|    | 
Nabi Ibrahim adalah putera Aaazar {Tarih} bin Tahur bin Saruj bin Rau' 
bin Falij bin Aaabir bin Syalih bin Arfakhsyad bin Saam bin Nuh a.s. Ia 
dilahirkan di sebuah tempat bernama "Faddam A'ram" dalam kerajaan 
"Babylon" yang pada waktu itu diperintah oleh seorang raja bernama 
"Namrud bin Kan'aan."
Kerajaan Babylon pada masa itu termasuk kerajaan yang makmur rakyat 
hidup senang, sejahtera dalam keadaan serba cukup sandang mahupun 
pandangan serta saranan-saranan yang menjadi keperluan pertumbuhan 
jasmani mereka. Akan tetapi tingkatan hidup rohani mereka masih 
berada di tingkat jahiliah. Mereka tidak mengenal Tuhan Pencipta 
mereka yang telah mengurniakan mereka dengan segala kenikmatan dan 
kebahagiaan duniawi. Persembahan mereka adalah patung-patung yang 
mereka pahat sendiri dari batu-batu atau terbuat dari lumpur dan tanah.
Raja mereka Namrud bin Kan'aan menjalankan tampuk pemerintahnya 
dengan tangan besi dan kekuasaan mutlak. Semua kehendaknya harus 
terlaksana dan segala perintahnya merupakan undang-undang yang tidak 
dapat dilanggar atau di tawar. Kekuasaan yang besar yang berada di 
tangannya itu dan kemewahan hidup yang berlebih-lebihan yang ia 
nikmati lama-kelamaan menjadikan ia tidak puas dengan kedudukannya 
sebagai raja. Ia merasakan dirinya patut disembah oleh rakyatnya 
sebagai tuhan. Ia berfikir jika rakyatnya mahu dan rela menyembah 
patung-patung yang terbina dari batu yang tidak dapat memberi manfaat 
dan mendatangkan kebahagiaan bagi mereka, mengapa bukan dialah 
yang disembah sebagai tuhan. Dia yang dapat berbicara, dapat 
mendengar, dapat berfikir, dapat memimpin mereka, membawa 
kemakmuran bagi mereka dan melepaskan dari kesengsaraan dan 
kesusahan. Dia yang dapat mengubah orang miskin menjadi kaya dan 
orang yang hina-dina diangkatnya menjadi orang mulia. di samping itu 
semuanya, ia adalah raja yang berkuasa dan memiliki negara yang besar 
dan luas.
Di tengah-tengah masyarakat yang sedemikian buruknya lahir dan 
dibesarkanlah Nabi Ibrahim dari seorang ayah yang bekerja sebagai 
pemahat dan pedagang patung. Ia sebagai calon Rasul dan pesuruh Allah 
yang akan membawa pelita kebenaran kepada kaumnya,jauh-jauh telah 
diilhami akal sihat dan fikiran tajam serta kesedaran bahawa apa yang 
telah diperbuat oleh kaumnya termasuk ayahnya sendiri adalah perbuat 
yang sesat yang menandakan kebodohan dan kecetekan fikiran dan 
bahawa persembahan kaumnya kepada patung-patung itu adalah 
perbuatan mungkar yang harus di banteras dan diperangi agar mereka 
kembali kepada persembahan yang benar ialah persembahan kepada 
Tuhan Yang Maha Esa, Tuhan pencipta alam semesta ini.
Semasa remajanya Nabi Ibrahim sering disuruh ayahnya keliling kota 
menjajakan patung-patung buatannya namun karena iman dan tauhid 
yang telah diilhamkan oleh Tuhan kepadanya ia tidak bersemangat untuk 
menjajakan barang-barang itu bahkan secara mengejek ia menawarkan 
patung-patung ayahnya kepada calon pembeli dengan kata-kata:" 
Siapakah yang akan membeli patung-patung yang tidak berguna ini? "
Nabi Ibrahim as mendapatkan tempat khusus di sisi Allah SWT. Ibrahim 
termasuk salah satu nabi ulul azmi di antara lima nabi di mana Allah SWT 
mengambil dari mereka satu perjanjian yang berat. Kelima nabi itu 
adalah Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Isa, dan Nabi Muhammad 
saw - sesuai dengan urutan diutusnya mereka. Ibrahim adalah seorang 
nabi yang diuji oleh Allah SWT dengan ujian yang jelas. Yaitu ujian di 
atas kemampuan manusia biasa. Meskipun menghadapi ujian dan 
tantangan yang berat, Nabi Ibrahim tetap menunjukkan sebagai seorang 
hamba yang menepati janjinya dan selalu menunjukkan sikap terpuji. 
