Hadist "orang mati mendapat azab karena ditangisi oleh keluarganya" (HR. Bukhari-Muslim)
Sebagai mana yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar, bahwa ketika khalifah Umar r.a. ditikam, maka puterinya Khafshah menangisinya, kemudian Umar r.a. berkata : "Wahai anakku, apakah engkau tidak mengetahui bahwa Rasulullah saw, telah bersabda 'Bahw orang yang mati mendapat azab karena tangisan keluarganya'."
Juga dalam riwayat lain dikatakan, bahwa ketika khalifah Umar r.a. ditikam, ia pingsan, kemudian ditangisi, setelah sadar beliau berkata, "Apakah kamu tidak mengetahui bahwa Nabi saw, telah bersabda 'sesungguhnya orang yang mati akan mendapat azab karena tangisan keluarganya'." (HR. Bukhari-Muslim).
Ada riwayat lain, yaitu "Barang siapa yang ditangisi setelah kematiannya, maka aia mendapat azab karenanya." Sabda Rasulullah saw. tersebut benar dan sah, dan ditetapkan oleh lebih dari satau.sahabat dengan sanad yang benar.
Adapun mengenai arti yang sesuai dengan yang dimaksud dalam Al-Qur'an telah menjadi pembahasan di antara para ulama semenjak dulu, di bawah ini dapat dikemukakan apa yang telah ditetapkan oleh mereka:
1. Maksud dari 'Azab' dalam segi bahasa ialah "penderitaan", bukan azab di akhirat saja. Bagi orang yang telah mati, ia selalu merasakan kesedihan yang disebabkan oleh adanya penderitaan yang menimpa keluarganya, dan ia mendengar tangisan para keluarganya, ia selalu mengetahui keadaan mereka, sebagai mana keterangan Nabi saw, bahwa semua aktivitas manusia ditunjukkan kepada keluarganya yang telah meninggal. Hal ini tidak dapat diragukan dan tidak mampu kita untuk membahasnya.
2. 'Azab' yang berarti "ancaman dari malaikat" bagi yang meninggal dan ditangisi oleh keluarganya. Sebagai mana sabda Nabi saw "Jika salah seorang keluarganya mengatakan dalam tangisannya dengan suara keras,' Wahai penolongku, wahai kekuatanku, dan sebagainya, maka karena itu mayatnya ditarik-tarik oleh malaikat sambil mereka katakan , 'kau penolongnya, kau yang memberi makan dan pakaian baginya?' keadaan demikianlah yang dirasakan oleh si mayat." (HR. Bukhari). Dari Nukman bin Basyir, ia berkata, ketika Ali bin Rawahah jatuh pingsan, tiba-tiba saudara wanitanya menangis dengan keras dan berkata terhadapnya sesuatu yang besar artinya baginya, sebesar gunung. Ketika Ali bin Rawahah sadar dan bagu,ia berkata,"Wahai saudaraku, tiap-tiap kata yang kau ucapkan, aku diancam bila kata-katamu itu kau ulangi".
3. Menurut Imam Bukhari, dalam menafsiri arti dan maksud dari tangisan itu ditujukan bagi orang yang membiasakan keluarganya melakukan hal yang demikian dan tidak pernah dilarang semasa hidupnya. Sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur'an, ' wahai orang-orang yang beriman, jagalah diri dan keluargamu dari azab api neraka".
Jadi, diazabnya si mayat tersebut disebabkan kekurang perhatiannya dalam mendidik dan mengajar keluarganya, maka mayat tersebut harus bertanggung jawab atas kelalaianny. Ia berdosa terhadap keluarganya bila ia diazab, bukan karena keluarganya.
Pendapat ini dapat dibenarkan juga, karenad di masa jahiliyah orang-orang meninggalkan wasiat bagi keluarganya agar ditangisi setelah ia meninggal.
Selain pendapat di atas, yang artinya tidak bertentangan dengan Al-Qur'an ialah pendapat seorang yang bernama Al-Manawi bahwa arti mayat yang tersebut dalam sabda Rasulullah saw ialah yang akan mati dan yang mengalami sakaratul maut. Dalam keadaan demikian, sering diratapi, bukan berarti setelah meninggalnya dan dimakamkan, arti ini diambil dari segi istilah dan takwil.
Adapun tangisan yang disebabkan oleh kesedihan jiwa yang penuh rasa iba dan simpatik kepada yang ditinggalkannya, hal ini tidak dilarang. Nabi saw, sendiri pernah menangis ketika cucunya meninggal. Ketika Rasulullah saw, ditanya mengapa Rasulullah saw menangis, padahal Rasul pernah melarangnya, Nabi saw menjawab " Tangisan itu disebabkan rahmat Allah merahmati hamba-Nya yang mempunyai sifat rahman". Nabi saw mencucurkan air mata, kemudian bersabda "Sungguh memang mata mencucurkan airnya dan hati amat sedih, aku tidak dapat berkata kecuali apa yang diridhai oleh Allah.
Semua milik Allah, dan atas apa yang diambil dan yang diberikan kepada kita memberi hikmah tersendiri agar memohon pahala kepada Allah atas musibah dan mendapat imbalan yang lebih baik.
