Nabi Nuh a.s adalah 
nabi keempat sesudah Adam, Syith dan Idris dan keturunan kesembilan dari Nabi 
Adam. Ayahnya adalah Lamik bin Metusyalih bin Idris. 
Berlalulah beberapa tahun dari kematian Nabi Adam. Bunga-bunga 
berguguran di sekitar kuburannya dan pohon-pohon dan batu-batuan 
tampak tidak bergairah. Banyak hal berubah di muka bumi. Dan sesuai 
dengan hukum umum, terjadilah kealpaan terhadap wasiat Nabi Adam. 
Kesalahan yang dahulu kembali terulang. Kesalahan dalam bentuk 
kelupaan, meskipun kali ini terulang secara berbeza. 
Sebelum lahirnya kaum Nabi Nuh, telah hidup lima orang saleh dari 
datuk-datuk kaum Nabi Nuh. Mereka hidup selama beberapa zaman 
kemudian mereka mati. Nama-nama mereka adalah Wadd, Suwa', 
Yaghuts, Ya'uq dan Nasr. Setelah kematian mereka, orang-orang 
membuat patung-patung dari mereka, dalam rangka menghormati 
mereka dan sebagai peringatan terhadap mereka. Kemudian berlalulah 
waktu, lalu orang-orang yang memahat patung itu mati. Lalu datanglah 
anak-anak mereka, kemudian anak-anak itu mati, dan datanglah cucu-
cucu mereka. Kemudian timbullah berbagai dongeng dan khurafat yang 
membelenggu akal manusia di mana disebutkan bahawa patung-patung 
itu memiliki kekuatan khusus. 
Di sinilah iblis memanfaatkan kesempatan, dan ia membisikkan kepada 
manusia bahawa berhala-berhala tersebut adalah Tuhan yang dapat 
mendatangkan manfaat dan menolak bahaya sehingga akhirnya manusia 
menyembah berhala-berhala itu. Kami tidak mengetahui sumber yang 
terpecaya berkenaan dengan bagaimana bentuk kehidupan ketika 
penyembahan terhadap berhala dimulai di bumi, namun kami 
mengetahui hukum umum yang tidak pernah berubah ketika manusia 
mulai cenderung kepada syirik. Dalam situasi seperti itu, kejahatan akan 
memenuhi bumi dan akal manusia akan kalah, serta akan meningkatnya 
kelaliman dan banyaknya orang-orang yang teraniaya. Yang kaya semakin 
kaya dan yang miskin semakin miskin. Alhasil, kehidupan manusia 
semuanya akan berubah menjadi neraka Jahim. Situasi demikian ini pasti 
terjadi ketika manusia menyembah selain Allah SWT, baik yang disembah 
itu berhala dari batu, anak sapi dari emas, penguasa dari manusia, sistem 
dari berbagai sistem, mazhab dari berbagai mazhab, atau kuburan 
seorang wali. Sebab satu-satunya yang menjamin persamaan di antara 
manusia adalah, saat mereka hanya menyembah Allah SWT dan saat Dia 
diakui sebagai Pencipta mereka dan yang membuat undang-undang bagi 
mereka. Tetapi saat jaminan ini hilang lalu ada seorang yang mengklaim, 
atau ada sistem yang mengklaim memiliki wewenang ketuhanan maka 
manusia akan binasa dan akan hilanglah kebebasan mereka sepenuhnya. 
Penyembahan kepada selain Allah SWT bukan hanya sebagai sebuah 
tragedi yang dapat menghilangkan kebebasan, namun pengaruh buruknya 
dapat merembet ke akal manusia dan dapat mengotorinya. Sebab, Allah 
SWT menciptakan manusia agar dapat mengenal-Nya dan menjadikan 
akalnya sebagai permata yang bertujuan untuk memperoleh ilmu. Dan 
ilmu yang paling penting adalah kesadaran bahawa Allah SWT semata 
sebagai Pencipta, dan selain-Nya adalah makhluk. Ini adalah poin penting 
dan dasar pertama yang harus ada sehingga manusia sukses sebagai 
khalifah di muka bumi. 
Ketika akal manusia kehilangan potensinya dan berpaling ke selain Allah 
SWT maka manusia akan tertimpa kesalahan. Terkadang seseorang 
mengalami kemajuan secara materi kerana ia berhasil melalui jalan-jalan 
kemajuan, meskipun ia tidak beriman kepada Allah SWT, namun 
kemajuan materi ini yang tidak disertai dengan pengenalan kepada Allah 
SWT akan menjadi siksa yang lebih keras daripada siksaan apa pun, 
kerana ia pada akhirnya akan menghancurkan manusia itu sendiri. Ketika 
manusia menyembah selain Allah SWT maka akan meningkatlah 
penderitaan kehidupan dan kefakiran manusia. Terdapat hubungan kuat 
antara kehinaan manusia dan kefakiran mereka, serta tidak berimannya 
mereka kepada Allah. Allah SWT berfirman: 
"Seandainya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah 
Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. 
" (QS. al-A'raf: 96) 
Demikianlah, bahawa kufur kepada Allah SWT atau syirik kepada-Nya 
akan menyebabkan hilangnya kebebasan dan hancurnya akal serta 
meningkatnya kefakiran, serta kosongnya kehidupan dari tujuan yang 
mulia. Dalam situasi seperti ini, Allah SWT mengutus Nuh untuk 
membawa ajaran-Nya kepada kaumnya. Nabi Nuh adalah seorang hamba 
yang akalnya tidak terpengaruh oleh polusi kolektif, yang menyembah 
selain Allah SWT. Allah SWT memilih hamba-Nya Nuh dan mengutusnya di 
tengah-tengah kaumnya. 