Allah SWT berfirman: 
"Dan Ibrahim yang selalu menyempurnakan janji. " (QS. an-Najm: 37) 
Allah SWT menghormati Ibrahim dengan penghormatan yang khusus. 
Allah SWT menjadikan agamanya sebagai agama tauhid yang murni dan 
suci dari berbagai kotoran, dan Dia menjadikan akal sebagai alat penting 
dalam menilai kebenaran bagi orang-orang yang mengikuti agama-Nya. 
Allah SWT berfirman: 
"Dan tidak ada yang benar kepada agama Ibrahim, melainkan orang 
yang memperbodoh dirinya sendiri dan sungguh Kami telah 
memilihnya di dunia dan sesungguhnya Dia di akhirat benar-benar 
termasuk orang yang soleh." (QS. al-Baqarah: 130) 
Allah SWT memuji Ibrahim dalam flrman-Nya: 
"Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan 
teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah 
dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan). " (QS. an-
Nahl: 120) 
Termasuk keutamaan Allah SWT yang diberikan-Nya kepada Ibrahim 
adalah, Dia menjadikannya sebagai imam bagi manusia dan 
menganugerahkan pada keturunannya kenabian dan penerimaan kitab 
(wahyu). Oleh kerana itu, kita dapati bahawa setiap nabi setelah Nabi 
Ibrahim as adalah anak-anak dan cucu-cucunya. Ini semua merupakan 
bukti janji Allah SWT kepadanya, di mana Dia tidak mengutus seorang 
nabi kecuali datang dari keturunannya. Demikian juga kedatangan nabi 
yang terakhir, yaitu Nabi Muhammad saw, adalah sebagai wujud dari 
terkabulnya doa Nabi Ibrahim yang diucapkannya kepada Allah SWT di 
mana ia meminta agar diutus di tengah-tengah kaum yang umi seorang 
rasul dari mereka. Ketika kita membahas keutamaan Nabi Ibrahim dan 
penghormatan yang Allah SWT berikan kepadanya, nescaya kita akan 
mendapatkan hal-hal yang menakjubkan. 
Kita di hadapan seorang manusia dengan hati yang suci. Manusia yang 
ketika diperintahkan untuk menyerahkan diri ia pun segera berkata, 
bahawa aku telah menyerahkan diriku kepada Pengatur alam semesta. Ia 
adalah seorang Nabi yang pertama kali menamakan kita sebagai al-
Muslimin (orang-orang yang menyerahkan diri). Seorang Nabi yang doanya 
terkabul dengan diutusnya Muhammad bin Abdullah saw. la adalah 
seorang Nabi yang merupakan datuk dan ayah dari pada nabi yang datang 
setelahnya. Ia seorang Nabi yang lembut yang penuh cinta kasih kepada 
manusia dan selalu kembali kepada jalan kebenaran. Allah SWT 
berfirman: 
"Sesungguhnya Ibrahim itu benar-benar seorang yang penyantun lagi 
penghiba dan suka kembali kepada Allah." (QS. Hud: 75) 
"(Yaitu): Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim." (QS. as-Shaffat: 
109) 
Demikianlah Allah SWT sebagai Pencipta memperkenalkan hamba-Nya 
Ibrahim. Tidak kita temukan dalam kitab Allah SWT penyebutan seorang 
nabi yang Allah SWT angkat sebagai kekasih-Nya kecuali Ibrahim. Hanya 
ia yang Allah SWT khususkan dengan firman-Nya: 
"Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya." (QS. an-
Nisa': 125) 
Para ulama berkata bahawa al-Hullah adalah rasa cinta yang sangat. 
