
Syaikul Islam Imam al Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumuddin pernah memberikan nasihat tentang cara berinteraksi dengan pemimpin yang zalim. 
"Jangan bergaul 
dengan para pemimpin dan pembesar yang zalim, bahkan jangan menemuinya. 
Berjumpa dan bergaul dengan mereka hanya membawa petaka. Dan sekiranya 
kamu terpaksa bertemu, jangan memuji-muji mereka, kerana Allah sangat 
murka ketika orang fasik dan zalim dipuji. Dan barangsiapa mendoakan 
mereka panjang umur, maka sesungguhnya dia suka agar Allah didurhakai di
 muka bumi. "
Tidak hanya tentang pertemuan, bahkan Imam al Ghazail mengeluarkan larangan menerima pemberian dari penguasa yang zalim. 
"Jangan menerima 
apa-apa pemberian dari golongan pembesar, meski kamu tahu pemberian itu 
berpunca dari yang halal. Sebab, sikap tamak mereka akan merosakkan 
agama. Pemberian itu akan menimbulkan rasa simpati (jika diterima). Lalu
 kamu akan mula menjaga kepentingannya mereka dan berdiam diri atas 
kezaliman yang mereka lakukan. Dan itu semua telah merosakkan agama. "
Peringatan susulan juga 
diungkapkan. Sekecil-kecilnya mudharat ketika seseorang menerima hadiah 
dari penguasa adalah, akan muncul rasa saya terhadap mereka. "Seterusnya
 kami akan mendoakan mereka kekal dan lama di atas kedudukannya. 
Mengharapkan orang yang zalim lama berkuasa sama seperti mengharapkan 
kezaliman berpanjangan atas hamba-hamba Allah dan alam akan musnah 
binasa. "
Jika sudah demikian, 
Imam al Ghazali mengajukan soalan yang luar biasa menyeramkan. "Apalagi 
yang lebih buruk dibanding dengan kerosakan agama?"
Setiap penguasa, selalu 
mempunyai kemungkinan untuk berbuat zalim, kecuali penguasa yang beriman
 kepada Allah, berteman dan dikeliling orang-orang yang beriman pula. 
Mereka saling mengingatkan dan memberi nasihat, hanya demi kebaikan, dan
 bukan untuk kepentingan.
Tapi ketika seorang 
penguasa dikelilingi orang-orang yang busuk dan jahat, maka kezaliman 
hanya tinggal menunggu masa untuk dirasakan. Dan ketika semua itu 
terjadi, kerosakan akan bermaharajalela, kehancuran di depan mata, 
menggelincirkan manusia dari jalan kebenaran dan menjadikan kesesatan 
sebagai panutan. Kerana itu, pemimpin yang zalim masuk menjadi salah 
satu golongan yang paling dibenci oleh Allah SWT.
Rasulullah bersabda, 
"Ada empat golongan yang paling Allah benci. Peniaga yang banyak 
bersumpah, orang fakir yang sombong, orang tua yang berzina, dan seorang
 pemimpin (penguasa) yang zalim." (HR. An-Nasai)
Bahkan, Rasulullah memberikan penegasan sanksi atas para pemimpin yang zalim. Dalam Shahih Bukhari Muslim disebutkan, Rasulullah
 bersabda, "Tidaklah ada seseorang hamba yang Allah beri kepercayaan 
untuk memimpin, kemudian pada saat matinya dia berada dalam (keadaan) 
melakukan penipuan terhadap rakyatnya, kecuali akan diharamkan atasnya 
untuk masuk syurga."
Alangkah ruginya para pemimpin seperti ini. Dan alangkah malangnya umat dan rakyat yang mendapat pemimpin seperti ini. Ketika
 seorang pemimpin zalim berkuasa, maka yang bertanggung jawab bukan 
hanya para pelaku kekuasaan; raja, maharaja, presiden bahkan gabenor dan
 kepala desa. Umat dan rakyat pun akan bertanggung jawab memikul beban
 penguasa yang zalim.
Ibnu Taimiyyah dalam karyanya Siyasah Syari'iyah mengutip sebuah hadis Rasulullah yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad. "Barangsiapa
 yang mengangkat seseorang (pemimpin) untuk mengurusi perkara kaum 
Muslimin sementara dia mendapati ada seseorang yang lebih layak daripada
 orang yang diangkatnya, maka dia telah berkhianat pada Allah SWT dan 
Rasul-Nya."
Dalam hadis lain yang diriwayatkan dari sahabat Jabir ra,
 Rasulullah juga menegaskan bahawa mereka yeng memilih pemimpin dengan 
pamrih duniawi maka Allah tidak akan menyapa orang-orang seperti ini di 
akhirat nanti.
"Ada tiga orang yang 
tidak akan diajak bicara oleh Allah pada hari kiamat, tidak dilihat dan 
tidak akan disucikan, dan bagi mereka azab yang pedih. Mereka adalah; 
Orang yang mempunyai kelebihan air di padang pasir namun tidak mau 
memberikannya kepada orang yang berada di tengah perjalanan; orang yang 
menawarkan barang dagangan kepada orang lain setelah Ashar, lalu ia 
bersumpah dengan nama Allah bahawa ia telah membelinya sekian dan sekian
 sehingga lawannya mempercayainya, padahal sebenarnya tidaklah demikian;
 dan seseorang yang mengikrarkan kepatuhannya kecuali untuk kepentingan 
dunia (harta), bila sang pemimpin memberinya ia akan patuh dan bila 
tidak memberinya ia tidak akan mematuhinya. "
Jauh-jauh hari, 
sesungguhnya Allah telah melakukan perlindungan agar kita tidak 
mempunyai kecenderungan hati pada orang-orang yang zalim. Sebab, 
kecenderungan itu akan mengantarkan kita pada azab yang pedih.
"Dan janganlah kamu 
cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh 
api neraka, dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolong pun 
selain daripada Allah, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan." (QS Hud [11]: 113)
Sungguh, seorang pemimpin sejatinya adalah sebuah perisai yang melindungi rakyatnya. Seperti sabda
 Rasulullah, "Sesungguhnya seorang pemimpin itu merupakan perisai, 
rakyat akan berperang di belakang serta berlindung dengannya. Bila ia 
memerintah untuk takwa kepada Allah azza wa jalla serta bertindak adil, 
maka ia akan memperoleh pahala. Namun bila ia memerintah dengan 
selainnya, maka ia akan mendapatkan akibatnya. "(HR Muslim)
Pemimpin dan yang 
dipimpin adalah mata rantai yang tidak boleh dipisahkan. Pemimpin lahir 
dari dan terpilih oleh orang-orang yang akan dipimpin. Ketika seorang 
pemimpin bersalah, maka bersalah pula mereka yang memilihnya. Ketika 
seorang pemimpin berbuat zalim, maka mereka yang memilih juga akan 
menanggung akibatnya.
Sungguh bukan pekerjaan 
ringan untuk menjaga dan menghalang-halangi para pemimpin agar tidak 
berbuat zalim. Orang-orang yang dipimpin harus menjaga para pemimpin 
dengan cara memastikan bahawa ketua negara melakukan kewajiban-kewajiban
 besarnya. Kewajiban pemimpin negara adalah menegakkan keadilan, 
memberantas kezaliman, melaksanakan undang-undang syariat, dan bahkan 
kewajiban personal untuk tidak melakukan maksiat.
Umar bin Khattab ra 
lebih tegas lagi mengatakan, tugas seorang pemimpin adalah menjaga 
agama. "Pemimpin di angkat untuk menegakkan agama Allah," kata Umar bin 
Khattab.
Jika kita mampu menjaga 
para pemimpin yang terpilih, menjadi para pemimpin yang menegakkan agama
 Allah, menjaga akidah umatnya, memberantas kezaliman dan melaksanakan 
syariat, sungguh negeri ini ibarat potongan syurga di dunia. Apalagi 
Rasulullah bersabda bahawa menasihati para pemimpin untuk taat pada 
Allah, adalah salah satu perilaku yang mengundang ridha-Nya. 
"Sesungguhnya Allah redha terhadap tiga perkara dan membenci tiga 
perkara. Dia rela apabila kalian menyembah-Nya, berpegang tegug pada 
tali-Nya dan menasihati para pemimpin. Dan Allah membenci pembicaraan 
sia-sia, menghambur-hamburkan harta dan banyak bertanya. "
Ada beberapa perkara 
yang membuat pemimpin tergelincir pada perilaku zalim. Yang paling 
berbahaya adalah, ketika seorang pemimpin menuruti hawa nafsu dan 
mengejar kesenangan dunia. Kemudian, kolusi dan nepotisme yang tidak 
sesuai dengan peraturan kebenaran. Para penasihat yang buruk dan teman 
yang jahil, juga mampu menggelincirkan para pemimpin. Jika orang-orang 
yang lemah dan kaum kuffar dijadikan sebagai pembantu, kehancuran 
tinggal menunggu waktu. Rela dan mudah terpengaruh pada tekanan 
antarabangsa, juga menjadi penyebab pemimpin berlaku zalim.
Tugas umat, belum lagi 
selesai. Setelah terpilih, para pemimpin harus terjaga. Jika tidak, kita
 juga yang akan merasakan azab dan akibatnya. Sebab, keadilan seorang 
pemimpin adalah penawar dahaga bagi umatnya dan lebih utama dari ibadah 
ritual yang dilakukannya. "Keadilan seorang pemimpin walaupun sesaat jauh lebih baik daripada tujuh puluh tahun," demikian sabda Rasulullah. (HR Thabrani)
Tapi jika yang terjadi justru sebaliknya, maka sungguh keadaan yang akan menimpa. "Yang aku takuti pada umatku adalah pemimpin-pemimpin yang menyesatkan," sabda Rasulullah. (HR Dawud)
Jika pemimpin-pemimpin 
sesat telah memimpin, maka manusia akan berada pada penyelasan yang 
tiada tara seperti yang digambarkan Allah dalam firman-Nya. "Pada 
hari ketika muka mereka dibolak-balikan dalam neraka, mereka berkata:" 
Alangkah baiknya, andaikata kami taat kepada Allah dan taat (pula) 
kepada Rasul. " (QS al Ahzab [33]: 66)
Dan ketika kita sampai 
pada tahap itu, penyesalan paling besar pun tidak akan bermakna. Semoga 
kita adalah umat yang terbaik, dengan pemimpin-pemimpin yang soleh dan 
muslih. Bukan sebaliknya, umat yang dipimpin para penguasa yang zalim 
dan bathil. Semoga pemimpin kita tidak seperti pepatah, tongkat yang 
membawa rebah!
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Tiada ulasan:
Catat Ulasan