Nuh membuat revolusi pemikiran. Ia berada di puncak kemuliaan dan 
kecerdasan. Ia merupakan manusia terbesar di zamannya. Ia bukan 
seorang raja di tengah-tengah kaumnya, bukan penguasa mereka, dan 
bukan juga orang yang paling kaya di antara mereka. Kita mengetahui 
bahawa kebesaran tidak selalu berhubungan dengan kerajaan, kekayaan, 
dan kekuasaan. Tiga hal tersebut biasanya dimiliki oleh jiwa-jiwa yang 
hina. Namun kebesaran terletak pada kebersihan hati, kesucian nurani, 
dan kemampuan akal untuk mengubah kehidupan di sekitarnya. Nabi Nuh 
memiliki semua itu, bahkan lebih dari itu. Nabi Nuh adalah manusia yang 
mengingat dengan baik perjanjian Allah SWT dengan Nabi Adam dan 
anak-anaknya, ketika Dia menciptakan mereka di alam atom. 
Berdasarkan fitrah, ia beriman kepada Allah SWT sebelum pengutusannya 
pada manusia. Dan semua nabi beriman kepada Allah SWT sebelum 
mereka diutus. Di antara mereka ada yang "mencari" Allah SWT seperti 
Nabi Ibrahim, ada juga di antara mereka yang beriman kepada-Nya dari 
lubuk hati yang paling dalam, seperti Nabi Musa, dan di antara mereka 
juga ada yang beribadah kepada-Nya dan menyendiri di gua Hira, seperti 
Nabi Muhammad saw. 
Terdapat sebab lain berkenaan dengan kebesaran Nabi Nuh. Ketika ia 
bangun, tidur, makan, minum, atau mengenakan pakaian, masuk atau 
keluar, ia selalu bersyukur kepada Allah SWT dan memuji-Nya, serta 
mengingat nikmat-Nya dan selalu bersyukur kepada-Nya. Oleh kerana itu, 
Allah SWT berkata tentang Nuh: 
"Sesungguhnya dia adalah hamba (Allah) yang banyak bersyukur." 
(QS. al-Isra': 3) 
Allah SWT memilih hamba-Nya yang bersyukur dan mengutusnya sebagai 
nabi pada kaumnya. Nabi Nuh keluar menuju kaumnya dan memulai 
dakwahnya: 
"Wahai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu 
selain-Nya. Sesungguhnya (kalau kamu tidak menyembah Allah), aku 
takut kamu akan ditimpa azab hari yang besar. " (QS. al-A'raf: 59) 
Dengan kalimat yang singkat tersebut, Nabi Nuh meletakkan hakikat 
ketuhanan kepada kaumnya dan hakikat hari kebangkitan. Di sana hanya 
ada satu Pencipta yang berhak disembah. Di sana terdapat kematian, 
kemudian kebangkitan kemudian hari kiamat. Hari yang besar yang di 
dalamnya terdapat siksaan yang besar. 
Nabi Nuh menjelaskan kepada kaumnya bahawa mustahil terdapat selain 
Allah Yang Maha Esa sebagai Pencipta. Ia memberikan pengertian kepada 
mereka, bahawa setan telah lama menipu mereka dan telah tiba 
waktunya untuk menghentikan tipuan ini. Nuh menyampaikan kepada 
mereka, bahawa Allah SWT telah memuliakan manusia: Dia telah 
menciptakan mereka, memberi mereka rezeki, dan menganugerahi akal 
kepada mereka. Manusia mendengarkan dakwahnya dengan penuh 
kekhusukan. Dakwah Nabi Nuh cukup mengguncangkan jiwa mereka. 
Laksana tembok yang akan roboh yang saat itu di situ ada seorang yang 
tertidur dan engkau meng-goyang tubuhnya agar ia bangun. Barangkali ia 
akan takut dan ia marah meskipun engkau bertujuan untuk 
menyelamatkannya. 
Akar-akar kejahatan yang ada di bumi mendengar dan merasakan 
ketakutan. Pilar-pilar kebencian terancam dengan cinta ini yang dibawa 
oleh Nabi Nuh. Setelah mendengar dakwah Nabi Nuh, kaumnya terpecah 
menjadi dua kelompok: Kelompok orang-orang lemah, orang-orang fakir, 
dan orang-orang yang menderita, di mana mereka merasa dilindungi 
dengan dakwah Nabi Nuh, sedangkan kelompok yang kedua adalah 
kelompok orang-orang kaya, orang-orang kuat, dan para penguasa di 
mana mereka menghadapi dakwah Nabi Nuh dengan penuh keraguan. 
Bahkan ketika mereka mempunyai kesempatan, mereka mulai 
melancarkan serangan untuk melawan Nabi Nuh. Mula-mula mereka 
menuduh bahawa Nabi Nuh adalah manusia biasa seperti mereka: 
"Maka berkatalah pemimpin-pemimpin yang kafir dari kaumnya: 'Kami 
tidak melihat kamu, melainkan (sebagai) seorang manusia (biasa) 
seperti kami.'" (QS. Hud: 27) 
Dalam tafsir al-Quturbi disebutkan: "Masyarakat yang menentang 
dakwahnya adalah para pembesar dari kaumnya. Mereka dikatakan al-
Mala' kerana mereka seringkali berkata. Misalnya mereka berkata kepada 
Nabi Nuh: "Wahai Nuh, engkau adalah manusia biasa." Padahal Nabi Nuh 
juga mengatakan bahawa ia memang manusia biasa. Allah SWT mengutus 
seorang rasul dari manusia ke bumi kerana bumi dihuni oleh manusia. 
Seandainya bumi dihuni oleh para malaikat nescaya Allah SWT mengutus 
seorang rasul dari malaikat. 
Berlanjutlah peperangan antara orang-orang kafir dan Nabi Nuh. Mula-
mula, rezim penguasa menganggap bahawa dakwah Nabi Nuh akan mati 
dengan sendirinya, namun ketika mereka melihat bahawa dakwahnya 
menarik perhatian orang-orang fakir, orang-orang lemah, dan pekerja-
pekerja sederhana, mereka mulai menyerang Nabi Nuh dari sisi ini. 
Mereka menyerangnya melalui pengikutnya dan mereka berkata 
kepadanya: "Tiada yang mengikutimu selain orang-orang fakir dan orang-
orang lemah serta orang-orang hina." 
Allah SWT berfirman: 
"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, (dia 
berkata): 'Sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang nyata 
bagi kamu, agar kamu tidak menyembah selain Allah. Sesungguhnya 
aku khawatir kamu akan ditimpa azab (pada) hari yang sangat 
menyedihkan. Maka berkatalah pemimpin-pemimpin yang kafir dari 
kaumnya: 'Kami tidak melihat kamu, melainkan (sebagai) seorang 
manusia (biasa) seperti kami, dan kami tidak melihat orang-orang 
yang mengikutimu, melainkan orang-orang yang hina dina di antara 
kami yang lekas percaya saja, dan kami tidak melihat kamu memiliki 
sesuatu kelebihan apa pun atas kami, bahkan kami yakin bahawa 
kamu adalah orang-orang yang berdusta. " (QS. Hud: 25-27) 
Demikianlah telah berkecamuk pertarungan antara Nabi Nuh dan para 
bangsawan dari kaumnya. Orang-orang yang kafir itu menggunakan dalih 
persamaan dan mereka berkata kepada Nabi Nuh: "Dengarkan wahai Nuh, 
jika engkau ingin kami beriman kepadamu maka usirlah orang-orang yang 
beriman kepadamu. Sesungguhnya mereka itu orang-orang yang lemah 
dan orang-orang yang fakir, sementara kami adalah kaum bangsawan dan 
orang-orang kaya di antara mereka. Dan mustahil engkau menggabungkan 
kami bersama mereka dalam satu dakwah (majelis)." Nabi Nuh 
mendengarkan apa yang dikatakan oleh orang-orang kafir dari kaumnya. 
la mengetahui bahawa mereka menentang. Meskipun demikian, ia 
menjawabnya dengan baik. Ia memberitahukan kepada kaumnya bahawa 
ia tidak dapat mengusir orang-orang mukmin, kerana mereka bukanlah 
tamu-tamunya namun mereka adalah tamu-tamu Allah SWT. Rahmat 
bukan terletak dalam rumahnya di mana masuk di dalamnya orang-orang 
yang dikehendakinya dan terusir darinya orang-orang yang 
dikehendakinya, tetapi rahmat terletak dalam rumah Allah SWT di mana 
Dia menerima siapa saja yang dikehendaki-Nya di dalamnya. Allah SWT 
berfirman: 
"Berkata Nuh: 'Hai kaumku, bagaimana pikiranmu, jika aku 
mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku, dan diberinya aku rahmat 
dari sisi-Nya, tetapi rahmat itu disamarkan bagimu. Apa akan kami 
paksakankah kamu menerimanya, padahal kamu tidak menyukainya? 
Dan (dia berkata): 'Hai kaumku, aku tidak meminta harta benda 
kepada kamu (sebagai upah) bagi seruanku. Upahku hanyalah dari 
Allah dan aku sekali-kali tidak akan mengusir orang-orang yang telah 
beriman. Sesungguhnya mereka akan bertemu dengan Tuhannya, 
akan tetapi aku memandangmu suatu kaum yang tidak mengetahui.' 
Dan (dia berkata): 'Hai kaumku, siapakah yang dapat menolongku dari 
(azab) Allah jika aku mengusir mereka. Maka tidakkan kamu 
mengambil pelajaran?' Dan aku tidak mengatakan kepada kamu 
(bahawa): 'Aku mempunyai gudang-gudang rezeki dan kekayaan dari 
Allah, dan aku tidak mengetahui hal yang ghaib, dan tidak pula aku 
mengatakan: 'Sesungguhnya aku adalah malaikat,' dan tidak juga aku 
mengatakan kepada orang-orang yang dipandang hina oleh 
penglihatanmu: 'Sekali-kali Allah tidak akan mendatangkan kebaikan 
kepada mereka. Allah lebih mengetahui apa yang ada pada mereka. 
Sesungguhnya aku kalau begitu benar-benar termasuk orang-orang 
yang lalim.'" (QS. Hud: 28-31) 
Nuh mematahkan semua argumentasi orang-orang kafir dengan logik para 
nabi yang mulia. Yaitu, logik pemikiran yang sunyi dari kesombongan 
peribadi dan kepentingan-kepentingan khusus. Nabi Nuh berkata kepada 
mereka bahawa Allah SWT telah memberinya agama, kenabian, dan 
rahmat. Sedangkan mereka tidak melihat apa yang diberikan Allah SWT 
kepadanya. Selanjutnya, ia tidak memaksakan mereka untuk 
mempercayai apa yang disampaikannya saat mereka membenci. Kalimat 
tauhid (tiada Tuhan selain Allah) tidak dapat dipaksakan atas seseorang. 
Ia memberitahukan kepada mereka bahawa ia tidak meminta imbalan 
dari mereka atas dakwahnya. Ia tidak meminta harta dari mereka 
sehingga memberatkan mereka. Sesungguhnya ia hanya mengharapkan 
pahala (imbalan) dari Allah SWT. Allahlah yang memberi pahala 
kepadanya. Nabi Nuh menerangkan kepada mereka bahawa ia tidak 
dapat mengusir orang-orang yang beriman kepada Allah SWT. Meskipun 
sebagai Nabi, ia memiliki keterbatasan dan keterbatasan itu adalah tidak 
diberikannya hak baginya untuk mengusir orang-orang yang beriman 
kerana dua alasan. bahawa mereka akan bertemu dengan Alllah SWT 
dalam keadaan beriman kepada-Nya, maka bagaimana ia akan mengusir 
orang yang beriman kepada Allah SWT, kemudian seandainya ia mengusir 
mereka, maka mereka akan menentangnya di hadapan Allah SWT. Ini 
berakibat pada pemberian pahala dari Allah SWT atas keimanan mereka 
dan balasan-Nya atas siapa pun yang mengusir mereka. Maka siapakah 
yang dapat menolong Nabi Nuh dari siksa Allah SWT seandainya ia 
mengusir mereka? 
Demikianlah Nabi Nuh menunjukkan bahawa permintaan kaumnya agar ia 
mengusir orang-orang mukmin adalah tindakan bodoh dari mereka. Nabi 
Nuh kembali menyatakan bahawa ia tidak dapat melakukan sesuatu yang 
di luar wewenangnya, dan ia memberitahu mereka akan kerendahannya 
dan kepatuhannya kepada Allah SWT. Ia tidak dapat melakukan sesuatu 
yang merupakan bahagian dari kekuasaan Allah SWT, yaitu pemberian 
nikmat-Nya kepada hamba-hamba-Nya yang dikehendaki-Nya. Ia tidak 
mengetahui ilmu ghaib, kerana ilmu ghaib hanya khusus dimiliki oleh 
Allah SWT. Ia juga memberitahukan kepada mereka bahawa ia bukan 
seorang raja, yakni kedudukannya bukan seperti kedudukan para 
malaikat. Sebahagian ulama berargumentasi dari ayat ini bahawa para 
malaikat lebih utama dari pada para nabi (silakan melihat tafsir 
Qurthubi). 
Nabi Nuh berkata kepada mereka: "Sesungguhnya orang-orang yang kalian 
pandang sebelah mata, dan kalian hina dari orang-orang mukmin yang 
kalian remehkan itu, sesungguhnya pahala mereka itu tidak sirna dan 
tidak berkurang dengan adanya penghinaan kalian terhadap mereka. 
Sungguh Allah SWT lebih tahu terhadap apa yang ada dalam diri mereka. 
Dialah yang membalas amal mereka. Sungguh aku telah menganiaya 
diriku sendiri seandainya aku mengatakan bahawa Allah tidak 
memberikan kebaikan kepada mereka." 
Kemudian rezim penguasa mulai bosan dengan debat ini yang 
disampaikan oleh Nabi Nuh. Allah SWT menceritakan sikap mereka 
terhadap Nabi Nuh dalam flrman-Nya: 
"Mereka berkata: 'Hai Nuh, sesungguhnya kamu telah berbantah 
dengan kami, dan kamu telah memperpanjang bantahanmu terhadap 
kami, maka datangkanlah kepada kami azab yang kamu ancamkan 
kepada kami, jika kamu termasuk orang-orang yang benar.' Nuh 
menjawab: 'Hanyalah Allah yang akan mendatangkan azab itu 
kepadamu jika Dia menghendaki, dan kamu sekali-kali tidak dapat 
melepaskan diri. Dan tidaklah bermanfaat kepadamu nasihatku jika 
aku hendak memberi nasihat kepada kamu, sekiranya Allah hendak 
menyesatkan kamu. Dia adalah Tuhanmu, dan kepada-Nyalah kamu 
dikembalikan. " (QS. Hud: 32-34) 
Nabi Nuh menambahkan bahawa mereka tersesat dari jalan Allah SWT. 
Allahlah yang menjadi sebab terjadinya segala sesuatu, namun mereka 
memperoleh kesesatan disebabkan oleh ikhtiar mereka dan kebebasan 
mereka serta keinginan mereka. Dahulu iblis berkata: 
"Kerana Engkau telah menghukum saya tersesat..." (QS. al-A'raf: 16) 
Secara zahir tampak bahawa makna ungkapan itu berarti Allahlah yang 
menyesatkannya, padahal hakikatnya adalah bahawa Allah SWT telah 
memberinya kebebasan dan kemudian Dia akan meminta 
pertanggungjawapannya. Kita tidak sependapat dengan pandangan al-
Qadhariyah, al-Mu'tazilah, dan Imamiyah. Mereka berpendapat bahawa 
keinginan manusia cukup sebagai kekuatan untuk melakukan 
perbuatannya, baik berupa ketaatan maupun kemaksiatan. kerana bagi 
mereka, manusia adalah pencipta perbuatannya. Dalam hal itu, ia tidak 
membutuhkan Tuhannya. Kami tidak mengambil pendapat mereka secara 
mutlak. Kami berpendapat bahawa manusia memang menciptakan 
perbuatannya namun ia membutuhkan bantuan Tuhannya dalam 
melakukannya. 
Alhasil, Allah SWT mengerahkan setiap makhluk sesuai dengan arah 
penciptaannya, baik pengarahann itu menuju kebaikan atau keburukan. 
Ini termasuk kebebasan sepenuhnya. Manusia memilih dengan 
kebebasannya kemudian Allah SWT mengerahkan jalan menuju pilihannya 
itu. Iblis memilih jalan kesesatan maka Allah SWT mengarahkan jalan 
kesesatan itu padanya, sedangkan orang-orang kafir dari kaum Nabi Nuh 
memilih jalan yang sama maka Allah pun mengarahkan jalan itu pada 
mereka. 
Peperangan pun berlanjut, dan perdebatan antara orang-orang kafir dan 
Nabi Nuh semakin melebar, sehingga ketika argumentasi-argumentasi 
mereka terpatahkan dan mereka tidak dapat mengatakan sesuatu yang 
pantas, mereka mulai keluar dari batas-batas adab dan berani mengejek 
Nabi Allah. 
"Pemuka-pemuka dari kaumnya berkata: 'Sesungguhnya kami 
memandang kamu berada dalam kesesatan yang nyata." (QS. al-A'raf: 
60) 
Nabi Nuh menjawab dengan menggunakan sopan-santun para nabi yang 
agung. 
"Nuh menjawab: 'Hai kaumku, tak ada padaku kesesatan sedikit pun 
tetapi aku adalah utusan dari Tuhan semesta alam. Aku sampaikan 
kepadamu amanat-amanat Tuhanku dan aku memberi nasihat 
kepadamu, dan aku mengetahui dari Allah apa yang tidak kamu 
ketahui." (QS. al-A'raf: 61-62) 
Nabi Nuh tetap melanjutkan dakwah di tengah-tengah kaumnya, waktu 
demi waktu, hari demi hari, dan tahun demi tahun. Berlalulah masa yang 
panjang itu, namun Nabi Nuh tetap mengajak kaumnya. Nabi Nuh 
berdakwah kepada mereka siang malam, dengan sembunyi-sembunyi dan 
terang-terangan, bahkan ia pun memberikan contoh-contoh pada 
mereka. Ia menjelaskan kepada mereka tanda-tanda kebesaran Allah 
SWT dan kekuasaan-Nya di dunia. Namun setiap kali ia mengajak mereka 
untuk menyembah Allah SWT, mereka lari darinya, dan setiap kali ia 
mengajak mereka agar Allah SWT mengampuni mereka, mereka 
meletakkan jari-jari mereka di telinga-telinga mereka dan mereka 
menampakkan kesombongan di depan kebenaran. Allah SWT 
menceritakan apa yang dialami oleh Nabi Nuh dalam firman-Nya: 
"Nuh berkata: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menyeru kaumku 
malam dan siang, maka seruanku itu hanyalah menambah mereka lari 
(dari kebenaran). Dan sesungguhnya setiap kali aku menyeru mereka 
agar Engkau mengampuni mereka, mereka memasukkan anak jari 
mereka ke dalam telinganya dan menutupkan bajunya (ke mukanya) 
dan mereka tetap (mengingkari) dan menyombongkan diri dengan 
keterlaluan. Kemudian sesungguhnya aku telah menyeru mereka 
dengan cara yang terang-terangan, kemudian aku menyeru mereka 
lagi dengan terang-terangan dan dengan diam-diam, maka aku 
katakan kepada mereka: 'Mohonlah ampun kepada Tuhanmu. 
Sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun. Dia akan mengirimkan 
hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-
anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan 
(pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.'" (QS. Nuh: 5-12) 
Namun apa jawapan kaumnya? 
"Nuh berkata: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya mereka telah 
mendurhakaiku, dan telah mengikuti orang-orang yang harta dan 
anak-anaknya tidak menambah kepadanya melainkan kerugian 
belaka. Mereka telah melakukan tipu-daya yang amat besar. Dan 
mereka berkata: 'Janganlah sekali-kali kamu meninggalkan 
(penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali 
meninggalkan (penyembahan) wadd, suwa, yaghuts, yauq, dan nasr. 
Dan sesudahnya mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia); 
dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang lalim itu selain 
kesesatan,'" (QS. Nuh: 21-24) 
Nuh tetap melanjutkan dakwah di tengah-tengah kaumnya selama 950 
tahun. Allah SWT berfirman: 
"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, maka 
ia tinggal di antara mereka seribu tahun kurang lima puluh tahun. " 
(QS. Ankabut: 14) 
Sayangnya, jumlah kaum mukmin tidak bertambah sedangkan jumlah 
kaum kafir justru bertambah. Nabi Nuh sangat sedih namun ia tidak 
sampai kehilangan harapan. la senantiasa mengajak kaumnya dan 
berdebat dengan mereka. Namun kaumnya selalu menghadapinya dengan 
kesombongan, kekufuran, dan penentangan. Nabi Nuh sangat bersedih 
terhadap kaumnya namun ia tidak sampai berputus asa. la tetap menjaga 
harapan selama 950 tahun. Tampak bahawa usia manusia sebelum 
datangnya taufan cukup panjang. Dan barangkali usia panjang bagi Nabi 
Nuh merupakan mukjizat khusus baginya. 
Datanglah hari di mana Allah SWT mewahyukan kepada Nabi Nuh bahawa 
orang-orang yang beriman dari kaumnya tidak akan bertambah lagi. Allah 
SWT mewahyukan kepadanya agar ia tidak bersedih atas tindakan 
mereka. Maka pada saat itu, Nabi Nuh berdoa agar orang-orang kafir 
dihancurkan. la berkata: 
"Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorang pun di antara orang-
orang kafir itu tinggal di atas bumi." (QS. Nuh: 26) 
Nabi Nuh membenarkan doanya dengan alasan: 
"Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, nescaya mereka 
akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka tidak akan 
melahirkan selain anak yang berbuat maksiat dan kafir. " (QS. Nuh: 
27) 
Allah SWT berfirman dalam surah Hud: 
"Dan diwahyukan kepada Nuh, bahawasannya sekali-kali tidak akan 
beriman di antara kaummu, kecuali orang-orang yang telah beriman 
saja, kerana itu janganlah kamu bersedih hati tentang apa yang 
selalu mereka kerjakan. Dan buatlah bahtera itu dengan pengawasan 
dan petunjuk wahyu Kami, dan janganlah kamu bicarakan dengan 
Aku tentang orang-orang yang lalim itu. Sesungguhnya mereka itu 
akan ditenggelamkan. (QS. Hud: 36-37) 
Kemudian Allah SWT menetapkan hukum-Nya atas orang-orang kafir, 
yaitu datangnya angin taufan. Allah SWT memberitahu Nuh, bahawa ia 
akan membuat perahu ini dengan "pengawasan Kami dan wahyu kami," 
yakni dengan ilmu Allah SWT dan pengajaran-Nya, serta sesuai dengan 
pengarahan-Nya dan bantuan para malaikat. 
Allah SWT menetapkan perintah-Nya kepada Nuh: 
"Dan janganlah kamu bicarakan dengan Aku tentang orang-orang yang 
lalim itu. Sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan. (QS. Hud: 
37) 
Allah SWT menenggelamkan orang-orang yang lalim, apa pun kedudukan 
mereka dan apa pun kedekatan mereka dengan Nabi. Allah SWT melarang 
Nabi-Nya untuk berdialog dengan mereka atau menengahi urusan 
mereka. Nabi Nuh mulai menanam pohon untuk membuat perahu 
darinya. Ia menunggu beberapa tahun, kemudian ia memotong apa yang 
ditanamnya dan mulai merakitnya. Akhirnya, jadilah perahu yang besar, 
yang tinggi, dan kuat. 
Para mufasir berbeza pendapat tentang besarnya perahu itu, bentuknya, 
masa pembuatannya, tempat pembuatannya dan lain-lain. Berkenaan 
dengan hal tersebut Fakhrur Razi berkata: "Ketahuilah bahawa 
pembahasan ini tidak menarik bagiku kerana ia merupakan hal-hal yang 
tidak perlu diketahuinya. Saya kira mengetahui hal tersebut hanya 
mendatangkan manfaat yang sedikit." Mudah-mudahan Allah SWT 
merahmati Fakhrur Razi yang menyatakan kebenaran dengan kalimatnya 
itu. Kita tidak mengetahui hakikat perahu ini, kecuali apa yang telah 
Allah SWT ceritakan kepada kita tentang hal itu. Misalnya, kita tidak 
mengetahui dimana ia dibuat, berapa panjangnya atau lebarnya, dan kita 
secara pasti tidak mengetahui selain tempat yang ditujunya setelah ia 
berlabuh. 
Allah SWT tidak memberikan keterangan secara detail berkenaan dengan 
hal tersebut yang tidak memberikan kepentingan pada kandungan cerita 
dan tujuannya yang penting. Nabi Nuh mulai membangun perahu, lalu 
orang-orang kafir lewat di depannya saat ia dalam keadaan serius 
membuat perahu. Saat itu, cuaca atau udara sangat kering, dan di sana 
tidak terdapat sungai atau laut yang dekat. Bagaimana perahu ini akan 
berlayar wahai Nuh? Apakah ia akan berlayar di atas tanah? Di manakah 
air yang memungkinkan bagi perahumu untuk belayar? Sungguh Nuh telah 
gila! Orang-orang kafir semakin tertawa terbahak-bahak dan semakin 
mengejek Nabi Nuh. 
Puncak pertentangan dalam kisah Nabi Nuh tampak dalam masa ini. 
Kebatilan mengejek kebenaran dan cukup lama menertawakan 
kebenaran. Mereka menganggap bahawa dunia adalah milik mereka dan 
bahawa mereka akan selalu mendapatkan keamanan dan bahawa siksa 
tidak akan terjadi. Namun anggapan mereka itu tidak terbukti. 
Datangnya angin taufan menjungkirbalikkan semua perkiraan mereka. 
Saat itu, orang-orang mukmin mengejek balik orang-orang kafir dan 
ejekan mereka adalah kebenaran. Allah SWT berfirman: 
"Dan mulailah Nuh membuat bahtera itu. Dan setiap kali pemimpin 
kaumnya berjalan metewati Nuh, mereka mengejeknya. Berkatalah 
Nuh: 'Jika kamu mengejek kami, maka sesungguhnya kami (pun) akan 
mengejekmu sebagaimana kamu sekalian mengejek kami. Kelak kamu 
akan mengetahui siapa yang akan ditimpa oleh azab yang 
menghinakan dan yang akan ditimpa azab yang kekal." (QS. Hud: 38-
39) 
Selesailah pembuatan perahu dan duduk menunggu perintah Allah SWT. 
Allah SWT mewahyukan kepada Nabi Nuh bahawa jika ada yang 
mempunyai dapur, maka ini sebagai tanda dimulainya angin taufan. Di 
sebutkan bahawa tafsiran dari at-Tannur ialah oven (alat untuk 
memanggang roti) yang ada di dalam rumah Nabi Nuh. Jika keluar 
darinya air dan ia lari maka itu merupakan perintah bagi Nabi Nuh untuk 
bergerak. Maka pada suatu hari tannur itu mulai menunjukkan tanda-
tandanya dari dalam rumah Nabi Nuh, lalu Nabi Nuh segera membuka 
perahunya dan mengajak orang-orang mukmin untuk menaikinya. Jibril 
turun ke bumi. Nabi Nuh membawa burung, binatang buas, binatang yang 
berpasang-pasangan, sapi, gajah, semut, dan lain-lain. Dalam perahu itu, 
Nabi Nuh telah membuat kandang binatang buas. 
Jibril menggiring setiap dua binatang yang berpasangan agar setiap 
spesies binatang tidak punah dari muka bumi. Ini berarti bahawa angin 
taufan telah menenggelamkan bumi semuanya, kalau tidak demikian 
maka buat apa ia harus mengangkut jenis binatang-binatang itu. 
Binatang-binatang mulai menaiki perahu itu beserta orang-orang yang 
beriman dari kaumnya. Jumlah orang-orang mukmin sangat sedikit. Allah 
SWT berfirman: 
"Hingga apabila perintah Kami datang dan tannur telah memancarkan 
air, Kami berfirman: 'Muatkanlah ke dalam bahtera itu dari masing-
masing binatang sepasang (jantan dan betina), dan keluargamu 
kecuali orang yang terdahulu ketetapan terhadapnya dan 
(muatkanlah pula) orang-orang yang beriman.' Dan tidak beriman 
bersama Nuh itu kecuali sedikit. " (QS. Hud: 40) 
Istri Nabi Nuh tidak beriman kepadanya sehingga ia tidak ikut menaiki 
perahu, dan salah satu anaknya menyembunyikan kekafirannya dengan 
menampakkan keimanan di depan Nabi Nuh, dan ia pun tidak ikut 
menaikinya. Mayoritas manusia saat itu tidak beriman sehingga mereka 
tidak turut berlayar. Hanya orang-orang mukmin yang mengarungi lautan 
bersamanya. Ibnu Abbas berkata: "Terdapat delapan puluh orang dari 
kaum Nabi Nuh yang beriman kepadanya." 
Air mulai meninggi yang keluar dari celah-celah bumi. Tiada satu celah 
pun di bumi kecuali keluar air darinya. Sementara dari langit turunlah 
hujan yang sangat deras yang belum pernah turun hujan dengan curah 
seperti itu di bumi, dan tidak akan ada hujan seperti itu sesudahnya. 
Lautan semakin bergolak dan ombaknya menerpa apa saja dan menyapu 
bumi. Perut bumi bergerak dengan gerakan yang tidak wajar sehingga 
bola bumi untuk pertama kalinya tenggelam dalam air sehingga ia 
menjadi bola air. Allah SWT berfirman: 
"Maka Kami bukakan pintu-pintu langit dengan (menurunkan) air yang 
tercurah. Dan Kami jadikan bumi memancarkan mata air-mata air 
maka bertemulah air-air itu untuk satu urusan yang sungguh telah 
ditetapkan. Dan Kami angkut Nuh ke atas (bahtera) yang terbuat dari 
papan dan paku. (QS. al-Qamar: 11-13) 
Air meninggi di atas kepala manusia, dan ia melampaui ketinggian pohon, 
bahkan puncak gunung. Akhirnya, permukaan bumi diselimuti dengan air. 
Ketika mula-mula datang taufan, Nabi Nuh memanggil-manggil 
puteranya. puteranya itu berdiri agak jauh darinya. Nabi Nuh 
memanggilnya dan berkata: 
"Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu 
berada bersama orang-orang yang kafir." (QS. Hud: 42) 
Anak itu menjawab ajakan ayahnya: 
"Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku 
dari air bah." (QS. Hud: 43) 
Nabi Nuh kembali menyerunya: 
"Tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allah selain orang yang 
dirahmati-Nya." (QS. Hud: 43) 
Selesailah dialog antara Nabi Nuh dan anaknya. 
"Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka jadilah 
anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan. " (QS. Hud: 43) 
Perhatikanlah ungkapan AI-Qur'an al-Karim: Dan gelombang menjadi 
penghalang antara keduanya. Ombak tiba-tiba mengakhiri dialog mereka. 
Nabi Nuh mencari, namun ia tidak mendapati anaknya. Ia tidak 
menemukan selain gunung ombak yang semakin meninggi dan meninggi 
bersama perahu itu. Nabi Nuh ddak dapat melihat segala sesuatu selain 
air. Allah SWT berkehendak - sebagai rahmat dari-Nya - untuk 
menenggelamkan si anak jauh dari penglihatan si ayah. Inilah kasih 
sayang Allah SWT terhadap si ayah. Anak Nabi Nuh mengira bahawa 
gunung akan mencegahnya dari kejaran air namun ia pun terkejar dan 
tenggelam. Angin taufan terus berlanjut dan terus membawa perahu Nabi 
Nuh. Setelah berlalu beberapa saat, pemandangan tertuju kepada bumi 
yang telah musnah sehingga tiada kehidupan kecuali sebahagian kayu 
yang darinya Nabi Nuh membuat perahu di mana ia menyelamatkan 
orang-orang mukmin, begitu juga berbagai binatang yang ikut bersama 
mereka. Adalah hal yang sulit bagi kita untuk membayangkan 
kedahsyatan taufan itu. Yang jelas, ia menunjukkan kekuasaan Pencipta. 
Perahu itu berlayar dengan mereka dalam ombak yang laksana gunung. 
Sebahagian ilmuwan meyakini bahawa terpisahnya beberapa benua dan 
terbentuknya bumi dalam rupa seperti sekarang adalah sebagai akibat 
dari taufan yang dahulu. 
taufan yang dialami oleh Nabi Nuh terus berlanjut dalam beberapa 
zaman di mana kita tidak dapat mengetahui batasnya. Kemudian 
datanglah perintah Ilahi agar langit menghentikan hujannya dan agar 
bumi tetap tenang dan menelan air itu, dan agar kayu-kayu perahu 
berlabuh di al-Judi, yaitu nama suatu tempat di zaman dahulu. Ada yang 
mengatakan bahawa ia adalah gunung yang terletak di Irak. Dengan 
datangnya perintah Ilahi, bumi kembali menjadi tenang dan air menjadi 
surut. taufan telah menyucikan bumi dan membasuhnya. Allah SWT 
berfirman: 
"Dan difirmankan: 'Hai bumi telanlah airmu, dan hai langit (hujan) 
berhentilah,' dan air pun disurutkan, perintah pun diselesaikan dan 
bahtera itu pun berlabuh di atas bukitjudi. Dan dikatakan: 'Binasalah 
orang-orang yang lalim. " (QS. Hud: 44) 
Dan air pun disurutkan, yakni air berkurang dan kembali ke celah-celah 
bumi. Segala urusan telah diputuskan dan orang-orang kafir telah hancur 
sepenuhnya. Dikatakan bahawa Allah SWT me-mandulkan rahim-rahim 
wanita selama empat puluh tahun sebelum datangnya taufan, kerana itu 
tidak ada yang terbunuh seorang anak bayi atau anak kecil. 
Firman-Nya: Dan bahtera itu pun berlabuh di atas bukit judi, yakni ia 
berlabuh di atasnya. Di sebutkan bahawa hari itu bertepatan dengan 
hari Asyura' (hari kesepuluh dari bulan Muharam). Lalu Nabi Nuh 
berpuasa dan memerintahkan orang-orang yang bersamanya untuk 
berpuasa juga. 
Dikatakan: 'Binasalah orang-orang yang lalim, 'yakni kehancuran bagi 
mereka. taufan menyucikan bumi dari mereka dan membersihkannya. 
Lenyaplah peristiwa yang mengerikan dengan lenyapnya taufan. Dan 
berpindahlah pergulatan dari ombak ke jiwa Nabi Nuh. Ia mengingat 
anaknya yang tenggelam. Nabi Nuh tidak mengetahui saat itu bahawa 
anaknya menjadi kafir. Ia menganggap bahawa anaknya sebagai seorang 
mukmin yang memilih untuk menyelamatkan diri dengan cara berlindung 
kepada gunung. Namun ombak telah mengakhiri percakapan keduanya 
sebelum mereka menyelesaikannya. Nabi Nuh tidak mengetahui seberapa 
jauh bahagian keimanan yang ada pada anaknya. Lalu bergeraklah naluri 
kasih sayang dalam hati sang ayah. Allah SWT berfirman: 
"Dan Nuh berseru kepada Tuhannya sambil berkata: 'Ya Tuhanku, 
sesungguhnya anakku termasuk keluargaku, dan sesungguhnya janji 
Engkau itulah yang benar. Dan Engkau adalah Hakim yang seadil-
adilnya. " (QS. Hud: 45) 
Nuh ingin berkata kepada Allah SWT bahawa anaknya termasuk dari 
keluarganya yang beriman dan Dia menjanjikan untuk menyelamatkan 
keluarganya yang beriman. Allah SWT berkata dan menjelaskan kepada 
Nuh keadaan sebenarnya yang ada pada anaknya: 
"Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang 
dijanjikan akan diselamatkan). Sesungguhnya perbuatannya tidak 
baik. Sebab itu, janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang 
kamu tidak mengetahui (hakikatnya). Aku memperingatkan kepa-
damu supaya kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak 
berpengetahuan.'" (QS. Hud: 46) 
Al-Qurthubi berkata - menukil dari guru-gurunya dari kalangan ulama - ini 
adalah pendapat yang kami dukung: "Anaknya berada di sisinya (yakni 
bersama Nabi Nuh dan dalam dugaannya ia seorang mukmin). Nabi Nuh 
tidak berkata kepada Tuhannya: "Sesungguhnya anakku termasuk 
keluargaku," kecuali kerana ia memang menampakkan hal yang demikian 
kepadanya. Sebab, mustahil ia meminta kehancuran orang-orang kafir 
kemudian ia meminta agar sebahagian mereka diselamatkan." 
