayahnya dan 
membersihkan kotoran yang ada di pundak ayahnya itu. Demikianlah kemuliaan Siti 
Fatimah az-Zahra yang senantiasa melindungi ayahnya. 
Betapa 
sedihnya Nabi saw ketika beliau melihat bahawa keadaan beliau sampai pada batas 
di mana anak perempuan beliau pun turut membelanya. Namun beliau tetap bersabar 
dalam berdakwah di jalan Allah SWT. Pada suatu hari beliau berfikir untuk pergi 
ke Tha'if di mana di sana dihuni oleh kaum Tha'if. Barangkali beliau berkata 
dalam dirinya: jika di sini aku mendapati hati-hati yang telah membeku dan telah 
berhubungan mesra dengan kebatilan lalu mengapa aku tidak pergi ke Tsaqif. 
Barangkali Allah SWT akan membukakan pintu dakwah di sana. Mungkin di sana masih 
terdapat hati yang akan terbuka guna menerima kebenaran. 
Saat itu 
kaum musyrik memperlakukan blokade umum atas dakwah yang dipimpin oleh 
Rasulullah saw sehingga tekanan kepada beliau semakin meningkat sampai pada 
batas di mana pergerakan dakwah tidak dapat bergerak satu langkah pun. Keadaan 
demikian ini sangat menggelisahkan Nabi. Beliau ingin untuk melepaskan belenggu 
yang mengikatnya. Lalu beliau memutuskan untuk pergi ke Tha'if. Jarak antara 
Mekah dan Tha'if lebih dari tujuh puluh kilo meter. Nabi menempuh perjalanan itu 
dengan jalan kaki, pergi dan pulang. 
Kita 
tidak mengetahui pemikiran-pemikiran apa yang terlintas dalam benak Rasulullah 
saw saat beliau pergi dan menemui kabilah yang kafir kepada Allah SWT ini. Yang 
kita ketahui adalah bahawa beliau pergi ke sana dengan membawa rahmat dunia dan 
akhirat. Tetapi mereka justru membalas sikap baik Rasulullah saw itu dengan 
tindakan Jahiliah. Mereka bersikap buruk kepada beliau dan mendustakannya. 
Rasulullah saw tinggal di sana selama sepuluh hari. Beliau 
mundar-mandir dari satu rumah ke 
rumah yang lain dan dari pasar ke pasar yang lain dan dari satu jalan ke jalan 
yang lain. Tak seorang pun yang mendengar kedatangan beliau di sana; tak seorang 
pun yang mahu mendengar dakwah beliau dan tak seorang pun yang mahu beriman 
kepada ajakannya. Bahkan masyarakat di situ semakin menjadi-jadi dalam menyerang 
Rasulullah saw dan mengejeknya. 
Pada 
hari yang terakhir yang mana beliau telah menetapkan untuk kembali ke Mekah. 
Rasulullah saw berdiri di Tha'if dan mengharap kepada masyarakat di sana agar 
merahsiakan kunjungannya kepada mereka sehingga pencelaan yang beliau terima di 
Mekah terhadap agama yang dibawanya tidak semakin menjadi-jadi. Tetapi penduduk 
Tha'if menolak permohonan yang terakhir ini. Mereka tidak cukup melakukan hal 
itu tetapi mereka melakukan perbuatan terburuk yang dilakukan manusia terhadap 
sesama manusia. Mereka menahan keluarga orang-orang yang bodoh dan orang-orang 
biasa untuk membentuk dua barisan dan memerintahkan mereka untuk melempari 
Rasulullah saw dengan batu dan mengejeknya. Nabi keluar dari Tha'if dan beliau 
mendapatkan lemparan bertubi-tubi dari keluarga Tha'if bahkan beliau merasakan 
kepedihan saat kakinya terkena lemparan batu itu sehingga darah suci mengucur 
dari kaki beliau. 
Kemudian 
Rasulullah saw diusir sehingga beliau sampai di suatu kebun yang dimiliki oleh 
dua orang dari orang-orang kaya Tha'if. Di sana beliau duduk di bawah naungan 
pohon anggur. Dua orang pemilik kebun itu merasa kasihan melihat keadaan orang 
yang terusir dan terluka itu. Mereka membawa kepadanya setangkai anggur dengan 
seorang pembantu. Pembantu mereka adalah seorang Nasrani yang bernama Adas. Si 
pembantu meletakkan setangkai anggur itu depan Rasul saw lalu beliau 
menghulurkan tangannya kepadanya sambil berkata: "Bismillahirahmanirrahim 
(Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang). Adas berkata kepada 
Nabi, perkataan ini tidak begitu dikenal oleh penduduk negeri ini. Nabi berkata: 
"Anda 
dari daerah mana?" Adas menjawab: "Aku adalah seorang Nasrani dari Nainawa." 
Nabi berkata: "Apakah engkau dari desa lelaki soleh Yunus bin Mata?" "Bagaimana 
engkau tahu tentang Yunus?, sambung lelaki itu. Nabi berkata: "Itu adalah 
saudaraku. Ia adalah seorang Nabi aku pun seorang Nabi." 
Mendengar jawapan Rasul saw, Adas segera merobohkan 
tubuhnya di depan kedua kaki Rasul saw lalu ia menciuminya sambil menangis. 
Akhirnya, pembantu Nasrani itu masuk Islam sehingga ia menambah barisan kaum 
Muslim. Ia adalah seorang yang menjadi Muslim ketika Rasulullah saw berhijrah ke 
Tha'if. Inilah harga yang harus dibayar Rasulullah saw selama dua minggu saat 
beliau berada di Tha'if, dan kemudian beliau terkena cubaan dengan mengucurnya 
darah dari kaki beliau akibat lemparan batu penghuni Tha'if. 
Kemudian 
Rasulullah saw kembali ke Mekah beliau kembali dalam keadaan ditolak oleh 
penduduk Tha'if dan kini beliau kembali menerima penolakan itu di Mekah. 
Meskipun demikian, beliau merasakan kesedihan yang mendalam melihat sikap 
kaumnya. Namun ketika kebencian semakin deras mengalir kepada beliau, hati 
beliau justru semakin bersemangat dan semakin dipenuhi dengan rahmat kemudian 
datanglah kepada Nabi masa di mana tampak di dalamnya Islam asing, dan tampak di 
dalamnya Nabi seorang diri, tanpa penolong. 
Pada 
saat demikian ini ketika manusia mulai meninggalkan Rasulullah saw lalu langit 
turut campur dan terjadilah peristiwa besar dan mukjizat terbesar pada diri 
Nabi, yaitu Isra' dan Mi'raj. Ia adalah mukjizat yang tidak berhubungan dengan 
dakwah Islam; ia tidak datang untuk memperkuat dakwah ini atau menetapkannya 
tetapi ia datang semata- mata untuk memperkuat keteguhan Nabi dan sebagai 
penghormatan kepadanya. Seakan-akan Allah SWT ingin berkata kepada Nabi, jika 
saja penduduk bumi tidak memujimu, maka penduduk langit mengenal kedudukanmu dan 
memberikan pujian yang layak kepadamu dan jika manusia menolak dakwahmu dan 
menolak keberadaanmu, maka sesungguhnya Allah SWT memilihmu dan memuliakanmu. 
Untuk 
melihat tanda-tanda kebesaran-Nya, munculnya mukjizat Isra' dan Mi'raj dalam 
sejarah para nabi sebagai mukjizat satu-satunya yang tiada tandingannya 
dibandingkan dengan kisah nabi yang lain. Kita mengetahui bahawa di deretan para 
nabi ada nabi-nabi yang dinamakan oleh Allah SWT sebagai para kekasih-Nya dan 
sebagai para pendamping-Nya, seperti Nabi Ibrahim. Kita juga melihat bahawa di 
antara para nabi ada seseorang yang diajak bicara oleh Allah SWT tanpa 
perantara, seperti Nabi Musa. Kita juga melihat di antara para nabi ada yang 
didukung oleh Allah SWT dengan Ruhul kudus, seperti Nabi Isa. Tetapi untuk 
pertama kalinya kita berada di hadapan seorang nabi yang diajak dan dipanggil 
oleh Allah SWT untuk menuju ke sisi-Nya. 
Beliau 
naik bersama Jibril dengan jasadnya dan rohaninya sehingga Jibril berdiri di 
suatu tempat dan Nabi maju sendirian. Itu adalah tingkat dari tingkat kehormatan 
di mana pena terasa keluh untuk mengungkapkannya dan sejarawan tidak dapat 
menulis apa yang terjadi saat itu. Kita telah melihat dalam kisah para nabi 
seorang nabi yang meminta kepada Tuhannya agar memperlihatkan kepadanya 
bagaimana Dia menghidupkan orang-orang yang mati. Allah SWT bertanya kepadanya, 
apakah ia belum beriman akan hal itu? Ibrahim menjawab: bahawa ia beriman tetapi 
ia ingin menenangkan hatinya. 
Kita 
juga melihat dalam kisah para nabi seorang nabi yang cintanya kepada Allah SWT 
memancar dalam kalbunya sehingga ia meminta: "Ya 
Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada 
Engkau". (QS. al-A'raf: 143) 
Namun 
Allah SWT menjawab kepada Musa tentang kemustahilan melihat Allah SWT atas 
manusia. Nabi Musa memahami bahawa makhluk manapun tidak akan mampu menahan 
beban penampakan dari Zat sang Pencipta. 
Adapun 
Muhammad bin Abdillah ia tidak bertanya kepada Tuhannya dan meminta kepadanya 
untuk diberi mukjizat atau kejadian yang luar biasa; ia tidak meminta kepada 
Tuhannya agar dapat melihat Zat-Nya dan ia tidak berusaha mencari ketenangan 
dalam hatinya. Cintanya kepada Allah SWT termasuk bentuk cinta yang sulit untuk 
difahami atau diselami kedalamannya oleh para tokoh pencinta dan cintanya 
tersebut bukan termasuk bentuk yang menimbulkan berbagai pertanyaan. Cinta 
beliau melampaui tingkat permintaan menuju ke tingkat penyerahan dan kepuasan 
atau ridha. Segala sesuatu yang menggelisahkan Nabi adalah ridha Allah SWT. 
Rasulullah saw berkata saat beliau dalam keadaan ditolak 
dan diusir dan terluka akibat perbuatan kaum Tha'if: "Jika Engkau tidak murka 
kepadaku, maka aku tidak peduli dengan mereka." 
Lihatlah 
tingkat cinta yang tinggi itu: bagaimana tingkat tersebut menyebabkan beliau 
merasa rendah diri sehingga beliau berkata, "jika Engkau tidak murka kepadaku 
..." Seakan-akan beliau tidak menginginkan selain ridha Allah SWT dan yang 
beliau khuatirkan adalah kemarahan Allah SWT. 
Sungguh 
adab yang diterapkan Rasulullah saw kepada Tuhannya adalah adab yang paling 
layak dan paling tinggi yang sesuai dengan kedudukan beliau sebagai orang Muslim 
yang paling sempurna. 
Demikianlah mukjizat Isra' dan Mi'raj. Mukjizat yang 
tujuannya adalah menghormati keperibadian Rasulullah saw; mukjizat yang 
membangkitkan peranan akal dan hati secara bersama. Para nabi tanpa terkecuali 
didukung oleh berbagai macam mukjizat yang terjadi di muka bumi bahkan para nabi 
yang diangkat ke langit seperti Nabi Idris dan Nabi Isa, maka pengangkatan 
mereka sebagai bentuk menyelamatkan mereka dari usaha pembunuhan atau 
penyaliban. Mukjizat mereka saat mereka diangkat ke langit adalah bentuk akhir 
dari aktiviti mereka di muka bumi. 
Ini 
adalah kali pertama ketika kita mendapati suatu mukjizat yang tempat utamanya di 
langit; suatu mukjizat yang terwujud bersama seorang Nabi yang diangkat ke 
langit dengan jasadnya dan rohaninya saat beliau masih hidup. Di sana Allah SWT 
memperlihatkan kepadanya tanda- tanda kekuasaan-Nya. Kemudian beliau kembali ke 
bumi di mana beliau akan mendapatkan berbagai macam tantangan dan cubaan yang 
biasa diterima oleh penduduk bumi. Muhammad bin Abdillah adalah manusia yang 
pertama melewati planet bumi dan beliau menembus bulan dan matahari dan 
bintang-bintang. Kita menyaksikan di zaman kita manusia pertama atau astronaut 
pertama yang mampu menembus ruang angkasa. Ruang angkasa itu baru dapat 
ditembusi oleh manusia setelah empat belas abad dari turunnya risalah Muhammad 
saw, namun sejak empat belas abad yang lalu Nabi Islam telah dapat menembus 
ruang angkasa itu, bahkan beliau mencapai Sidratul Muntaha dan puncak 
al-Muntaha. 
Beliau 
sampai pada batas yang di situlah alam makhluk diakhiri dan beliau menembus alam 
ghaib. Bukankah syurga bahagian dari alam ghaib? Beliau sampai di syurga. Allah 
SWT menamakannya dengan Jannatul Ma'wah. Beliau sampai pada batas terputusnya 
ilmu manusia dan tiada yang mengetahui hakikat ilmu tersebut kecuali Allah SWT. 
Mukjizat Isra' bukanlah mukjizat Mi'raj, meskipun kedua-duanya terjadi di satu 
malam. Peristiwa Isra' dan Mi'raj dikutip oleh dua surah yang berbeza dalam Al- 
Qur'an al-Karim. Allah SWT berfirman tentang mukjizat Isra': 
"Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada 
suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkali 
sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebahagian dari tanda-tanda 
(kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." 
(QS. al-Isra': 1) 
Sedangkan berkaitan dengan mukjizat Mi'raj, Allah SWT 
berfirman: 
"Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam 
rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratul Muntaha. Di 
dekatnya ada syurga tempat tinggal. (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratul 
Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak 
berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya 
dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling 
besar." (QS. an-Najm: 13-18) 
Pada 
malam Isra' dan Mi'raj, Nabi Muhammad berkeliling di sekitar Ka'bah dan berdoa 
kepada Allah SWT. Beliau dalam keadaan pucat wajahnya dan kedua air matanya 
mengucur; beliau tidak bertawaf bersama seseorang pun; beliau tawaf sendirian 
lalu orang-orang kafir dan orang-orang musyrik memandang beliau dengan pandangan 
kebencian saat beliau bertawaf dan berdoa. Allah SWT melihat hamba-Nya yang 
khusyuk itu lalu Allah SWT menurunkan perintah-Nya kepada Ruhul Amin yaitu 
malaikat Jibril agar menemani hamba-Nya dari Masjidil Haram menuju Masjidil 
Aqsha Kemudian membawanya naik ke langit agar dia dapat melihat tanda-tanda 
kebesaran Tuhannya. 
Di suatu 
rumah yang mulia dan sederhana dari rumah-rumah yang ada di Mekah, Nabi saw 
sedang tidur dan datanglah waktu pertengahan malam. Jibril turun dan memasuki 
rumah sang Rasul saw. Jibril as berdiri di sisi kepala sang Nabi dan ia melihat 
kepadanya dengan pandangan cinta. Pandangan Jibril itu membangunkan Rasul saw 
kemudian beliau membuka kedua matanya dan bangkit dari tempat tidurnya. 
Jibril 
berkata kepada Nabi saw, salam kepadamu wahai Nabi yang mulia. Allah SWT ingin 
agar engkau melihat sebahagian tanda-tanda kebesaran- Nya di alam. Kemudian 
Jibril berjalan bersama Nabi saw. Mereka keluar dari rumah dan beliau 
menyaksikan Buraq yaitu makhluk yang menyerupai burung dan mempunyai sayap 
seperti burung garuda; makhluk yang terbuat dari kilat. kerana itu, ia dinamakan 
dengan Buraq. Kilat adalah listrik dan listrik adalah cahaya. Cahaya adalah 
makhluk yang tercepat yang kita kenal di bumi. Kilauan cahaya pada satu detik 
saja mencapai 186 ribu mil. Kita 
tidak akan terlibat terlalu jauh tentang kenderaan luar angkasa yang digunakan 
dalam perjalanan itu; kita tidak akan bertanya bagaimana Nabi saw menembus alam 
ruang angkasa tanpa ada latihan sebelumnya dan berapa lama waktu yang beliau 
gunakan untuk pulang pergi; kami juga tidak akan bertanya tentang kecepatan 
Buraq; kami tidak hairan dengan usaha penembusan luar angkasa ini; kita tidak 
akan bertanya tentang semua itu kerana 
kita mempunyai satu jawapan dari 
semuanya: Allah SWT berkehendak agar hal itu terjadi dan untuk itu Allah SWT 
mengatakan kun jadilah, maka jadilah. 
Para 
ulama berselisih pendapat tentang apakah Isra' dan Mi'raj terjadi dengan roh 
saja atau dengan rohani dan jasad sekaligus. Ahli hakikat mengatakan bahawa itu 
terjadi dengan roh dan jasad. Tentu perselisihan itu berakibat pada perselisihan 
akal dan terjerumus dalam perangkap kaifa (bagaimana) dan bertanya tentang 
kekuasaan Allah SWT dan usaha untuk menundukkan masalah ini terhadap sebab-sebab 
yang biasa atau hukum-hukum kita yang alami atau logik kemanusiaan. Allah Maha 
Suci dan Maha Tinggi dari semua itu. Apakah seseorang akan bertanya, bagaimana 
Rasulullah saw naik berserta roh dan fiziknya ke puncak segala puncak di langit 
kemudian beliau kembali sebelum tempat tidurnya dingin? Mukjizat apa yang 
terjadi di sini yang melebihi mukjizat berubahnya air mani menjadi manusia dan 
berubahnya benih menjadi pohon atau mukjizat air yang menghidupkan tanah, atau 
ia mampu memuaskan kehausan si dahaga atau mukjizat cinta yang mengikat dua hati 
yang belum pernah mengenal? 
Sementara itu, Buraq menundukkan badannya kepada Nabi saw 
kemudian Nabi saw menungganginya bersama Jibril dan Buraq pergi bagaikan anak 
panah dari cahaya di atas gunung Mekah dan pasir-pasir menuju ke utara. Jibril 
mengisyaratkan agar menuju arah gunung Saina' lalu Buraq itu berhenti. Jibril 
berkata di tempat yang diberkati ini, Allah SWT berdialog dengan Musa as. 
Kemudian Buraq kembali pergi ke Baitul Maqdis, Nabi saw turun dari pesawat ini 
yang berjalan lebih cepat dari cahaya dan jutaan kali lebih cepat darinya dan ia 
tidak berubah dari cahaya. 
Nabi 
berjalan bersama Jibril dan memasuki Baitul Maqdis. Beliau memasuki masjid dan 
beliau mendapati semua nabi sedang menunggunya di sana. Allah SWT membangkitkan 
gambar para nabi-Nya dari kematian dan mengumpulkan mereka di Masjid Aqsha. Para 
malaikat memberinya suatu bejana yang di dalamnya terdapat susu dan bejana yang 
lain yang di dalamnya terdapat khamer. Lalu beliau memilih susu dan meminumnya. 
Dikatakan pada beliau, sesungguhnya engkau telah memilih fitrah dan umatmu akan 
memilih fitrah. 
Para 
nabi mengitari Rasul saw dan datanglah waktu solat. Para nabi bertanya di antara 
sesama mereka, siapa di antara mereka yang menjadi imam solat, apakah itu Adam, 
Nuh, Ibrahim, Musa atau Isa? Jibril berkata kepada Muhammad saw, sesungguhnya 
Allah SWT memerintahkanmu untuk solat bersama para nabi. Rasulullah saw berdiri 
dan solat bersama para nabi. Mereka semua adalah orang-orang Muslim dan beliau 
adalah orang-orang Muslim yang pertama. Secara logik bahawa beliau layak menjadi 
imam dari para nabi sebagaimana kitabnya dijadikan kitab yang terbaik daripada 
kitab-kitab yang mendahuluinya. Beliau membacakan Al-Qur'an kepada mereka dan 
beliau menangis saat membacanya. Kekhusyukan beliau saat membacanya membuat para 
nabi pun menangis. Dan ketika para nabi sujud di belakang imam mereka, 
pohon-pohon dan bintang-bintang pun turut bersujud. 
Selesailah waktu solat dan para nabi membubarkan diri. 
Setiap nabi kembali ke langit yang mereka tinggal di dalamnya. Nabi keluar dari 
masjid bersama Jibril dan mereka kembali menunggang Buraq seperti panah dari 
cahaya. Buraq semakin meninggi dan ia melewati langit pertama lalu beliau 
menyaksikan Nabi Adam. Kemudian ada panggilan dari Allah SWT: "Hendaklah 
hamba-Ku semakin meninggi dan menjauh." Kemudian hamba Allah SWT Muhammad bin 
Abdillah semakin terbang menjauh ia melampaui langit demi langit. Beliau 
melampaui tempat materi dan mulai menjangkau tempat rohani dan melewatinya. 
Beliau bersiap berdiri di haribaan Ilahi; beliau semakin tinggi dan jauh di 
tingkat dan di puncak rohani dalam kecepatan yang tidak kurang dari kecepatan 
kilat. 
Beliau 
melampaui kedudukan Nabi Adam di langit pertama dan melampaui kedudukan Nabi 
Yahya dan Nabi Isa di langit kedua. Lalu Tuhan pemilik kemuliaan memanggil, 
"hendaklah hamba-Ku lebih tinggi lagi." Kemudian hamba Allah SWT dan Nabi-Nya 
yang mulia mencapai tingkat yang lebih tinggi lagi. Beliau melampaui langit yang 
ketiga, keempat, kelima, keenam, dan ke tujuh. Beliau melampaui alam materi 
semuanya dan melampaui alam rohani. Akhirnya, beliau sampai ke Sidratul Muntaha. 
Beliau sampai di tempat yang suci yang Allah SWT menamakannya dengan sebutan 
Sidratul Muntaha dan di sana Nabi melihat dan menyaksikan Jannatul Ma'wa. Beliau 
menyaksikan yang kita tidak mampu mengetahuinya dan memahaminya bahkan 
membayangkannya: 
"(Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratul Muntaha diliputi 
oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari 
yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya." (QS. an-Najm: 16-17) 
Sungguh 
terjadilah pada tempat itu apa yang terjadi dengannya. Dengan kebesaran yang 
misteri ini, Allah SWT memberitahu kita bahawa terjadilah hal penting di sana 
meskipun hakikat hal tersebut tersembunyi dari kita. Sesuatu yang Allah SWT 
sembunyikan dari kita tersebut disaksikan oleh Rasul saw. Itu adalah mukjizat 
yang khusus baginya; itu adalah tingkat cinta yang tidak tersingkap tabirnya 
kerana ketinggiannya yang tidak mampu ditangkap oleh pengetahuan manusia biasa. 
Kemudian 
Tuhan pemilik syurga dan neraka memanggil, "hendaklah hamba-Ku lebih tinggi 
lagi." Hamba Allah SWT Muhammad bin Abdillah menaik ke tempat yang tinggi. Kali 
ini beliau melihat Jibril yang berada di belakangnya lalu beliau mendapatinya 
dalam keadaan bertasbih kepada Allah SWT. Jibril tidak berada dalam wujud 
manusia seperti yang Nabi saksikan ketika berada di dunia. Jibril as kembali ke 
dalam wujud malaikatnya. Nabi melihat Jibril dan ia merupakan tanda 
kebesaran Allah SWT yang Allah SWT 
janjikan untuk di perlihatkan kepadanya: 
Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang 
dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya." (QS. an-Najm: 17) 
Pemandangan itu terjadi dengan hati dan mata serta panca 
indera yang dikenal dan yang tidak dikenal. Pemandangan itu benar-benar jelas. 
