Belakangan
  ini semakin banyak pihak yang menyatakan jihad dengan makna syar'i ini
  (perang) bukanlah jihad yang paling utama. Dengan berbagai dalil, 
mereka  mencoba memperkuat pendapatnya, sebuah pendapat yang sama sekali
 tidak  pernah dikenal salafushsholih. Ada yang mengatakan bahwa da'wah,
  perjuangan diplomasi dan menjadi oposisi lewat jalur MPR/parlemen  
merupakan jihad terbesar, dengan hadits orang yang mengatakan kebenaran 
 di hadapan pemerintah yang dholilm. Padahal jelas sekali, banyak ayat  
dan hadits yang menerangkan jihad dengan makna syar'i perang adalah  
jihad yang paling utama dan tinggi, seperti:
"Tidaklah
 sama antara orang mukmin yang duduk  (tidak turut berperang) yang tidak
 mempunyai udzur dengan orang yang  berjihad di jalan Alloh dengan harta
 mereka dan jiwanya. Alloh  melebihkan orang-orang yang berjihad dengan 
harta dan jiwanya atas  orang-orang yang duduk satu derajat, kepada 
masing-masing mereka Alloh  menjanjikan pahala yang baik (surga) dan 
Alloh melebihkan orang-orang  yang jihad atas orang-orang yang duduk 
dengan pahala yang besar. yaitu  beberapa derajat, ampunan serta rahmat.
 Dan adalah Alloh Maha Pengampun  lagi Maha Penyayang." (QS. An-Nisa [4] : 95-96)
"Rabb
 mereka menggembirakan  mereka dengan memberikan rahmat daripada-Nya, 
keridhoan dan surga,  mereka memperoleh di dalamnya kesenangan yang 
kekal, Rabb mereka  menggembirkan mereka dengan memberikan rahmat 
daripada-Nya, keridhoan  dan surga, mereka memperoleh di dalamnya 
kesenangan yang kekal." (QS.  At-Taubah [9] : 21-22).
             Keterangan: orang
 yang berjihad diutamakan atas orang  yang duduk-duduk (tidak berjihad).
 Bisa jadi orang yang duduk-duduk ini  melakukan jihad dakwah, amar 
ma'ruf nahi munkar, jihad melawan hawa  nafsu dan syaithon, karena Alloh
 SWT juga menjanjikan bagi mereka pahala  dan kebaikan. Namun demikian, 
tetap saja Alloh melebihkan yang berjihad  dengan derajat, maghfirah dan
 rahmat-Nya. Ini menunjukan jihad dengan  makna perang adalah jihad 
terbesar dan paling utama. Hal ini juga  menunjukkan bahwa makna jihad 
secara syar'i adalah perang, bukan dakwah,  apalagi meyatakan bahwa 
masuk ke dalam sistem pemerintahan demokrasi  yang kafir yang 
jelas-jelas bertentangan dengan syari'at Alloh dengan  menjadi anggota 
parlemen dan sebagainya.
            Jihad
 adalah berdiri  mengangkat senjata dan memerangi orang kafir yang 
menjadi musuh Alloh  SWT dan musuh orang yang beriman, dan supaya dien 
(aturan, hukum,  undang-undang dan sistem yang mengatur kehidupan di 
dunia) hanya milik  Alloh SWT yang berlaku. Sampai Islam tinggi, dan 
tidak ada yang  mengalahkan ketinggian Islam, dan sampai kalimat Alloh 
tinggi di atas  segalanya. Sampai kekafiran hilang dari muka bumi.
            Rosululloh SAW bersabda:
"Pokok segala urusan adalah  Islam, tiangnya adalah shalat dan puncaknya adalah jihad." (HR.  Tirmidzi no. 2616, Al Hakim 2/76)
            Keterangan: dalam
  hadits ini Rosululloh menempatkan jihad dengan makna perang sebagai  
amalan paling tinggi dalam Islam, kenapa makna perang? Karena shalat  
sendiri adalah jihad, namun beliau tidak menyebutnya dengan jihad.  
Dengan demikian, jihad di sini adalah perang.
"Siapa
 diantara kalian melihat kemunkaran hendaklah  ia merubah dengan tangan,
 bila tidak mampu hendaklah dengan lisan, bila  tetap tidak mampu 
hendaklah dengan hati dan itulah selemah-lemah iman." (HR.  Muslim no. 49, Abu Daud no. 1140 dan 4340, Tirmidzi 2172, Ibnu Majah  no. 1275, Ahmad 3/54, Nasa'i 8/111).
            Keterangan: kemunkaran
 yang paling besar di  muka bumi ini adalah adanya kekafiran dan 
kesyirikan. Hadits ini  menjelaskan tingkatan merubah kemungkaran mulai 
dari yang paling tinggi  hingga yang paling rendah. Idealnya, merubah 
adalah dengan tangan. Kalau  tidak bisa maka dengan lisan, kalau tetap 
tidak bisa maka dengan hati.  Merubah dengan tangan termasuk di dalamnya
 adalah jihad. Dengan  demikian, jihad dengan artian perang lebih utama 
dari jihad da'wah,  jihad melawan hawa nafsunya sendiri dan seterusnya..
 [Lihat penjelasan  hadits ini dalam Jami'ul Ulum wa al-Hakim]. Juga 
hadits Ibnu Mas'ud  tentang amar ma'ruf nahi munkar di atas, dimana 
disebutkan yang paling  tinggi adalah amar ma'ruf dengan tangan, 
termasuk di dalamnya jihad.
Dari
 Abu Sa'id Al-Khudri RA. ia  berkata, `Sesungguhnya datang kepada nabi 
SAW seorang laki-laki, maka  kemudian dia bertanya: "Wahai Rosululloh, 
orang bagaimanakah yang paling  utama?" Rosululloh SAW menjawab, "Orang 
mukmin yang berjihad di jalan  Allah dengan jiwa dan hartanya." Mereka 
bertanya lagi, "Kemudian siapa?"  Beliau menjawab, "Seorang mukmin yang 
(menyendiri) berada dalam suatu  lembah, takut kepada Alloh dan 
meninggalkan manusia karena kejahatan  mereka." (Al-Bukhori no. 2786).
            Imam Ibnu Daqiq al-`Ied berkata,
 "Qiyas menuntut jihad  menjadi amalan dengan kategori wasilah yang 
paling utama, karena jihad  merupakan sarana untuk meninggikan dan 
menyebarkan dien serta memadamkan  kekafiran, sehingga keutamaannya 
sesuai dengan keutamaan hal itu.
            Wallohu  A'lam."1
"Dari
  Abu Hurairah RA, ia berkata, "Datang seseorang kepada Rosululloh SAW. 
 lalu berkata, "Tunjukkan padaku sebuah amalan yang bisa menyamai  
jihad!!". Beliau menjawab, "Aku tidak mendapatkannya. Apakah kamu mampu 
 apabila seorang mujahid keluar, kamu masuk masjid lalu sholat dan tidak
  berhenti dan kamu shaum dan tidak berbuka?". Orang tersebut berkata,  
"Siapa yang mampu melakukan hal tersebut???". Abu Hurairah RA berkata,  
"Sesungguhnya bermainnya kuda seorang mujahid itu dicatat sebagai  
beberapa kebaikan."2
            Imam  Ibnu Hajar berkata,
 "...(Hadits) ini merupakan keutamaan yang jelas  bagi mujahid fi 
sabilillah, yang menuntut tak ada amalan yang menyamai  jihad."3
Qatadah
  berkata, "Saya mendengar Anas bin Malik dari Nabi beliau bersabda,  
"Tidak ada seorang pun masuk surga yang ingin kembali ke dunia padahal  
ia mempunyai (di surga) seluruh apa yang ada di dunia, kecuali orang  
yang mati syahid. Ia berangan-angan kembali ke dunia dan terbunuh  
sepuluh kali, karena ia mengerti keutamaan (bila) mati syahid di medan  
perang." [HR. Bukhori no. 2817].
            Hadits
 ini juga diriwayatkan oleh  imam an-Nasa'i dan al-Hakim. Imam Ibnu 
Bathol berkata, "Hadits ini  merupakan hadits yang paling agung dalam 
menerangkan keutamaan mati  syahid. Tidak ada amal kebaikan yang di 
dalamnya nyawa dipertaruhkan  selain jihad, karena itu pahalanya pun 
besar." 
            Berkaitan
 dengan makna jihad ini,  ada kekhawatiran mendalam di mana 
kadang-kadang (dan sayangnya ini  sudah menjadi realita) perluasan makna
 syar'i jihad dari perang menjadi thalabul  ilmi juga jihad, 
tashfiyah juga jihad, dakwah juga jihad, membangun  ponpes dan madrasah 
juga jihad, menyantuni anak yatin juga jihad,  berjuang lewat 
parlemen/jalur konstitusi juga jihad dan sejenisnya. Ini  dijadikan 
alasan untuk mencukupkan diri dengan  
organisasi/jam'iyah/partai/jama'ahnya dengan bidang yang digelutinya,  
tidak mengadakan i'dad (persiapan secara militer untuk jihad dengan  
makna syar'i perang) dengan beralasan bahwa apa yang mereka lakukan itu 
 adalah jihad. Lebih buruk lagi bila ditambah dengan menuduh orang yang 
 mengartikan jihad dengan perang lalu mengadakan i'dad (persiapan  
militer) sebagai picik, tak berwawasan luas, terroris, merusak medan  
dakwah dan sebutan lainnya. Inilah yang mengundang kritik banyak ulama  
yang berusaha keras meluruskan berbagai penyimpangan ini.
            Sebenarnya  perselisihan ini terjadi dalam masalah ini, tidaklah berbahaya kalau  hanya ikhtilaful lafdzi (perbedaan
 dalam menggunakan istilah)  saja. Artinya masing-masing pendapat tidak 
meninggalkan amalan yang  dilakukan oleh yang lain, dan juga tidak 
mencampur adukkan dalil  misalnya menggunakan dalil-dalil keutamaan 
perang untuk dakwah dan  begitu pula sebaliknya. Dengan demikian, 
perselisihan ini tidak  menimbulkan perselisihan dalam beramal kecuali 
pada masalah-masalah yang  memang masih diperbolehkan untuk berijtihad 
dan berselisih pendapat.  Sehingga yang berjihad dengan makan syar'i 
perang tidak mengabaikan dan  meremehkan dakwah dan amar ma'ruf nahi 
munkar, begitu juga sebaliknya  yang tidak berjihad tidak mengabaikan 
dan meremehkan kewajiban perang  melawan orang-orang kafir. Wallohu A'lam.
"Dan
 dari Abu Dzar RA berkata: Aku berkata: "Wahai  Rosululloh SAW amal 
apakah yang paling utama?" beliau menjawab: "Iman  kepada Alloh dan 
jihad di jalan-Nya." (Muttafaq `Alaih)
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Tiada ulasan:
Catat Ulasan