Sebagai mana yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar, bahwa ketika khalifah Umar r.a. ditikam, maka puterinya Khafshah menangisinya, kemudian Umar r.a. berkata : "Wahai anakku, apakah engkau tidak mengetahui bahwa Rasulullah saw, telah bersabda 'Bahw orang yang mati mendapat azab karena tangisan keluarganya'."
Juga dalam riwayat lain dikatakan, bahwa ketika khalifah Umar r.a. ditikam, ia pingsan, kemudian ditangisi, setelah sadar beliau berkata, "Apakah kamu tidak mengetahui bahwa Nabi saw, telah bersabda 'sesungguhnya orang yang mati akan mendapat azab karena tangisan keluarganya'." (HR. Bukhari-Muslim).
Ada riwayat lain, yaitu "Barang siapa yang ditangisi setelah kematiannya, maka aia mendapat azab karenanya." Sabda Rasulullah saw. tersebut benar dan sah, dan ditetapkan oleh lebih dari satau.sahabat dengan sanad yang benar.
Adapun mengenai arti yang sesuai dengan yang dimaksud dalam Al-Qur'an telah menjadi pembahasan di antara para ulama semenjak dulu, di bawah ini dapat dikemukakan apa yang telah ditetapkan oleh mereka:
1. Maksud dari 'Azab' dalam segi bahasa ialah "penderitaan", bukan azab di akhirat saja. Bagi orang yang telah mati, ia selalu merasakan kesedihan yang disebabkan oleh adanya penderitaan yang menimpa keluarganya, dan ia mendengar tangisan para keluarganya, ia selalu mengetahui keadaan mereka, sebagai mana keterangan Nabi saw, bahwa semua aktivitas manusia ditunjukkan kepada keluarganya yang telah meninggal. Hal ini tidak dapat diragukan dan tidak mampu kita untuk membahasnya.
2. 'Azab' yang berarti "ancaman dari malaikat" bagi yang meninggal dan ditangisi oleh keluarganya. Sebagai mana sabda Nabi saw "Jika salah seorang keluarganya mengatakan dalam tangisannya dengan suara keras,' Wahai penolongku, wahai kekuatanku, dan sebagainya, maka karena itu mayatnya ditarik-tarik oleh malaikat sambil mereka katakan , 'kau penolongnya, kau yang memberi makan dan pakaian baginya?' keadaan demikianlah yang dirasakan oleh si mayat." (HR. Bukhari). Dari Nukman bin Basyir, ia berkata, ketika Ali bin Rawahah jatuh pingsan, tiba-tiba saudara wanitanya menangis dengan keras dan berkata terhadapnya sesuatu yang besar artinya baginya, sebesar gunung. Ketika Ali bin Rawahah sadar dan bagu,ia berkata,"Wahai saudaraku, tiap-tiap kata yang kau ucapkan, aku diancam bila kata-katamu itu kau ulangi".
3. Menurut Imam Bukhari, dalam menafsiri arti dan maksud dari tangisan itu ditujukan bagi orang yang membiasakan keluarganya melakukan hal yang demikian dan tidak pernah dilarang semasa hidupnya. Sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur'an, ' wahai orang-orang yang beriman, jagalah diri dan keluargamu dari azab api neraka".
Jadi, diazabnya si mayat tersebut disebabkan kekurang perhatiannya dalam mendidik dan mengajar keluarganya, maka mayat tersebut harus bertanggung jawab atas kelalaianny. Ia berdosa terhadap keluarganya bila ia diazab, bukan karena keluarganya.
Pendapat ini dapat dibenarkan juga, karenad di masa jahiliyah orang-orang meninggalkan wasiat bagi keluarganya agar ditangisi setelah ia meninggal.
Selain pendapat di atas, yang artinya tidak bertentangan dengan Al-Qur'an ialah pendapat seorang yang bernama Al-Manawi bahwa arti mayat yang tersebut dalam sabda Rasulullah saw ialah yang akan mati dan yang mengalami sakaratul maut. Dalam keadaan demikian, sering diratapi, bukan berarti setelah meninggalnya dan dimakamkan, arti ini diambil dari segi istilah dan takwil.
Adapun tangisan yang disebabkan oleh kesedihan jiwa yang penuh rasa iba dan simpatik kepada yang ditinggalkannya, hal ini tidak dilarang. Nabi saw, sendiri pernah menangis ketika cucunya meninggal. Ketika Rasulullah saw, ditanya mengapa Rasulullah saw menangis, padahal Rasul pernah melarangnya, Nabi saw menjawab " Tangisan itu disebabkan rahmat Allah merahmati hamba-Nya yang mempunyai sifat rahman". Nabi saw mencucurkan air mata, kemudian bersabda "Sungguh memang mata mencucurkan airnya dan hati amat sedih, aku tidak dapat berkata kecuali apa yang diridhai oleh Allah.
Semua milik Allah, dan atas apa yang diambil dan yang diberikan kepada kita memberi hikmah tersendiri agar memohon pahala kepada Allah atas musibah dan mendapat imbalan yang lebih baik.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan