Sampai saat ini masalah seksualitas
 selalu menjadi topik yang menarik untuk dibicarakan. Hal ini 
dimungkinkan karena permasalahan seksual telah menjadi suatu hal yang 
sangat melekat pada diri manusia. Seksualitas tidak bisa dihindari oleh 
makhluk hidup, karena dengan seks makhluk hidup dapat terus bertahan 
menjaga kelestarian keturunannya.
 
Pada masa remaja
 rasa ingin tahu terhadap masalah  seksual sangat penting dalam 
pembentukan hubungan baru yang lebih matang dengan lawan jenis.  Padahal
 pada masa remaja informasi tentang masalah seksual sudah seharusnya 
mulai diberikan, agar remaja tidak mencari informasi dari orang lain 
atau dari sumber-sumber yang tidak jelas atau bahkan keliru sama sekali.
Manfaat Pendidikan Seksual Pada Remaja
Pemberian informasi masalah seksual 
menjadi penting terlebih lagi mengingat  remaja berada dalam potensi 
seksual yang aktif, karena berkaitan dengan dorongan seksual yang 
dipengaruhi hormon dan sering tidak memiliki informasi yang cukup 
mengenai aktivitas seksual mereka sendiri (Handbook of Adolecent 
psychology, 1980). Tentu saja hal tersebut akan sangat berbahaya bagi 
perkembangan jiwa remaja bila ia tidak memiliki pengetahuan dan 
informasi yang tepat. Fakta menunjukkan bahwa sebagian besar remaja kita
 tidak mengetahui dampak dari perilaku seksual yang mereka lakukan, 
seringkali remaja sangat tidak matang untuk melakukan hubungan seksual 
terlebih lagi jika harus menanggung resiko dari hubungan seksual 
tersebut.
Karena meningkatnya minat remaja pada 
masalah seksual dan sedang berada  dalam potensi seksual yang aktif, 
maka remaja berusaha mencari berbagai informasi mengenai hal tersebut. 
Dari sumber informasi yang  berhasil mereka dapatkan, pada umumnya hanya
 sedikit remaja yang mendapatkan  seluk beluk seksual dari orang tuanya.
 Oleh karena itu remaja mencari atau mendapatkan dari berbagai sumber 
informasi yang mungkin dapat diperoleh, misalnya seperti di sekolah atau
 perguruan tinggi, membahas dengan teman-teman, buku-buku tentang seks, 
media massa atau internet.
Memasuki Milenium baru ini sudah 
selayaknya bila orang tua dan kaum pendidik bersikap lebih tanggap dalam
 menjaga dan mendidik anak dan remaja agar ekstra berhati-hati terhadap 
gejala-gejala sosial, terutama yang berkaitan dengan masalah seksual, 
yang berlangsung saat ini. Seiring perkembangan yang terjadi sudah 
saatnya pemberian penerangan dan pengetahuan masalah seksualitas pada 
anak dan remaja ditingkatkan. Pandangan sebagian besar masyarakat yang 
menganggap seksualitas merupakan suatu hal yang alamiah, yang nantinya 
akan diketahui dengan sendirinya setelah mereka menikah sehingga 
dianggap suatu hal tabu untuk dibicarakan secara terbuka, nampaknya 
secara perlahan-lahan harus diubah.
Sudah saatnya pandangan semacam ini 
harus diluruskan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dan 
membahayakan bagi anak dan remaja sebagai generasi penerus bangsa. 
Remaja yang hamil di luar nikah, aborsi, penyakit kelamin, dll, adalah 
contoh dari beberapa kenyataan pahit yang sering terjadi pada remaja 
sebagai akibat pemahaman yang keliru mengenai seksualitas.
Karakteristik Seksual Remaja
Pengertian seksual secara umum adalah 
sesuatu yang berkaitan dengan alat kelamin atau hal-hal yang berhubungan
 dengan perkara-perkara hubungan intim antara laki-laki dengan 
perempuan.  Karakter seksual masing-masing jenis kelamin memiliki 
spesifikasi yang berbeda hal ini seperti yang pendapat berikut ini :
Sexual characteristics are divided into two types. Primary sexual characteristics are directly related to reproduction and include the sex organs (genitalia). Secondary sexual characteristics are attributes other than the sex organs that generally distinguish one sex from the other but are not essential to reproduction, such as the larger breasts characteristic of women and the facial hair and deeper voices characteristic of men (Microsoft Encarta Encyclopedia 2002).
Pendapat tersebut seiring dengan 
pendapat Hurlock (1991), seorang ahli psikologi perkembangan, yang 
mengemukakan tanda-tanda kelamin sekunder yang penting pada laki-laki 
dan perempuan. Menurut Hurlock,  pada remaja putra : tumbuh rambut 
kemaluan, kulit menjadi kasar, otot bertambah besar dan kuat, suara 
membesar dan lain,lain. Sedangkan pada remaja putri : pinggul melebar, 
payudara mulai tumbuh, tumbuh rambut kemaluan, mulai mengalami haid, dan
 lain-lain.
Seiring dengan pertumbuhan primer dan 
sekunder pada remaja ke arah kematangan yang sempurna, muncul juga 
hasrat dan dorongan untuk menyalurkan keinginan seksualnya. Hal tersebut
 merupakan suatu yang wajar karena secara alamiah dorongan seksual ini 
memang harus terjadi untuk menyalurkan kasih sayang antara dua insan, 
sebagai fungsi pengembangbiakan dan mempertahankan keturunan.
Perilaku Seksual
Perilaku seksual adalah segala tingkah 
laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun 
sesama jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini dapat beraneka ragam, mulai
 dari perasaan tertarik hingga tingkah laku berkencan, bercumbu dan 
senggama. Obyek seksual dapat berupa orang, baik sejenis maupun lawan 
jenis, orang dalam khayalan atau diri sendiri. Sebagian tingkah laku ini
 memang tidak memiliki dampak, terutama bila tidak menimbulkan dampak 
fisik bagi orang yang bersangkutan atau lingkungan sosial. Tetapi 
sebagian perilaku seksual (yang dilakukan sebelum waktunya) justru dapat
 memiliki dampak psikologis yang sangat serius, seperti rasa bersalah, 
depresi, marah, dan agresi.
Sementara akibat psikososial yang timbul
 akibat perilaku seksual antara lain adalah ketegangan mental dan 
kebingungan akan peran sosial yang tiba-tiba berubah, misalnya pada 
kasus remaja yang hamil di luar nikah. Belum lagi tekanan dari 
masyarakat yang mencela  dan menolak keadaan tersebut. Selain itu resiko
 yang lain adalah terganggunya kesehatan yang bersangkutan, resiko 
kelainan janin dan tingkat kematian bayi yang tinggi. Disamping itu 
tingkat putus sekolah remaja hamil juga sangat tinggi, hal ini 
disebabkan rasa malu remaja dan penolakan sekolah menerima kenyataan 
adanya murid yang hamil diluar nikah. Masalah ekonomi juga akan membuat 
permasalahan ini menjadi semakin rumit dan kompleks.
Perilaku Penyimpangan Seksual
Berbagai perilaku seksual pada remaja 
yang belum saatnya untuk melakukan hubungan seksual secara wajar antara 
lain dikenal sebagai :
- Masturbasi atau onani yaitu suatu kebiasaan buruk berupa manipulasi terhadap alat genital dalam rangka menyalurkan hasrat seksual untuk pemenuhan kenikmatan yang seringkali menimbulkan goncangan pribadi dan emosi.
- Berpacaran dengan berbagai perilaku seksual yang ringan seperti sentuhan, pegangan tangan sampai pada ciuman dan sentuhan-sentuhan seks yang pada dasarnya adalah keinginan untuk menikmati dan memuaskan dorongan seksual.
- Berbagai kegiatan yang mengarah pada pemuasan dorongan seksual yang pada dasarnya menunjukan tidak berhasilnya seseorang dalam mengendalikannya atau kegagalan untuk mengalihkan dorongan tersebut ke kegiatan lain yang sebenarnya masih dapat dikerjakan.
- Dorongan atau hasrat untuk melakukan hubungan seksual selalu muncul pada remaja, oleh karena itu bila tidak ada penyaluran yang sesuai (menikah) maka harus dilakukan usaha untuk memberi pengertian dan pengetahuan mengenai hal tersebut.
Adapun faktor-faktor yang dianggap 
berperan dalam munculnya permasalahan seksual pada remaja,  menurut 
Sarlito W. Sarwono (Psikologi Remaja,1994) adalah sebagai berikut :
- Perubahan-perubahan hormonal yang meningkatkan hasrat seksual remaja. Peningkatan hormon ini menyebabkan remaja membutuhkan penyaluran dalam bentuk tingkah laku tertentu
- Penyaluran tersebut tidak dapat segera dilakukan karena adanya penundaan usia perkawinan, baik secara hukum oleh karena adanya undang-undang tentang perkawinan, maupun karena norma sosial yang semakin lama semakin menuntut persyaratan yang terus meningkat untuk perkawinan (pendidikan, pekerjaan, persiapan mental dan lain-lain)
- Norma-norma agama yang berlaku, dimana seseorang dilarang untuk melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Untuk remaja yang tidak dapat menahan diri memiliki kecenderungan untuk melanggar hal-hal tersebut.
- Kecenderungan pelanggaran makin meningkat karena adanya penyebaran informasi dan rangsangan melalui media masa yang dengan teknologi yang canggih (cth: VCD, buku stensilan, Photo, majalah, internet, dan lain-lain) menjadi tidak terbendung lagi. Remaja yang sedang dalam periode ingin tahu dan ingin mencoba, akan meniru apa dilihat atau didengar dari media massa, karena pada umumnya mereka belum pernah mengetahui masalah seksual secara lengkap dari orangtuanya.
- Orangtua sendiri, baik karena ketidaktahuannya maupun karena sikapnya yang masih mentabukan pembicaraan mengenai seks dengan anak, menjadikan mereka tidak terbuka pada anak, bahkan cenderung membuat jarak dengan anak dalam masalah ini.
- Adanya kecenderungan yang makin bebas antara pria dan wanita dalam masyarakat, sebagai akibat berkembangnya peran dan pendidikan wanita, sehingga kedudukan wanita semakin sejajar dengan pria.
Pendidikan Seksual
Menurut Sarlito dalam bukunya Psikologi Remaja (1994), secara umum pendidikan seksual
 adalah suatu informasi mengenai persoalan seksualitas manusia yang 
jelas dan benar, yang meliputi proses terjadinya pembuahan, kehamilan 
sampai kelahiran, tingkah laku seksual, hubungan seksual, dan 
aspek-aspek kesehatan, kejiwaan dan kemasyarakatan. Masalah pendidikan 
seksual yang diberikan sepatutnya berkaitan dengan norma-norma yang 
berlaku di masyarakat, apa yang dilarang, apa yang dilazimkan dan 
bagaimana melakukannya tanpa melanggar aturan-aturan yang berlaku di 
masyarakat.
Pendidikan seksual
 merupakan cara pengajaran atau pendidikan yang dapat menolong muda-mudi
 untuk menghadapi masalah hidup yang bersumber pada dorongan seksual. 
Dengan demikian pendidikan seksual ini bermaksud untuk menerangkan 
segala hal yang berhubungan dengan seks dan seksualitas dalam bentuk 
yang wajar.  Menurut Singgih, D. Gunarsa, penyampaian materi pendidikan 
seksual ini seharusnya diberikan sejak dini ketika anak sudah mulai 
bertanya tentang perbedaan kelamin antara dirinya dan orang lain, 
berkesinambungan dan bertahap, disesuaikan dengan kebutuhan dan umur 
anak serta daya tangkap anak ( dalam Psikologi praktis, anak, remaja dan
 keluarga, 1991).
Dalam hal ini pendidikan seksual
 idealnya diberikan pertama kali oleh orangtua di rumah, mengingat yang 
paling tahu keadaan anak adalah orangtuanya sendiri. Tetapi sayangnya di
 Indonesia tidak semua orangtua mau terbuka terhadap anak di dalam 
membicarakan permasalahan seksual. Selain itu tingkat sosial ekonomi 
maupun tingkat pendidikan yang heterogen di Indonesia menyebabkan ada 
orang tua yang mau dan mampu memberikan penerangan tentang seks tetapi 
lebih banyak yang tidak mampu dan tidak memahami permasalahan tersebut. 
Dalam hal ini maka sebenarnya peran dunia pendidikan sangatlah besar.
Tujuan Pendidikan Seksual
Pendidikan seksual selain menerangkan 
tentang aspek-aspek anatomis dan biologis juga menerangkan tentang 
aspek-aspek psikologis dan moral. Pendidikan seksual yang benar harus 
memasukkan unsur-unsur hak asasi manusia. Juga nilai-nilai kultur dan 
agama diikutsertakan sehingga akan merupakan pendidikan akhlak dan moral
 juga.
Menurut Kartono Mohamad  pendidikan seksual
 yang baik  mempunyai tujuan membina keluarga dan menjadi orang tua yang
 bertanggungjawab (dalam Diskusi Panel Islam Dan Pendidikan Seks Bagi 
Remaja, 1991). Beberapa ahli mengatakan pendidikan seksual yang baik 
harus dilengkapi dengan pendidikan etika, pendidikan tentang hubungan 
antar sesama manusia baik dalam hubungan keluarga maupun di dalam 
masyarakat.
Juga dikatakan bahwa tujuan dari pendidikan seksual
 adalah bukan untuk menimbulkan rasa ingin tahu dan ingin mencoba 
hubungan seksual antara remaja, tetapi ingin menyiapkan agar remaja tahu
 tentang seksualitas dan akibat-akibatnya bila dilakukan tanpa mematuhi 
aturan hukum, agama dan adat istiadat serta kesiapan mental dan material
 seseorang. Selain itu pendidikan seksual juga bertujuan untuk 
memberikan pengetahuan dan mendidik anak agar berperilaku yang baik 
dalam hal seksual, sesuai dengan norma agama, sosial dan kesusilaan 
(Tirto Husodo, Seksualitet dalam mengenal dunia remaja, 1987).
Penjabaran tujuan pendidikan seksual dengan lebih lengkap sebagai berikut :
- Memberikan pengertian yang memadai mengenai perubahan fisik, mental dan proses kematangan emosional yang berkaitan dengan masalah seksual pada remaja.
- Mengurangi ketakutan dan kecemasan sehubungan dengan perkembangan dan penyesuaian seksual (peran, tuntutan dan tanggungjawab)
- Membentuk sikap dan memberikan pengertian terhadap seks dalam semua manifestasi yang bervariasi
- Memberikan pengertian bahwa hubungan antara manusia dapat membawa kepuasan pada kedua individu dan kehidupan keluarga.
- Memberikan pengertian mengenai kebutuhan nilai moral yang esensial untuk memberikan dasar yang rasional dalam membuat keputusan berhubungan dengan perilaku seksual.
- Memberikan pengetahuan tentang kesalahan dan penyimpangan seksual agar individu dapat menjaga diri dan melawan eksploitasi yang dapat mengganggu kesehatan fisik dan mentalnya.
- Untuk mengurangi prostitusi, ketakutan terhadap seksual yang tidak rasional dan eksplorasi seks yang berlebihan.
- Memberikan pengertian dan kondisi yang dapat membuat individu melakukan aktivitas seksual secara efektif dan kreatif dalam berbagai peran, misalnya sebagai istri atau suami, orang tua, anggota masyarakat.
