Isnin, 14 Mac 2011

BENCANA DAN KEMAKSIATAN.

Tak ada satu negeri pun (yang penduduknya atau kami azab dengan azab yang sangat keras (Al-Isra’ [17]: 48)
Adakah kaitan antara bencana yang akhir-akhir ini kerap melanda tanah air dengan kemaksiatan dan kemusyrikan yang terjadi di atasnya?
Jika pertanyaan ini diajukan kepada penganut liberalisme tentu jawab mereka tidak. Meledaknya Gunung Merapi tidak ada kaitannya dengan kemusyrikan yang saban tahun berlangsung di atasnya. Kalau sudah waktunya meletus, ya, Merapi akan meletus.
Bila kita periksa materi-materi diskusi tentang hal ini di dunia maya, baik lewat situs jejaring sosial maupun lewat blog, cara berpikir seperti ini masih banyak menghinggapi pikiran masyarakat yang ber-KTP Muslim di negeri ini.
Mereka bahkan menuduh orang-orang yang mencoba mengaitkan persoalan ini kepada keyakinan agama sebagai orang-orang yang berpandangan sempit.
Diskusi kepada mereka tak akan pernah berakhir pada satu titik temu. Ini tak heran, sebab cara pandang mereka berbeda dengan cara pandang orang-orang yang beriman. Kaum liberal akan menempatkan logika manusia di atas segala-galanya. Sedang orang-orang beriman menempatkan logika manusia di bawah logika Sang Khalik.
Bagi orang-orang yang beriman cukuplah al-Qur`an dan al-Hadits sebagai rujukan utama. Logika manusia, yang bisa salah, harus tunduk kepada logika Sang Khalik, yang pasti benar.
Jadi, jika al-Qur`an meminta manusia agar tidak menafikkan kemungkinan adanya keterkaitan antara bencana dengan kemaksiatan dan kesyirikan, seperti kisah kaum Nabi Nuh atau kaum Nabi Luth, maka mereka akan mengimaninya.
Namun, di dalam al-Qur’an juga tertulis bahwa tak semua bencana terkait dengan peringatan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ada pula jenis bencana yang menjadi ujian keimanan kepada seseorang yang justru disayangi oleh Allah Ta’ala, sebagaimana bencana yang menimpa Nabi Ayub. Beliau tak pernah ingkar kepada Allah Ta’ala, namun satu per satu nikmat yang Allah berikan kepadanya dicabut.
Demikian juga orang-orang yang ditimpa bencana tak melulu dibenci oleh Allah Ta’ala meskipun bencana tersebut adalah peringatan dari-Nya.
Musibah yang menimpa Nabi Yunus ketika ditelan hidup-hidup oleh seekor ikan adalah bentuk peringatan dari Allah Ta’ala kepada beliau. Bencana itu bukan pertanda kebencian Allah Ta’ala kepada Nabi Yunus. Tak mungkin Allah Ta’ala membenci para nabi dan rasul yang menjadi kekasih-Nya.
Lalu, bencana apa saja yang termasuk ujian dan apa pula yang termasuk peringatan? Orang-orang yang beriman akan menjawab wallahu a’lam.
Adalah hak prerogatif Allah Ta’ala untuk menentukan apakah sebuah bencana akan disesuaikan dengan kemaksiatan yang terjadi di atas muka bumi atau sekadar ujian belaka.
Oleh karena itu, bagi orang-orang yang beriman, setiap bencana yang menimpa dirinya harus disikapi dengan ber-muhasabah. Jangan-jangan selama ini Allah Ta’ala tak ridha dengan perbuatannya.
Jika benar maka mereka segera mohon ampun sebagaimana permohonan ampun Nabi Yunus atas kesalahannya. Jika bukan maka mereka akan menganggap bencana tersebut sebagai penguji imannya.
Jadi, terhadap kaum liberal, tak ada gunanya berdiskusi tentang hal ini. Lebih baik ajaklah mereka menata kembali imannya. Jika ini sudah dilakukan maka ajaklah mereka sama-sama memegang al-Qur`an dan al-Hadits sebagai rujukan, lalu diskusi baru bisa dilanjutkan. Wallahu a’lam. SUARA HIDAYATULLAH, DESEMBER 2010

Tiada ulasan:

Catat Ulasan


















KETURUNAN SIAM MALAYSIA.

Walaupun saya sebagai rakyat malaysia yang berketurunan siam malaysia,saya tetap bangga saya adalah thai malaysia.Pada setiap tahun saya akan sambut perayaan di thailand iaitu hari kebesaraan raja thai serta saya memasang bendera kebangsaan gajah putih.

LinkWithin