Oleh: Bhikkhu K. Sri. Dhammananda Nayake Mahathera
Buddha
 Dhamma sebagai suatu agama atau sebagai suatu cara hidup yang benar 
dihargai oleh orang-orang berintelek tinggi di banyak bagian dunia ini. 
Alasan yang sederhana ialah bahwa Sang Buddha, pendiri agama ini, adalah
 guru yang telah mencapai penerangan sempurna dan berpandangan luas. 
Cara hidup menurut agama Buddha sangatlah sederhana; bebas dari 
kepercayaan membuta dan dogma-dogma. Sayang sekali banyak orang yang 
belum mengerti bagaimana menempuh cara hidup yang benar menurut agama 
Buddha. Dewasa ini, di banyak bagian dunia ini, dan bahkan di antara 
masyarakat beragama Buddha sendiri, berbagai kepercayaan dan praktek 
masih dilakukan atas nama agama ini. Banyak diantara praktek-praktek ini
 sama sekali bukan ajaran asli Sang Buddha dan bahkan kadang-kadang 
bertentangan. Sebenarnya banyak orang telah mengabaikan dan melupakan 
cara hidup yang benar menurut agama Buddha. Banyak pula yang mempunyai 
pengertian yang keliru mengenai segi-segi panting tertentu dari agama 
ini. Dengan harapan untuk menghilangkan pandangan salah dan memberikan 
penerangan kepada masyarakat inilah, maka buku kecil ini diterbitkan.
Mengerti
 cara hidup menurut agama Buddha berarti harus menempuh cara hidup yang 
benar. Menghargai sifat kehidupan ini berarti mencapai suatu kehidupan 
nan bahagia dan damai.
Orang-orang
 tertentu yang disebut kaum intelektuil menggunakan Buddhisme hanya 
sebagai suatu dasar bagi pokok pembicaraan mereka dalam membahas 
segi-segi metafisika dan filsafat agama ini. Mereka mencemoohkan 
kebiasaan-kebiasaan ketxrdayaan umat Buddha yang telah diterima, bahkan 
menyalahkan kebiasaan-kebiasaaan demikian. Ini bukanlah sikap yang benar
 dan sehat dalam beragama. Suatu agama tanpa pengertian dan agama yang 
tidak meresap ke dalam kebudayaannya tak akan dapat bertahan, agama itu 
hanya akan menjadi filsafat kering dan menghilangkan beberapa waktu 
kemudian. Toleransi adalah hal utama dalam ajaran-ajaran Sang Buddha. 
Jika sesearang tidak dapat menerima pelaksanaan-pelaksanaan budaya 
tertentu, ia setidak-tidaknya harus membiarkan pelaksanaan-pelaksanaan 
tersebut. Dalam pada itu, seseorang harus meneliti makna dan arti yang 
mendasari pelaksanaan tersebut daripada ia mengeluarkan kata-kata yang 
gegabah dan tidak pada tempatnya.
Kebudayaan
 Buddhis telah meresap ke dalam setiap segi kehidupan kita. Kita 
mengetahui bahwa Buddhisme adalah suatu agama yang membimbing kita 
menuju kehidupan yang lebih baik di alam ini dan selanjutnya. Adalah 
tugas kita untuk menyelidiki, mempelajari, memahami dan melaksanakan 
hal-hal yang disediakan oleh agama kita untuk kita. Kita membutuhkan 
bimbingan agama kita untuk kehidupan sehari-hari. Upacara-upacara dan 
adat istiadat, meskipun diterima sebagai suatu bagian pelengkap bagi 
agama, tidaklah dengan sendirinya mengandung unsur agama. Pengembangan 
batin adalah segi terpenting dari agama. Untuk mencapai perkembangan 
batin ini, kita harus memulai dengan menumbuhkan dasar moral yang kuat 
sehingga kita mempunyai dasar yang teguh, dan dengan mengerti 
ajaran-ajaran Sang Buddha, kita dapat memperoleh inspirasi batin yang 
diperlukan. Rasa terima kasih dan penghormatan kita tertuju kepada Sang 
Guru Agung, Ajaran -ajaranNya dan Sangha tidak boleh dilupakan. Dengan 
demikian kita mempunyai tiga objek suci, Buddha, Dhamma dan Sangha, yang
 dalam bahasa Buddhis biasa kita sebut Tiratana yang harus kita hormati.
