Selasa, 23 Oktober 2012

TEMPAT IBADAH AGAMA BUDDHA

Teman-teman SeDharma,

Dengan didasari keinginan untuk lebih memperkenalkan tata cara kebhaktian Mahayana, maka penulis memberanikan mengutip buku apa yang harus diketahui oleh Umat Buddha Mahayana? karangan Y.A. Bhiksu Dutavira Maha Sthavira, untuk disharing kepada teman-teman sekalian. Adapun tulisan ini hanya mencakup tempat ibadah, keyakinan, dan tata cara sembahyang Mahayana. Jika teman-teman ingin mengenal lebih mendalam, dapat meminjam buku ini di perpustakaan Mangala-Beijing, atau bagi teman-teman di luar Beijing mungkin dapat mencarinya di Vihara Mahayana. Semoga tulisan ini membawa manfaat dan kebahagiaan bagi teman-teman semua.

Metta,
Umat Buddhis


Etika Buddhis


(Di Cetiya Mangala Beijing, Kedutaan Besar Republik Indonesia, Beijing, China)

Sebelum kita mengenal lebih dalam tata cara kebhaktian Mahayana, ada baiknya kita mengenal Etika Buddhis terlebih dahulu, yang telah di siapkan sejak OBMangala pertama didirikan. Apa itu etika ? Etika adalah suatu peraturan tata susila yang dapat menunjang peningkatan kemoralan, konsentrasi dan kebijaksanaan seseorang agar orang tersebut dapat hidup dalam kedamaian dan meningkatkan keharmonisan dunia masyarakat luas. Apa fungsi dari etika ? Etika bukanlah suatu hukum yang pasti harus dilaksanakan oleh setiap orang, tetapi dengan hidup beretika, seseorang dapat membawa dirinya ke masyarakat manapun juga, tanpa memperoleh suatu kesukaran dan celaan dari puhak lain.

Sebelum puja bhakti dimulai para umat sebaiknya :
1.      Datang sepuluh (10) menit sebelum kebhaktian dimulai
2.    Melepas alas kaki sebelum masuk ke ruang kebhaktian
3.      Namaskara ke hadapan Buddha Rupang
4.      Memakai pakaian sopan dan rapi (dimohon tidak menggunakan  pakaian U Can See atau celana pendek)
5.       Mematikan alat komunikasi dalam bentuk apapun

Sebelum puja bhakti / chanting / ceramah / diskusi, para umat sebaiknya :
1.        Tidak berbicara / berbisik kepada siapapun kecuali umat tersebut mempunyai hak untuk bicara
2.        Tidak berdiri atau bersandar dengan lengan / tembok atau tidur
3.        Tidak meninggalkan ruangan kecuali sakit
4.        Mematikan alat komunikasi

Sewaktu di dalam / luar Cetiya, para umat sebaiknya :
1.        Tidak menyelonjorkan / menghadapkan kaki ke arah Buddha Rupang ataupun ke umat lain
2.        Melatih Pancasila Buddhis (tidak membunuh, mencuri, berbuat asusila, bicara kotor, mabuk-mabukkan)

Puja Bhakti Mahayana
Dibawah ini adalah puisi yang berjudul Benih ditulis oleh Bhiksu Dutavira di halaman depan buku ini. Berbicara tentang benih, sebenarnya benih-benih keTuhanan ada dalam diri. KeTuhanan (Hyang Tathagata) sebagai sumber kehidupan adalah sebab utama segala sesuatu yang ada dialam kehidupan ini (segala-galanya bersumber kepada sebab utama ini).       

Benih
Jika benih tidak ditanam,
Bagaimana anda mengharapkan tumbuhnya buah ?
Jika tidak merawat dan memupuk,
Bagaimana anda mengharapkan panen berlimpah?

S'gala kondisi adalah jodoh
Tercipta karena sebab
Jika sebabnya tiada
Layakkah mengharapkan isinya?