Jadi tujuan pendidikan seksual
 adalah untuk membentuk suatu sikap emosional yang sehat terhadap 
masalah seksual dan membimbing anak dan remaja ke arah hidup dewasa yang
 sehat dan bertanggung jawab terhadap kehidupan seksualnya. Hal ini 
dimaksudkan agar mereka tidak menganggap seks itu suatu yang menjijikan 
dan kotor. Tetapi lebih sebagai bawaan manusia, yang merupakan anugrah 
Tuhan dan berfungsi penting untuk kelanggengan kehidupan manusia, dan 
supaya anak-anak itu bisa belajar menghargai kemampuan seksualnya dan 
hanya menyalurkan dorongan tersebut untuk tujuan tertentu (yang baik) 
dan pada waktu yang tertentu saja.
Beberapa Kiat mengajarkan pendidikan seksual
Para ahli berpendapat bahwa pendidik 
yang terbaik adalah orang tua dari anak itu sendiri. Pendidikan yang 
diberikan termasuk dalam pendidikan seksual. Dalam membicarakan masalah 
seksual adalah yang sifatnya sangat pribadi dan membutuhkan suasana yang
 akrab, terbuka dari hati ke hati antara orang tua dan anak.
Hal ini akan lebih mudah diciptakan 
antara ibu dengan anak perempuannya atau bapak dengan anak laki-lakinya,
 sekalipun tidak ditutup kemungkinan dapat terwujud bila dilakukan 
antara ibu dengan anak laki-lakinya atau bapak dengan anak perempuannya.
 Kemudian usahakan jangan sampai muncul keluhan seperti tidak tahu harus
 mulai dari mana, kekakuan, kebingungan dan kehabisan bahan pembicaraan.
Dalam memberikan pendidikan seks pada 
anak jangan ditunggu sampai anak bertanya mengenai seks. Sebaiknya 
pendidikan seks diberikan dengan terencana, sesuai dengan keadaan dan 
kebutuhan anak. Sebaiknya pada saat anak menjelang remaja dimana proses 
kematangan baik fisik, maupun mentalnya mulai timbul dan berkembang 
kearah kedewasaan.
Beberapa hal penting dalam memberikan 
pendidikan seksual, seperti yang diuraikan oleh Singgih D. Gunarsa 
(1995) berikut ini, mungkin patut anda perhatikan:
- Cara menyampaikannya harus wajar dan sederhana, jangan terlihat ragu-ragu atau malu.
- Isi uraian yang disampaikan harus obyektif, namun jangan menerangkan yang tidak-tidak, seolah-olah bertujuan agar anak tidak akan bertanya lagi, boleh mempergunakan contoh atau simbol seperti misalnya : proses pembuahan pada tumbuh-tumbuhan, sejauh diperhatikan bahwa uraiannya tetap rasional.
- Dangkal atau mendalamnya isi uraiannya harus disesuaikan dengan kebutuhan dan dengan tahap perkembangan anak. Terhadap anak umur 9 atau 10 tahun t belum perlu menerangkan secara lengkap mengenai perilaku atau tindakan dalam hubungan kelamin, karena perkembangan dari seluruh aspek kepribadiannya memang belum mencapai tahap kematangan untuk dapat menyerap uraian yang mendalam mengenai masalah tersebut.
- Pendidikan seksual harus diberikan secara pribadi, karena luas sempitnya pengetahuan dengan cepat lambatnya tahap-tahap perkembangan tidak sama buat setiap anak. Dengan pendekatan pribadi maka cara dan isi uraian dapat disesuaikan dengan keadaan khusus anak.
- Pada akhirnya perlu diperhatikan bahwa usahakan melaksanakan pendidikan seksual perlu diulang-ulang (repetitif) selain itu juga perlu untuk mengetahui seberapa jauh sesuatu pengertian baru dapat diserap oleh anak, juga perlu untuk mengingatkan dan memperkuat (reinforcement) apa yang telah diketahui agar benar-benar menjadi bagian dari pengetahuannya.
Saya yakin pasti masih ada cara-cara 
lain yang dapat anda gunakan dalam mendidik anak remaja anda. Akhir kata
 saya berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi remaja, orang 
tua dan pendidik dalam membentuk remaja menjadi generasi penerus bangsa 
yang memiliki kualitas kehidupan yang lebih tinggi dalam menghadapi 
tantangan yang lebih berat di masa yang akan datang.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Tiada ulasan:
Catat Ulasan