Di sana bukan mimpi, bukan khayalan, dan bukan gambaran. Rasul saw melihat semua 
itu dengan jasadnya dan rohaninya: 
"Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang 
dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya." (QS. an-Najm: 17) 
Kemudian 
Rasulullah saw menuju ke tempat yang tinggi dan lebih tinggi lagi. Beliau 
semakin naik ke tingkat yang makin tinggi sampai beliau berdiri di hadapan Tuhan 
Pencipta langit dan bumi dan Penebar kasih sayang di dunia dan di akhirat. Orang 
Muslim yang paling sempurna itu bersujud di hadapan Tuhan Sang Pencipta sambil 
berkata: "Sungguh penghormatan dan keberkatan serta selawat yang baik tertuju 
hanya kepada Allah SWT." Allah SWT membalasnya: "Salam kepadamu wahai Nabi dan 
rahmat Allah SWT serta berkat-Nya juga tercurah kepadamu." Para malaikat pun 
ketika mendengar ucapan itu bertasbih dan mengatakan: "Salam kepada kita dan 
kepada hamba-hamba Allah SWT yang soleh." 
Ungkapan-ungkapan tersebut merupakan permulaan tahiyat 
(penghormatan) yang diucapkan orang-orang Muslim saat mereka melaksanakan solat 
pada setiap hari. Solat telah diwajibkan atas kaum Muslim pada kesempatan yang 
besar ini. Hal popular di kalangan umumnya kaum Muslim adalah, bahawa Allah SWT 
mewajibkan atas Nabi mula-mula lima puluh solat sehari. Kemudian Nabi turun dari 
langit lalu beliau menemui Nabi Musa. Selanjutnya Nabi Musa bertanya kepadanya 
tentang jumlah solat yang diwajibkan Allah SWT kepada umatnya. Nabi menceritakan 
bahawa Allah SWT telah menentukan lima puluh kali solat. Nabi Musa berkata 
sungguh umatmu tidak akan kuat untuk melakukan solat itu, maka kembalilah kepada 
Tuhanmu dan mohonlah kepadanya agar Dia meringankan bagi umatmu. Lalu Nabi 
kembali kepada Tuhan-Nya sehingga Allah SWT meringankan solat hingga sepuluh 
kali. Setelah itu, Nabi kembali bertemu dengan Nabi Musa. Lagi-lagi Nabi Musa 
memperingatkannya. Kemudian Nabi kembali lagi kepada Allah SWT sehingga sampai 
diturunkan solat dari lima puluh kali menjadi lima kali sehari. Namun solat yang 
lima kali itu pahalanya sama dengan solat yang lima puluh kali. 
Menurut 
hemat kami, kisah tersebut tidak memiliki sandaran dalam kitab-kitab ulama yang 
benar-benar teliti. Kami kira, kisah itu tersebut merupakan rekayasa orang-orang 
Yahudi di mana mereka masuk Islam dan mereka memenuhi kitab-kitab dengan 
dongeng-dongeng khurafat dan mereka menisbatkannya kepada Rasul. Prasangka 
tersebut didukung oleh pemilihan Musa sebagai seorang Nabi yang mengusulkan 
kepada Rasul saw agar meminta keringanan atas umatnya sehingga terkesan Nabi 
Musa menjadi seseorang yang lebih mengetahui sesuatu yang tidak diketahui oleh 
Nabi Muhammad. Kami sendiri cenderung untuk menolak kisah tersebut dengan 
keyakinan bahawa pertemuan Nabi dengan Allah SWT menimbulkan rasa kebesaran dan 
kewibawaan yang luar biasa sehingga ketika Nabi telah pergi, maka sangat berat 
baginya untuk kembali lagi. 
Nabi 
menyaksikan dan melihat hal-hal yang tidak mampu diungkap oleh lisan dan tidak 
mampu ditulis dengan pena. Beliau berada di suatu keadaan yang tidak dapat 
difahami oleh manusia biasa. Al-Qur'an al- Karim sengaja tidak menyebutkan apa 
saja yang di lihat oleh Nabi kerana itu merupakan rahsia antara Nabi dan 
Tuhannya dan mukjizat yang khusus yang diperuntukkan baginya sebagai bentuk 
penghormatan kepadanya. Jadi Al-Qur'an sengaja tidak menyebutkan itu semua untuk 
menegaskan bahawa beliau melihat tanda dari tanda-tanda kebesaran Tuhannya. 
Kami 
tidak mengetahui apa yang di lihat oleh Nabi. Hal yang dapat kami bayangkan 
adalah, bahawa Nabi bersujud dengan khusyuk di hadapan Tuhannya dan beliau 
menangis kerana gembira. Kesedihan hatinya telah hilang selamanya. Setelah Nabi 
melihat rahsia dan setelah penghormatan yang besar ini, beliau kembali menemani 
Buraq dan pergi bersama Jibril untuk kembali ke bumi. Beliau kembali dan 
mendapati tempat tidurnya masih dingin. Bagaimana beliau pergi dan kembali 
sementara tempat tidurnya belum dingin? Berapa lama waktu yang diperlukannya 
saat melakukan perjalanan tersebut? Hanya Allah SWT semata yang mengetahui. Yang 
kita ketahui adalah, bahawa Rasulullah saw kembali ke tempat tidurnya setelah 
Isra' dan Mi'raj dan hatinya dipenuhi dengan kegembiraan serta dadanya dipenuhi 
dengan ketenangan dan kepuasan serta kefanaan dalam cinta kepada Allah SWT. 
Kemudian 
datanglah waktu pagi. Nabi menceritakan perjalanan dan pengalaman tersebut 
kepada sahabat-sahabatnya dan orang-orang Musyrik sehingga berimanlah 
orang-orang yang beriman padanya dan mendustakan kepadanya orang-orang yang 
mendustakannya. Namun beliau tidak peduli dengan semua itu. Nabi terus 
melangsungkan perjuangannya dengan penuh kesabaran. 
Akhirnya, datanglah suatu masa di mana Nabi saw mengetahui 
bahawa dakwah Islam di Mekah telah mengalami penekanan yang luar biasa sehingga 
keadaan sangat tidak mendukung bagi kaum Muslim. Rasulullah saw bergerak dengan 
dakwahnya. Lalu Allah SWT mewahyukan kepadanya agar ia berhijrah. Kemudian 
mulalah Nabi berhijrah di jalan Allah SWT setelah tiga belas tahun beliau di 
Mekah. Islam ingin membangun negaranya dan ingin menghilangkan pengepungan dan 
serangan kaum musyrik. Mula-mula terjadilah perubahan sedikit dalam keadaan kaum 
Muslim. 
Rasulullah saw keluar dalam musim haji untuk menunjukkan 
dirinya pada kabilah-kabilah Arab sebagaimana yang beliau lakukan pada setiap 
musim. Beliau berada di tempat yang bernama 'Aqabah, lalu beliau bertemu dengan 
jemaah dari Khazraj. Rasulullah saw berkata kepada mereka, "siapa kalian?" 
Mereka menjawab: "Kami berasal dari kelompok Khazraj." Beliau berkata. "apakah 
kalian termasuk pembantu kaum Yahudi?" Mereka menjawab, "benar." Beliau berkata, 
"maukah kalian duduk bersama aku kerana aku ingin sedikit berbicara dengan 
kalian." Mereka menjawab: "Boleh." Kemudian mereka duduk bersama Nabi lalu 
beliau mengajak mereka untuk mengikuti agama Allah SWT. 
Rasulullah saw sedikit menceritakan Islam kepada mereka dan 
membacakan Al-Qur'an. Enam orang mendengarkan apa yang disampaikan oleh Nabi 
saw. Setelah beliau selesai dari pembicaraannya, mereka membenarkannya dan 
beriman kepadanya. Kemudian mereka menceritakan kepada Nabi saw bahawa mereka 
meninggalkan kaumnya kerana kaum mereka terlibat peperangan dan kebencian. 
Mudah- mudahan Allah SWT mengumpulkan mereka dengan kedatangan Nabi saw yang 
mulia ini. Mereka memberitahu Nabi saw bahawa mereka akan menceritakan kepada 
kaumnya apa yang mereka dengar dari Nabi saw dan akan mengajak mereka untuk 
memenuhi dakwah Nabi. 
Keenam 
lelaki itu kembali ke kota Madinah yang berubah namanya menjadi Madinah 
Munawarah yang sebelumnya ia bernama Yatsrib di zaman jahiliah. Allah SWT 
berkehendak untuk meneranginya dengan Islam. Para lelaki itu kembali ke Madinah 
dan mereka membawa Islam di hati mereka sehingga banyak orang yang masuk Islam. 
Kemudian 
datanglah musim haji dan keluarlah dari Madinah dua belas orang lelaki dari 
orang-orang yang beriman yang di antara mereka terdapat enam orang yang 
Rasulullah saw telah berdakwah kepada mereka pada musim yang dulu dan Nabi saw 
menemui mereka di 'Aqabah. Kemudian Nabi melakukan solat pada mereka agar mereka 
mempertahankan keimanan dan membela dakwah kebenaran serta kemanusiaan. 
Kaum 
lelaki itu kembali ke Madinah disertai salah seorang yang terpercaya dari tokoh 
Islam yaitu Mus'ab bin Umair di mana ia menjadi utusan Rasulullah saw di Madinah 
dan ia mengajari manusia tentang agama mereka dan membacakan kepada mereka 
Al-Qur'an dan menyerukan kebenaran kepada manusia sehingga tersebarlah Islam di 
Madinah. Penduduk Madinah mulai bertanya-tanya, mengapa saudara- saudara kita 
kaum Muslim Mekah ditindas? Mengapa Rasul saw keluar untuk berdakwah dan 
menebarkan rahmat tetapi beliau justru mendapatkan angin kebencian? Sampai kapan 
kita akan membiarkan Rasulullah saw teraniaya dan terusir di Mekah? 
Demikianlah, pergilah tujuh puluh orang ke Mekah, tujuh 
puluh orang dari penduduk Madinah Munawarah. Mereka pergi ke 'Aqabah dalam 
keadaan sendirian dan berkelompok-kelompok. Islam telah menghasilkan buah 
pertamanya dalam hati mereka sehingga hati mereka dipenuhi cinta kepada Allah 
SWT dan Rasul-Nya serta kaum Muslim. Penderitaan yang dialami kaum Muslim 
mempengaruhi jiwa mereka dan mencegah mereka dari mendapatkan kenikmatan tidur 
dan nikmatnya memakan dan nikmatnya kehidupan. Orang-orang yang baik itu datang 
dan berniat kepada Rasul saw untuk membela beliau menolongnya dan melindunginya 
serta siap untuk mati di jalannya. Mereka datang setelah hati mereka diliputi 
oleh Islam dan mereka memberikan segala sesuatu untuk dakwah yang baru; mereka 
datang sebagai pencinta-pencinta kebenaran. 
Kitab-kitab hadis yang suci meriwayatkan apa yang terjadi 
pada baiat 'Aqabah al-Kubra. Dalam kitab tersebut dikatakan bahawa Abbas Ibnu 
Abdul Muthalib datang bersama Nabi dan saat itu ia masih berada dalam agama 
kaumnya. Ia ingin menyelesaikan urusan anak pamannya. Ketika ia duduk dan 
berbicara, ia mengatakan suatu pernyataan yang mengisyaratkan bahawa Muhammad 
saw mendapatkan kemuliaan dari kaumnya dan kekuatan di negerinya tetapi ia 
enggan dan memilih untuk bergabung bersama kalian wahai penduduk Madinah. Jika 
kalian memenuhi janjinya dan melindunginya, maka ambillah ia, namun jika kalian 
khawatir jika suatu saat nanti akan mengkhianatinya, maka mulai dari sekarang 
biarkanlah ia di negerinya. 
Kata-kata Abbas tersebut berasal dari fanatisme kesukuan 
dan ikatan darah keluarga namun penduduk Madinah tidak begitu peduli dengan 
kalimat Abbas itu kerana ia bukan termasuk dari agama mereka dan ia tidak 
mengetahui tingkat cinta kepada Rasul saw yang mereka capai. Abbas bin Abdul 
Muthalib menunggu jawapan dari penduduk Madinah. Lalu mereka berkata kepadanya, 
"Kami telah mendengar apa yang engkau katakan, maka berbicaralah ya Rasulullah, 
ambillah untuk dirimu dan Tuhanmu apa saja yang engkau sukai." 
Kita 
ingin mengamati jawapan sekelompok orang yang mukmin dari penduduk Madinah ini 
sehingga Rasulullah saw berbicara. Jawapan yang dicari oleh Abbas bin Abu 
Muthalib tersembunyi dalam pernyataan Nabi. Demikianlah setelah Rasulullah saw 
mengucapkan kalimatnya, maka tidak keluar penyataan apa pun. Cukup hanya Nabi 
yang berbicara dan mereka hanya menaatinya. Mereka meminta kepada beliau agar 
mengambil pada dirinya dan Tuhannya apa saja yang beliau sukai; mereka merasa 
tidak memiliki apa-apa dan tidak memiliki keputusan. Nabi berbicara lalu beliau 
membaca Al-Qur'an dan mengajak ke jalan Allah SWT. Kemudian beliau berbicara 
tentang Islam dan beliau membaiat mereka agar membantu beliau sehingga mereka 
pun membaiat kepadanya. Demikianlah terjadinya baiat 'Aqabah al-Kubra. 
Orang-orang yang terpilih oleh Allah SWT itu mengetahui 
bahawa sebentar lagi mereka akan diajak untuk mengangkat senjata: mereka diajak 
untuk mendapatkan kematian di bawah naungan pedang. Mereka menenangkan 
Rasulullah saw bahawa beliau akan mendapati orang-orang yang sudah terlatih 
dalam peperangan kerana mereka mewarisi dari datuk-datuk mereka. 
Salah 
seorang dari tujuh puluh orang itu menyebutkan masalah yang penting. Abul 
Haitsyam berkata: "sesungguhnya di antara orang-orang Madinah dan Yahudi 
terdapat suatu tali ikatan, maka mereka boleh jadi akan memutuskannya lalu, 
apakah sikap yang harus kita ambil jika mereka lakukan hal itu dan memusuhi 
orang-orang Yahudi," kemudian Allah SWT menolong Nabi dan memenangkan atas 
kaumnya, lalu ia kembali kepada mereka dan meninggalkan mereka di bawah kasih 
sayang orang-orang Yahudi. 
Perhatikanlah bahawa pertanyaan tersebut berkisar pada 
kecintaan kepada Nabi dan keinginan agar Nabi tetap bersama mereka selama 
perjalanan hari dan bulan. Masalah yang dituntut oleh Abbas bin Abdul Muthalib 
secara jelas adalah masalah perlindungan mereka kepada Nabi, di mana hal 
tersebut tidak lagi diperdebatkan oleh orang-orang yang terpilih dari penduduk 
Madinah. Namun masalah yang mereka inginkan adalah masalah perlindungan Nabi dan 
keberadaan Nabi bersama mereka di Madinah. 
Nabi 
tersenyum dan beliau mengatakan kalimat-kalimat yang justru menekankan bahawa 
ikatan akidah lebih kuat daripada ikatan darah. Beliau berkata: "Tetapi darah 
adalah darah dan kehancuran adalah kehancuran. Aku dari kalian dan kalian dariku 
aku akan memerangi orang-orang yang kalian perangi dan aku akan berdamai dengan 
orang- orang yang kalian berdamai dengan mereka." 
Akhirnya, penduduk Madinah pergi dan kembali ke negeri 
mereka. Kemudian berita tentang baiat ini sampai ke telinga orang-orang Mekah 
dan para tokoh musyrik, lalu mereka justru menambah penekanan kepada Rasulullah 
saw dan kaum Muslim. 
Para 
preman Mekah berkumpul di Darul Nadwah. Mereka menetapkan akan mengambil sesuatu 
keputusan penting berkaitan dengan Nabi. Salah seorang dari mereka mengusulkan 
agar beliau dibelenggu dengan besi lalu dibuang di penjara sehingga beliau mati 
kelaparan. Sebahagian lagi mengusulkan agar beliau dibuang dari Mekah dan 
diusir. Abu Jahal mengusulkan agar mereka mengambil dari setiap keluarga dari 
keluarga- keluarga Quraisy seorang pemuda yang kuat, kemudian setiap dari mereka 
diberi pedang yang terhunus dan hendaklah mereka memukulkan pedang itu ke tubuh 
Nabi. Jika mereka berhasil membunuhnya nescaya semua kabilah bertanggungjawab 
terhadap darah sang Nabi dan Bani Hasyim tidak akan mampu menuntut dan memerangi 
orang Arab semuanya dan mereka akan menerima diat sebagai tebusan dari 
pembunuhan itu. Demikianlah persekongkolan itu digelar dan mereka sepakat untuk 
melaksanakan hal itu. Namun Al-Qur'an al-Karim menyingkap persekongkolan yang 
dilakukan orang-orang kafir itu dalam firman-Nya: 
"Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir memikirkan tipu 
daya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau 
mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baih Pembalas tipu 
daya." (QS. al-Anfal: 30) 
Allah 
SWT mewahyukan kepada Nabi-Nya agar ia berhijrah. Lalu Nabi mulai menyiapkan 
sarana-sarana untuk hijrahnya. Beliau menyembunyikan urusan tersebut bahkan 
beliau tidak memberitahu sahabat yang akan menemaninya. Rasulullah saw menyewa 
seorang penunjuk jalan yang pengalaman yang mengenal padang gurun seperti 
mengenal garis-garis tangannya. Yang menghairankan penunjuk jalan itu adalah 
seorang musyrik. Demikianlah Nabi meminta bantuan kepada orang yang ahli tanpa 
memperhatikan keyakinannya. 
Kemudian 
datanglah malam pelaksanaan kejahatan itu. Rasulullah saw memerintahkan Ali bin 
Abi Thalib untuk tidur di tempat tidumya di malam tersebut. Datanglah 
pertengahan malam dan Rasulullah saw pun keluar dari rumahnya. Para pemuda Mekah 
mengepung rumah. Mereka menghunuskan pedangnya. Nabi menggenggam tanah lalu 
beliau melemparkannya ke arah kaum sehingga mereka pun merasa kantuk sehingga 
Nabi saw dapat menembus kepungan mereka. Beliau keluar dari Mekah dan berhijrah. 
Dengan langkah yang diberkati ini, kaum Muslim menanggali tahun-tahun mereka. 
Tahun 
dalam Islam adalah tahun Hijrah, sedangkan kaum Masihi menanggali tahun mereka 
dengan kelahiran Isa dan ini disebut dengan tahun Masihi. Adapun tahun-tahun 
Islam, maka ia ditanggali pertama kalinya saat Rasulullah saw keluar berhijrah 
di jalan Allah SWT. Hijrah Rasul bukan hanya lari dari penindasan tetapi lari 
dari kebekuan; hijrah tersebut bukan keluar dari keamanan tetapi keluar dari 
bahaya. Islam di Mekah hanya dapat mempertahankan dirinya tetapi ketika ia 
keluar ke Madinah ia mempertahankan dirinya ketika menyerang. Dan selama 
beberapa tahun masa yang dihabiskan di Mekah, tak seorang dari kaum Muslim yang 
mengangkat senjata. Ketika mereka keluar ke Madinah, mereka mulai membawa 
senjata dan mulai menyalakan obor peperangan. Islam mulai membawa senjata 
sebagaimana luka akan sembuh dengan syarat jika diubati. Nabi saw mengetahui 
bahawa Islam tidak akan menghabiskan usianya hanya untuk melawan serangan pada 
dirinya; Islam ingin tersebar; Islam ingin mendirikan negaranya yang pertama 
yaitu suatu negara yang belum pernah dikenal di muka bumi negara seperti itu. 
Negara yang mencapai keadilan, kasih sayang, dan idealisme yang begitu luar 
biasa di mana hukum Allah SWT ditegakkan dan kehormatan manusia benar-benar 
dijaga. 
Inilah 
kedalaman hijrah yang mengesankan yaitu pendirian negara Islam setelah 
sebelumnya membangun individu masyarakat Muslim. Setelah Rasul saw membangun 
masyarakat Muslim dan membangun masjid, maka beliau membangun suatu negara 
Islam. Selanjutnya, sayap-sayap dakwah mengepak. 
Kami 
kira pembaca tidak akan bertanya, apa gunanya pembangunan masjid ditingkatkan 
sementara Islam masih mengalami penindasan di muka bumi. Kami kira pembaca lebih 
pintar daripada orang yang tidak mengetahui bahawa masjid yang dibangun 
Rasulullah saw di Madinah bukan tempat peristirahatan dari keletihan, tetapi 
masjid merupakan pusat dari kepemimpinan pergerakan Islam dan kepemimpinan 
menuju peperangan Islam. 
Manusia 
mandi di masjid dengan cahaya Allah SWT setelah itu mereka mandi di kancah 
peperangan dengan darah mereka. Pertanyaannya adalah, siapakah di antara mereka 
yang akan terbunuh di jalan Allah SWT sebelum saudaranya? Demikianlah perlumbaan 
dalam perbaikan terjadi di antara mereka. Dengan cara demikianlah Islam 
tersebar. 
Sementara itu, Nabi berlindung di suatu gua; di gunung yang 
bernama Tsur. Beliau masuk ke gua itu bersama sahabatnya Abu Bakar. Dan orang- 
orang musyrik pergi menyusul beliau dengan membawa pedang mereka. Lalu mereka 
sampai ke gunung itu. Abu Bakar berkata kepada Rasul saw dengan keadaan gelisah, 
"seandainya salah seorang mereka melihat di bawah kakinya nescaya mereka akan 
melihat kita." 
Dengan 
tenang, Rasulullah saw menepis kegelisahan Abu Bakar dan berkata: "Wahai Abu 
Bakar apa yang kamu kira dengan dua orang yang ada di tempat yang sepi sementara 
Allah SWT menjadi ketiga di antara mereka?" Sebelum Rasulullah saw mengakhiri 
kalimatnya, terdapat laba- laba yang selesai dari menenun rumahnya di atas pintu 
gua. Kitab-kitab sejarah mengatakan bahawa kaum musyrik mengikuti jejak sang 
Nabi sehingga mereka sampai di gunung Tsur lalu di situlah mereka mengalami 
kebingungan. Mereka mendaki gunung dan mendaki gua itu. Lalu mereka melihat di 
atas pintu gua itu terdapat tenunan laba-laba. Mereka mengatakan, seandainya 
seseorang masuk di dalamnya nescaya tidak akan terdapat tenunan laba-laba di 
atas pintunya. Beliau tinggal di gua itu selama tiga malam. 
Demikianlah keimanan tenunan laba-laba yang lembut 
dimenangkan atas ketajaman pedang kaum musyrik sehingga Nabi bersama sahabatnya 
pun selamat. Kini, kedua orang itu menuju Madinah. Dan Madinah pun menyambut 
mereka. Ketika Rasulullah saw dan sahabatnya memasuki Madinah, mula-mula 
masyarakat tidak mengenal siapa di antara mereka yang menjadi Rasul kerana 
saking baiknya sikap Rasul terhadap sahabatnya. Akhirnya, Nabi menerangi kota 
Madinah. Beliau membangun masjid dan mendirikan negaranya serta memerangi 
musuh-musuhnya dan tersebarlah Islam dan Mekah pun ditaklukkan dan Baitul Haram 
disucikan. 
Beliau 
menanamkan dalam akal dan hati suatu cahaya yang tidak akan pernah padam. 