Kemelekatan membentuk kondisi
Jika tidak dapat melepaskannya
Anda tetap seorang manusia biasa
Yang berputar dalam arus ketidak-pastian, derita, derita, tanpa inti adanya.

(Y.A. Bhiksu Dutavira)

Adanya benih-benih KeTuhanan (kehidupan) dalam diri manusia dan makhluk hidup lainnya yang telah dibawanya sejak lahir dalam kandungan sebagai sumber kehidupannya. Maka makhluk hidup secara langsung mempunyai hubungan dengan KeTuhanan disebut juga Alayavijnanam.

Sayang sekali, masih banyak orang yang tidak dapat merasakan adanya benih KeTuhanan itu dalam dirinya sendiri sehingga tidak bisa merasakan ketentraman dan kebahagiaan dalam hidupnya. Untuk itu setiap manusia harus menyadari bahwa ia mempunyai benih KeTuhanan dan mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh kebahagiaan seperti Sang Buddha. Sehingga setiap manusia harus dapat membangkitkan benih Ketuhanan yang ada pada dirinya sendiri.

Cara membangkitkan benih KeTuhanan dalam diri sendiri harus dilakukan sendiri dengan berpedoman pada Ajaran Buddha yaitu : Karuna Prajna Amitabha landasan kebodhian Sad Paramita pedoman pelaksanaan, bertekad dilahirkan di Surga Sukhavati, itulah agama Buddha Mahayana Sukhavati.

Dengan penghayatan kita dapat membangkitkan benih Ketuhanan dalam diri sendiri. Orang yang mau berbahagia dan terbebas dari penderitaan yang ada ia harus melaksanakan hidup dalam pedoman Agama Buddha yang ia wujudkan dalam lima pintu penghayatan memasuki lautan Surga Sukhavati yaitu :
1.       Pintu Menghormat dan Sembahyang
2.      Pintu Memuliakan nama Buddha
3.      Pintu Bertekad dilahirkan di surga Sukhavati
4.      Pintu selalu instropeksi perbuatan sendiri apakah sudah hidup dalam jalan ke-Buddhaan, bila tidak ia harus mau mengoreksinya / memperbaikinya
5.      Pintu Penyaluran jasa, yaitu membagikan kebahagiaannya / berkah kepada yang lain.

Tempat Ibadah
Tempat ibadah dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu :
1.       Karma Vihara; dapat diartikan sebagai kemauan / kehendak kita yang suci untuk beribadah (mempersiapkan diri ke Vihara / tempat suci sesungguhnya bathinnya sudah menuju kedalam kesucian Vihara, untuk itu perbuatannya harus mempersiapkan diri dengan pakaian bersih dan mensucikan ucapan, perbuatan dan pikiran kearah kesucian).
2.      Rupa Vihara; adalah bentuk tempat ibadah yang terwujud
3.      Arupa Vihara; adalah vihara dalam jiwa yang terbagi memjadi 4 bagian yaitu :
3.1.       Maitri (Cinta Kasih)
3.2.      Karuna (Welas Asih / Kasih Sayang)
3.3.      Mudita (Membagi rasa di dalam kegembiraan dan  turut simpati atas kesusahan orang lain).
3.4.      Upeksa (Keseimbangan bathin)

Tempat ibadah Agama Buddha disebut Rupa Vihara dapat dibagi dalam statusnya ialah; Arama Vihara, Caitya/Cetya, Dharma Prasadha, Dharma Sala, Dharma Loka, Samadhi Loka, dll.

Arama Vihara yaitu tempat ibadah yang besar yang terdiri dari banyak Dharma Prasadha, Dharma Sala, Dharma Loka, Samadhi Lka, Sasana Loka, Kuti, dll atau yang mudah disebut Vihara besar yang ada tempat pendidikan para Bhiksu/ni, Samanera/i dll.

Vihara  yaitu tempat ibadah Agama Buddha yang terdiri dari sekurang-kurangnya ada Dharma Sala, Kuti (tempat tinggal para Bhiksu), Sasana Loka dll.

Caitya/Cetiya yaitu tempat ibadah Agama Buddha yang kecil yang dapat dimiliki oleh pribadi umat maupun tempat ibadah kecil yang tidak ada kuti dll.

Dharma Prasadha yaitu tempat sembahyang Agama Buddha yang dipergunakan juga untuk khotbah.

Kuti yaitu tempat tinggal para Bhiksu

Sasana yaitu tempat belajar Agama Buddha atau perpustakaan

Dharma Sala yaitu ruangan sembahyang, upacara dan khotbah ajaran Buddha

Dharma Loka yaitu tempat khotbah Agama Buddha

Samadhi Loka yaitu Ruangan Samadi


Keyakinan / Sradha

Keyakinan / Sradha Umat Buddha ialah mendekatkan diri dan menyatukan diri dalam perlindungan Triratna yaitu Buddha Ratana, Dharma Ratana, Sangha Ratana. Hal ini merupakan dasar utama kerohanian Etika dan Moral umat Buddha yang biasa dinyatakan di dalam setiap sembahyang, kebaktian, upacara sebagai berikut :
-->        Kami berlindung kepada Buddha
-->        Kami berlindung kepada Dharma
-->        Kami berlindung kepada Sangha
-->        Sampai tercapainya pantai bahagia dengan jasa dan pahala ini, lenyaplah penderitaan tercapailah ketentraman dan kebahagian.

Atau dengan cara mantra yaitu :
-->        Namo Buddhaya
-->        Namo Dharmaya
-->        Namo Sanghaya
-->        Namo Amitabha Buddhaya svaha

Untuk itu setiap umat Buddha yang ingin menjadi siswa Hyang Buddha agar dapat kekuatan rohani, untuk bebas dari penderitaan dan mendapatkan kebahagiaan, ia harus belajar kepada Triratna dan melakukan pengakuan iman dalam penyerahan total diperlindungan Triratna yaitu harus di Trisaranakan oleh anggota Bhiksu / Bhiksuni atau oleh anggota Sangha yang didelegasikan kepada Shramanera/i.

Sembahyang

Ajaran Hyang Buddha berpedoman dengan Hukum Karma. Oleh karena itu, melaksanakan Ajaran Hyang Buddha dalam kehidupan sehari-hari wajib adanya, apalagi Hyang Buddha bersabda bahwa : Semua perbuatan manusia semuanya dimulai dari cetana /  kemauan dan diwujudkan dalam pebuatan yang nyata......(vairocana Sutra Bab I) Buddha bersabda : ?Jika ada manusia yang menerima, memegang dan melafal nama Kwan Se Im Po Sat?didalam waktu waktu tertentu, menghormat, bernamaskara dan memberikan puja ; dua perbuatan ini dapat menambah keberuntungan di dalam kehidupan manusia. Dengan kesujudan yang dilakukannya ini, akan mendapatkan ratusan tahun, berkali-kali tummbal lahir dapat menghasikan pahala yang tiada batasnya. ........... (Sad Dharma Pundarika Sutra, bab Kwan Im Po Sat Ayat ke 6)

            Oleh karena itu, penghayatan Ajaran Hyang Buddha untuk umat yang saleh harus dimulai dari menghormat dan sembahyang, memuji kemuliaan Buddha, bertekad memperoleh kegembiraan hidup di Surga Sukhavati, instropeksi / samadhi di dalam melaksanakan ajaran Buddha, dan membagi keberuntungan kepada semua makhluk. (Berbuat baik membagikan kebahagiaan kita kepada makhluk lainnya).

  Sebagai umat Buddha yang saleh, setiap hari kita wajib menjalankan :
1.       Bersembahyang sebelum dan setelah bangun tidur.
2.      Bersembahyang sebelum dan sesudah makan, dengan memberikan puja kepada Buddha, Dharma dan Sangha.
3.      Sekurang-kurangnya ke Vihara setiap hari Uposatha untuk bersembahyang secara pribadi, berdoa bersama, kebaktian membaca Sutra, Matra, memuliakan nama Buddha. Berusaha selama 24 jam untuk melatih diri di jalan kesucian yaitu tidak berbuat jahat, selalu berbuat kebajikan, sucikan hati dan pikran.
4.      Sekurang-kurangnya setiap Uposatha melakukan puasa Agama Buddha Mahayana (Vegeterian) dan puasa Buddha yaitu 8 pantangan / 8 sila.
5.      Membiasakan diri melakukan Sad Paramita, membalas 4 budi besar (Catur Bhakti) dan menolong mereka di tiga alam samsara.

Sembahyang / puja bhakti adalah mutlak bagi setiap umat Buddha yang saleh dan mempunyai 2(dua) pengertian yang mendasar sebagai berikut :

Sembahyang sebagai sarana membina diri :
1.       Meningkatkan rasa taqwa kepada Hyang Tathagata / Tuhan Yang Maha Esa, para Buddha, Bodhisattva dan Mahasattva
2.      Meningkatkan penghayatan Ajaran Hyang Buddha, dengan membacakan Mantra, Sutra, Vinaya dan memasuki 5 pintu lautan surga Sukhavati.
3.      Meningkatkan renungan akan arti hakekat hidup dan kehidupan / samadhi (konsentrasi, bhavana, hasilnya samantha / kekuatan iman dan Vipassyana / kebijaksanaan / pandangan terang)
4.      Memperkuat akar kebajikan / kebijaksanaan dan memupuk dasar keberuntungan
5.      Meningkatkan tekad ke Bodhian
6.      Bila dilakukan dengan rutin berarti melatih, memperkuat dan mengembangkan daya kemampuan otak kiri dan kanan kita, sekaligus memperkuat rasa kepercayaan diri dan meletakkan dasar untuk memperoleh hidup yang lebih beruntung dan bahagia, seta menyimpan jasa dan pahala agar tumimbal lahir ke alam yang lebih baik, bahkan ke Surga Sukhavati

Sembahyang sebagai pengamalan dari Ajaran Hyang Buddha

Pengertian ini merupakan perwujudan kesadaran yang penuh kesucian / paramita, setiap ucapan, perbuatan, pikiran / jiwa, selalu dilandasi dengan kesucian dan iklas. Makhluk yang melaksanakan kehidupan sehari-hari dengan cara ini, berarti ia sudah bersembahyang dalam kehiudupan sehari-harinya. Demikianlah para Arya suci mulia yang telah mencapai salah satu dari 10 tingkat kesucian para Bodhisattva (memasuki Jhana/ Arus kesucian).


Dalam melakukan sembahyang / Puja Bakti sebaiknya ada yang dipersembahkan / Puja yang merupakan :
1.       Dupa / hio/ kayu garu
2.      Bunga / puspe / puspa
3.      Aloke / penerangan / lilin / lampu
4.      Argha / air
5.      Buah segar
6.      Air teh
7.       Bhojana / Navidya / Makanan bergizi
8.      Ratna / Mustika
9.      Mutiara
10.   Pakaian

Dupa / hio / kayu garu

Persembahan kepada Hyang Buddha dan Bodhisattva sebagai pernyataan sikap ketulusan, kebesaran Hyang Buddha dan Bodhisattva yang dapat membimbing umat ke arah kemajuan, ketentraman, kebijaksanaan dan sekaligus dapat mengundang datangnya para Dewa, Naga, Asura, Yaksa, Gandharva, dan makhluk-makhluk lainnya, sekaligus juga dapat menciptakan suasana hikmat, sakral.

Dupa juga melambangkan jasa dan kebajikan perbuatan baik tanpa pamrih / paramita, akan berbuah pahala yang berlimpah-limpah bagaikan asap dupa dapat menyebar luas dimana-mana.

Bunga / puspa

Sebagai tanda kebesaran dari Ajaran Hyang Buddha beserta para Bodhisattva, indah, agung dan dapat menimbulkan getaran welas asih. Juga lambang dari ketidak-kekalan kehidupan di Svahaloka (dunia) ini, tumbuh, mekar, layu dan lenyap. Oleh karena itu selagi kita ada kesempatan berbadan sehat, kita harus selalu melakukan kebajikan untuk memupuk karma yang baik, bagaikan bunga yang indah dipersembahkan kepada yang layak dipersembahkan. Bunga yang segar indah dipersembahkan di altar, altar tersebut ada dupa yang telah dinyalakan, akan lebih banyak mengundang makhluk-makhluk yang membutuhkan.

Aloke / penerangan / lampu / lilin

Lampu penerangan dipersembahkan dihadapan Buddha dan dibacakan ayat kitab suci / Mantra oleh Arya Sangha, akan memperoleh pahala penerangan dalam kehidupan ini dan dapat mengundang para makhluk pelindung Dharma lebih banyak lagi, untuk melindungi kita serta mencegah dari mara bahaya.

Api dalam pengertian Sakral dari getaran Mantra / Dharani Hyang Buddha atau Bodhisattva akan dapat mengurangi / membakar kekotoran bathin dan menerangi perjalanan hidup ini, bagi yang mempersembahkan dengan penuh sujud dan kehendak memperoleh berkah, ia dapat dijahui oleh makhluk-makhluk jahat. Oleh karena itu api / geni  disebut juga api pensucian. Api juga lambang dari semangat.

Argha / Argham / Arghya

Air atau sesuatu hasil bumi seperti biji-bijian yang mana merupakan lambang kehidupan, sekaligus juga lambang kekuatan berkah dari pensucian dari kebodhian.

Buah-buah segar / Makanan
-          Buah segar dipersembahkan di altar Hyang Buddha, Bodhisattva atau dewata merupakan sikap pengorbanan tulus terhadap yang dipuja.
-          Buah segar dipersem,bahkan merupakan tekad mengabdikan diri kepada semua makhluk dan membagi hasil pahala kita kepada orang lain.
-          Ada beberapa dari para makhluk suci (para dewa ?dewi) yang hidup dari persembahan buah-buah segar dan makhluk-makhluk suci yang telah menerima persembahan itu akan melindungi kita dari gangguan-gangguan jahat, serta dapat menimbulkan nilai-nilai kesakralan / getaran suci.

Teh / Daun Teh / Air Teh

Teh yang dipersembahkan dengan sujud di altar dengan membaca Mantra / Sutra akan dapat memperkuat bathin dari gangguan Dewa Mara / anasir jahat, serta menambah kekuatan pribadi menghadapi gangguan-gangguan luar yang jahat / jelek, dan menimbulkan getaran suci atau menambah getaran yang baik di altar.

Bhojana / Navidya

Bhojana / navidya, makanan yang bergizi atau obat-obatan dipersembahkan di altar Hyang Buddha, Bodhisattva atau Dewa (ada sejenis dewata perlu sekali dengan obat-obatan ini / makanan bergizi), yang mana merupakan wujud tekad yang kuat dari umat untuk mempersembahkan miliknya yang paling berharga untuk menolong dan mengobati makhluk-makhluk lainnya (apabila dibacakan Mantra puja akan menimbulkan getaran-getaran yang sulit dijelaskan dengan pikiran manusia biasa, yang mana akan membawa pengaruh kemajuan dalam pencapaian keBoddhian / Dewa penolong dekat padanya).