 Pencapaian pengembangan batin dan penghormatan pada Sang Tiratana 
adalah jalan yang dapat membawa kita kepada kehidupan yang benar menuju 
kedamaian, kebahagiaan dan keselamatan akhir. Inilah tujuan setiap umat 
Buddha. Sambil kita bercita-cita luhur, kita tidak boleh melupakan atau 
mengabaikan pelaksanaan atau kebiasaan agama sehari-hari yang 
mengingatkan kita pada tugas kita terhadap agama. Untuk mengingat semua 
hal yang bersangkutan dengan kewajiban-kewajiban keagamaan, maka suatu 
ikhtisar ringkas mengenai peraturan-peraturan agama dan pelaksanaannya 
akan diterangkan untuk para pembaca.
PERATURAN SEHARI-HARI
Sebagai
 umat Buddha, sudah selayaknya jika kita memiliki sebuah altar Buddha 
atau gambar Sang Buddha didalam rumah kita, bukan sebagai barang pameran
 tetapi sebagai objek penghargaan dan penghormatan. Lukisan indah dari 
Sang Buddha, yang melambangkan Metta (cinta kasih), kesucian dan 
kesempurnaan, berguna sebagai sumber hiburan dan inspirasi untuk 
menolong kita mengatasi segala kesulitan, keresahan atau kesalah pahaman
 yang perlu kita hadapi dalam kegiatan kita sehari-hari di dunia yang 
penuh kesukaran ini. Penghidupan penuh dengan perangkap. Perangkap 
demikian dapat dihindari jika kita ingat untuk melaksanakan 
ajaran-ajaran mulia dari Guru Agung kita. Sambil menghormati Sang 
Buddha, adalah suatu tugas yang paling menguntungkan, bila kita dapat 
bermeditasi walaupun sebentar saja, dengan memusatkan pikiran kita pada 
sifat-sifat agung dan mulia dari Sang Buddha, sehingga kita dapat 
menyempurnakan diri kita melalui inspirasinya.
MELAKSANAKANNYA DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI
Sebagai
 penganut, kita hendaknya membiasakan diri memberi penghormatan kepada 
Guru Agung ini setiap hari. Ini dapat dilakukan pada dini hari 
(pagi-pagi sekali) atau malam hari sebelum tidur. Sambil melakukan ini, 
adalah berfaedah, jika diusahakan untuk membacakan beberapa sutta. 
Inilah cara hidup nan mulia dari umat Buddha. Orang tua harus 
menananamkan kebiasaan-kebiasaan agama yang bermanfaat dan dihormati 
sepanjang zaman ini diantara anak-anak mereka sehingga mereka dapat 
menyadari dan menghargai pusaka mereka yang berharga.
Para
 orang tua yang beragama Buddha dianjurkan untuk menyekolahkan 
anak-anaknya di Sekolah Minggu Buddhis atau kelas-kelas agama untuk 
melatih anak-anak itu menjadi anak-anak yang patuh dan menjadi warga 
negara yang baik. Selain umat Buddha dianjurkan untuk melaksanakan 
ketentuan-ketentuan agama didalam keluarganya, mereka diingatkan untuk 
tidak melupakan atau mengabaikan kewajiban-kewajiban bersama terhadap 
kegiatan-kegiatan di vihara tempat kebaktian-kebaktian diadakan secara 
teratur pada hari-hari bulan purnama dan bulan madu (tanggal 1 dan 15 
Candrasankala). Berkunjung ke vihara dan turut serta dalam 
kebaktian-kebaktian dapat dianggap sebagai perbuatan yang berjasa. 
Pelaksanaan delapan sila (ATTHA SILA) selama hari-hari tersebut (tanggal
 1 dan 15 Lunar Calender) oleh para penganut merupakan suatu perbuatan 
yang layak dan berjasa. Mereka yang turut melaksanakan ini diminta untuk
 berpakaian putih sederhana dan tinggal di vihara selama 1 hari, dengan 
mencurahkan waktunya pada soal-soal keagamaan seperti meditasi, diskusi 
agama, rnembaca buku-buku agarna dan memancarkan cinta kasih (Metta).