Anaknya menyembunyikan kekufuran dan menampakkan keimanan. Lalu 
Allah SWT memberitahukan kepada Nuh ilmu ghaib yang khusus dimiliki-
Nya. Yakni Allah SWT memberitahunya keadaan sebenarnya dari 
anaknya. Allah SWT ketika menasihatinya agar jangan sampai ia menjadi 
orang-orang yang tidak mengerti. Dia ingin menghilangkan darinya 
anggapan bahawa anaknya beriman kemudian mati bersama orang-orang 
kafir. 
Di sana terdapat pelajaran penting yang terkandung dalam ayat-ayat 
yang mulia itu, yang menceritakan kisah Nabi Nuh bersama anaknya. 
Allah SWT ingin berkata kepada Nabi-Nya yang mulia bahawa anaknya 
bukan termasuk keluarganya kerana ia tidak beriman kepada Allah SWT. 
Hubungan darah bukanlah hubungan hakiki di antara manusia. Anak 
seorang nabi adalah anaknya yang meyakini akidah, yaitu mengikuti Allah 
SWT dan nabi, dan bukan anaknya yang menentangnya, meskipun berasal 
dari sulbinya. Jika demikian seorang mukmin harus menghindar dari 
kekufuran. Dan di sini juga harus di teguhkan hubungan sesama akidah di 
antara orang-orang mukmin. Adalah tidak benar jika hubungan sesama 
mereka dibangun berdasarkan darah, iras, warna kulit, atau tempat 
tinggal. 
Nabi Nuh memohon ampun kepada Tuhannya dan bertaubat kepada-Nya. 
Kemudian Allah SWT merahmatinya dan memerintahkannya untuk turun 
dari perahu dalam keadaan dipenuhi dengan keberkahan dari Allah SWT 
dan penjagaan-Nya: 
"Nuh berkata: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya aku berlindung kepada 
Engkau dari memohon kepada Engkau sesuatu yang aku tiada 
mengetahui (hakikatnya). Dan sekiranya Engkau tidak memberi 
ampun kepadaku, dan (tidak) menaruh belas kasihan kepadaku, 
nescaya aku akan termasuk orang-orang yang rugi. " (QS. Hud: 47) 
Difirmankan: "'Hai Nuh, turunlah dengan selamat dan penuh 
keberkatan dari Kami atasmu dan atas umat-umat (yang beriman) dari 
orang-orang yang bersamamu.'" (QS. Hud: 48) 
Nabi Nuh turun dari perahunya dan ia melepaskan burung-burung dan 
binatang-binatang buas sehingga mereka menyebar ke bumi. Setelah itu, 
orang-orang mukmin juga turun. Nabi Nuh meletakkan dahinya ke atas 
tanah dan bersujud. Saat itu bumi masih basah kerana pengaruh taufan. 
Nabi Nuh bangkit setelah solatnya dan menggali pondasi untuk 
membangun tempat ibadah yang agung bagi Allah SWT. Orang-orang yang 
selamat menyalakan api dan duduk-duduk di sekelilingnya. Menyalakan 
api sebelumnya di larang di dalam perahu kerana dikhuatirkan api akan 
menyentuh kayu-kayunya dan membakarnya. Tak seorang pun di antara 
mereka yang memakan makanan yang hangat selama masa taufan. 
Berlalulah hari puasa sebagai tanda syukur kepada Allah SWT. Al-Qur'an 
tidak lagi menceritakan kisah Nabi Nuh setelah taufan sehingga kita tidak 
mengetahui bagaimana peristiwa yang dialami Nabi Nuh bersama 
kaumnya. Yang kita ketahui atau yang perlu kita tegaskan bahawa Nabi 
Nuh mewasiatkan kepada putera-puteranya saat ia meninggal agar 
mereka hanya menyembah Allah SWT. 
Pengajaran Dari Kisah Nabi Nuh 
a.s.     
Bahawasanya hubungan antara manusia yang terjalin kerana ikatan 
persamaan kepercayaan atau penamaan aqidah dan pendirian adalah 
lebih erat dan lebih berkesan drp hubungan yang terjalin kerana ikatan 
darah atau kelahiran. Kan'aan yang walaupun ia adalah anak kandung 
Nabi Nuh, oleh Allah s.w.t. dikeluarkan dari bilangan keluarga ayahnya 
kerana ia menganut kepercayaan dan agama berlainan dengan apa yang 
dianut dan didakwahkan oleh ayahnya sendiri, bahkan ia berada di pihak 
yang memusuhi dan menentangnya.
Maka dalam pengertian inilah dapat difahami firman Allah dalam Al-
Quran yang bermaksud: "Sesungguhnya para mukmin itu adalah 
bersaudara."
Demikian pula hadis Rasulullah s.a.w yang bermaksud:"Tidaklah 
sempurna iman seseorang kecuali jika ia menyintai saudaranya yang 
beriman sebagaimana ia menyintai dirinya sendiri." Juga peribahasa 
yang berbunyi:"Adakalanya engkau memperolehi seorang saudara yang 
tidak dilahirkan oleh ibumu." 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Tiada ulasan:
Catat Ulasan