Ratna / Mustika

Ratna merupakan pernyataan kebenaran sunyata tiada duanya (Buddha Dharma), dan untuk Tantra mistik perlu sekali, pada umumnya dipilih tujuh warna mustika : merah delima, biru, putih, kuning, ungu, hitam, hijau, yang mana merupakan unsur api, air, kesucian, logam mas, daya serap kesempurnaan / tanah, kehidupan / kayu, sekaligus lambang kebesaran ajaran Hyang Buddha.

Mutiara

Mutiara dari dalam air / lautan merupakan lambang penerangan yang abadi yang juga berarti ajaran Hyang Buddha tiada duanya, hanya 1 jalan menuju pembebasan.

Pakaian / perlindungan

Pakaian yang diberikan dihadapan Hyang Buddha Bodhisattva mempunyai arti simbolik perlindungan dari ajaran Hyang Buddha. Dapat diartikan juga, yang dipuja akan memberikan perlindungan kepadanya.

Oleh karena itu kita mengerti ajaran Hyang Buddha, sudah seyogyanya memberikan kebahagiaan / ketenangan kepada makhluk lainnya.

Tata cara sembahyang
            Sembahyang atau puja bhakti adalah ungkapan rasa Sradha / keyakinan kepada Agama yang kita anut, oleh karena itu sikap dan tata cara sembahyang harus kita lakukan dengan sempurna.

Anjali

Berarti sebagai lambang dari bunga teratai yang masih kuncup (setiap manusia mempunyai benih keBuddhaan). Sikap memberi hormat dan sujud dengan cara merangkapkan kedua telapak tangan di depan dada.

Vairocana Mudra / Wensin

Ibu jari kanan dan kiri dirapatkan, begitu juga dengan jari telunjuk kanan dan kiri dirapatkan, sisa dari ketiga jari kanan yang telah ditekuk ke dalam dan sisa dari ketiga jari kaki membungkus ketiga jari kanan yang telah ditekuk lalu diangkat hingga kedua ibu jari menyentuh di tengah-tengah antara kedua alis mata yang mengandung arti : pencerapan kekuatan sutra dan Mantra yang kita baca.

Namaskara

Penghormatan yang dilandasi dengan sikap pasrah dan sikap melaksanakan Ajaran-Nya;
1.       Anjali
2.      Vairocana Mudra / Wensin (1x)
3.      Lima anggota badan menyentuh bumi (3x)
4.      Anjali
5.      Vairocana Mudra / Wensin (1x)

Uraian Namaskara :

Dimulai dengan sikap berdiri dan anjali, didalam hati kita mengucapkan ku menghadap kepada Yang ku Muliakan, ku memberi salam dan penghormatan serta mengingat suri tauladan dan Ajaran-Nya, yang dapat memuliakan dan mensucikan diriku.

Badan dibungkukkan hingga 90 derajat, kedua telapak tangan diturunkan sampai posisi 3 jari dibawah pusar, kemudian badan ditegakkan kembali dan melakukan Vairocana Mudra / Wensin (1x).

Sewaktu berlutut, tangan diturunkan ke lantai yang dimulai dari telapak tangan kanan sambil mengucapkan :

Namo Buddhaya
Kemudian telapak tangan kiri diturunkan ke lantai dengan posisi di depan telapak tangan kanan sambil mengucapkan :

Namo Dharmaya
Kemudian telapak tangan kanan dipindahkan sejajar dengan telapak tangan kiri sambil mengucapkakn :

Namo Sanghaya, Svaha
Yang berarti kepada yang aku hormati ku menyerahkan jiwa dan ragaku,

Setelah itu, kepala ditundukkan hingga menyentuh lantai sambil diiringi dengan membuka kedua telapak tangan, mengepal lalu meletakannya kembali. Artinya :

   Aku buka telapak tanganku untuk memohon berkah, bimbingan dan Ajaran-Nya.

   Aku kepal telapak tanganku tanda aku menerima Ajaran dan berkah-Nya.