PERAYAAN-PERAYAAN
Dalam
 menyelenggarakan perayaan-perayaan sosial atau keluarga, umat Buddha 
dinasehati untuk tidak bertingkah laku sedemikian rupa hingga melanggar 
dasar-dasar agama Buddha, misalnya Panca Sila dan Delapan Jaian Utama. 
Tata susila Buddhis harus dipertahankan, Mereka tidak boleh membiarkan 
dirinya menjadi mabuk atau dipengaruhi oleh sesuatu bentuk kesenangan 
yang hina, namun mereka hendaknya mengadakan perayaan-perayaan tersebut 
dengan cara terhormat sepadan dengan kedudukan mereka sebagai umat 
Buddha yarig terpelajar. Dalam memperingati peristiwa-peristiwa 
kemasyarakatan, sebaiknya kita tidak melupakan segi-segi rohaniah 
peringatan tersebut. Suatu kunjungan ke vihara untuk menerima berkah 
Sang Tiratana sungguhlah tepat untuk setiap kesempatan.
TRADISI DAN ADAT ISTIADAT
Pelaksanaan
 tradisi dan adat istiadat kebangsaan tidak perlu dibuang bila seseorang
 menjadi umat Buddha atau mengikuti ajaran Sang Buddha. Sesungguhnya 
Sang Buddha menasehati para pengikutnya untuk menghormati tradisi dan 
adat istiadat mereka sendiri jika hal itu mempunyai arti penting dan 
tidak merugikan. Sebaliknya, jika praktek-praktek itu bertentangan 
dengan atau melanggar prinsip-prinsip Buddhis yang fundamentil, 
membahayakan orang lain, atau menyusahkan, maka praktek-praktek itu 
hendaknya dibuang, betapapun hal itu ditujukan untuk maksud baik. Bahkan
 dalam mengatur fungsi-fungsi keagamaan kita, adalah tugas kita untuk 
menyusun fungsi-fungsi itu dengan cara-cara terhormat tanpa menyusahkan 
orang lain. Pengertian ini sangat panting dalam pelaksanaan agama kita 
dalam masyarakat yang terdiri atas berbagai suku.
PEMBERKATAN RUMAH
Menempati
 suatu rumah baru atau pindah dari suatu rumah ke rumah lainnya sering 
diikuti dengan sesuatu bentuk peringatan atau upacara selamatan. Tidak 
ada keberatan untuk peringatan seperti itu, tetapi kemball -disini, 
terlepas dari segi sosial peringatan itu, adalah suatu tradisi Buddhis 
bagi keluarga yang bersangkutan untuk mengundang para bhikkhu untuk 
memberikan berkah demi kedamaian, kesejahteraan dan keselarasan rumah 
tangga itu.
PENGHORMATAN KEPADA PARA DEWA DAN ""ROH"" SUCI
Di
 banyak rumah umat Buddha, pesta-pesta tertentu atau perayaan-perayaan 
khusus diadakan untuk menghormati berbagai dewa dan "roh" suci yang 
dipuja di dalam rumah mereka atau di kuil-kuil. Walaupun tidak ada 
keberatan khusus sepanjang hal itu tidak melanggar azas-azas pokok 
Buddhis, namun harus ditarik suatu perbedaan terhadap kenyataan bahwa 
perayaan-perayaan yang demikian sifatnya tidaklah mernbantu dalam 
kemajuan batin kita kecuali untuk kemajuan duniawi. Hal-hal itu harus 
dengan jelas dibedakan dari Buddha Dhamma sendiri. Oleh karena itu kita 
jangan memperkenalkan kebiasaan-kebiasaan menurut adat atau tradisi ini 
sebagai kebiasaan-kebiasaan agama Buddha. Menurut ajaran-ajaran Sang 
Buddha cara yang tepat untuk mengenang atau menghormati dewa- dewa ini 
adalah melalui pemindahan jasa-jasa dengan jalan melaksanakan 
perbuatan-perbuatan berjasa dan memancarkan cinta kasih (Metta) kita 
kepada mereka melalui meditasi.