Kemudian berlangsunglah sepuluh tahun yang dilewatinya di Madinah di mana beliau 
tidak menggunakannya untuk berleha-leha. Demikian juga selama masa tiga belas 
tahun yang beliau lalui di Mekah, beliau pun tidak mendapatkan istirahat yang 
cukup. Semua kehidupan beliau hanya untuk Allah SWT dan hanya untuk Islam. Beban 
berat yang dipikul oleh punggung beliau yang mulia lebih berat dari beban yang 
dipikul oleh gunung. Meskipun beliau seorang diri, tetapi beliau mampu memikul 
amanat yang pernah Allah SWT tawarkan kepada langit dan bumi serta gunung namun 
mereka pun enggan untuk memikulnya. kerana mereka menyedari bahawa mereka tidak 
akan mampu memikulnya. Lalu datanglah beliau dan beliau pun mampu memikul amanat 
itu dan melaksanakannya secara sempurna. Yaitu amanat untuk menyampaikan agama 
Allah SWT; amanat untuk menyucikan 
akal manusia dari polusi khayalisme dan khurafatisme: amanat yang mewarnai 
kehidupan dengan hanya sujud kepada Allah SWT. 
Kemudian 
mengalirlah dalam memori Nabi saw suatu arus dari gambar- gambar hidup: 
bagaimana saat beliau memasuki Madinah. Lewatlah di hadapan akal beberapa memori 
dan nostalgia: bagaimana wahyu yang turun kepadanya dengan membawa risalah di 
gua Hira, kemudian berubahlah pandangan dan bertiuplah angin kebencian 
kepadanya, bahkan angin itu membawa pasir-pasir tuduhan-tuduhan yang dilemparkan 
ke wajah suci beliau. Beliau berdiri sambil tersenyum dan hatinya dipenuhi 
dengan kesedihan di hadapan gelombang gurun dan kesendirian serta badai 
kesengsaraan. "Wahai manusia, tiada Tuhan selain Allah SWT. Demikianlah kalimat 
yang beliau katakan. Meskipun kalimat itu tampak sederhana namun ia mampu 
membangkitkan dunia. Dan bergeraklah patung-patung yang begitu banyak yang 
memenuhi kehidupan dan mereka membekali dirinya dengan kegelapan dan kebencian 
yang dialamatkan kepada sang Nabi. Para pembesar. para penguasa, wang, emas, 
serta kebencian dan kedengkian syaitan yang klasik dan banyaknya orang-orang 
munafik, semua ini menjadi musuh nyata sang Nabi pada saat beliau mengatakan 
"tiada Tuhan selain Allah SWT." Nabi mengingat kembali Waraqah bin Nofel ketika 
menceritakan kepadanya apa yang terjadi dan apa yang dialami beliau di gua Hira. 
Tidakkah ia mengatakan kepadanya bahawa kaumnya akan mengusirnya? 
Hari-hari hijrah sangat panjang dan berat. Matahari sangat 
dekat dengan kepala dan rasa panas sangat mencekik tenggorokan dan rasa pusing- 
pusing pun semakin meningkat. Setelah hijrah, Nabi memasuki Madinah. Beliau 
disambut oleh kaum Anshar dengan sambutan luar biasa. Beliau datang sendirian 
lalu mereka menolongnya; beliau datang dalam keadaan takut lalu mereka 
mengamankannya; beliau datang dalam keadaan lapar lalu mereka memberinya 
makanan; beliau datang dalam keadaan terusir lalu mereka memberikan 
perlindungan. 
Bangunan 
Islam mulai ditancapkan di Madinah. Beliau mulai membangun negaranya setelah 
beliau membangun sumber daya manusia Islam yang tangguh. Yang pertama kali 
dibangunnya adalah sumber daya Islam, setelah itu beliau baru membangun negara. 
Tidak ada nilai yang bererti dari satu sistem yang hanya berdasarkan 
prinsip-prinsip besar yang tidak lebih dari sekadar tinta di atas kertas. 
Penerapan prinsip-prinsip adalah tolok ukur final dari nilai apa pun yang 
diperlakukan di dunia. Dan Islam telah berhasil menerapkan pada masa-masa 
pertamanya suatu sistem yang belum pernah dikenal dalam kehidupan manusia suatu 
sistem seperti itu. Yaitu sistem yang menunjukkan keadilan, persaudaraan, dan 
kasih sayang yang mengagumkan. Hal yang pertama kali dilakukan Rasulullah saw 
adalah membangun masjid di mana di situlah unta yang ditungganginya berhenti. 
Masjid itu tampak sederhana. Tikarnya terdiri dari pasir-pasir dan batu-batu. 
Tiangnya terbuat dari batang-batang kurma. Barangkali ketika turun hujan, maka 
tanahnya akan menjadi lumpur kerana 
mendapat siraman air hujan. Mungkin ketika angin bertiup dengan kencang, maka ia 
akan mencabut sebahagian dari atapnya. 
Di 
bangunan yang sederhana ini, Rasulullah saw mendidik generasi Islam yang tangguh 
yang dapat menghancurkan orang-orang yang lalim dan para penguasa yang bejat dan 
mereka mampu mengembalikan kebenaran ke singgahsananya yang terusir dan 
terampas. Mereka mampu menyebarkan Islam di muka bumi. Masjid itu tampak kecil 
dan sederhana sekali tetapi ia dipenuhi dengan kebesaran; masjid itu tidak 
menunjukkan kemewahan sama sekali. Di dalamnya Al-Qur'an dibaca lalu orang-orang 
yang mendengarnya menganggap bahawa mereka benar dan mendapatkan perintah harian 
untuk menerapkan dan melaksanakan apa- apa yang mereka dengar. 
Al-Qur'an dibaca di masjid bukan seperti nyanyian yang 
orang-orang duduk akan merasa terpengaruh dengan keindahan nyanyian dan suara 
pembaca. Dan masjid di dalam Islam bukanlah tempat satu-satunya untuk ibadah. 
Menurut kaum Muslim semua bumi adalah masjid namun masjid adalah simbol 
peradaban yang beriman kepada Allah SWT dan hari akhir, sebagaimana ia 
menyuarakan ilmu, kebebasan dan persaudaraan. 
Semua 
Nabi berbicara tentang persaudaraan dan mengajak kepadanya dengan ribuan 
kata-kata. Sedangkan Rasulullah saw telah mewujudkan persaudaraan itu secara 
praktis, yakni ketika karakter masyarakat saat itu mencerminkan Al-Qur'an. Nabi 
mulai mempersaudarakan kaum muhajirin dan Anshar di mana sahabat Anshar Sa'ad 
bin Rabi', seorang kaya dari Madinah dipersaudarakan dengan Abdul Rahman bin 
'Auf, seorang yang berhijrah dari Mekah. Sa'ad berkata kepada Abdul Rahman: 
"Sesungguhnya, tanpa bermaksud sombong, aku memang memiliki harta yang banyak 
daripada kamu. Aku telah membagi hartaku menjadi dua bahagian dan sebahagiannya 
aku peruntukan bagimu. Lalu aku mempunyai dua orang wanita, maka lihatlah siapa 
di antara mereka yang mampu memikatmu sehingga aku menceraikannya lalu engkau 
dapat menikahinya." Abdul Rahman bin 'Auf menjawab: "Mudah-mudahan Allah SWT 
memberkatimu, keluargamu, dan hartamu. Di manakah pasar yang engkau berdagang di 
dalamnya?" 
Abdul 
Rahman bin 'Auf keluar menuju ke pasar untuk bekerja. Ia kembali dan membawa 
sesuatu yang dapat dimakannya. Ia menolak dengan lembut sikap baik Sa'ad dan 
kedermawanannya. Ia bersandar pada keimanan kepada Allah SWT dan lebih memilih 
untuk bekerja dan membanting tulang. Tidak berlalu hari demi hari kecuali ia 
tetap bekerja sehingga ia mampu untuk membekali dirinya dan melaksanakan 
pernikahan. 
Demikianlah masyarakat Islam terbentuk dan menampakkan 
identitinya berdasarkan cinta, kebebasan, musyawarah, dan jihad. Pekerjaan 
menurut Islam bukan suatu penderitaan untuk mendapatkan roti atau potongan 
daging sebagaimana dikatakan peradaban kita masa kini, tetapi pekerjaan dalam 
Islam melebihi ruang lingkup materi ini dan menuju puncak yang lebih tinggi: 
"Dan katakanlah: 'Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya 
serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu. " (QS. at-Taubah: 105) 
Kesedaran bahawa apa yang kita kerjakan akan di lihat oleh 
Allah SWT menjadikan pekerjaan itu mendapat cita rasa yang lain. Yaitu suatu 
rasa yang melampaui nikmatnya memakan roti dan daging. Setelah bekerja, 
datanglah cinta. Cinta dalam Islam bukan hanya perasaan yang menetap dalam hati 
dan tidak diwujudkan oleh suatu perbuatan; cinta dalam Islam merupakan langkah 
harian yang akan mengubah bentuk kehidupan di sekitar manusia menuju yang lebih 
tinggi dan mulia. 
Seorang 
Muslim mencintai Tuhannya Pencipta alam semesta dan mencintai Rasulullah saw dan 
mencintai kaum Muslim dan orang-orang yang berdamai dengan orang-orang Muslim, 
meskipun keyakinan mereka berbeza dengannya. Bahkan seorang Muslim mencintai 
makhluk secara keseluruhan: ia mencintai anak-anak, haiwan, bunga, pasir dan 
gunung bahkan benda-benda mati pun mendapat cinta dari seorang Muslim. Seorang 
Muslim jika dia benar-benar seorang Muslim akan merasakan cinta yang dialami 
oleh Nabi Daud terhadap alam dan lingkungan di sekitarnya. Ini adalah perasaan 
sufi yang tinggi. Seorang Muslim akan mewarisi cinta yang sebenarnya seperti 
yang diwarisi Nabi Isa terhadap lingkungan yang baik yang ada di sekitarnya di 
mana ketika Nabi Isa melihat tubuh anjing yang mati, maka Nabi Isa tidak melihat 
selain keputihan giginya. 
Demikianlah cinta yang tersebar dalam kehidupan kaum Muslim 
di mana cinta itu pun tertuju kepada binatang dan benda-benda mati. Cinta 
demikian ini tidak akan terwujud dengan suatu keputusan dan tidak ditetapkan 
dengan suatu undang-undang, tetapi cinta itu datang biasanya akibat dari 
kepuasaan akal dan hati dengan adanya kepemimpinan besar yang hati cenderung 
kepadanya dan akal mengambil darinya. Dan yang dimaksud dengan kepemimpinan 
besar tersebut adalah keberadaan sang Nabi. Beliau adalah cermin terbesar dari 
tingkat cinta yang tertinggi. Beliau adalah seorang yang paling banyak berbuat 
demi Islam dan paling banyak sedikit mengharapkan balasan darinya. Meskipun 
beliau seorang pemimpin namun beliau hidup dalam kesederhanaan. Beliau adalah 
seorang tentera yang paling sederhana. Tempat tidurnya bersih tetapi kasar, dan 
rumahnya tidak menampakkan kesibukan yang di dalamnya memasak berbagai macam 
hidangan. Beliau justru menyiapkan hidangan yang sangat sederhana. Makanan utama 
beliau adalah roti kering yang dicampur dengan minyak. Keinginan besar beliau 
adalah tersebarnya dakwah Islam. 
Kaum 
Muslim menyedari bahawa kesempurnaan Islam tidak akan terwujud kecuali ketika 
cinta Allah SWT dan Rasul- Nya lebih didahulukan daripada cinta diri sendiri, 
cinta kepada wanita, cinta kepada anak, kepentingan, kekuasaan, kehidupan, dan 
apa saja yang tidak ada hubungannya dengan Allah SWT dan Rasul-Nya. Demikianlah 
kaum Muslim sangat mencintai pemimpin mereka lebih dari kehidupan peribadi 
mereka. Di samping pekerjaan dan cinta tersebut, didirikanlah pemerintahan Islam 
yang berdasarkan kaedah-kaedah kebebasan, musyawarah dan 
jihad. 
Kebebasan dalam Islam bukan sekadar perhiasan yang 
dilekatkan kepada tubuh Islam tetapi ia merupakan tenunan dari sel-sel yang 
hidup itu. Allah SWT telah membebaskan kaum Muslim dari penyembahan selain 
dari-Nya. Dengan demikian, runtuhlah semua belenggu yang hinggap di atas akal, 
hati, dan masyarakat. Seorang Muslim memiliki - dalam Islam - suatu kebebasan 
yang diberikan kepadanya agar ia melihat sesuatu dengan akalnya dan mendebat 
segala sesuatu dengan akalnya. Dan hendaklah ia merasa puas dengan sesuatu yang 
dapat menenteramkan hatinya. Kebebasan dalam Islam bukan kebebasan mutlak yang 
menjurus kepada anarkisme dan diskriminasi tetapi kebebasan dalam Islam adalah 
kebebasan yang bertanggungjawab. 
Dalam 
ruang lingkup nas-nas yang pasti yang terdapat dalam Al-Qur'an atau sunah tidak 
ada kebebasan di hadapan orang Muslim selain kebebasan untuk berlumba-lumba 
untuk menerapkan apa yang mereka fahami. Selain itu, seorang bebas sampai tidak 
terbatas, dan pintu ijtihad tetap terbuka sampai tidak ada batasnya, kerana 
pintu ijtihad adalah akal dan menutup pintu ijtihad yakni menutup akal dan itu 
bererti akan membawa kematian baginya. Islam tidak menerima orang-orang yang 
mati akalnya atau mengalami kemunduran; Islam pada hakikatnya memperlakukan 
manusia dari sisi akal dan hati. 
"Adalah untukmu, sedang kamu menginginkan bahawa yang tidak 
mempunyai kekuatan senjatalah yang untukmu, dan Allah menghendaki untuk 
membenarkan yang benar dengan ayat-ayat-Nya dan memusnahkan orang-orang kafir." 
(QS. al-Anfal: 7) 
Orang-orang Islam kerana kekafiran mereka dan kebutuhan 
mereka serta situasi ekonomi yang memburuk, mereka ingin bertemu dengan pasukan 
yang tidak bersenjata; mereka ingin bertemu dengan kafilah yang kaya, bukan 
pasukan yang bersenjata; mereka membutuhkan harta untuk menyebarkan dakwah. 
Namun Allah SWT menginginkan mereka dengan keadaan seperti itu agar mereka 
berhadapan dengan pasukan kafir dan agar mereka mampu memutus tali kekuatan 
orang-orang kafir sehingga kebenaran akan menang. 
Keluarlah orang-orang Muslim dalam peperangan Badar dengan 
membayangkan bahawa mereka akan mendapatkan keuntungan dan kesenangan dengan 
banyak mengambil ganimah. Namun Allah SWT menginginkan terjadinya peperangan 
yang berat, di mana itu berakibat pada jatuhnya tokoh-tokoh kaum kafir Mekah 
sebagai korban darinya dan agar Madinah dapat menahan penderitaan dan kefakiran 
yang dialaminya. Seharusnya pengikut Islam tidak membayangkan untuk mengambil 
keuntungan tetapi ia justru harus memberi kepadanya. 
Nabi 
mengetahui sebagai pemimpin pasukan ia harus mengingatkan pasukannya bahawa 
mereka akan menemui kesulitan dan penderitaan, dan bukan masalah sepele seperti 
yang mereka bayangkan. Nabi bermusyawarah dengan sahabat-sahabat. Beliau 
berbincang-bincang dengan Abu Bakar Shidiq, Umar bin Khattab, dan Miqdad bin 
Amr. Lalu mereka semua sepakat untuk terus melakukan peperangan apa pun hasilnya 
dan apa pun pengorbanan yang harus dilakukan. 
Kemudian 
Rasulullah saw berkata: "Wahai para sahabat, tunjukkanlah diri kalian." 
Rasulullah saw mengisyaratkan kepada kaum Anshar. Rasulullah saw khawatir jika 
mereka memahami bahawa baiat yang terjadi di antara mereka yang berisi agar 
mereka melindungi beliau jika beliau diserang di Madinah saja, dan memang 
pasal-pasal dari baiat itu mendukung hal itu. Tidakkah mereka mengatakan kepada 
beliau: "Ya Rasulullah, kami tidak akan bertanggungjawab kepadamu sehingga 
engkau sampai di negeri kami. Jika engkau sampai di negeri kami, maka kami akan 
bertanggungjawab untuk melindungimu." 
Majoriti 
pasukan terdiri dari orang-orang Anshar, maka Rasulullah saw ingin mengetahui 
keputusan majoriti tentera sebelum dimulainya peperangan. Kaum Anshar mengetahui 
bahawa Rasul saw ingin mengetahui pendapat kaum Anshar. Oleh kerana itu, Sa'ad 
bin 'Auf berkata: "Demi Allah, seakan-akan engkau menginginkan kami ya 
Rasulullah." Nabi menjawab, "benar." Kemudian kaum Anshar menyatakan apa yang 
mereka rasakan. 
Mendengar pernyataan kaum Anshar itu hilanglah kekhuatiran 
dan ketakutan Nabi, bahkan beliau bergembira dan wajahnya berseri-seri. 
Rasulullah saw telah mendidik mereka berdasarkan Islam dan Islam tidak mengenal 
pasal-pasal perjanjian namun ia justru tenggelam dalam esensinya dan 
kedalamannya yang jauh. Kaum Anshar meyakinkan Nabi bahawa mereka benar-benar 
beriman kepadanya, mencintainya dan akan mendengarkan apa saja yang beliau 
katakan serta akan benar-benar mentaati beliau. 
Sa'ad 
bin Mu'ad berkata: "Ya Rasulullah, lakukanlah apa yang engkau inginkan dan kami 
akan bersamamu. Demi Zat yang mengutusmu dengan kebenaran, seandainya engkau 
membelah lautan lalu engkau menyelam di dalamnya nescaya kami akan menyelam 
bersamamu dan tidak ada seseorang pun di antara kami yang akan meninggalkanmu." 
Demikianlah keteguhan kaum Anshar. Kalimat tersebut menetapkan peperangan paling 
penting dan paling berbahaya dalam sejarah Islam. 
Perasaan 
kaum Anshar dan Muhajirin dalam pasukan Rasul saw sangat berbeza dengan perasaan 
Nabi Musa ketika mereka mengatakan kepadanya, "pergilah engkau wahai Musa 
bersama Tuhanmu dan berperanglah, sesungguhnya kami di sini hanya duduk-duduk 
saja." Namun kaum Muslim menyatakan bahawa seandainya Rasul saw memerintahkan 
mereka untuk melalui lautan dengan berjalan kaki di atas ombaknya nescaya mereka 
akan melakukan hal itu walaupun berakibat pada tenggelamnya mereka dan kematian 
mereka dan tak seorang pun yang akan menentang perintah Rasul saw tersebut. 
Akhirnya, kaum Muslim bersiap-siap untuk memasuki kancah 
peperangan lalu mereka membuat khemah-khemah yang di situ ditentukan tempat 
peristirahatan dan pergerakan tentera Islam. Tempat itu ditentukan oleh Rasul 
saw. Allah SWT membiarkan Rasul-Nya melakukan kesalahan dalam memilih tempat 
sehingga itu akan dapat menjadi pelajaran bagi kaum Muslim dalam kaedah umum 
dari kaedah-kaedah peperangan yaitu sikap pemimpin pasukan untuk mengambil suatu 
kebijakan yang penting yang berdasarkan pengalaman. Kemudian datanglah Habab bin 
Mundzir kepada Rasulullah saw dan bertanya kepadanya, "apakah tempat yang kita 
jadikan sebagai pusat pergerakan tentera kita merupakan pilihan dari Allah SWT 
dan Rasul-Nya hingga kita tidak dapat mendahuluinya dan mengakhirinya yakni kita 
tidak dapat memberikan pendapat kita ataukah itu hanya masalah yang bersifat 
teknik yakni itu terserah pada pendapat kita dan sesuai kebijakan saat perang 
dan ia merupakan tipu daya semata?" 
Rasulullah saw berkata: "Tetapi itu adalah pendapat 
peribadi, peperangan, dan tipu daya." Habab berkata: "Ya Rasulullah ini adalah 
tempat yang tidak tepat." Sahabat yang sarat pengalaman ini memilih tempat di 
mana pasukan Madinah dapat minum darinya sedangkan pasukan Mekah tidak dapat 
mengambil darinya. Kemudian berpindahlah pasukan Muslim menuju tempat yang telah 
ditentukan oleh pengalaman militer. 
Sampailah pasukan Mekah di mana jumlah mereka mendekati 
seribu tentera dan mereka akan berhadapan dengan tiga ratus tujuh belas pasukan 
Muslim. Pasukan Quraisy berada di tempat yang jauh dari lembah. 
Pasukan 
kafir terdiri dalam perang Badar dari pemuka-pemuka Quraisy dan 
pahlawan-pahlawan mereka, sedangkan pasukan Muslim terdiri dari 
keluarga-keluarga, ipar-ipar dan keluarga dekat dari pasukan kafir. Allah SWT 
telah menentukan agar seorang anak bertemu dengan ayahnya, saudara bertemu 
dengan sesama saudara dan sesama ipar bertemu di medan peperangan. Mereka semua 
dipisahkan dengan suatu prinsip di mana mereka ditentukan oleh pedang. Akhirnya, 
peperangan Badar pun terjadi dan kaedah utama adalah kaedah persaudaraan sesama 
Muslim. Dan ketika pasukan Muslim berpegang teguh di atas dasar Islam, maka 
pasukan kafir mulai terpecah belah namun keadaan tersebut mereka sembunyikan. 
Lalu 
'Utbah bin Rabi'ah berbicara di tengah-tengah pasukan Mekah dan mengajak mereka 
untuk menarik kembali dari peperangan. 'Utbah memberikan pernyataan sesuai 
dengan tuntutan akal sehat, "wahai orang-orang Quraisy demi Allah, jika kalian 
harus memerangi Muhammad, maka kalian akan menyesal kerana kita berhadapan 
dengan saudara- saudara kita sendiri. Boleh jadi kita akan membunuh anak paman 
kita, atau salah seorang dari kerabat kita. Mengapa kalian tidak membiarkannya 
saja?" 
Kalimat 
yang rasional tersebut cukup menggoncangkan pasukan Mekah. Sebahagian tentera 
merasa puas dengan pernyataan tersebut kerana mereka melihat bahawa tidak ada 
gunanya peperangan itu. Namun kebodohan justru memadamkan kalimat yang rasional 
itu. Abu Jahal menuduh bahawa yang mengucapkan kata-kata adalah orang yang 
penakut. Kemudian Abu Jahal lebih memilih pendapatnya untuk menetapkan terus 
memerangi kaum Muslim. 
Pemimpin 
pasukan kafir yaitu Abu Jahal mengetahui bahawa Muhammad tidak pernah berbohong. 
Kitab-kitab sejarah menceritakan bahawa Akhnas bin Syuraif menyendiri dalam 
perang Badar bersama Abu Jahal sebelum terjadinya peperangan tersebut dan 
bertanya kepadanya, "wahai Abul Hakam, tidakkah engkau melihat bahawa Muhammad 
pernah berbohong? Abul Hakam menjawab: "Bagaimana mungkin ia berbohong atas 
Allah, sedangkan kami telah menamainya al-Amin (orang yang dapat dipercayai)." 
Peperangan tersebut bukan sebagai usaha untuk mendustakan Rasul saw tetapi itu 
hanya semata-mata untuk menjaga kepentingan-kepentingan sesaat dan keadaan 
ekonomi. Demikianlah orang-orang kafir mempertahankan nilai yang paling rendah 
yang ada di muka bumi yang juga dipertahankan oleh binatang, sementara kaum 
Muslim justru mempertahankan nilai yang paling tinggi di bumi dan di langit yang 
ikut serta di dalamnya para malaikat. 