   Aku meletakkan kembali kedua telapak tanganku ke lantai menyatakan aku siap memegang ajaran dan berkahNya sebagai pedoman dalam pelaksanaan hidupku.

Berdiri di atas tumpuan lutut, sikap melakukan doa yang sujud.

Sebagai ungkapan rasa menyesal, bertobat, memohon ampun dan memohon berkah.

Mudra ketenangan batin / Fang Cang

Disaat-saat tertentu pembacaan Mantra atau Dharani dilakukan sikap demikian, untuk lebih mendapatkan ketenangan dan mencerap getaran-getaran bathin dengan memakai tasbih searah jarum jam.

Pradaksina

Sikap sujud, hormat mengagungkan jasa-jasa Hyang Buddha sekaligus merupakan Samadhi dengan berjalan, pada umumnya dilakukan dengan mengikuti arah jarum jam / ke kanan.

Arti Namaskara

Setiap umat Buddha wajib setiap hari bernamaskara kepada Buddha, Dharma dan Sangha dengan tulus, hikmat dan iklas. Bila cara ini dilakukan terus menerus akan dapat mengikat jodoh lebih lanjut dalam perlindungan Triratna, serta akar kebajikan di dalam jiwa semakin berkembang.

Manfaat Namaskara

Setiap umat Buddha wajib setiap hari bernamaskara kepada Buddha, Dharma dan Sangha dengan tulus, hikmat dan iklas. Bila cara ini dilakukan terus menerus akan dapat mengikat jodoh lebih lanjut dalam perlindungan Triratna, serta akar kebajikan di dalam jiwa semakin berkembang. Dapat diharapkan kelahiran yang akan datang dilahirkan di Surga Buddha atau dilahirkan dalam lingkungan yang saleh yang beragama Buddha. Oleh karena itu Namaskara dengan sujud dan hikmat kepada Triratna dalam keyakinan yang teguh sangat baik adanya.

Setelah kita mengenal tatacara kebaktian Mahayana di atas, marilah kita mengenal arti dari paritta Maha Karuna Dharani dan Prajna Paramita Hrdaya Sutra yang didapat dari Suhu Shi Xian Bing (Anumodana Suhu.........).

MAHA KARUNA DHARANI

Maha Karuna Dharani adalah mantra Sang Avalokitesvara Bodhisattva (Kuan Im Pho Sat), yang disabdakan oleh Sakyamuni Buddha, sebagaimana disebutkan dalam The Sutra of the Vast, Great, Perfect, Full, Unimpeded, Great Compassion Heart Dhrani of The Thousand-handed, Thousand-eyed Bodhisattva who Regards the World Sounds?(Tripitaka Mandarin, buku XX) atau The Dharani Sutra (diterbitkan dalam bahasa Inggris oleh the Buddhist Text Translation Society, San Fransisco, 1976).

Dharani atau mantra adalah kumpulan suku kata atau kata gaib/mistik yang mempunyai kekuatan luar biasa. Bila mantra dipergunakan dengan tepat dan benar, tiada hal yang tidak mungkin. Dalam karya terkenal The Indian Buddhist Iconography Benoytosh Bhattacharya menulis : Dengan mengucapkan mantra berulang-ulang, akan timbul kekuatan luar biasa, yang akan mengejutkan seluruh dunia.

Karunia artinya welas asih, rasa ingin membebaskan orang dari penderitaan. Jadi Maha Karuna Dharani adalah Dharani Maha Welas Asih atau Mantra Maha Welas Asih, artinya mantra yang dapat membebaskan umat dari semua penderitaan dan kesusahan serta memberikan kebahagiaan.

Dalam The Dharani Sutra disabdakan bahwa manfaat Maha Karuna Dharani antara lain untuk memperoleh kegembiraan dan kedamaian, kebebasan dari segala penyakit, umur panjang, kemakmuran, penghapusan karma berat, hilangnya halangan dan kesusahan, tumbuhnya dalam semua Dharma murni serta semua pahala dan kebajikan, lenyapnya segala penyakit, pencapaian tujuan.

Kunci terpenting adalah kemurnian hati dan kesujudan si pengucap mantra. Dalam Mantras, Sacred Words of Powers mendiang John Blofeld menulis Mantra luar biasa efektifnya, jika kondisi mental benar-benar dipenuhi Dalam Shambala Reviews of Books and Ideas (September 1976), ia menulis : Untuk pelaksanaan kegaiban cara Buddhis ini (pengucapan Maha Karuna Dharani), diperlukan standard moral yang agung.

PRAJNA PARAMITA HRDAYA SUTRA

Prajna Paramita Hrdaya Sutra merupakan salah satu Sutra yang terkenal dalam umat Buddha Mahayana. Terjemahan Sutra ini dalam bahasa Indonesia dikenal nama Sutra Hati atau Shin Cing (Mandarin). Untuk memahami Sutra ini, sebaiknya di baca dengan hikmat agar dapat lebih dipahami.

Yang Maha Suci Sang Avalokitasvara sedang membina Samadhi Kebijaksanaan Sejati untuk mencapai pantai seberang (nirvana). Dalam pengamatan bathinNya, Beliau melihat dengan jelas, bahwa lima kelompok kegemaran (Panca-Skhanda) itu sebenarnya adalah kosong (Sunyata). Dengan pencapaian meditasiNya ini, maka Sang Avalokitesvara telah terbebas dari segala sumber sengsara dan derita.

O, Sariputra, wujud (rupa) tidak bedanya dengan kosong (sunyata), dan kosong (sunyata) juga tidak berbeda dengan wujud (rupa). Maka wujud pada hakekatnya adalah kosong dan kosong adalah wujud. Demikian pula halnya dengan perasaan, pikiran, keinginan, dan kesadaran.

Sariputra, kekosongan dari semua benda tidak terlahirkan, tidak termusnahkan, tidak ternoda, tidak bersih, tidak bertambah, ataupun tidak berkurang.

Oleh sebab itu,dengan kekosongan maka tiada berwujud,tiada perasaan, pikiran, keinginan, dan kesadaran; tiada mata, telinga, hidung, lidah, tubuh dan pikiran; tiada wujud, suara, bau, rasa, sentuhan dan gambaran pikiran ; tiada alam penglihatan sampailah tiada alam kekuatan pikiran dan kesadaran (delapan belas alam pengenal)

Tiada 'timbul awal kebodohan' (avijja) maupun tiada 'timbul akhir kebodohan'; hingga usia dan kematian, tiada 'timbul akhir usia tua dan kematian'. Tiada 'timbul derita (Dukha)', lautan derita (samudaya), pelenyapan derita(Nirodha), dan jalan kebenaran (Marga) ; tiada 'timbul kebijaksanaan', maupun tiada 'timbul yang dicapai'.

Karena tiada yang dicapai, maka Bodhisattva mengandalkan Kebijaksanaan Sejati untuk mencapai pantai seberang; oleh sebab itu hati nuraninya telah terbebaskan dari segala kemelekatan dan halangan.

Karena tidak ada lagi kemelekatan dan halangan, maka tidak ada rasa takut dan khawatir, dan dapat terbebas dari ilusi dan keterpedayaan, dengan demikian dapat mencapai Kesempurnaan Sejati.

Para Budha di masa lampau, sekarang, dan yang akan datang membina pada Kebijaksanaan Sejati untuk mencapai Kesadaran Sejati Tertinggi.

Maka kita mengetahui bahwa Maha Prajna Paramita adalah Mantra suci Agung, Mantra unggul dan Mantra yang tiada taranya; Yang benar dan tepat untuk menghapuskan semua derita.

Karena beliau mengucapkan Mantra Prajna Paramita yang berbunyi :


Tiada ulasan:

Catat Ulasan