PEMBERKAHAN BAGI ANAK YANG BARU DILAHIRKAN
Orang
 tua anak yang baru melahirkan diminta untuk membawa anak itu ke Vihara 
untuk menerima berkah Sang Tiratana setelah anak itu berusia satu bulan.
 Persembahan bunga, dupa, lilin atau buah-buahan boleh dilakukan di 
ruang pemujaan Vihara itu dan bhikkhu-bhikku yang tinggal di Vihara itu 
diminta untuk membacakan sutta-sutta untuk memberkahi anak tersebut. 
Jika dikehendaki, boleh juga dimintakan nasehat para bhikku itu untuk 
memberikan nama Buddhis yang cocok bagi anak tersebut.
PERNIKAHAN/PERKAWINAN
Telah
 diperhatikan bahwa banyak umat Buddha cenderung untuk melupakan 
kewajiban-kewajiban spiritual mereka berkenaan dengan peristiwa yang 
paling penting dan bertuah ini dalam kehidupan mereka, yaitu pernikahan.
 Biasanya di beberapa negara Buddhis pasangan yang bertunangan 
mengundang para bhikkhu untuk memberikan pemberkahan di rumah mereka 
ataupun di Vihara sebelum hari pernikahan. Jika dikehendaki, pemberkahan
 itu dapat pula dilakukan setelah pernikahan yang biasanya berlangsung 
di Kantor Catatan Pernikahan atau dirumah pihak yang bersangkutan. 
Diharapkan agar pasangan-pasangan yang beragama Buddha dengan rajin 
menunaikan kewajiban-kewajiban agama mereka bila mereka menikah. 
Persembahan sederhana berupa bunga, dupa dan lilin adalah sernua yang 
diperlukan untuk kebaktian Pemberkahan sederhana yang diikuti oleh orang
 tua kedua pihak dan sanak keluarga serta kawan-kawan yang diundang. 
Pemberkahan demikian, yang diberikan pada hari bertuah, akan menjadi 
suatu sumbangan spiritual yang pasti untuk keberhasilan, langkah dan 
kebahagiaan pasangan yang baru menikah.
SAKIT
Seseorang
 yang sakit, selain menempuh pengobatan medis biasa, sebaiknya juga 
rnengundang para bhikkhu untuk melakukan suatu pemberkahan keagarnaan 
yang bertujuan mempercepat kesembuhan si pasien. Pemberkahan seperti itu
 dapat menanamkan pengaruh spiritual dan kejiwaan pada si pasien 
sehingga mempercepat penyembuhannya. Khususnya bila penyakit itu 
kebetulan berhubungan dengan sikap batin si sakit, suatu pelayanan 
spiritual oleh seorang bhikkhu akan sangat menolong. ~Dalam hal terdapat
 kepercayaan bahwa suatu penyakit disebabkan oleh pengaruh buruk dari 
luar atau "roh-roh" jahat, maka suatu kebaktian Pemberkahan dapat 
menjadi obat penawar yang baik. Tetapi, sebagai urnat Buddha yang 
mengerti, kita jangan menyerahkan diri pada kepercayaan atau khayalan 
keliru bahwa "roh-roh" jahat merupakan sebab penyakit kita.
Nasehat
 Sang Buddha:"Bilamana badanmu sakit, jangan biarkan pikiranmu menjadi 
sakit juga", sungguhlah benar. Sesuai dengan nasehat ini, kita harus 
mempergunakan kecerdasan dan pikiran sehat kita untuk mencari pengabatan
 medis yang cocok untuk penyakit kita daripada menyerah pada tahyulan 
Meskipun demikian, kita harus senantiasa ingat bahwa sakit merupakan 
bagian dan bidang dari kehidupan kita sehari-hari didunia ini, dan kita 
harus menerimanya dengan tenang.
PEMAKAMAN
Manusia
 harus mati dan kematian akan tiba pada saatnya. Namun, kematian adalah 
suatu peristiwa sedih dan memilukan bagi manusia. Upacara penguburan 
hendaknya juga upacara yang khidmat, sesuai dengan peristiwanya
Bertentangan
 dengan kepercayaan popular dalam masyarakat, upacara pemakaman Tionghoa
 yang sangat ramai, rumit dan kadang-kadang menyolok yang menelan biaya 
jutaan rupiah dan sering dikatakan sebagai kebiasaan normal bagi umat 
Buddha sebenarnya sama sekali bukanlah pelaksanaan Buddhis. 
Kebiasaan-kebiasaan itu hanya merupakan pengabdian adat istiadat dan 
tradisi kuno yang berasal dari generasi lampau. Orang-orang yang 
beragama lain sering heran bila melihat upacara seperti itu, apakah 
acara itu untuk memperingati sesuatu hari raya yang gembira atau upacara
 pemakaman yang khidmat. Meskipun agama Buddha tidak berkeberatan 
terhadap penerusan pelaksanaan itu, sepanjang praktek-praktek itu tidak 
bertentangan dengan ajaran Sang Buddha, namun terasa bahwa sudah 
waktunya pelaksanaan-pelaksanaan yang memboroskan, tidak ekonomis, dan 
tidak penting yang tidak bermanfaat bagi almarhum harus dihapuskan. 
Pelaksanaan upacara-upacara tradisionil yang demikian rumit atau upacara
 kematian yang kadang-kadang berlangsung sampai berhari-hari atau 
berminggu-minggu harus pula dikurangi atau dibuang Pelaksanaan 
tradisionil lainnya adalah pembakaran kertas tepekong dan rumah-rumahan 
kertas simbolis, yang dimaksudkan untuk kepentingan orang yang meninggal
 dunia. Hal ini jelas tidak bersifat Buddhis dan harus dilenyapkan.
Upacara
 pemakaman secara Buddhis hendaknya sederhana, khidmat, terhormat dan 
penuh arti. Bhikku-bhikku boleh diundang ke rumah orang yang meninggal 
dunia untuk membacakan sutta-sutta sebelum pemakaman. Pelayanan seperti 
ini diberikan dengan sukarela oleh para bhikkhu tanpa sesuatu 
pembayaran. Persembahan bunga-bunga dan pembakaran hio dan lilin adalah 
kebiasaan normal dan dapat diterima. Pada hari pemakaman, pelayanan para
 bhikkhu dapat dimintakan lagi untuk melaksanakan kebaktian di rumah dan
 di pekuburan. Telah menjadi kebiasaan bagi orang-orang Tionghoa untuk 
menyajikan segala jenis masakan termasuk babi dan ayam sebagai 
persembahan simbiolis untuk orang yang meninggal dunia. Ini juga 
merupakan suatu kebiasaan tradisionil yang tidak dianjurkan oleh Buddha 
Dhamma. Persembahan bunga yang sederhana beserta pembakaran dupa dan 
lilin sudah cukup sebagai persembahan simbolis.
Penyembelihan
 binatang-binatang tak bersalah untuk dipergunakan sebagai persembahan 
korban bagi orang-orang yang telah meninggal dunia jelas bertentangan 
dengan ajaran-ajaran Sang Buddha yang welas asih dan hendaknya 
dihapuskan sama sekali.
PENGUBURAN DAN PERABUAN
Banyak
 umat Buddha mempersoalkan apakah seorang yang meninggal dunia harus 
dikubur atau diperabukan. Buddha Dhamma bersikap lunak dalam persoalan 
ini. Tidak ada aturan yang keras dan ketat, meskipun di beberapa negara 
Buddhis perabuan merupakan kebiasaan yang lazim. Pilihan atas sesuatu 
cara pada dasarnya tergantung pada "permintaan terakhir" dari orang yang
 meninggal dunia atau atas kebijaksanaan keluarga terdekat.
Namun,
 dalam pandangan modern, perabuan dianjurkan sebagai suatu bentuk 
pengaturan mayat yang sesuai dengan syarat-syarat kesehatan. Dengan 
meningkatnya standar kesehatan dan terjadinya ledakan penduduk, tanah 
yang dapat dipakai menjadi tidak cukup, sehingga sebaiknya dilakukan 
perabuan dan tanah yang berharga dapat dipergunakan untuk yang masih 
hidup daripada dipenuhi dengan batu nisan yang tak terkira banyaknya. 