Kemudian 
datanglah waktu malam menyelimuti dua kubu. Tiga ratus tentera yang mukmin sudah 
bersiap-siap dan mendekati seribu tentera musyrik. Orang-orang musyrik datang 
dengan menunggangi tunggangan mereka dan tampak mereka memiliki persenjataan 
yang lengkap, sedangkan setiap orang Muslim datang di atas satu kenderaan. 
Pakaian yang dipakai orang-orang musyrik tampak masih baru dan pedang-pedang 
mereka tampak mengilat serta baju besi yang mereka gunakan sangat unggul dan 
kuat. Alhasil, mereka memiliki persiapan yang sangat mengagumkan sedangkan 
pakaian yang dipakai orang-orang Muslim tampak sudah usang dan pedang-pedang 
kuno pun mereka gunakan dan baju besi yang mereka gunakan tampak tidak sempurna. 
Nabi 
melihat keadaan pasukannya lalu hati beliau tampak sedih melihat pasukan 
tersebut. Beliau berdoa kepada Tuhannya: "Ya Allah, Sesungguhnya mereka adalah 
orang-orang yang lapar, maka kenyangkanlah mereka. Ya Allah, sesungguhnya mereka 
adalah orang- orang yang tanpa alas kaki, maka tolonglah mereka. Ya Allah, 
Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang tidak berpakaian, maka berilah 
mereka pakaian." 
Kemudian 
rasa kantuk menghinggapi mata kedua pasukan lalu mereka beristirahat di 
tengah-tengah malam. Jatuhlah hujan kecil yang membuat tempat itu basah sehingga 
kelembapan mengitari kaum Muslim. Hujan tersebut membasuh tanah perjalanan dan 
menghilangkan debu- debu kepayahan serta menyucikan hati dan membangkitkan 
kepercayaan atas kemenangan dari Allah SWT. 
Allah 
SWT berfirman: 
"(Ingatlah), ketika Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai 
suatu penenteram dari-Nya, dan Allah menurunkan hujan dari langit untuk 
menyucikan kamu dengan hujan itu dan menghilangkan dari kamu gangguan-gangguan 
syaitan dan untuk menguatkan hatimu dan memperteguh dengannya telapak kaki(mu)." 
(QS. al-Anfal: 11) 
Datanglah waktu pagi di Badar lalu kaum Quraisy mulai 
menyerang, lalu Nabi memerintahkan pasukan Muslim untuk bertahan. Rasulullah saw 
bersabda: "Jika musuh mengepung kalian, maka usirlah mereka dengan panah dan 
janganlah kalian menyerang mereka sehingga kalian diperintahkan." 
Demikianlah ketetapan militer yang sangat jitu yang bererti 
hendaklah kaum Muslim membentengi mereka di tempat-tempat mereka agar 
orang-orang musyrik mendapatkan kerugian dari serangan yang mereka lakukan. Kita 
mengetahui dari ilmu militer saat ini bahawa seorang yang menyerang memerlukan 
tiga atau tiga kali lipat dari jumlah yang biasa dilakukan sehingga serangannya 
betul-betul efektif; kita mengetahui bahawa jumlah pasukan musyrik tiga kali 
lipat dibandingkan dengan tentera Muslim. Kaum musyrik di lihat dari segi jumlah 
sangat memadai untuk memenangkan peperangan, dan persenjataan mereka lebih 
lengkap dari persenjataan kaum Muslim. Jumlah haiwan yang mereka miliki pun sama 
dengan jumlah mereka, sedangkan tiap tiga orang Muslim berperang di atas satu 
tunggangan. 
Keadaan 
saat itu sangat menguntungkan kaum musyrik. Tanda-tanda kemenangan tampak 
menyertai bendera kaum musyrik, tetapi kemenangan peperangan bukan kerana 
kebesaran jumlah pasukan dan persenjataan yang lengkap. Terkadang peperangan 
justru dimenangkan oleh unsur spirituil yang tidak kelihatan. Spirituil tentera 
dan keimanannya tentang persoalan yang dipertahankannya serta keinginannya untuk 
mendapatkan dua kebaikan: kemenangan atau kematian dan hasratnya yang tinggi 
untuk meneguk madu syahadah, semua itu dapat mengubah seorang tentera menjadi 
makhluk yang tidak terkalahkan. Boleh jadi ia akan merasakan kematian tetapi 
jauh dari kekalahan. Demikianlah keadaan pasukan Muslim. 
Sementara itu debu-debu berterbangan di atas kepala pasukan 
yang bertempur dan kaum Muslim mencurahkan tenaga yang keras dalam peperangan 
itu. Ketika dua pasukan saling bertemu dan bertempur, Nabi saw melihat mereka, 
lalu Nabi saw menyaksikan pasukannya terjepit. Pasukan yang berjumlah sedikit 
dengan persenjataan yang tidak lengkap itu kini ditekan oleh orang kafir. Dalam 
keadaan demikian, Nabi saw meminta pertolongan kepada Tuhannya: 'Ya Allah, 
kirimkanlah bantuan dan pertolongan-Mu. Ya Allah, wujudkanlah janji-Mu kepadaku. 
Ya Allah, jika kelompok ini dihancurkan, maka Engkau tidak akan disembah 
setelahnya di muka bumi." Renungkanlah, bagaimana kesedihan Nabi saat terjadi 
peperangan itu. Oleh kerana itu, kita dapat memahami mengapa Nabi saw meminta 
agar pasukannya dimenangkan. 
Pemimpin 
pasukan tertinggi Muhammad bin Abdillah keluar berperang di jalan Allah SWT dan 
saat ini kematian sedang mengitari kaum Muslim, lalu apa yang difikirkan oleh 
Nabi saw pada keadaan yang sulit tersebut? Pemikiran Nabi saw melebihi hal yang 
sekarang dan menuju pada hal yang akan datang, dan yang menjadi fokus Nabi 
adalah penyembahan Allah SWT di muka bumi: "Ya Allah, jika kelompok ini 
dihancurkan, maka Engkau tidak akan disembah setelahnya di muka bumi." 
Nabi 
tidak terlalu mengkhuatirkan kehancuran kaum Muslim kerana Nabi justru 
mengkhuatirkan sesuatu yang lebih besar dari itu. Yang beliau khuatirkan adalah 
penyembahan kepada Allah SWT akan berhenti di muka bumi. Oleh kerana itu, Nabi 
meminta tolong kepada Tuhannya dan mengingatkan kembali kepada Tuhannya dan 
Allah SWT lebih tahu dari hal itu. Kemudian turunlah bala tentera malaikat yang 
dipimpin oleh Jibril. 
Allah 
SWT berfirman: 
"(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada 
Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu: 'Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala 
bantuan kepada kamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut.' Dan 
Allah tidak menjadikannya (mengirim bantuan itu), melainkan sebagai khabar 
gembira dan agar hatimu menjadi tenteram kerananya. Dan kemenangan itu hanyalah 
dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (QS. 
al-Anfal: 9-10) 
Setelah 
itu Nabi saw menghampiri sahabat Abu Bakar dan berkata: "Sampaikan berita 
gembira wahai Abu Bakar, sesungguhnya telah datang kepadamu bantuan dari Allah 
SWT." 
Turunnya 
para malaikat merupakan cara untuk meneguhkan kaum Muslim dan berita gembira 
kepada mereka. Mukjizat itu bukan terletak pada penyertaan para malaikat dalam 
peperangan, namun melalui nas-nas ditegaskan bahawa peranan malaikat tidak lebih 
dari sekadar membawa berita gembira dan memberikan dukungan moril serta memenuhi 
hati dengan ketenangan. Kami kira bahawa Allah SWT ingin agar para malaikat 
menyaksikan manusia-manusia malaikat yang mempertahankan akidah tauhid. 
Demikianlah Allah SWT mewahyukan kepada malaikat bahawa Dia 
bersama mereka. Oleh kerana itu, hendaklah orang-orang yang beriman merasa 
tenang dan kebenaran akan tertancap pada hati mereka sedangkan orang-orang kafir 
pasti akan merasakan ketakutan. 
Allah 
SWT berfirman: 
"(Ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para 
malaikat: 'Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkanlah (pendirian) 
orang-orang yang telah beriman.' Kelak akan Aku jatuhkan rasa ketakutan ke dalam 
hati orang-orang kafir, maka penggallah kepala mereka dan pancunglah tiap-tiap 
ujung jari mereka. (Ketentuan) yang demikian itu adalah kerana sesungguhnya 
mereka menentang Allah dan Rasul-Nya; dan barang siapa menentang Allah dan 
Rasul-Nya, maka sesungguhnya Allah amat keras seksaan-Nya. Itulah (hukum dunia 
yang ditimpakan atasmu), maka rasakanlah hukuman itu. Sesungguhnya bagi 
orang-orang yang kafir itu ada (lagi) azab neraka." (QS. al-Anfal: 12-14) 
Lalu 
orang-orang kafir pun mengalami kekalahan. Setelah peperangan itu, terbunuhlah 
tujuh puluh kafir dan tujuh puluh tawanan dari mereka dan sebahagian pasukan 
melarikan diri. Runtuhlah tokoh-tokoh kebencian dan kelaliman di peperangan 
tersebut. Hancurlahlah Abu Jahal, pemimpin pasukan, dan pahlawan-pahlawan Mekah 
kini terkapar. 
Rasulullah saw berdiri di depan bangkai-bangkai orang-orang 
kafir dan berkata: "Wahai Utbah bin Rabi'ah, wahai Syaibah bin Rabi'ah, wahai 
Umayah bin Khalf, wahai Abu Jahal bin Hisam, apakah kalian menemukan apa yang 
dijanjikan oleh tuhan kalian kepada kalian. Sungguh aku telah menemukan apa yang 
dijanjikan Tuhanku." Orang-orang Muslim berkata: "Ya Rasulullah, apakah engkau 
memanggil kaum yang sudah mati?" Rasulullah berkata: "Kalian tidak mengetahui 
apa yang aku katakan kepada mereka, tetapi mereka tidak mampu menjawab 
perkataanku." Rasulullah saw tinggal tiga malam di Badar kemudian beliau kembali 
ke Madinah. Di depan beliau terdapat tawanan-tawanan perang dan ganimah. 
Kaum 
Muslim sangat menanggung beban berat dengan banyaknya tawanan perang. Mula-mula 
Rasulullah saw bermusyawarah dengan sahabat Abu Bakar dan Umar. Abu Bakar 
berkata: "Ya Rasulullah, mereka adalah keturunan dari saudara-saudara dan 
keluarga, dan aku melihat lebih baik engkau mengambil fidyah (tebusan) dari 
mereka sehingga apa yang engkau ambil tersebut merupakan kekuatan bagi kita 
terhadap orang-orang kafir, dan mudah-mudahan Allah SWT memberi petunjuk kepada 
mereka sehingga mereka menjadi tulang punggung kita." 
Kemudian 
Rasulullah saw menoleh kepada Umar bin Khattab sambil berkata, "bagaimana 
pendapatmu wahai Ibnul Khattab?" Lelaki itu berkata: "Demi Allah, aku tidak 
sependapat dengan apa yang dikatakan Abu Bakar tetapi aku berpendapat, 
seandainya aku mampu untuk bertemu dengan salah seorang kerabatku, maka aku akan 
memukul lehernya, dan seandainya Ali mampu bertemu dengan keluarganya, maka ia 
pun akan memukul lehernya begitu Hamzah sehingga Allah SWT mengetahui bahawa 
tidak ada di hati kita kelembutan kepada kaum musyrik." 
Pasukan 
Madinah dan pasukan Mekah terdiri dari keluarga-keluarga yang terikat hubungan 
kekerabatan, namun kehendak Allah SWT menetapkan terjadinya peperangan sesama 
keluarga: antara anak dan orang tuanya. Umar menginginkan agar keadaan demikian 
terus berlanjut sehingga orang-orang musyrik mengetahui bahawa Islam tidak ingin 
berdamai. Kemudian Selesailah urusan itu dan terjadi peperangan di jalan Allah 
SWT dan mengangkat senjata dan berperang adalah suatu kewajipan yang tiada 
keraguan di dalamnya. Nabi saw menoleh kepada kaum Muslim dan mendapati 
sebahagian besar mereka cenderung kepada pendapat Abu Bakar. Nabi saw mengikuti 
pendapat majoriti saat itu. Pendapat majoriti salah dan hanya Umar yang benar. 
Ini 
adalah peperangan pertama yang dilalui oleh Islam. Hendaklah kaum Muslim harus 
meninggalkan dorongan kemanusiaan mereka, yakni orang- orang kafir harus dibunuh 
agar musuh-musuh Allah SWT mengetahui bahawa Islam telah memilih darah. Allah 
SWT telah mendukung Umar bin Khattab dalam Al-Qur'an sehingga Nabi saw dan Abu 
Bakar menangis ketika keduanya menyedari kesalahan mereka pada hari berikutnya, 
lalu Umar memergoki mereka dalam keadaan menangis dan ia bertanya, "apa yang 
menyebabkan Rasulullah saw dan temannya di gua menangis?" Kemudian Rasulullah 
saw membaca Al-Qur'an: 
"Tidak patut bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia 
dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kamu menghendaki harta benda duniawi 
sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). Dan Allah Maha Perkasa 
lagi Maha Bijaksana. Kalau sekiranya tidak ada ketetapan yang telah terdahulu 
dari Allah, nescaya kamu ditimpa seksaan yang besar kerana tebusan yang kamu 
ambil." (QS. al-Anfal: 67-68) 
Kedua 
ayat itu mengatakan bahawa ini bukan saatnya melindungi para tawanan dan 
berusaha untuk menebus mereka. Waktu Demikian belum saatnya. Nabi tidak berhak 
memiliki tawanan kecuali jika ia telah melakukan banyak peperangan dan banyak 
berjihad dan telah banyak membunuh dan dakwahnya telah mapan. 
Kedua 
ayat tersebut menyingkap tujuan di balik penebusan tawanan: "Kamu menghendaki 
harta benda duniawi sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu)." 
Demikianlah pemikiran yang mempertimbangkan keadaan-keadaan 
aktual yang sulit. Itu adalah pemikiran yang bersifat taktik sebagaimana yang 
kita ungkapkan dalam istilah moden dan bukan pemikiran yang bersifat strategis. 
Kemudian para tawanan tersebut bukan tawanan biasa tetapi menurut istilah moden 
mereka adalah penjahat-penjahat perang. Oleh kerana itu, nyawa mereka harus 
ditumpahkan saat mereka dapat ditangkap, meskipun mereka memiliki kekayaan yang 
banyak atau kedudukan yang tinggi. Islam tidak mengakui kekayaan atau kedudukan, 
yang diakuinya adalah keimanan, sedangkan pertimbangan-pertimbangan duniawi 
lainnya tidak dihiraukan oleh Islam. 
Nas 
Al-Qur'an memperingatkan orang-orang yang menang bahawa kesalahan mereka bisa 
berakibat pada datangnya seksaan yang bakal mereka terima tetapi Allah SWT 
mengampuni mereka dan menurunkan rahmat-Nya: "Kalau sekiranya tidak ada 
ketetapan yang telah terdahulu dari Allah, nescaya kamu ditimpa seksaan yang 
besar kerana tebusan yang kamu ambil." 
Seksaan 
tersebut memang lebih dekat daripada pohon yang dekat ini, kemudian Allah SWT 
mengampuni mereka dan Allah SWT mengampuni sahabat-sahabat yang terjun di perang 
Badar, baik dosa yang lalu mahupun dosa mereka yang akan datang. Demikianlah 
Al-Qur'an ingin mendidik kaum Muslim agar mereka tidak banyak mempertimbangkan 
urusan manusiawi saat berperang. Jadi, Islam memulai peperangannya yaitu 
peperangan yang hanya ditujukan kepada Allah SWT dan hendaklah peperangan 
tersebut dihilangkan dari pertimbangan-pertimbangan yang sulit sehingga 
sahabat-sahabat Nabi mengetahui bahawa kecenderungan kepada kesenangan duniawi 
akan berakibat pada kekalahan mereka. 
Dalam 
peperangan Uhud jumlah kaum musyrik tiga ribu sedangkan jumlah kaum Muslim tiga 
ratus pasukan setelah pemimpin orang-orang munafik Abdullah bin Saba' 
mengundurkan diri pasukan. Kaum Muslim diletakkan di gunung dan Rasulullah saw 
membuat rencana yang jitu untuk memenangkan pertempuran di mana beliau membagi 
pasukan pemanah di puncak gunung untuk melindungi punggung kaum Muslim dan 
melindungi mereka dari serangan dari arah belakang. Rasulullah saw memberi 
pengertian kepada pasukan panah itu agar mereka tetap di tempatnya baik kaum 
Muslim menang mahupun kalah. Yakni bahawa pasukan pemanah tidak boleh turun dari 
gunung dan meski berusaha untuk melindungi kaum Muslim. Rasulullah saw berkata 
kepada mereka. "lindungilah punggung-punggung kami. Jika kalian melihat kami 
sedang bertempur, maka kalian tidak usah turun darinya dan tidak usah menolong 
kami, dan jika kalian melihat kami memperoleh kemenangan dan mengambil ganimah, 
maka kalian tidak boleh ikut serta bersama kami." 
Setelah 
membuat keputusan tersebut, Rasulullah saw kembali ke pasukan yang lain, lalu 
beliau membikin suatu rencana untuk menyerang. Dan Dimulailah peperangan 
kemudian pasukan Islam mendorong pasukan musyrik laksana angin yang kencang yang 
memporak-porandakan ribuan kaum musyrik. Pada tahap pertama pasukan Islam tampak 
menguasai medan dan berhasil menyapu kaum musyrik sehingga pasukan Mekah tampak 
berputus asa meskipun mereka unggul secara bilangan dan meskipun mereka memiliki 
kekuatan persenjataan yang lengkap, pasukan Mekah justru dikejutkan dengan 
ketangguhan pasukan Muslim yang dapat memukul mundur mereka hingga mereka 
membayangkan bahawa mereka tidak dapat memenangkan peperangan atau dapat 
bertahan di hadapan pasukan Muslim. 
Debu-debu peperangan mulai berterbangan yang menyertai 
tanda-tanda kekalahan pasukan Mekah. Sementara itu, para pemanah yang diletakkan 
Rasulullah saw di suatu tempat yang strategis berfikir untuk memperoleh ganimah. 
Pasukan Mekah telah kalah dan mereka telah melarikan diri dari pasukan Muslim, 
maka bagaimana seandainya para pemanah turun dari tempat mereka untuk 
mengumpulkan harta rampasan dan ganimah. Rasulullah saw telah mengingatkan 
mereka agar jangan meninggalkan tempat mereka, apa pun yang terjadi tetapi 
pasukan pemanah itu justru berkhianat dan menentang perintah Nabi saw setelah 
mereka membayangkan bahawa peperangan telah selesai dan keuntungan akan 
diperoleh pasukan Madinah yang beriman. 
Pasukan pemanah mengira bahawa 
Allah SWT akan menutupi kesalahan mereka dan akan melindungi mereka sehingga 
mereka berhasil mengambil harta rampasan dan ganimah. Sungguh keikhlasan telah 
tercabut dari hati sebahagian pasukan. Belum lama hal tersebut berlangsung 
sehingga terjadilah perubahan yang drastik pada peperangan. Pemimpin pasukan 
berkuda musyrik dalam peperangan Uhud yaitu Khalid bin Walid yang kemudian ia 
menjadi tokoh Muslim adalah orang yang sangat genius dalam peperangan. Begitu ia 
melihat pasukan pemanah lari dari tempat mereka, maka ia melihat celah yang 
terbuka di tengah-tengah kaum Muslim, sehingga ia segera memutarkan kudanya dan 
disertai pasukan yang mengikutinya. Kemudian ia menyerang kaum Muslim dari 
belakang. Serangan yang dilakukan Khalid itu sangat cepat dan sangat 
mengejutkan. Orang-orang musyrik mengambil kesempatan emas. Mereka yang tadinya 
lari, kini mereka menarik diri dan justru menyerang kembali. 
Pasukan 
Muslim dikepung dari dua arah oleh pasukan berkuda: satu dari belakang dan yang 
lain dari depan. Kemudian berjatuhanlah korban- korban dari pasukan Muhammad bin 
Abdillah. Banyak di antara mereka yang mati sebagai syahid saat mempertahankan 
dan melindungi Rasulullah saw, bahkan sang Nabi pun hidungnya terluka dan 
giginya pun runtuh dan kepala beliau yang mulia terluka sehingga beliau 
mengucurkan darah. 
Kemudian 
tersebarlah isu bahawa Muhammad saw telah meninggal. Ketika mendengar itu, kaum 
Muslim sangat terpukul dan sangat sedih sehingga kaum Muslim pun terpecah-pecah. 
Sebahagian mereka kembali ke Mekah dan sekelompok yang lain ke atas gunung dan 
mereka tetap menjaga Nabi saw yang mulia. Ketika mendengar kematian Nabi, Anas 
bin Nadhir berkata kepada kaumnya: "Bangkitlah kalian dan matilah seperti 
kematiannya. Apa yang kalian lakukan setelah kalian hidup sesudahnya." 
Pasukan 
Muslim tetap bertahan dan melakukan peperangan, lalu tekanan kaum musyrik 
semakin berat kepada Nabi saw dan para sahabatnya. Kemudian terjadilah kejadian 
yang paling sulit dalam sejarah umat Islam. Nabi saw berteriak saat melihat kaum 
musyrik menekannya dan berusaha membunuhnya: "Barang siapa yang dapat mengusir 
mereka dariku, maka baginya syurga." 
Mendengar perkataan itu, kaum Muslim segera mengitari Nabi 
saw dan melindungi beliau sehingga banyak dari mereka berguguran sebagai syahid. 
Bahkan sahabat-sahabat Abu Juanah melindungi Nabi saw sampai- sampai punggungnya 
dipenuhi dengan anak-anak panah. Ia bagaikan baju besi yang dipakai kepada Nabi 
saw dan ia tetap kukuh melindungi Nabi saw. Kemudian berubahlah keadaan kerana 
keteguhan dan keberanian yang diperlihatkan oleh kaum Muslim. Pasukan Mekah 
merasa puas dan mereka memilih untuk menarik diri. Saat itu orang-orang Quraisy 
tidak lebih sedikit penderitaannya daripada orang-orang Muslim. 
Setelah 
peperangan yang dahsyat itu, kaum musyrik menarik diri setelah mereka berhasil 
membunuh beberapa orang Muslim, bahkan mereka berhasil melukai pemimpin pasukan 
yaitu sang Nabi saw. Semua itu terjadi kerana satu kesalahan yaitu kesalahan 
terletak pada penentangan dan pembangkangan para pemanah terhadap perintah sang 
Rasul saw dan usaha mereka untuk meninggalkan tempat mereka. 
Ketika 
sebahagian kelompok dari sahabat kehilangan pengorbanan dan kehilangan sikap 
ikhlas dalam hati mereka, maka kesalahan tersebut harus dibayar oleh tentera 
yang paling berani dan mulia di antara mereka yaitu sang Nabi saw. Langit tidak 
ikut campur untuk menyelamatkan pasukan Islam itu. Kesalahan kaum Muslim itu 
harus dibayar oleh Rasul saw di mana wajah beliau pun terluka bahkan keluar 
darah yang cukup deras dari luka beliau sehingga setiap kali dituangkan air di 
atas luka itu, maka darah pun semakin deras mengucur. Darah itu tidak berhenti 
kecuali setelah dibakarkan potongan tembikar lalu dilekatkan di atasnya. 
Luka 
beliau bukan hanya bersifat materi tetapi luka spirituil beliau dan rohani 
beliau pun semakin bertambah. Ini beliau rasakan ketika mendengar bahawa 
pamannya Hamzah gugur sebagai syahid dan tidak cukup dengan itu, bahkan isteri 
Abu Sofyan yaitu Hindun membelah perutnya dan mengeluarkan jantungnya serta 
mengunyahnya dengan mulutnya. Semua itu semakin menambah kesedihan sang Nabi. 
Kaum 
Quraisy menguasi pasukan Muslim dan mereka memperlakukan dan menekan kaum Muslim 
secara aniaya. Seandainya bukan kerana rahmat Allah SWT nescaya kaum Muslim akan 
mengalami kekalahan yang teruk. Kemudian turunlah dalam Al-Qur'an al-Karim 
ayat-ayat yang mendidik kaum Muslim agar mereka benar-benar ikhlas dan 
memahamkan mereka bahawa kekalahan mereka sebagai akibat dari adanya pasukan di 
antara mereka yang menginginkan dunia meskipun di antara mereka ada sebahagian 
yang menginginkan akhirat. Jika terjadi demikian, maka tidak ada jalan untuk 
memperoleh kemenangan. Ini bukanlah hal yang diinginkan oleh pasukan Muslim, 
yang diharapkan adalah hendaklah semua pasukan tertuju untuk mencapai ridha 
Allah SWT dan hanya mengharapkan akhirat. Jika demikian halnya, maka Allah SWT 
akan memberi mereka dunia dan akhirat. 
Allah 
SWT berfirman dan menceritakan peperangan Uhud dalam surah Ali 'Imran: 
"Di antaramu ada orang yang menghendaki dunia dan di antara 
kamu ada orang yang menghendaki akhirat. Kemudian Allah memalingkan kamu dari 
mereka untuk menguji kamu; dan sesungguhnya Allah telah memaafkan kamu. Dan 
Allah mempunyai kurnia (yang dilimpahkan) atas orang-orang yang beriman." (QS. 
Ali 'Imran:: 152) 
Allah 
SWT memaafkan hal itu. Orang-orang Muslim kini menghitung jumlah korban mereka 
dan mengubati orang-orang yang terluka. Rasulullah saw bertanya tentang pamannya 
Hamzah, dan ketika beliau mendapatinya di tengah-tengah sahabat yang gugur, dan 
orang-orang kafir telah merosak jasadnya, maka beliau berkata dalam keadaan 
menangis: "Tidak akan ada orang yang akan tertimpa sepertimu selama- lamanya." 
Kemudian 
Nabi saw berdiri dan memuji Allah SWT lalu beliau memerintahkan untuk 
mengembalikan orang-orang yang terbunuh dari kaum Muslim ke tempat asal mereka 
di mana mereka terbunuh. Saat itu keluarga mereka telah membawanya ke kuburan 
kemudian Nabi saw mengumpulkan kedua orang laki-laki dari pahlawan-pahlawan Uhud 
dalam satu pakaian dan beliau bertanya siapa di antara keduanya yang paling 
banyak mengambil manfaat dari Al-Qur'an. Jika diisyaratkan kepada salah satunya, 
maka beliau akan mendahulukannya untuk dimasukkan dalam liang lahad. 
Rasulullah saw juga memerintahkan agar mereka dikebumikan 
dengan darah mereka dan beliau pun tidak mensolati mereka, serta tidak 
memandikan mereka. Allah SWT ingin memperlihatkan bagaimana mereka dibangkitkan 
pada hari kiamat lalu beliau bersabda: "Tiada seorang pun yang terluka di jalan 
Allah SWT kecuali Allah SWT membangkitkannya di hari kiamat dalam keadaan di 
mana Iukanya akan mengucur darah. Warna itu adalah warna darah dan baunya 
seperti minyak misik." 
Bukanlah 
penderitaan yang dalam yang merupakan pelajaran yang harus dimengerti kaum 
Muslim dari peperangan Uhud sebagai akibat dari pembangkangan mereka dari 
perintah Rasul saw dan ketidaktaatan mereka kepadanya, tetapi wahyu juga 
menurunkan berbagai pelajaran yang lain yang dapat dimanfaatkan. Pelajaran yang 
terpenting setelah pelajaran kesetiaan adalah penjelasan tentang sentral utama 
yang di situ kaum Muslim berkumpul. Peribadi Rasulullah saw bukanlah markas yang 
di situ kaum Muslim berkumpul yang ketika peribadi Rasulullah saw yang mulia 
pergi kerana satu dan lain hal, maka orang-orang Muslim akan pergi dan 
meninggalkan beliau. Tidak seharusnya peribadi Rasul saw menjadi markas atau 
sentral tetapi yang menjadi sentral dari semuanya adalah pemikiran beliau. 
Itulah yang paling penting. 
Demikianlah bahawa Al-Qur'an al-Karim mencela orang-orang 
yang meletakkan senjatanya ketika tersebar isu terbunuhnya Nabi saw. Islam tidak 
akan mencapai puncaknya ketika kaum Muslim berkumpul di sisi Rasulullah saw saat 
beliau masih hidup namun ketika beliau terbunuh atau mati, maka mereka murtad di 
mana mereka membuang senjatanya dan pergi mengurusi diri mereka sendiri. 
Orang-orang Islam adalah orang- orang yang mengikuti prinsip bukan mengikuti 
peribadi. Muhammad bin Abdillah memang seorang pemimpin manusia dan Imam para 
rasul dan penutup para nabi, dan sebagai makhluk Allah SWT yang paling mulia, 
namun ini semua tidak membenarkan bahawa seorang Muslim diperbolehkan untuk 
meletakkan senjatanya ketika Rasul saw wafat atau terbunuh. Hendaklah seorang 
Muslim memanggul senjatanya dan tidak membuang dari tangannya kecuali dalam dua 
keadaan: pertama ketika ia telah memperoleh kemenangan dan kedua ketika ia telah 
mati. 
Nas 
Al-Qur'an menjelaskan secara gamblang hubungan kaum Muslim dengan akidah Islam, 
bukan dengan peribadi sang Rasul saw. Allah SWT berfirman: 
"Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang Rasul, sungguh 
telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau 
dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barang siapa yang berbalik ke 
belakang, maha ia tidak dapat mendatangkan mudarat kepada Allah sedikit pun; dan 
Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur." (QS. Ali 'Imran: 
144) 
Demikianlah bahawa peperangan Uhud telah membawa dampak 
yang luar biasa terhadap kaum Muslim, utamanya terhadap Nabi saw. Orang-orang 
yang terbunuh di perang Uhud adalah sahabat-sahabat yang paling mulia dan paling 
banyak imannya. Mereka adalah pilihan dari orang-orang Muslim yang pertama; 
mereka memikul beban dakwah di saat-saat yang sulit bahkan mereka harus 
berhadapan dan memusuhi kerabat mereka dan teman-teman mereka; mereka menjadi 
terasing saat menyatakan keislaman mereka sebelum hijrah dan sesudahnya; mereka 
telah menginfakkan harta; mereka berjuang di jalan Allah SWT; mereka telah 
bersabar dalam menanggung berbagai macam penderitaan, dan ketika datang saat 
yang paling berbahaya dan pasukan Islam telah terkepung di mana jiwa Rasul saw 
telah terancam, mereka justru mencurahkan darah mereka bagaikan lautan yang 
menenggelamkan orang-orang kafir dan mereka mampu melindungi sang Rasul saw dan 
mengubah jalan peperangan serta menyelamatkan akidah tauhid. 
Peperangan Uhud bukanlah pengorbanan pertama yang dilakukan 
oleh kaum Muslim dan bukanlah merupakan peperangan yang terakhir. Ia adalah satu 
peperangan di antara cukup banyak peperangan yang dilalui oleh Islam untuk 
menyebarkan kalimat Allah SWT di muka bumi dan membimbing hamba-hamba-Nya. 
Begitu juga pengorbanan Rasul saw, dan peperangan Uhud bukanlah pengorbanan yang 
pertama terhadap Islam dan bukan juga yang terakhir. Rasulullah saw telah hidup 
setelah diutusnya kepada manusia di mana beliau telah memberikan semuanya untuk 
kehidupan dan untuk dakwah; beliau tidak memiliki dirinya sendiri; beliau tidak 
memboroskan waktunya dengan sia-sia bahkan beliau beristirahat sedikit saja. 
Semua kehidupan beliau diberikan kepada dakwah dan untuk Islam. Beliau menjalani 
berbagai macam peperangan dan beliau memikul berbagai macam penderitaan dan 
belum lama beliau lari dari suatu masalah kecuali beliau berhadapan dengan 
masalah yang baru dan lain; belum lama beliau menyelesaikan suatu krisis kecuali 
beliau menghadapi krisis yang lain. Demikianlah kehidupan sang Nabi saw di mana 
beliau selalu memberikan kontribusi dan sumbangannya demi kepentingan agama 
Allah SWT. 
Silakan 
Anda mengamati kehidupan sang Rasul saw dari sudut manapun yang Anda inginkan 
nescaya Anda tidak akan menemukan sudut dari sudut-sudut kehidupan beliau 
kecuali dimulai dan dipenuhi dengan pergelutan yang hebat. 
Rasulullah saw telah melalui pergelutan militer dalam 
berbagai macam pertempuran yang silih berganti yang beliau lakukan. Beliau 
memulai pergelutan politiknya yang terwujud dalam perundingan-perundingan dan 
surat-surat yang beliau kirimkan kepada penguasa dan para raja di berbagai 
negara agar mereka memeluk Islam, bahkan beliau melakukan pergelutannya dalam 
masalah peribadi di rumah tangga. Rumah tangga beliau pun tidak kosong dari 
pergelutan. Beliau adalah pejuang sejati dalam setiap waktu. Kalau kita mengenal 
Nabi Ibrahim sebagai seorang musafir di jalan Allah SWT, maka Muhammad bin 
Abdillah adalah seorang pejuang di jalan Allah SWT. Belum lama peperangan Uhud 
berakhir sehingga pengaruh-pengaruh buruknya berbekas pada kaum Muslim. 
Orang-orang Arab Badwi mulai berani bersikap kurang ajar kepada mereka, demikian 
juga orang-orang Yahudi, apalagi orang-orang munafik dan tidak ketinggalan 
orang-orang Quraisy pun mulai menyudutkan kaum Muslim. 
Kemudian 
datanglah utusan dari kabilah Arab kepada Rasul saw dan mereka mengatakan kepada 
beliau bahawa mereka mendengar tentang Islam dan mereka ingin memeluknya, maka 
hendaklah beliau mengutus kepada mereka beberapa dai dan mubaligh untuk 
mengajari mereka tentang dasar-dasar agama. Nabi saw mengutus bersama mereka 
sekelompok para dai yang dipimpin oleh 'Ashim bin Tsabit. Ternyata orang-orang 
itu berkhianat atas para sahabat-sahabat yang berdakwah itu dan mereka pun 
dibunuh. Bahkan tiga di antara mereka ditawan dan dijual di Mekah. Dijualnya 
mereka di Mekah bererti mereka diserahkan pada kelompok orang-orang Quraisy yang 
telah lama menunggu untuk menangkap kaum Muslim. Kaum Quraisy Mekah membunuh 
tiga tawanan kaum Muslim itu. Orang-orang Muslim sangat sedih mendengar dai-dai 
Allah SWT itu terbunuh dengan cara yang begitu tragis. 
Ketika 
datang kepada Nabi saw orang-orang yang minta pada beliau agar dikirim utusan 
dari kalangan mubaligh untuk menyebarkan Islam untuk para kabilah kaum Najd, 
maka Nabi kali ini betul-betul mempertimbangkan antara kepentingan menyebarkan 
Islam dan perlindungan terhadap kehormatan manusia. Lalu beliau memilih untuk 
kepentingan dakwah Islam. Beliau menyedari bahawa beliau mengutus para 
sahabatnya dalam bahaya; beliau memberitahu mereka bahawa mereka akan menghadapi 
suatu keadaan yang misteri yang tiada mengetahuinya kecuali Allah SWT. Namun 
bahaya tersebut sudah menjadi bahagian dari cita rasa kehidupan yang selalu 
meliputi dakwah Islam. 
Ketika 
Nabi saw mengutarakan kekhuatirannya terhadap para sahabatnya yang bakal 
diutusnya di tengah kabilah itu, orang-orang yang meminta beliau untuk mengutus 
para sahabatnya menyakinkan beliau bahawa mereka akan melindungi sahabat beliau. 
Kemudian Nabi saw memerintahkan tujuh puluh orang pilihan dari sahabatnya untuk 
pergi dan berjihad di jalan Allah SWT serta mengajak manusia untuk mengikuti 
Islam. Lalu pergilah para sahabat yang kemudian dikenal dengan sebutan al-Qurra' 
(yaitu orang-orang yang pandai membaca Al-Qur'an dan menghafalnya). Mereka 
adalah para dai yang terbaik yang diutus Nabi di mana pada siang hari mereka 
memikul kayu bakar dan pada malam hari mereka sibuk dalam keadaan solat. Ketika 
datang perintah Rasulullah saw kepada mereka untuk pergi dan berdakwah mereka 
pun pergi dalam keadaan gembira kerana mereka diajak untuk berjihad di jalan 
Allah SWT. Mereka melangkahkan kaki dengan mantap di tanah orang-orang munafik 
dan para pengkhianat sehingga mereka sampai di suatu sumur yang bernama sumur 
Ma'unah. Kemudian mereka mengutus salah seorang di antara mereka untuk menemui 
pemimpin orang-orang kafir di negeri itu. Mubaligh dari sahabat Rasulullah saw 
itu menyampaikan surat Nabi yang dibawanya di mana beliau mengharapkan agar 
masyarakat di situ masuk Islam, tetapi ia dikejutkan dengan adanya pisau yang 
menembus punggungnya. Mubaligh itu berteriak saat ia tersungkur: "sungguh aku 
beruntung demi Tuhan pemelihara Ka'bah." 
Kemudian 
pemimpin orang-orang kafir itu mengangkat senjata dan mengumpulkan para kabilah 
untuk memerangi para mubaligh di jalan Allah SWT itu sehingga sahabat-sahabat 
terbaik yang berdakwah di jalan Allah SWT itu pun gugur di sumur Ma'unah. 
Jasad-jasad mereka menjadi makanan dari burung nasar dan burung-burung yang 
lain. Dari tujuh puluh orang yang dikirim itu hanya seorang yang selamat yang 
kembali kepada Nabi saw. Ia menceritakan apa yang dialami oleh fuqaha-fuqaha 
Muslimin di mana mereka dikhianati. Ketika mendengar berita tentang tragedi itu, 
Nabi sangat terpukul dan sedih. Kemudian beliau mengangkat kepalanya dan berkata 
kepada sahabat-sahabatnya: "Sungguh sahabat-sahabat kalian telah terbunuh dan 
mereka telah meminta kepada Tuhan mereka. Mereka mengatakan, Tuhan kami, 
berikanlah kami ujian sesuai dengan kehendak-Mu dan ridha-Mu. Apa saja yang 
menjadi kepuasan-Mu kami pun akan merasakan kepuasan." 
Sungguh 
penderitaan yang dialami oleh Islam sangat berat, terutama yang menimpa para 
sahabat yang gugur sebagai syahid di sumur Ma'unah. Nabi saw sangat sedih 
mendengar sikap orang-orang Arab dan orang- orang kafir terhadap Islam. Mereka 
telah mengejek dan merendahkan kaum mukmin sampai pada batas ini. Kemudian 
beliau menetapkan akan kembali mengangkat kewibawaan Islam dengan tindak 
kekerasan. 
Dalam 
keadaan seperti ini, bergeraklah orang-orang Yahudi untuk membunuh Rasulullah 
saw. Pada suatu hari beliau pergi ke Bani Nadhir untuk menyelesaikan suatu 
urusan. Kemudian mula-mula mereka menampakkan persetujuan atas apa yang 
diucapkan beliau. Mereka mendudukkan Nabi di bawah naungan benteng-benteng 
mereka, lalu mereka bersekongkol untuk melenyapkan beliau; mereka menetapkan 
untuk melemparkan batu yang berat dari atas benteng itu saat beliau duduk dan 
tidak membayangkan akan terjadinya kejahatan yang direncanakan padanya. Namun 
Allah SWT mengilhami Rasul-Nya akan datangnya bahaya kepada beliau, lalu beliau 
bangun sebelum pelaksanaan tipu daya itu. Lalu beliau segera pergi menuju 
rumahnya. Beliau berfikir saat beliau kembali ke rumahnya dengan membawa 
penderitaan yang baru. Pembangkangan dan pengkhianatan tersebut tidak akan dapat 
berhenti kecuali setelah Islam menunjukkan taringnya. Islam ingin mengembalikan 
kewibawaannya dengan cara mengangkat senjata. 
Rasul 
saw mengutus utusan ke Bani Nadhir dan memerintahkan mereka untuk keluar dari 
Madinah, bahkan Rasul saw memberi waktu kepada mereka hanya sepuluh hari. 
Kemudian orang-orang munafik yang ada di Madinah bersatu bersama orang-orang 
Yahudi dan mereka sepakat untuk memerangi Islam. Namun ketika berhadapan dengan 
Islam, orang-orang Yahudi menelan kekalahan. Kemudian turunlah surah al-Hasyr 
yang menyebutkan pengusiran orang-orang Yahudi dan menyingkap kedok orang-orang 
munafik. Setelah kemenangan yang meyakinkan ini, Rasul saw keluar bersama 
sahabatnya untuk membalas kejadian yang menimpa sahabat-sahabatnya yang dikenal 
dengan al-Qurra' itu. Rasul saw ingin mengembalikan kewibawaan Islam. Kemudian 
pasukan Rasul saw itu mampu membuat para pengkhianat dari orang-orang Arab 
ketakutan. Hanya sekadar mendengar nama pasukan Muslim, maka serigala-serigala 
gurun yang dulu bengis itu pun ketakutan laksana tikus-tikus yang panik yang 
bersembunyi di bawah lubang-lubang gunung. Orang-orang Quraisy mendengar 
kegiatan pasukan Islam. Pasukan Quraisy menarik diri saat mereka mendekati 
Dahran, sementara pasukan Muslim berada di Badar. Mereka menunggu pertemuan yang 
disepakati di Uhud. Orang-orang Muslim menyala-kan api selama delapan hari 
sebagai bentuk tantangan dan menunggu kedatangan kaum kafir sehingga ketika 
mereka (kaum kafir) telah pergi, maka citra kaum Muslim pun terangkat setelah 
mereka menerima kepahitan dalam peperangan Uhud. 
Kaum 
Muslim menoleh ke arah utara jazirah Arab setelah menetapkan kewibawaan mereka 
di selatan. Kabilah di sekitar Daumatul Jandal dekat dengan Syam merampok di 
tengah jalan dan merampas kafilah yang berlalu di situ, bahkan kenekatan mereka 
sampai pada batas di mana mereka berfikir untuk menyerbu Madinah. Oleh kerana 
itu, Rasulullah saw keluar bersama seribu orang Muslim yang mereka bersembunyi 
di waktu siang dan berjalan di waktu malam, sehingga setelah lima belas malam 
beliau sampai ke tempat yang dekat dengan tempat tinggal musuh-musuh mereka lalu 
mereka menggerebek tempat itu. Pasukan kafir itu dikejutkan dengan kedatangan 
kaum Muslim yang begitu cepat. 
Kita 
akan mengetahui bahawa alat komunikasi yang dimiliki oleh Rasulullah saw sangat 
unggul sebagaimana alat pertahanan beliau pun sangat unggul. Serangan mendadak 
yang dilakukan oleh pasukan Rasulullah saw menunjukkan bahawa mereka memiliki 
pertahanan yang luar biasa. Sistem pertahanan yang luar biasa sebagaimana 
kedatangan pasukan yang secara tiba-tiba itu menunjukkan kemampuan pasukan Islam 
untuk menyusup. 
Demikianlah, terjadilah hari-hari pertempuran militer. 
Belum lama Nabi saw meletakkan baju besinya, dan beliau kembali membangun 
peribadi kaum Muslim sehingga beliau terpaksa kembali memakai baju besinya dan 
kembali berperang. Ketika musuh-musuh Islam yang berada di sekelilingnya melihat 
bahawa kemampuan militer mereka tidak dapat menandingi kemampuan kaum Muslim, 
maka mereka sengaja melakukan cara-cara baru untuk memerangi Islam. Yaitu 
peperangan psikologi atau peperangan urat saraf dengan cara menyebarkan berbagai 
macam isu atau apa yang dinamakan Al-Qur'an al-Karim dengan peristiwa al-Ifik 
(kebohongan). Setelah peperangan Bani Musthaliq yaitu peperangan yang membawa 
kemenangan yang cepat bagi kaum Muslim, terjadilah kesalahfahaman dan 
pertengkaran di antara sahabat-sahabat yang biasa mengambil air di mana salah 
seorang mereka berteriak: "wahai kaum Muhajirin," dan yang lain berteriak: 
"Wahai kaum Anshar." 
Peristiwa yang sangat sepele itu dimanfaatkan oleh pemimpin 
kaum munafik yaitu Abdullah bin Ubai. Abdullah bin Ubai memprovokasi orang- 
orang Anshar untuk menyerang kaum Muhajirin. Ia ingin membangkitkan luka-luka 
jahiliah yang lama yang telah dibuang dan telah dikubur oleh Islam, Salah satu 
yang dikatakan oleh Ibnu Ubai adalah, "sungguh mereka telah menyaingi kita dan 
mengambil kebaikan dari dan seandainya kita telah kembali ke Madinah nescaya 
orang-orang yang mulai akan dapat mengusir orang-orang yang hina di dalamnya." 
Zaid bin 
Arqam menyampaikan kalimat si munafik itu kepada Nabi saw, di mana kalimat itu 
berisi provokasi terhadap orang-orang Anshar untuk menyerang kaum Muhajirin. 
Ubai menginginkan agar mereka berpecah belah dan agar kesatuan mereka runtuh. Si 
Munafik itu segera datang kepada Rasul saw dan menafikan apa yang dikatakannya. 
Orang-orang Muslim secara lahiriah membenarkan perkataan si munafik itu dan 
mereka justru menuduh Zaid bin Arqam salah mendengar. Tetapi hakikat peristiwa 
itu tidak tersembunyi dari Nabi saw sehingga peristiwa itu sangat menyedihkan 
beliau. Lalu beliau mengeluarkan perintah agar para sahabat pergi ke suatu 
tempat yang tidak biasanya mereka lalui. Kemudian beliau pergi bersama sahabat 
di hari itu sampai waktu malam menyelimuti mereka. Dan kini, mereka memasuki 
waktu pagi. Kepergian yang singkat dan tiba-tiba itu mampu menepis kebohongan 
yang dirancang oleh si Munafik, Abdullah bin Ubai. Yaitu kebohongan yang 
bertujuan untuk membakar persatuan kaum Muslim ketika ia berusaha untuk 
menyalakan api di tengah-tengah rumah sang Nabi saw. 
Ketika 
Nabi masih memiliki kekuatan yang menakutkan bagi yang mencuba melawannya, maka 
mereka pun melakukan berbagai penipuan dan, makar. Dan salah satu yang menjadi 
objek tipu daya itu adalah isteri beliau, yaitu Aisyah. Alkisah, Aisyah pada 
suatu hari pergi untuk memenuhi hajatnya lalu dilehernya terdapat anting-anting. 
Setelah ia memenuhi hajatnya, anting-anting itu terjatuh dari lehernya dan ia 
tidak mengetahui. Ketika Aisyah kembali dari kafilah yang telah siap-siap untuk 
pergi, ia kembali mencari kalungnya sampai ia menemukannya. Sementara itu 
orang-orang yang membawanya dalam tandu (haudaj) mengira Aisyah sudah berada di 
dalamnya. Mereka tidak ragu dalam hal itu kerana memang berat badan Aisyah 
sangat ringan. 
Pasukan 
Nabi berjalan dan membawa tandu, sedangkan Aisyah tidak ada di dalamnya. Aisyah 
kembali dan tidak mendapati pasukan di mana mereka telah pergi. Aisyah merasa 
hairan atas kepergian pasukan yang begitu cepat. Aisyah merasa takut saat ia 
berdiri sendirian di padang gurun. Aisyah berusaha bersikap baik, ia duduk di 
tempatnya di mana di situlah untanya duduk juga. Aisyah melipat-lipat pakaiannya 
sambil berkata dalam dirinya: Mereka akan mengetahui bahawa aku tidak ada dan 
kerana itu mereka akan kembali mencariku dan akan menemukan aku. 
Sementara itu, Sofwan bin Mu'athal juga tertinggal kerana 
ia melakukan keperluannya. Ia berjalan dari arah yang jauh lalu ia melihat 
bayangan orang yang tidak begitu jelas. Sofwan mendekat dan tiba-tiba ia 
mengetahui bahawa ia sedang berdiri di hadapan Aisyah. Ia melihat Aisyah sebelum 
diwajibkannya perintah memakai hijab (jilbab) atas isteri-isteri Nabi. Ketika 
melihatnya, Sofwan berkata: "Sesungguhnya kita milik Allah SWT dan kepadanya 
kita akan kembali,... isteri Rasulullah Aisyah tidak menjawab. 
Sofwan 
mundur dan mendekatkan untanya kepadanya sambil berkata: "Silakan Anda 
menaikinya." Aisyah pun menaikinya. Kemudian Sofwan membawanya pergi dan mencari 
pasukan yang telah meninggalkannya. Sementara itu, pasukan Nabi sedang 
beristirahat. Para sahabat mengira bahawa Aisyah masih berada dalam tandu. 
Tiba-tiba mereka terkejut ketika Aisyah datang kepada mereka bersama Sofwan yang 
menuntun untanya. 
Tokoh 
munafik Abdullah bin Ubai segera memanfaatkan kesempatan emas ini. Ia membuat 
kisah bohong yang terkesan menuduh isteri Nabi melakukan pengkhianatan. Abdullah 
bin Ubai pandai memilih beberapa sahabat yang dikenalinya sebagai orang-orang 
yang mudah percaya dan cenderung membenarkan hal-hal yang bersifat lahiriah, 
atau ia mengetahui bahawa di antara mereka dan Aisyah terdapat kedengkian 
sehingga mereka suka jika tersebar kebohongan yang berkenaan dengan Aisyah. 
Demikianlah pemimpin munafik itu berhasil menjerat beberapa 
sahabat dalam tali kebohongannya, di antaranya Hasan bin Sabit. Musthah, dan 
seorang wanita yang dipanggil Hamnah binti Jahasv. yaitu saudara perempuan 
Zainab binti Jahasy isteri Rasulullah saw. Ketiga orang itu tertipu dengan 
kebohongan tersebut lalu mereka menyebarkannya sehingga orang-orang yang 
terjerat dalam kebohongan itu mengatakan apa saja yang mereka inginkan. 
Akhirnya. pasukan pun bergoncang dengan isu itu. Sementara itu, Aisyah tidak 
mengetahui sedikit pun tentang hal tersebut. Isu tersebut bertujuan untuk 
menjatuhkan Islam dan melukai perasaan Rasullullah saw dan itu termasuk 
peperangan menentang Rasulullah saw dan ajaran yang dibawanya. Begitu juga ia 
bertujuan menunjukkan bahawa kaum Muslim tidak konsekuen dengan akidah yang 
mereka yakini dan secara tidak langsung ia juga menyerang kesucian rumah tangga 
Aisyah. 
Pasukan 
kembali ke Mekah dan Aisyah jatuh sakit, namun ia tidak mengetahui isu-isu yang 
dikatakan tentang dirinya. Kemudian Rasulullah saw mendengar hal itu sebagaimana 
ayahnya Abu Bakar dan ibunya pun mendengarnya, namun tak seorang pun di antara. 
mereka yang memberitahu Aisyah. Begitu juga Rasul saw tidak menceritakan 
peristiwa itu di hadapan Aisyah. Namun sikap beliau berubah di mana beliau tidak 
lagi menunjukkan perhatiannya seperti biasanya saat Aisyah sakit. Ketika beliau 
menemui Aisyah dan saat itu ibunya ada di situ, beliau berkata: "Bagaimana 
keadaanmu?" Beliau tidak lebih dari mengucapkan kata-kata itu. Ketika Aisyah 
melihat perubahan sikap Rasul saw, ia mulai marah. Pada suatu hari ia berkata 
pada Nabi: "Seandainya engkau mengizinkan aku, nescaya aku akan pindah ke tempat 
ibuku." Beliau menjawab: "Itu tidak ada masalah." 
Aisyah 
pun pindah ke tempat ibunya dan ia tidak mengetahui sama sekali apa yang 
sebenarnya terjadi padanya. Setelah melalui lebih dari dua puluh malam, Aisyah 
sembuh dari sakitnya dan ia pun belum mengetahui hal-hal yang dikatakan tentang 
dirinya. Umul mu'minin Aisyah menceritakan bagaimana ia mengetahui isu bohong 
tersebut dan bagaimana Allah SWT membebaskannya dari isu itu, ia berkata: 
"Kami 
adalah kaum Arab di mana kami tidak mengambil di rumah kami tanggung jawab ini 
yang biasa di ambil oleh orang-orang Ajam. Kami membencinya. Kami keluar untuk 
menikmati keluasan kota. Sementara itu para wanita keluar pada setiap malam 
untuk memenuhi hajat mereka. Pada suatu malam, aku keluar bersama Ummu Musthah 
untuk memenuhi sebahagian keperluanku. Lalu ia berkata: "Tidakkah kau sudah 
mendengar suatu berita wahai puteri Abu Bakar?" Aku bertanya, "berita apa itu?" 
Lalu ia memberitahukan padaku apa-apa yang dikatakan oleh para penyebar 
kebohongan. Aku berkata: "Apa ini memang benar?" Ia menjawab: "Demi Allah, ini 
benar-benar terjadi." Aisyah berkata: "Demi Allah, aku tidak mampu memenuhi 
hajatku." lalu aku pulang. Demi Allah, aku tetap menangis sampai-sampai aku 
mengira bahawa tangisanku akan merosak jantungku dan aku berkata kepada ibuku, 
mudah-mudahan Allah SWT mengampunimu, banyak orang berbicara tentangku namun 
engkau tidak menceritakan sedikit pun kepadaku. Ia berkata: "Wahai anakku, 
sabarlah demi Allah jarang sekali wanita yang baik yang dicintai oleh seorang 
lelaki yang jika ia memiliki isteri-isteri yang lain (madunya) kecuali wanita 
itu akan diterpa oleh berbagai isu." 
Aisyah 
berkata: "Rasulullah saw berdiri dan menyampaikan pembicaraannya pada mereka dan 
aku tidak mengetahui hal itu." Beliau memuji Allah SWT kemudian berkata: "Wahai 
manusia, bagaimana keadaan kaum lelaki yang menyakiti aku melalui keluar gaku 
dan mereka mengatakan sesuatu yang tidak benar. Demi Allah, aku tidak mengenal 
mereka kecuali dalam kebaikan. Lalu mereka mengatakan hal itu pada seorang 
lelaki yang aku tidak mengenalnya kecuali dalam kebaikan di mana ia tidak 
memasuki suatu rumah dari rumah-rumahku kecuali ia bersamaku." 
Kemudian 
Rasulullah saw memanggil Ali bin Abi Thalib dan Usamah bin Zaid dan 
bermusyawarah dengan keduanya. Usamah hanya melontarkan pujian dan berkata: "Ya 
Rasulullah aku tidak mengenal isterimu kecuali dalam kebaikan dan berita ini 
hanya kebohongan dan kebatilan," sedangkan Ali berkata: 'Ya Rasulullah masih 
banyak wanita yang lain yang dapat kau percaya." Kemudian Rasulullah saw 
memanggil Burairah dan bertanya kepadanya, lalu Ali berdiri kepadanya dan 
memukulnya dengan keras sambil berkata: "Jujurlah kepada Rasulullah saw," lalu 
wanita itu berkata: "Demi Allah, aku tidak mengetahui kecuali kebaikan. Aku 
tidak pernah mencela Aisyah kecuali pada suatu waktu aku sedang membikin adunan 
roti lalu aku memerintahkannya untuk menjaganya namun Aisyah tertidur dan 
datanglah kambing lalu adunan itu dimakan olehnya." 
Aisyah 
berkata: "Kemudian datanglah kepadaku Rasulullah saw dan saat tu aku bersama 
kedua orang tuaku dan seorang wanita dari kaum Anshar. Aku menangis dan wanita 
itu pun turut menangis. Rasulullah saw duduk lalu memuji Allah SWT dan berkata: 
"Wahai Aisyah, sungguh kamu telah mendengar sendiri apa yang dikatakan 
orang-orang tentang dirimu, maka bertakwalah kepada Allah SWT dan jika engkau 
telah melakukan keburukan seperti yang diucapkan orang-orang itu, maka 
bertaubatlah kepada Allah SWT kerana sesungguhnya Allah SWT menerima taubat dari 
hamba-hamba-Nya." Aisyah berkata, "demi Allah, itu tidak lain hanya kebohongan 
yang dialamatkan kepadaku sehingga membuat air mataku kering. Aku sama sekali 
tidak seperti yang mereka katakan," lalu aku menunggu kedua orang tuaku untuk 
mengatakan tentang diriku namun mereka justru terdiam. Aisyah berkata, "demi 
Allah aku merasa sebagai seorang yang hina yang tidak layak diturunkan Al-Qur'an 
dari Allah SWT berkenaan denganku, tetapi aku hanya berharap agar Nabi saw 
melihat kebohongan yang dialamatkan kepadaku itu sehingga ia memastikan 
terbebasnya aku darinya." 
Aisyah 
berkata: "Ketika aku tidak melihat kedua orang tuaku berbicara aku berkata 
kepada mereka tidakkah kalian menjawab apa yang dikatakan Rasulullah saw?" 
Mereka berkata: "Demi Allah kami tidak mengetahui apa yang harus kami jawab." 
Aku mengetahui bahawa aku bebas dari tuduhan itu. Tiba-tiba Rasulullah saw 
mengusap keringat dari wajahnya sambil berkata: "Bergembiralah wahai Aisyah 
kerana sesungguhnya Allah SWT telah menurunkan ayat yang membebaskan kamu dari 
tuduhan itu," lalu aku berkata: "Segala puji bagi Allah SWT." Kemudian beliau 
keluar menemui para sahabat dan membacakan kepada mereka ayat berikut ini: 
"Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu 
adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahawa berita bohong itu 
buruk bagi kamu. Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang 
dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bahagian yang terbesar 
dalam penyiaran berita bohong itu, maka baginya azab yang besar. " (QS. an-Nur: 
11) 
Jibril 
turun kepada Nabi saw untuk menyampaikan terbebasnya Aisyah dari segala tuduhan 
yang ditujukan kepadanya. Dan gagallah peperangan psikologi menentang kaum 
Muslim dan rumah tangga Rasulullah saw, dan kelompok-kelompok kafir meyakini 
bahawa mereka harus menggunakan cara baru lagi untuk menentang Islam. Kemudian 
Rasulullah saw kembali memasuki pergelutan menentang peperangan fizik. 
Peperangan Khandaq termasuk contoh peperangan fizik yang dilakukan oleh 
Rasulullah saw. Orang-orang Yahudi menyerahkan urusan mereka kepada kaum 
musyrik, dan Dimulailah rangkaian persekongkolan dan sumpah di antara tokoh- 
tokoh Yahudi dan pemimpin-pemimpin kaum musyrik, bahkan pendeta- pendeta Yahudi 
berfatwa bahawa agama Quraisy yang disimbolkan dengan penyembahan berhala lebih 
baik daripada agama Muhammad yang penyembahan hanya layak ditujukan kepada Tuhan 
Yang Esa 
sebagaimana tradisi jahiliah lebih 
baik daripada ajaran Al-Qur'an. 
Politik 
kaum Yahudi berhasil menyatukan kelompok-kelompok orang kafir dan mengerahkannya 
untuk menentang kaum Muslim. Kemudian mereka akan menyerang Madinah dengan 
jumlah kekuatan sepuluh ribu tentera. Akhirnya, berita itu sampai ke Nabi saw. 
Beliau tidak hairan ketika mendengar orang-orang Yahudi bersatu - padahal mereka 
mempunyai asas agama yang menyeru kepada tauhid - bersama kaum musyrik menentang 
agama tauhid. Nabi saw mengetahui bahawa perjanjian telah lama membelenggu 
orang-orang Yahudi sehingga hati mereka menjadi keras dan hari telah menjauhkan 
antara mereka dan sumber yang jernih yang dipancarkan oleh Musa. Akhirnya, 
mereka menjadi buah yang rosak yang kulitnya bergambar tauhid namun isinya 
bergambar kepahitan syirik. Dan yang lebih penting dari itu adalah kesamaan 
kepentingan kaum Yahudi dan kaum musyrik. 
Nabi saw 
menyedari bahawa beliau sekarang menghadapi ancaman dan pasukan yang besar. 
Pertempuran secara terbuka tidak memberi keuntungan bagi Muslimin. Beliau mulai 
berfikir bagaimana cara mempertahankan Madinah tanpa harus keluar darinya. Kali 
ini taktik militernya berubah di mana sebelum itu beliau keluar dari Madinah dan 
menjauhinya serta menyerang kelompok-kelompok yang berencana menyerbu Madinah. 
Kali ini bentuk ancaman berbeza dan tentu fikiran Nabi pun berubah kerana 
mengikuti perbezaan ancaman itu. 
Kemudian 
beliau mengadakan pertemuan militer bersama para tenteranya. Beliau ingin 
mendengar berbagai usulan tentang bagaimana cara mempertahankan Madinah. Lalu 
Salman al-Farisi mengusulkan agar Nabi menggali suatu parit yang dalam di 
sekeliling Madinah yaitu parit yang seperti bendungan alami yang dapat menahan 
laju banjir yang ingin maju, suatu parit yang pasukan berkuda tidak akan mampu 
melewatinya dan kaum Muslim dapat mempertahankan diri dari belakangnya. Mula- 
mula usulan itu terkesan agak mustahil diwujudkan namun pada akhirnya Nabi 
menyetujui usulan Salman itu. Melalui sensifitas militernya yang mengagumkan, 
beliau mengetahui bahawa situasi cukup genting dan kerananya ia menuntut usaha 
keras untuk dapat melaluinya. Nabi saw memerintahkan para sahabat untuk menggali 
parit di sekitar Madinah. Pekerjaan itu sangat berat dan saat itu musim dingin 
di mana udara sangat dingin. Di samping itu, kaum Muslim sedang mengalami krisis 
ekonomi yang mengancam Madinah, meskipun demikian, penggalian parti tetap 
dilaksanakan, bahkan Rasulullah saw terjun langsung untuk membuat galian dan 
memikul tanah. 
Kaum 
Muslim dengan semangat yang luar biasa dapat menyelesaikan penggalian parit itu 
meskipun kehidupan sangat keras dan mereka merasakan kelaparan kerana kekurangan 
harta. Namun semangat pasukan Islam tetap meninggi. Mereka percaya akan 
datangnya kemenangan dan pertolongan dari Allah SWT. 
Allah 
SWT berfirman: 
"Dan tatkala orang-orang mukmin melihat golongan-golongan 
yang bersekutu itu, mereka berkata: 'lnilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya 
kepada kita.' Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. Dan yang demikian itu tidaklah 
menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan." (QS. al-Ahzab: 22) 
Pasukan 
Quraisy mulai mendekati Madinah dan tiba-tiba Madinah berubah menjadi jazirah 
cinta di tengah-tengah lautan kebencian, lautan itu mulai menghentam jazirah dan 
berusaha menenggelamkannya dari dalam. Kemudian berteburanlah panah-panah kaum 
Muslim untuk menghalau pasukan kafir yang cukup banyak. Pasukan kafir mulai 
berputar-putar di sekeliling parit dalam keadaan bingung: apa gerangan yang 
telah dilakukan pasukan Islam, bagaimana mereka dapat menggali parit ini? 
Kuda-kuda musuh berusaha melalui parit itu namun pasukan 
Muslim segera menyerangnya. Demikianlah peperangan Ahzab terus berlangsung. Pada 
hakikatnya ia adalah peperangan urat saraf. Pasukan musuh mengepung Madinah 
selama tiga minggu di mana serangan demi serangan terus dilakukan sepanjang 
siang dan mata mereka tetap terjaga sepanjang malam. Bahkan saking dahsyatnya 
pertempuran itu sehingga kaum Muslim tidak mengetahui apakah pasukan musuh 
berhasil menduduki Madinah atau tidak, dan apakah para musuh berhasil menembus 
lubang yang mereka bangun? Allah SWT menggambarkan keadaan peperangan Ahzab 
dalam firman-Nya: 
"(Yaitu) ketika mereka datang kepadamu dari atas dan dari 
bawahmu, dan ketika tidak tetap lagi penglihatan(mu) dan hatimu naik menyesak 
sampai ke tenggorokan dan kamu menyangka terhadap Allah dengan bermacam-macam 
persangkaan. Di situlah diuji orang- orang mukmin dan digoncangkan hatinya 
dengan goncangan yang dahsyat." (QS. al-Ahzab: 10-11) 
Keadaan 
semakin buruk di mana orang-orang Yahudi membatalkan perjanjian mereka dengan 
kaum Muslim dan mereka bergabung dengan al-Ahzab. Demikianlah Bani Quraizhah 
membatalkan perjanjiannya dan mereka lupa terhadap pengkhianatan bani Nadhir dan 
pembalasan Nabi saw terhadap mereka. Setiap hari keadaan semakin buruk. 
Kaum 
Muslim benar-benar mengalami ujian yang berat di mana fikiran mereka benar-benar 
kacau. Ketika keadaan mencapai puncaknya kaum Muslim bertanya kepada Rasul saw, 
"apa yang harus mereka katakan?" Rasulullah saw memberitahu agar mereka 
mengatakan: "Ya Allah, kalahkanlah mereka dan tolonglah kami untuk mengatasi 
mereka." 
Doa 
tersebut keluar dari mulut-mulut kaum yang telah melaksanakan kewajipan mereka 
dan telah membuat mukjizat mereka dalam menghalau serangan. Jadi, mereka tidak 
memiliki apa-apa selain doa dan Allah SWT lah Yang Maha Mendengar permintaan 
hamba-Nya dan Dia yang mengabulkannya. Dia mengetahui orang yang melaksanakan 
kewajipannya dan akan mengabulkan orang yang berdoa. 
Akhirnya, kaum Muslim benar-benar mendapatkan rahmat Allah 
SWT. Kemudian perjalanan pertempuran bergerak dengan cara yang tidak bisa 
difahami. Para penyerang menyedari bahawa mereka sebenarnya telah kalah di mana 
mereka telah menyerang selama tiga pekan namun serangan tersebut tidak 
memberikan hasil apa pun. Mereka telah mencurahkan berbagai upaya namun tanpa 
memberikan hasil yang diharapkan dan boleh jadi mereka akan tetap begini selama 
tiga tahun. 
Kemudian 
datanglah suatu malam di mana kaum Muslim belum pernah melihat malam segelap itu 
dan angin sekencang itu, bahkan saking kerasnya angin sampai-sampai suaranya 
laksana halilintar. Bahkan saking gelapnya malam itu sehingga tak seorang pun di 
antara umat Islam yang mampu melihat jari-jari tangannya atau berdiri dari 
tempatnya kerana saking dinginnya cuaca. Kemudian Nabi saw datang menemui 
Hudaifah bin Yaman. Beliau tidak mampu melihatnya meskipun beliau berdiri di 
sebelahnya. Nabi saw bertanya: "Siapa ini?" Hudaifah menjawab: "Aku adalah 
Hudaifah." Nabi saw berkata: "Oh, kamu Hudaifah." Hudaifah tetap tinggal di 
tempatnya kerana ia khawatir jika ia berdiri ia akan tidak mampu kerana saking 
dinginnya dan akan menabrak Rasul saw. Rasul saw berkata kepada Hudaifah, "Aku 
kehilangan berita penting tentang keadaan kaum yang menyerang kita." 
Hudaifah 
sebagai mata-mata dari pasukan Islam merasakan ketakutan di mana ia tidak mampu 
menahan cuaca yang begitu dingin, lalu bagaimana ia dapat berdiri dan keluar 
dari Madinah menuju ke tempat pasukan musuh dan menyusup di tengah barisan 
mereka lalu kembali kepada Nabi saw dengan membawa berita tentang mereka. 
Hudaifah bangkit dari tempatnya ketika Nabi saw selesai dari pembicaraannya. 
Nabi saw memberikan doa kebaikan kepadanya. Hudaifah pun pergi dan kehangatan 
keimanannya mengalahkan kegelapan malam dan kedinginan cuaca. Ia keluar dari 
Madinah dan menyusup di tengah-tengah pasukan musuh. Nabi saw memerintahkannya 
untuk tidak melakukan tindakan apa pun selain mendapatkan berita dan kembali. 
Inilah tugas utamanya. Hudaifah sampai di tengah-tengah musuh. Mereka berusaha 
menyalakan api namun angin segera mematikannya sebelum menyala dan di dekat api 
itu terdapat seorang lelaki yang berdiri sambil menghulurkan tangannya ke arah 
api dengan maksud untuk menghangatkannya. Lelaki itu adalah pemimpin kaum 
musyrik yaitu Abu Sofyan. 
Melihat 
itu, Hudaifah segera memasang anak panah pada busur yang dibawanya dan ia ingin 
memanahnya. Seandainya ia berhasil membunuhnya, maka kaum Muslim dapat merasa 
tenang dengannya, namun ia ingat pesan Rasulullah saw kepadanya agar ia tidak 
melakukan tindakan apa pun. Kemudian ia kembali meletakkan anak panahnya dan 
menyembunyikannya. 
Abu 
Sofyan berkata: "Wahai orang-orang Quraisy situasi saat ini tidak menguntungkan 
bagi kalian, maka pergilah kalian kerana aku pun akan pergi." Abu Sofyan 
melompat ke atas untanya lalu mendudukinya dan memukulnya sehingga unta itu 
bangkit. 
Hudaifah 
kembali menemui Rasulullah saw dengan membawa berita mundurnya pasukan Ahzab dan 
gagalnya serangan mereka. Ketika mendengar peristiwa penarikan mundur pasukan 
musuh, Rasulullah saw berkata: "Sekarang kita akan menyerang mereka dan mereka 
tidak akan menyerang kita." Belum lama pasukan Ahzab kembali ke negerinya dengan 
tangan hampa sehingga beliau keluar dari Madinah bersama pasukannya menuju ke 
kaum Yahudi Bani Quraizhah. Orang-orang Yahudi itu telah mengkhianati perjanjian 
mereka bersama Nabi saw. Mereka menipu Islam di saat-saat genting. Oleh kerana 
itu, mereka harus membayar biaya pengkhianatan mereka sekarang. 
Nabi saw 
memerintahkan agar para sahabat tidak melaksanakan solat Ashar kecuali di Bani 
Quraizhah. Kaum Muslim memahami bahawa perintah tersebut bererti mereka akan 
menerobos benteng kaum Yahudi sebelum matahari tenggelam. 