Baik dalam penguburan atau perabuan, telah diperhatikan bahwa 
orang-orang tertentu memasukkan benda-benda berharga milik orang yang 
meninggal dunia ke dalam peti mati atau tempat perabuan dengan harapan 
dan keyakinan bahwa orang yang meninggal dunia mendapat keuntungan 
daripadanya. Terlepas dari rasa sentimen terhadap perbuatan itu, adalah 
suatu pandangan keliru untuk mengharapkan bahwa penguburan dan 
pembakaran benda-benda tersebut akan mendatangkan jasa. Daripada 
dimasukkan kedalam peti mati atau tempat perabuan, lebih baik 
barang-barang berguna seperti pakaian, sepatu dan lain-lainnya 
disumbangkan kepada kaum fakir miskin atau kepada lembaga-lembaga amal. 
Setiap pertolongan kepada kaum fakir miskin merupakan suatu perbuatan 
berjasa.
PENGATURAN ABU
Pertanyaan
 sering diajukan tentang apakah yang harus dilakukan terhadap abu 
jenazah yang telah diperabukan. Tidak ada aturan yang keras dan ketat 
tentang pengaturannya. Abu itu dapat disimpan dalam sebuah guci dan 
diletakkan dalam suatu pagoda yang khusus didirikan dalam sebuah Vihara 
untuk maksud itu atau dapat disimpan dimana saja menurut kehendak 
keluarga terdekat. Pada umumnya, setelah kebaktian singkat abu jenazah 
ditaburkan ke dalam laut atau sungai.
MENGHORMATI ORANG YANG MENINGGAL DUNIA
Telah
 dikatakan bahwa persembahan bunga-bunga adalah suatu bentuk 
penghormatan yang lazim untuk mengenang orang yang meninggal dunia. 
Namun, dalam hubungan ini juga, dilakukan hal-hal yang berlebih-lebihan 
karena pada upacara-upacara kita melihat karangan-karangan bunga 
bernilai ratusan ribu rupiah bertumpuk-tumpuk diatas makam, yang hanya 
dibersihkan sebagai sampah dalam satu atau dua hari berikutnya. Untuk 
menghindari pemborosan seperti ini, suatu kebiasaan yang lebih dapat 
diterima dan lebih layak telah disetujui oleh orang-orang masa kini yang
 lebih mengerti. Kebiasaan itu ialah bahwa sebagai pengganti karangan 
bunga, manisan atau kertas tepekong, keluarga terdekat dari orang yang 
meninggal dunia memberitahukan dalam surat kabar bahwa kawan-kawan atau 
sanak saudara yang ingin menghormati orang yang meninggal dunia itu 
dapat berdana kepada lernbaga-lembaga keagamaan atau panti derma atas 
nama orang yang meninggal dunia itu. Dalam beberapa hal, suatu yayasan 
khusus tempat orang yang meninggal dunia itu pernah berkecimpung aktif 
selama hidupnya ditunjuk sebagai penerima dana. Perubahan sikap ini 
sangat masuk akal dan menggembirakan. Sangat dianjurkan agar kebiasaan 
seperti ini dapat diikuti oleh semua umat Buddha yang mengerti.
Penghormatan
 kepada orang yang meninggal dunia biasanya pertama-tama diberikan oleh 
keluarga terdekat orang yang meninggal dunia itu. Penghormatan ini 
dengan mudah dapat diberikan oleh anak-anaknya atau keluarga terdekatnya
 dalam membantu mempersiapkan mayat ke dalam peti jenazah. Sayang sering
 terjadi bahwa karena ketahyulan yang keliru, ketakutan atau prasangka 
yang tidak semestinya, maka kewajiban atau penghormatan terakhir hi 
jarang dilakukan oleh orang yang bersangkutan. Sebagai gantinya beberapa
 orang petugas dipekerjakan untuk membersihkan dan membajui mayat itu. 
Seharusnya tidaklah demikian. Prasangka dan ketahyulan harus 
dihilangkan. Penghormatan harus diberikan kepada orang yang meninggal 
dunia.
UPACARA PERINGATAN

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Tiada ulasan:
Catat Ulasan