Orang-orang Yahudi menelan kekalahan pahit lalu mereka 
datang kepada Sa'ad bin Mu'ad agar ia memutuskan perkara mereka. Sa'ad adalah 
pemimpin kaum Aus dan kaum Aus adalah sekutu orang-orang Yahudi Quraizhah di 
masa jahiliah. Kaum Yahudi mengharap bahawa mereka dapat memanfaatkan hubungan 
yang terjalin selama ini sebagaimana kaum Aus membayangkan bahawa tokoh mereka 
akan memberikan keringanan terhadap sekutu-sekutu mereka. Sa'ad ketika itu 
terluka dan ia sedang dirawat di khemahnya kerana terkena panah kauni Ahzab. 
Sebahagian kaumnya membujuknya agar ia bersikap baik terhadap orang- orang 
Yahudi, sekutu-sekutu mereka, dan orang-orang 
Yahudi 
membujuknya agar ia bersikap lembut terhadap mereka. Kemudian Sa'ad mengatakan 
penyataannya yang terkenal: "Telah tiba waktunya bagi Sa'ad untuk memutuskan 
hukum sesuai dengan kehendak Allah tanpa peduli dengan celaan para pencela." 
Sa'ad memutuskan agar kaum lelaki dibunuh dan keturunannya ditawan serta 
harta-harta mereka dibagi-bagikan. Nabi pun menyetujui keputusan tegas Sa'ad 
itu. Beliau berkata kepadanya: "Sungguh engkau telah memutuskan kepada mereka 
dengan keputusan Allah SWT dari tujuh langit." 
Sa'ad 
mengetahui bahawa perantaraan, permohonan, harapan, dan menjaga berbagai 
pertimbangan lazim selayaknya berada di suatu genggaman, dan masa depan Islam 
berada di genggaman yang lain. Yahudi Bani Quraizhah adalah penyebab 
berkecamuknya peperangan Ahzab dan sumpah mereka dan berbagai tipu daya mereka 
berusaha untuk memblokade Islam dan menghancurkannya. Oleh kerana itu, kini 
telah tiba saatnya untuk mencabut pohon-pohon beracun dari akarnya tanpa 
memperdulikan kasih sayang. 
Demikianlah kaum Yahudi dibersihkan dari Madinah. Nabi saw 
kembali melanjutkan pergelutannya. Puncak dari perjuangan politiknya adalah 
perjanjian yang beliau lakukan bersama orang-orang Quraisy. Nabi saw berjalan 
untuk melaksanakan umrah dan mengunjungi Baitul Haram. Beliau keluar bersama 
seribu empat ratus kaum lelaki yang bertujuan untuk berziarah ke Baitul Haram 
guna melaksanakan umrah. Ketika mereka sampai di Hudaibiyah pinggiran kota 
Mekah, tiba-tiba unta yang ditunggangi Nabi duduk dan ia tidak mahu melangkah 
menuju Mekah. Melihat itu para sahabat berkata: "Oh unta itu malas." Nabi saw 
berkata: "Tidak Demikian namun ia ditahan oleh Zat yang menahan laju gajah 
menuju Mekah. Sungguh jika hari ini orang Quraisy membuat suatu rencana dan 
mereka meminta agar aku menyambung tali silaturahmi nescaya aku akan 
menyetujuinya." 
Nabi saw 
memerintahkan para sahabat agar tetap tinggal di Hudaibiyah. Kaum Muslim 
beristirahat di sana dengan harapan mereka dapat memasuki Mekah di waktu pagi. 
Peristiwa itu bertepatan dengan bulan Haram. Mekah telah menetapkan agar tak 
seorang pun dari kaum Muslim dapat memasukinya. Semua kaum Quraisy telah keluar 
untuk memerangi kaum Muslim. Mereka mengutus utusan-utusan kepada Nabi saw lalu 
beliau memberitahu mereka bahawa beliau tidak datang untuk berperang namun 
beliau ingin melakukan umrah sebagai bentuk pujian dan syukur kepada Allah SWT 
dan mengagumkan kemuliaan rumah-Nya yang suci. Mekah menetapkan untuk melakukan 
perjanjian bersama kaum Muslim di mana mereka menginginkan agar jangan sampai 
kaum Muslim memasuki Baitul Haram pada tahun ini kecuali setelah mereka kembali 
pada tahun depan. 
Datanglah juru runding kaum Quraisy lalu Rasul saw 
menyambutnya dan mendengarkan ia menyampaikan syarat-syarat perjanjian yang 
intinya pelaksanaan perdamaian dan penarikan mundur pasukan Muslim. Nabi saw 
menyetujui semua syarat-syarat perjanjian meskipun tampak bahawa perjanjian 
tersebut tidak menguntungkan kaum Muslim di mana itu dianggap sebagai titik 
kemunduran politik dan militer kaum Muslim, dan yang menambah kebingungan kaum 
Muslim adalah bahawa Rasul saw tidak melibatkan seseorang pun dari kalangan 
sahabatnya untuk bermusyawarah dalam hal ini. Tidak biasanya beliau bersikap 
demikian. Para sahabat menyaksikan beliau pergi menemui kaum musyrik dan 
bersikap sangat lembut kepada mereka, dan beliau tidak kembali kecuali membawa 
berita persetujuan dengan perjanjian yang ditandatangani orang-orang musyrik, 
dan beliau pun membubuhkan tanda tangan di atasnya. 
Para 
sahabat bergerak untuk menentang Rasulullah saw. Mereka bertanya kepada beliau, 
"bukankah engkau utusan Allah SWT? Bukankah kita kaum Muslim? Bukankah 
musuh-musuh kita kaum musyrik?" Nabi saw hanya mengiyakan pertanyaan-pertanyaan 
tersebut. Umar bin Khatab kembali bertanya: "Mengapa kita harus menerima 
penghinaan dalam agama kita?" Umar ingin mengungkapkan sesuai dengan bahasa kita 
saat ini, "mengapa kita harus mundur kalau kita berada di atas kebenaran? 
Mengapa kita menerima syarat-syarat perjanjian yang justru menguntungkan kaum 
musyrik? Apakah kita takut terhadap mereka?" 
Mendengar berbagai protes yang disampaikan para sahabatnya, 
Rasul saw justru menyampaikan jawapan yang unik bagi mereka di mana beliau 
berkata: "Aku adalah hamba Allah SWT dan Rasul-Nya dan aku tidak mungkin 
menentang perintah-Nya dan Dia tidak mungkin akan menyia- nyiakan aku." Makna 
dari kalimat beliau adalah, "taatilah apa yang telah aku lakukan tanpa perlu 
memperdebatkannya dan hendaklah kalian sedikit bersabar." 
Perjalanan hari menetapkan bahawa perjanjian yang 
menimbulkan pro dan kontra di tengah-tengah sahabat itu justru membawa 
kemenangan politik paling gemilang yang pernah dicapai oleh umat Islam. 
Kemenangan tersebut diperoleh sebagai hasil dari kebijaksanaan sang Nabi saw 
yang mengalahkan kelihaian politik kaum Quraisy. Kaum Quraisy telah memfokuskan 
semua kelihaian-nya agar kaum Muslim kembali ke tempat mereka tanpa memasuki 
Masjidil Haram pada tahun ini, namun hikmah Nabi saw justru mampu mencapai 
pengelihatan yang tidak dapat dijangkau oleh kaum itu yang berkenaan dengan masa 
depan. Jika saat ini perjanjian tersebut tampak membawa kekalahan bagi kaum 
Muslim, maka setelah berlangsung beberapa bulan ia justru mendatangkan 
kemenangan yang spektakuler. 
Suhail 
bin Amr adalah wakil dari delegasi kaum Quraisy dan Ali bin Abi Thalib adalah 
juru tulis dalam perjanjian itu dari pihak Nabi saw. Rasulullah saw berkata 
kepada Ali: "Tulislah dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang." 
Utusan Quraisy berkata, aku tidak mengenal ini. Tapi tulislah dengan nama-Mu, ya 
Allah. Rasulullah saw berkata kepada Ali: "Dengan nama-Mu, ya Allah." Sikap 
keras kepala utusan Quraisy itu tidak bererti sama sekali kerana tidak ada 
perbezaan yang mencolok antara dengan namamu Allah dan dengan nama Allah Yang 
Maha Pengasih lagi Maha Penyayang selain niat si pembicara. 
Nabi saw 
berkata kepada Ali: "Ini adalah perundingan antara Muhammad saw utusan Allah dan 
Suhail bin Amr." Mendengar itu dengan nada menentang Suhail bin Amr berkata: 
"Seandainya aku bersaksi bahawa engkau adalah utusan Allah nescaya aku tidak 
akan memerangimu, tetapi tulislah namamu dan nama ayahmu." Nabi berkata kepada 
Ali tulislah: "Inilah kesepakatan antara Muhammad bin Abdillah dan Suhail bin 
Amr." 
Tampaknya itu adalah kemunduran yang kedua dan dengan 
pandangan yang sekilas tampak menjatuhkan kaum Muslim tetapi Nabi saw ingin 
mewujudkan suatu tujuan yang penting yaitu tujuan yang belum terungkap saat itu. 
Alhasil, semuanya terjadi dengan ilham dari Allah SWT. Ali kembali menulis 
bahawa Muhammad bin Abdillah dan Suhail bin Amr sama-sama sepakat untuk 
menghentikan peperangan selama sepuluh tahun di mana hendaklah masing-masing 
mereka memberikan keamanan terhadap sesama mereka. Namun jika terdapat di antara 
orang-orang Quraisy seseorang yang masuk Islam lalu ia datang kepada Muhammad 
saw tanpa izin walinya hendaklah kaum Muslim mengembalikannya kepada kaum 
Quraisy. Sebaliknya, jika ada orang yang murtad dari sahabat Muhammad saw, maka 
tidak ada keharusan bagi orang Quraisy untuk mengembalikannya kepada Nabi. 
Syarat 
tersebut sangat menyakitkan kaum Muslim. Tampak bahawa orang-orang Quraisy 
memaksakan kehendaknya dalam syarat-syarat perjanjian yang tidak adil itu. Ali 
melanjutkan tulisannya, hendaklah Nabi saw pulang dari Mekah pada tahun ini dan 
tidak memasukinya dan jika pada tahun depan orang-orang Quraisy keluar darinya, 
maka beliau dapat memasukinya untuk melaksanakan umrah selama tiga hari dan 
setelah itu beliau harus meninggalkannya. Pensyaratan tersebut sangat merugikan 
kaum Muslim dan terkesan membingungkan. 
Di 
tengah-tengah perjanjian tersebut terjadi suatu peristiwa yang menambah 
penderitaan dan kebingungan Muslimin di mana anak dari juru runding Quraisy 
meminta perlindungan kepada kaum Muslim. Ia masuk Islam dan ingin bergabung 
dengan kelompok Islam namun ayahnya, Suhail segera bangkit menyusulnya bahkan 
memukulnya dan mengembalikannya kepada kaumnya. Orang Mukalaf itu segera 
berteriak dan meminta pertolongan kepada kaum Muslim agar mereka 
menyelamatkannya dari kejahatan kaum Quraisy sehingga mereka tidak mengubah 
agamanya. Rasulullah saw berbicara 
kepadanya dan meminta kepadanya untuk bersabar dan tegar dalam menanggung 
penderitaan kerana Allah SWT akan menjadikannya dan orang-orang yang sepertinya 
suatu jalan keluar dan kelapangan. 
Nabi 
memahamkannya bahawa beliau telah mengadakan suatu perjanjian dengan kaum 
Quraisy dan bahawa kaum Muslim tidak mungkin melanggar perjanjian mereka. 
Akhirnya, anak Muslim itu dikembalikan ke Mekah dalam 
keadaan terseksa. Kemudian Selesailah penandatanganan perjanjian antara pihak 
kaum Muslim dan pihak kaum musyrik. Setelah penandatanganan perjanjian itu, 
Rasulullah saw memerintahkan para sahabatnya agar mereka memotong haiwan korban 
dan mencukur rambut mereka (tahalul) dari umrah mereka dan kembali ke Madinah. 
Namun tak seorang pun bangkit menyambut perintah tersebut, lalu beliau 
mengulangi perintahnya ketiga kali. Di tengah-tengah kaum Muslim yang tampak 
membisu kerana ketegangan dan kesedihan, beliau menyembelih unta dan memanggil 
tukang cukurnya untuk mencukur rambutnya dan beliau tidak berbicara dengan 
seorang pun. Ketika para sahabat mengetahui bahawa Nabi saw tampak marah dan 
telah mendahului mereka dengan tahalul dari umrahnya, maka mereka bangkit untuk 
menyembelih korban dan memotong rambut mereka. 
Perjalanan hari menunjukkan bahawa perundingan tersebut 
tidak seperti yang dibayangkan oleh kaum Muslim. Ia justru membawa kemenangan 
dan bukan kekalahan. Persatuan kaum kafir di jazirah Arab mulai runtuh sejak 
mereka menandatangani perjanjian itu. Kaum Quraisy di anggap sebagai pimpinan 
kaum kafir dan pembawa bendera penentangan terhadap Islam, maka ketika tersebar 
berita perjanjian mereka bersama kaum Muslim, maka padamlah fitnah-fitnah kaum 
munafik yang bekerja untuk mereka dan bercerai-berailah kabilah-kabilah 
penyembah patung di penjuru jazirah. 
Saat 
aktiviti kaum Quraisy terhenti, maka kaum Muslim mengalami peningkatan aktiviti 
di mana mereka berhasil menarik orang-orang yang masih memiliki kemampuan untuk 
melihat kebenaran. Sejak dua tahun dari masa penandatanganan perjanjian itu 
jumlah penganut Islam semakin bertambah lebih dari jumlah sebelumnya. Bukti dari 
itu adalah, bahawa saat Rasul saw keluar ke Hudaibiyah beliau ditemani dengan 
seribu empat ratus Muslim namun ketika beliau keluar pada tahun penaklukan kota 
Mekah beliau disertai dengan sepuluh ribu Muslim. 
Penaklukan kota Mekah terjadi setelah dua tahun dari 
perundingan tersebut. Penambahan jumlah kaum Muslim yang luar biasa ini adalah 
dikeranakan hikmah sang Nabi saw dan kejauhan pandangannya. Nabi saw keluar 
sebagai pemenang dalam pergelutan politiknya, dan syarat-syarat yang tadinya 
merugikan kaum Muslim kini telah berubah menjadi syarat- syarat yang merugikan 
kaum Quraisy. Barang siapa murtad dari kaum Muslim dan pergi ke kaum Quraisy, 
maka hendaklah mereka melindunginya kerana Allah SWT telah memampukan Islam 
darinya, dan barang siapa yang masuk Islam dari kaum kafir dan pergi ke kaum 
Muslim, maka hendaklah mereka mengembalikannya ke kaum Quraisy di mana ia 
tinggal di dalamnya sebagai mata-mata dari pihak Islam atau ia dapat lari dari 
kaum Quraisy untuk menyatukan kelompok yang bertikai dan ia dapat hidup laksana 
duri di tengah-tengah kaum Quraisy. 
Belum 
lama waktu berjalan sehingga kaum Quraisy mengutus utusannya kepada Nabi saw dan 
mengharap kepada beliau agar melindungi orang Quraisy yang masuk Islam daripada 
membiarkan mereka sebagai panah yang terbang menuju kaum Quraisy. Demikianlah 
kaum Quraisy justru membatalkan syarat yang telah mereka diktekan dan Nabi saw 
pun menerimanya dengan puas. Perundingan itu justru menguatkan barisan Nabi saw. 
Demikianlah Nabi saw terus menjalani mata rantai pergelutan 
yang tiada henti-hentinya di mana kehidupan beliau yang peribadi sekali pun 
tidak sunyi dari penderitaan. Nabi saw menikahi sembilan orang isteri. 
Perkahwinan beliau dengan sembilan isteri tersebut merupakan keistimewaan 
peribadi yang hanya beliau miliki kerana berhubungan dengan sebab-sebab dakwah 
Islam. Yaitu suatu dakwah yang membolehkan para pengikutnya untuk menikahi empat 
orang isteri dengan syarat jika yang bersangkutan mampu menciptakan keadilan di 
antara mereka, dan ia menganjurkan untuk hanya puas dengan satu isteri jika 
seorang Muslim khawatir tidak dapat berbuat adil. 
Kaum 
orientalis dan musuh-musuh Islam mencuba untuk menghina Nabi dan memujukkannya, 
dan salah satu cela yang mereka manfaatkan adalah perkahwinan beliau dengan 
sembilan wanita. Kita mengetahui bahawa pernikahan-pernikahan beliau terlaksana 
dengan sebab-sebab politik atau kemanusiaan yang berhubungan dengan dakwah 
Islam. Dan yang terkenal dari sejarah Nabi saw adalah bahawa beliau menikah 
dengan Sayidah Khadijah saat beliau berusia dua puluh lima tahun dan Khadijah 
berusia empat puluh tahun. Semasa hidup Khadijah beliau tidak menikahi isteri 
yang lain sampai Khadijah mencapai usia enam puluh lima tahun. Saat Khadijah 
meninggal, Nabi berusia di atas lima puluh tahun. Beliau menikahi Khadijah 
sebelum beliau diutus untuk menyebarkan Islam. Beliau tetap setia bersama 
Khadijah sampai ia meninggal dan beliau diangkat menjadi Nabi. Namun beban 
kenabian dan beratnya jihad, kasih sayangnya kepada manusia, pengorbanannya 
terhadap Islam dan perintah Allah SWT semua itu memaksanya untuk menikah lebih 
dari satu orang isteri sampai mencapai sembilan orang isteri. Perkahwinan beliau 
dengan Aisyah yang saat itu masih belia merupakan usaha untuk menjalin ikatan 
dengan Abu Bakar, ayah dari Aisyah dan perkahwinan beliau dengan Hafshah 
meskipun ia sedikit kurang cantik merupakan usaha beliau untuk menjalin ikatan 
dengan Umar, ayahnya. Beliau juga menikah dengan Ummu Salamah, janda dari 
pemimpin pasukannya yang mati syahid di jalan Allah SWT dan wanita itu merasakan 
penderitaan bersama beliau saat hijrah di Habasyah dan hijrah ke Madinah. Ketika 
suaminya meninggal dan ia sendirian menghadapi berbagai persoalan kehidupan, 
maka Nabi saw segera merangkulnya di rumah kenabian. Perkahwinan beliau dengan 
Sawadah sebagai bentuk penghormatan terhadap keislaman wanita itu dan 
kemuliaannya dari kaum lelaki serta kesendiriannya dalam menjalani kehidupan. 
Sementara itu, pernikahan beliau dengan Zainab bin Jahasy 
merupakan ujian berat bagi beliau di mana perintah pernikahan itu datang dari 
Allah SWT untuk mengharamkan suatu tradisi yang terkenal di kalangan jahiliah 
yaitu tradisi adopsi. Zainab termasuk kerabat Rasul. Jadi ia termasuk dari 
kalangan bani Hasyim. Ia merasa bangga dengan nasab yang dimilikinya yang 
kerananya ia menolak ketika ditawari untuk menikah dengan Zaid bin Harisah, 
seorang budak Nabi yang telah beliau bebaskan, bahkan nasabnya telah beliau 
nisbatkan kepada dirinya dan beliau telah mengadopsinya sehingga ia dipanggil 
dengan sebutan Zaid bin Muhammad. Namun Zainab akhirnya menyetujui pendapat Nabi 
dan perintah Allah SWT sehingga ia menikah dengan Zaid: 
"Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak 
pula bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan 
suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan yang lain tentang urusan mereka. 
Dan barang siapa menderhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh dia telah sesat 
dengan kesesatan yang nyata. " (QS. al-Ahzab: 36) 
Sejak 
semula tampak jelas bahawa pernikahan tersebut akan segera berakhir. Zainab 
tidak menyukai Zaid dan Zaid pun bukan jenis lelaki yang mampu menahan kehidupan 
bersama seorang wanita yang hatinya jauh darinya. Zaid datang kepada Nabi saw 
guna mengadu kepada beliau dan meminta izin untuk menceraikan isterinya. Allah 
SWT mewahyukan kepada Rasul-Nya agar membiarkan Zaid menceraikan isterinya, lalu 
hendaklah beliau menikahinya. Nabi saw merasakan kesulitan yang luar biasa dan 
beliau berbicara kepada Zaid agar ia terus melangsungkan kehidupannya dan 
bersabar. Nabi saw membayangkan apa yang dikatakan manusia kepadanya bahawa ia 
menikahi isteri dari anaknya tetapi apa yang dikhuatirkan oleh Nabi saw justru 
merupakan sesuatu yang ingin dihapus oleh Allah SWT. Zaid bukanlah anaknya dan 
dalam Islam tidak ada sistem adopsi. Oleh kerana itu, Zaid dapat mencerai 
isterinya lalu Nabi dapat menikahi Zainab untuk menetapkan apa yang diinginkan 
oleh Islam. Rasulullah saw mampu bersabar dan menahan diri saat mendengar 
berbagai ocehan yang akan dikatakan oleh manusia kepadanya. Ini bukanlah 
pengorbanan pertama dan terakhir yang beliau persembahkan untuk Islam. Berkenaan 
dengan itu, Allah SWT berfirman: 
"Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang 
Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat 
kepadanya: 'Tahanlah terus isterimu dan bertakwalah kepada Allah,' sedang kamu 
menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut 
kepada manusia, sedang Allah- lah yang lebih berhak kamu takuti. Maka tatkala 
Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap isterinya (menceraikannya), Kami 
nikahkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang- orang mukmin 
untuk (menikahi) isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat 
itu telah menyelesaikan keperluannya dari isterinya. Dan adalah ketetapan Allah 
itu pasti terjadi. " (QS. 
al-Ahzab: 
37) 
Pernikahan beliau dipenuhi dengan unsur politik dan usaha 
untuk menyebarkan kebaikan dan rahmat serta penghormatan nilai-nilai yang tinggi 
dan menggabungkannya di rumah kenabian. Sementara itu, Ummu Habibah binti Abu 
Sofyan bin Harb, pemimpin Quraisy dalam memerangi Islam, berhijrah bersama 
suaminya ke Habasyah. 
Ia 
berhadapan dengan keterasingan dan kekhuatiran dalam membela agama Allah SWT. 
Kemudian suaminya mati meninggalkannya sendirian dalam menjalani kehidupan. 
Sikapnya yang mulia demi menegakkan ajaran Islam dan hanya menentang ayahnya 
merupakan nilai lebih yang menyebabkan Rasulullah saw tertarik untuk 
menggabungkannya di rumah kenabian. 
Pada 
suatu hari, Abu Sofyan menemuinya saat ia telah menjadi isteri Rasulullah saw. 
Abu Sofyan ingin duduk di atas tempat tidur Nabi lalu Ummu Habibah berusaha 
menjauhkan tempat tidur itu dari ayahnya. Melihat sikap anaknya itu, ayahnya 
bertanya kepadanya: "Apakah engkau mulai membenciku?" Dengan penuh keberanian ia 
menjawab: "Ini adalah tempat tidur Rasulullah saw dan engkau adalah seorang 
musyrik, maka engkau tidak boleh menyentuhnya." 
Adapun 
Shofiyah binti Huyay adalah anak seorang raja Yahudi. Sedangkan Juwairiyah binti 
Haris, ayahnya seorang pemimpin kabilah Bani Musthaliq. Bani Musthaliq menelan 
kekalahan saat berhadapan dengan kaum muslim lalu kedua anak perempuan raja dan 
pemimpin kabilah itu jatuh menjadi tawanan. Pernikahan Nabi dengan kedua wanita 
itu terkesan dipaksa oleh orang-orang yang kalah itu dan sebagai ajakan agar 
kaum Muslim memperlakukan mereka dengan baik. Mula-mula kaum Muslim menolak 
untuk bersikap lembut terhadap ipar-ipar Nabi, namun Nabi dengan kelembutan 
sikapnya ingin menyingkap aspek kemanusiaan dalam peperangannya dan beliau 
mengisyaratkan kepada kaum Muslim agar mereka menunjukkan persaudaraan sesama 
manusia. Peperangan itu sendiri bukan sebagai tujuan namun ia sebagai usaha 
mempertahankan Islam dan aspek tertinggi dari Islam adalah rahmat dan cinta. 
Jadi 
Nabi saw menikahi wanita-wanita dari orang-orang yang kalah itu dengan maksud 
agar kebebasan dan kemuliaan kembali kepada keluarga mereka dan mereka dapat 
masuk Islam secara puas dan sukarela. Kemudian beliau menikah dengan Maryam 
al-Qibtiyah. Muqauqis telah memberikannya kepada Nabi sebagai budak di mana itu 
merupakan simbol tali kasih yang diisyaratkan oleh Al-Qur'an antara Islam dan 
Masihi dan sebagai bentuk hukum bagi kaum Muslim dengan dihalalkannya pernikahan 
dengan wanita-wanita ahlul kitab. 
Maryam 
memberikan anak kepada Nabi saw yang bernama Ibrahim, nama dari datuknya, bapak 
para nabi. Namun Ibrahim tidak hidup lama. Ia meninggal saat masih menyusu. 
Kematiannya merupakan ujian bagi Nabi dan sebagai isyarat dari Ilahi bahawa 
pewaris-pewaris Rasul dari kaum lelaki adalah para pengikut Al-Qur'an dan para 
pembawa Islam, bukan anak-anak dari sulbinya. 
Salah 
jika ada orang yang membayangkan bahawa Rasul saw mempunyai banyak waktu untuk 
mencari kesenangan meskipun halal. Kesenangan diperbolehkan bagi orang lain 
namun beliau lebih memilih untuk merasakan penderitaan berjihad, menegakkan 
hukum, dan kesabaran. Salah jika ada orang yang membayangkan bahawa Rasul saw 
hidup di rumahnya dengan keadaan ekonomi yang lebih baik daripada orang yang 
termiskin dari kalangan Muslim di zamannya. 
Kehidupan beliau di rumahnya penuh dengan kezuhudan yang 
luar biasa sehingga sebahagian isterinya mengeluhkan keadaan tersebut. Di antara 
mereka ada yang berasal dari keluarga yang kaya seperti keluarga Abu Bakar atau 
keluarga Umar bahkan sebahagian isterinya bersatu untuk meminta kepada beliau 
agar beliau menambah nafkah mereka sehingga Nabi meninggalkan isteri-isterinya, 
lalu tersebarlah isu yang menyatakan bahawa beliau telah menceraikan semua 
isterinya. Kemudian turunlah ayat Takhyir (yaitu ayat yang memberikan pilihan 
kepada isteri-isteri Nabi untuk tetap menjadi isteri beliau atau diceraikannya). 
Turunlah Al- Qur'an al-Karim memberikan pilihan pada isteri-isteri Nabi antara 
menjalani kehidupan di rumah kenabian dengan penuh kesederhanaan atau menerima 
perceraian. Allah SWT berfirman: 
"Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu: 'Jika kamu 
sekalian mengingini kehidupan dunia dan perhiasannya, maka marilah supaya 
kuberikan kepadamu mut'ah dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik. Dan jika 
kamu sekalian menghendaki (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya serta (kesenangan) di 
negeri akhirat, maka Sesungguhnya Allah menyediakan siapa yang berbuat baik di 
antaramu pahala yang besar. " (QS. al-Ahzab: 28-29) 
Selesailah fitnah. Demikianlah pergelutan di rumah Rasul 
saw. Akhirnya, isteri-isteri beliau memilih kehidupan zuhud dan bersabar serta 
akhirat daripada kehidupan dunia. Permintaan isteri-isteri nabi tidak melebihi 
hal-hal yang bersifat mubah, namun Rasul saw merupakan teladan bagi seluruh 
umat, kerana itu beliau harus menjadi teladan bagi umat sehingga beliau dapat 
menjadi cermin tertinggi yang layak di emban oleh seorang yang memegang tampuk 
kepemimpinan Muslimin. Allah SWT telah membalas pengorbanan isteri-isteri Nabi 
saw dalam bentuk mengangkat kedudukan mereka dan menjadikan mereka sebagai ibu 
dari kaum mukmin. Allah SWT berfirman: 
"Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin 
dari diri mereka sendiri dan isteri-isterinya adalah ibu-ibu mereka." (QS. al- 
Ahzab: 6) 
Dan, 
sebagai penegasan terhadap keibuan spirituil ini, Islam mewajibkan hijab yang 
teliti kepada mereka, yaitu suatu hijab yang tidak diperlakukan seperti itu 
kepada Muslimah-Muslimah lain. Nabi saw melanjutkan dakwahnya. Beliau mengirim 
surat ke raja-raja dan para penguasa di mana beliau ingin menunjukkan 
universalitas ajaran Islam. Nabi saw mengajak Kaisar Romawi untuk mengikuti 
Islam, lalu beliau mengirim utusan ke Amir Damaskus mengajaknya untuk memeluk 
Islam, dan beliau mengutus utusan ke Amir Basrah bahagian dari wilayah Romawi 
dan mengajaknya untuk mengikuti Islam, dan beliau juga mengirim surat ke 
penguasa Qibti dan mengajaknya untuk masuk Islam, dan beliau juga menulis surat 
ke Kisra, Raja Persia dan mengajaknya untuk mengikuti Islam. Beliau juga 
mengirim utusan ke Amir Bahrain dan mengajaknya untuk mengikuti Islam. 
Lalu 
berbagai reaksi disampaikan berkenaan dengan surat-surat Nabi itu. Di antara 
mereka ada yang berusaha menyampaikan kepada pembawa surat bahawa ia masuk Islam 
dan mengembalikannya dengan hadiah, dan di antara mereka ada yang merobek-robek 
surat itu dan di antara mereka ada yang membalas surat itu dengan jawapan yang 
baik, dan di antara mereka ada yang menerima kebenaran. Demikianlah hari berlalu 
dalam pergelutan yang tidak pernah padam, suatu pergelutan yang dipimpin oleh 
Nabi sehingga beliau menaklukkan Mekah dan menyucikan jazirah Arab. Akhirnya, 
manusia masuk dalam agama Allah SWT dalam keadaan berbondong-bondong, dan Allah 
SWT menyempurnakan agama bagi kaum Muslim dan Nabi saw melaksanakan haji wada' 
(haji yang terakhir) dan turunlah kepada beliau wahyu di Arafah sebagaimana 
firman-Nya: 
"Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan 
telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama 
bagimu. " (QS. al-Maidah: 3) 
Ayat 
tersebut dibacakan kepada Abu Bakar sehingga ia menangis. Allah SWT merasa 
bahawa telah tiba waktunya untuk mengakhiri misi Rasul- Nya. Aisyah berkata 
kepada anak-anak yang berteriak dan bermain-main di luar rumah: "Diamlah kalian 
kerana Rasulullah saw sedang sakit." Anak- anak itu pun terdiam dan mereka 
merasakan ketakutan yang luar biasa. Pada hari-hari terakhir, Rasulullah saw 
tidak lagi bercanda dengan mereka sebagaimana yang biasa beliau lakukan. 
Mereka 
memperhatikan bahawa kepucatan yang aneh menyelimuti Nabi saw yang biasanya 
wajah beliau dipenuhi dengan senyuman hingga wajahnya laksana lempengan emas. 
Nabi saw yang terakhir masuk dalam rumahnya dan hampir saja beliau tidak kuat 
menahan langkah kedua kakinya. Beliau memasuki rumahnya dan bersandar kepada 
tangan Fadl bin Abbas dan Ali bin Abu Thalib. Beliau merasakan keletihan dan 
kesakitan. Kemudian Aisyah menidurkan beliau di atas ranjangnya yang kasar dan 
Aisyah meletakkan tangannya di atas kening beliau. Kepala beliau tampak panas 
kerana saking hebatnya demam. Aisyah berkata dalam keadaan kedua matanya 
mengucurkan air mata, "demi ayah dan ibuku, ya Rasulullah apakah engkau 
merasakan sakit?" Nabi saw tersenyum untuk menenangkan Aisyah lalu beliau 
tertidur. Kemudian mengalirlah dalam memori Nabi saw berbagai gambar hidup: 
Jibril turun kepada beliau dengan membawa wahyu di gua Hira. Beliau telah 
melewati waktu yang diberkati selama dua puluh tiga tahun, yang sekarang tampak 
seperti mimpi. Bahkan empat puluh tahun yang mendahuluinya tampak seperti gambar 
yang hanya dilukis sesaat. 
Segala 
sesuatu menjadi mudah bagi Allah SWT dan Rasulullah saw telah berhasil melalui 
berbagai penderitaan dengan penuh kesabaran, bahkan beliau tidak pernah mengeluh 
sekali pun. Beliau mengajarkan akidah kepada para pengikutnya dengan penuh 
kemantapan. Akhirnya, Islam menjadi mulia dan benderanya semakin berkibar. 
Kemudian beliau bangun kerana melihat tangisan yang tersembunyi dari Aisyah. 
Beliau membuka kedua matanya dan melihat wajah Aisyah sambil beliau sendiri 
berusaha melawan rasa pusing, demam, dan sakit yang dirasakannya. Beliau kembali 
tersenyum untuk menenangkan Aisyah dan beliau kembali memejamkan matanya dan 
tidak sedarkan diri. Apa gerangan yang menyebabkan Aisyah menangis? Tidakkah 
Allah SWT memahkotai jihad Nabi saw yang berat dengan penaklukan Mekah dan 
penyucian Baitul Haram? 
Berbagai 
gambar hidup dan aktual melayang-layang dalam memori Nabi saw. Beliau mengingat 
bagaimana tindakan orang Quraisy ketika membantalkan perjanjian Hudaibiyah dan 
mereka memerangi Khaza'ah yang saat itu bersekutu dengan kaum Muslim dan 
akhirnya mereka membunuh semua sekutu kaum Muslim di Baitul Haram. Kemudian 
beliau berjalan bersama pasukan yang berjumlah sepuluh ribu di mana semua 
pasukan telah siap, dan tentera Muslim turun dari gunung Mekah laksana air bah 
yang tidak berhenti sedikit pun. Telah lewatlah masa para pembawa tombak, panah, 
dan pedang; telah lewatlah masa di mana Rasulullah saw memimpin pasukan yang di 
dalamnya terdapat kaum Muhajirin dan Anshar. Di tengah-tengah pasukan besar 
tersebut yang berhasil menaklukkan Mekah, Nabi saw menunggangi untanya dan 
beliau menundukkan kepalanya dengan penuh rendah diri di hadapan Allah SWT 
sampai-sampai kepalanya hampir menyentuh punggung unta yang dinaiki. Pintu Mekah 
terbuka untuk pasukan ini. 
Para 
pemimpin Mekah dan pengikut-pengikut mereka menyerahkan diri. Kalimat Allah SWT 
semakin meninggi di dalamnya. Nabi saw memasuki Baitul Haram lalu beliau 
berkeliling di sekitar Ka'bah. Beliau menghancurkan berbagai patung yang 
berbaris di sekitarnya, lalu beliau memukulnya dengan kapaknya. Kemudian 
patung-patung itu berjatuhan dan hancur. Setelah beliau membersihkan masjid dari 
berbagai patung dan mengembalikannya sebagaimana yang diciptakan oleh Allah SWT 
sebagai rumah tauhid yang mutlak, beliau menoleh kepada orang Quraisy dan 
memaafkan mereka dan mengajak mereka untuk kembali ke jalan Allah SWT. Kemudian 
tibalah waktu solat, lalu Bilal naik di atas punggung Ka'bah dan mengumandangkan 
Azan. Penduduk Mekah mendengarkan panggilan baru ini di mana gemanya 
berputar-putar di antara gunung: 
"Allah 
Maha Besar. Aku bersaksi bahawa tiada Tuhan selain Allah. Aku bersaksi bahawa 
Muhammad utusan Allah. Marilah melaksanakan solat. Marilah menuju keberuntungan. 
Allah Maha Besar. Tiada Tuhan selain Allah." 
Akhirnya, rumah itu dikembalikan kehormatannya dan 
kemuliaannya. Kemudian lagi-lagi arus berbagai gambar terlintas dalam memorinya: 
itulah peperangan Hunain dengan kekalahannya, kemenangannya, dan ganimahnya; 
Itulah Nabi saw yang memberikan ganimah terhadap orang- orang yang bergabung 
dengan Islam hanya dua hari dari penduduk Mekah, dan mencegah untuk memberi 
ganimah Hunaian kepada kaum Anshar yang telah memberikan segalanya untuk Islam. 
Salah seorang di antara mereka berkata: "Demi Allah, Rasulullah saw telah 
menemui kaumnya." Sa'ad bin 'Ubadah berjalan ke arah Rasulullah saw dan 
memberitahunya bahawa kaum Anshar sedang marah. Rasul saw bertanya: "Mengapa 
marah?" Sa'ad menjawab: "Mereka protes saat engkau membagikan ganimah ini pada 
kaummu dan pada seluruh orang Arab namun mereka tidak mendapatkan apa-apa." 
Rasulullah saw bertanya kepada Sa'ad bin Ubadah: "Kamu sendiri bagaimana 
pendapatmu wahai Sa'ad?" Sa'ad berkata: "Aku tidak lain kecuali seseorang dari 
kaumku." Rasulullah saw berkata: "Kumpulkanlah kepadaku kaummu untuk masalah 
yang penting ini dan jika kalian telah berkumpul, maka beritahulah aku." 
Sa'ad 
mengumpulkan seluruh kaum Anshar lalu ia memberitahu Rasul saw bahawa ia telah 
mengumpulkan mereka. Rasulullah saw keluar menemui mereka dan berdiri di hadapan 
mereka sambil memuji Allah SWT dan kemudian berkata: "Wahai orang-orang Anshar, 
tidakkah aku datang kepada kalian saat kalian dalam keadaan sesat lalu Allah SWT 
memberikan petunjuk kepada kalian, dan kalian menjadi orang-orang yang fakir 
lalu Allah SWT memampukan kalian, dan kalian dalam keadaan bermusuhan lalu Allah 
SWT menyatukan hati kalian?" Mereka menjawab: "Benar." Rasulullah saw berkata: 
"Mengapa kalian tidak menjawab wahai kaum Anshar?" Mereka berkata: "Apa yang 
kita akan katakan wahai Rasulullah dan dengan apa kita akan menjawabnya. Sungguh 
segala kurnia hanya milik Allah SWT dan Rasul-Nya." 
Rasulullah saw berkata: "Demi Allah, seandainya kalian mahu 
nescaya kalian akan mengatakan dan benar apa yang kalian katakan: Engkau datang 
kepada kami sebagai seorang yang terusir, maka kami melingdungimu dan engkau 
datang dalam keadaan miskin lalu kami menghiburmu dan engkau datang dalam 
keadaan ketakutan lalu kami mengamankanmu dan engkau datang dalam keadaan 
teraniaya lalu kami menolongmu." Mereka berkata: "Segala puji dan kurnia bagi 
Allah SWT dan Rasul-Nya." Rasulullah saw berkata: "Wahai kaum Anshar, apakah 
kalian akan marah terhadap harta yang telah aku berikan kepada suatu kaum dengan 
harapan agar keimanan meresap dalam hati mereka dan kalian justru melupakan 
kurnia yang telah Allah SWT berikan kepada kalian dalam bentuk nikmat Islam. 
Tidakkah kalian wahai kaum Anshar merasa puas ketika manusia pergi untuk 
melakukan perjalanan di musim dingin sedangkan kalian pergi dengan Rasulullah 
saw. Maka demi Zat yang jiwaku di tangan-Nya, seandainya manusia melalui suatu 
jalan dan kaum Anshar melalui jalan yang lain nescaya aku akan melalui jalan 
kaum Anshar. Ya Allah, rahmatilah kaum Anshar dan anak-anak kaum Anshar dan cucu 
kaum Anshar." 
Mendengar doa itu, kaum tersebut menangis sehingga janggut 
mereka terbasahi dengan air mata dan mereka berkata: "Kami rela dengan Allah SWT 
sebagai Tuhan dan sangat puas dengan pembahagian Rasulullah saw." Kemudian Nabi 
saw pun meninggalkan mereka dan mereka pergi dalam keadaan puas. Orang-orang 
Anshar memahami bahawa Muslim yang hakiki di dunia adalah seorang yang datang di 
dunia untuk memberi, bukan untuk mengambil. Nabi saw terbangun dan beliau 
mendapati dirinya sendirian di kamar. Suhu tubuh beliau meningkat kerana demam, 
lalu beliau memanggil Aisyah dan meminta kepadanya untuk membawa air yang dapat 
digunakannya untuk mendinginkan tubuhnya. Aisyah mulai menuangkan air kepada 
Rasulullah saw sampai demam beliau beransur- ansur sedikit menurun. Tampak 
bahawa waktu berlalu cukup lambat dan berat. Sakit Rasulullah saw semakin 
meningkat. 
Beliau 
mulai merasa bahawa tidak mampu lagi untuk solat bersama para sahabat, lalu 
beliau memerintahkan Abu Bakar untuk solat bersama mereka. Pada saat Nabi 
mengalami antara keadaan terjaga dan tidur, beliau selalu berfikir apa gerangan 
yang belum disampaikannya kepada manusia. Beliau telah menyampaikan segala 
sesuatu dan telah mengajari mereka segala sesuatu serta telah meninggalkan 
sebuah Kitab yang siapa pun berpegangan dengannya ia tidak akan sesat. 
Rasul 
saw mulai mengantuk dan berbagai nostalgia terlintas di kepalanya. Beliau 
melihat dirinya di haji Wada'. Selesailah perjanjian yang diberikan kepada kaum 
musyrik dan mereka telah dilarang untuk memasuki Masjidil Haram dan sekarang 
Nabi saw keluar sebagai pemimpin haji dan mengajari kaum Muslim cara manasiknya. 
Rasulullah saw memperhatikan ribuan orang-orang yang bertauhid saat mereka 
menuju Baitul Haram dalam keadaan memenuhi panggilan Tuhan dan tunduk kepadanya. 
Mereka menghidupkan memori datuk mereka, Ibrahim Khalilullah. Nabi saw berdiri 
dan berpidato di tengah-tengah keramaian itu. Nabi saw mulai merasakan bahawa 
kehidupannya di dunia sebentar lagi akan berakhir. Beliau mengetahui bahawa 
kafilah ini akan pergi sendirian dalam menjalani kehidupan. Beliau kembali 
menanamkan nilai- nilai Islam dan wasiat dakwah di jalan Allah SWT. Setelah 
berjuang selama dua puluh tiga tahun menegakkan agama Allah SWT, beliau bertanya 
kepada mereka: "Apakah aku telah menyampaikan amanat Tuhan?" Lalu manusia yang 
hadir saat itu menyatakan bahawa beliau benar-benar telah menyampaikan dakwah. 
Beliau memanggil Mu'ad bin Jabal dan mengajarinya bagaimana berdakwah kepada 
manusia di jalan Allah SWT dan bagaimana mengenalkan agama kepada mereka. 
Kemudian 
beliau berwasiat kepada Mu'ad saat ia menunggangi kenderaannya sedangkan 
Rasulullah saw berjalan di sebelah untanya: "Sesungguhnya orang yang paling 
utama di sisiku adalah orang-orang yang bertakwa, siapa pun mereka dan di mana 
pun mereka." Nabi saw adalah rahmat bagi semua manusia dan sebagai cermin yang 
tertinggi dari cermin persaudaraan dan kepatuhan. Beliau menegakkan Al-Qur'an di 
tengah-tengah umat Islam namun beliau menolak segala bentuk penampilan yang 
biasa melekat pada seorang penguasa atau raja atau pemimpin apa pun. Beliau 
berkata kepada para sahabatnya: "Aku hanya seorang hamba Allah SWT dan 
Rasul-Nya." 
Beliau 
keluar menemui sekelompok sahabatnya lalu sebagai bentuk penghormatan kepada 
beliau mereka berdiri. Kemudian beliau memerintahkan kepada mereka agar tidak 
berdiri. Ketika beliau keluar untuk menemui sahabat-sahabatnya dan 
murid-muridnya, maka beliau duduk bersama mereka di tempat terakhir yang 
ditemukannya. Beliau sangat bersahabat dan ramah dengan para sahabatnya, bahkan 
beliau bercanda dengan anak-anak mereka dan mendudukkan mereka di ruangannya. 
Beliau memenuhi panggilan orang dewasa mahupun anak- anak. Beliau membesuk 
orang-orang yang sakit meskipun berada di tempat yang jauh. Beliau menerima 
alasan orang yang mempunyai uzur. Beliau mendahului orang yang ditemuinya dengan 
salam bahkan beliau mendahului berjabat tangan dengan para sahabatnya. 
Ketika 
seseorang datang untuk menemuinya saat beliau solat, maka beliau mempersingkat 
solatnya dan menanyakan keperluan orang itu. Setelah menyelesaikan keperluan 
manusia, beliau kembali menyelesaikan solatnya. Beliau selalu menebar senyum 
kepada kawan dan lawan dan memiliki keperibadian yang paling baik. Ketika beliau 
berada di rumahnya, beliau melayani keluarganya. Beliau mencuci bajunya. Beliau 
memperbaiki sandalnya dan memberi minum unta. Beliau makan bersama pembantu. 
Beliau memenuhi kebutuhan orang yang lemah, orang yang sedih, dan orang yang 
miskin. Bahkan kebaikan beliau dan kasih sayangnya sampai pada tingkat di mana 
beliau membiarkan cucunya menaiki punggungnya saat beliau sedang solat. 
Kasih 
sayang beliau tidak hanya terbatas kepada manusia bahkan juga tertuju pada 
binatang dan pohon. Beliau memberi makan binatang dengan tangannya sendiri 
bahkan beliau pernah merawat anjing yang sakit. Beliau memerintahkan pasukan 
Islam saat berperang demi menegakkan keadilan Islam agar mereka tidak membunuh 
anak kecil, orang tua, kaum wanita dan hendaklah mereka tidak mencabut pohon dan 
tidak pula merobohkan rumah. 
Apa yang 
dibawa oleh Nabi saw bukan hanya suatu undang-undang yang mengatur hubungan 
antara manusia dan manusia yang lain, dan apa yang dibawa oleh Nabi saw bukan 
hanya berisi suatu sistem untuk meningkatkan kualiti kehidupan dan kemajuannya, 
ini semua adalah hal relatif namun beliau datang dengan membawa peradaban yang 
abadi yang mengatur hubungan antara manusia dan alam, dan mengembalikan 
keserasian di alam wujud sehingga semua berjalan secara seimbang dan mencapai 
kesempurnaan menuju Allah SWT. Meskipun pada titik terakhir dari kehidupannya, 
beliau masih sibuk mengurus masa depan dakwah dan beliau sangat cemas terhadap 
masa depan agama dan sangat peduli dengan masalah kaum Muslim. Beliau khawatir 
suatu saat Islam hanya tinggal namanya namun hakikatnya telah lenyap. Namun 
sebelum beliau meninggal, Allah SWT telah memperlihatkan kepada beliau sesuatu 
yang membuat hati beliau menjadi tenang. Dan di hari Senin dari bulan Rabiul 
Awal yang mulia, beliau kembali kepada Tuhannya dalam keadaan ridha dan 
diridhai. 
Salam 
kepadamu ya Rasulullah dan kepada keluarga serta sahabat yang setia bersamamu. 
Tiada ulasan:
Catat Ulasan