Demikianlah pengertian dari ayat tersebut. Allah SWT mengangkat 
Ibrahim sebagai kekasih-Nya. Ini merupakan suatu kedudukan yang mulia 
dan sangat tinggi. Di hadapan kedudukan yang tinggi ini, Ibrahim duduk 
dan merenung: aku telah memperoleh dan apa yang aku peroleh. Hati 
apakah yang ada di dalam diri Nabi Ibrahim, rahmat apa yang diciptakan, 
dan kemuliaan apa yang dibentuk, dan cinta apa yang diberikan. 
Sesungguhnya puncak harapan para pejalan rohani dan tujuan akhir para 
sufi adalah "merebut" cinta Allah SWT. Bukankah setiap orang 
membayangkan dan mengangan-angankan untuk mendapatkan cinta dari 
Allah SWT? Demikianlah harapan setiap manusia. 
Nabi Ibrahim adalah seorang harnba Allah SWT yang berhak diangkat-Nya 
menjadi al-Khalil (kekasih Allah SWT). Itu adalah darjat dari darjat-
darjat kenabian yang kita tidak mengetahui nilainya. Kita juga tidak 
mengetahui bagaimana kita menyifatinya. Berapa banyak pernyataan-
pernyataan manusia berkaitan dengan hal tersebut, namun rasa-rasanya 
ia laksana penjara yang justru menggelapkannya. Kita di hadapan kurnia 
Ilahi yang besar yang terpancar dari cahaya langit dan bumi. Adalah hal 
yang sangat mengagumkan bahawa setiap kali Nabi Ibrahim mendapatkan 
ujian dan kepedihan, beliau justru menciptakan permata. Adalah hal 
yang sangat menghairankan bahawa hati yang suci ini justru menjadi 
matang sejak usia dini. 
Al-Quran al-Karim tidak menceritakan tentang proses kelahirannya dan 
masa kecilnya. Kita mengetahui bahawa di masa Nabi Ibrahim manusia 
terbagi menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama menyembah patung-
patung yang terbuat dari kayu dan batu. Kelompok kedua menyembah 
bintang dan bulan dan kelompok ketiga menyembah raja-raja atau 
penguasa. Cahaya akal saat itu padam sehingga kegelapan memenuhi 
segala penjuru bumi. Akhirnya, kehausan bumi untuk mendapatkan 
rahmat dan kelaparannya terhadap kebenaran pun semakin meningkat. 
Dalam suasana yang demikianlah Nabi Ibrahim dilahirkan. Ia dilahirkan 
dari keluarga yang mempunyai keahlian membuat patung atau berhala. 
Disebutkan bahawa ayahnya meninggal sebelum ia dilahirkan kemudian ia 
diasuh oleh pamannya di mana pamannya itu menduduki kedudukan 
ayahnya. Nabi Ibrahim pun memanggil dengan sebutan-sebutan yang 
biasa ditujukan kepada seorang ayah. Ada juga ada yang mengatakan 
bahawa ayahnya tidak meninggal dan Azar adalah benar-benar ayahnya. 
Ada pendapat lain yang mengatakan bahawa Azar adalah nama salah satu 
patung yang cukup terkenal yang dibuat oleh ayahnya. Alhasil, Ibrahim 
berasal dari keluarga semacam ini. 
Kepala keluarga Ibrahim adalah salah seorang seniman yang terbiasa 
memahat patung-patung sehingga profesion si ayah mendapatkan 
kedudukan istimewa di tengah-tengah kaumnya. Keluarga Nabi Ibrahim 
sangat dihormati. Dalam bahasa kita saat ini bisa saja ia disebut dengan 
keluarga aristokrat. Dari keluarga semacam ini lahir seorang anak yang 
mampu menentang penyimpangan dari keluarganya sendiri, dan 
menentang sistem masyarakat yang rosak serta melawan berbagai 
macam ramalan para dukun, dan menentang penyembahan berhala dan 
bintang, serta segala bentuk kesyirikan. Akhirnya, beliau mendapatkan 
ujian berat saat beliau dimasukkan ke dalam api dalam keadaan hidup-
hidup. Kita tidak ingin mendahului peristiwa tersebut. Kami ingin 
memulai kisah Nabi Ibrahim sejak masa kecilnya. Nabi Ibrahim adalah 
seseorang yang akalnya cemerlang sejak beliau berusia muda. Allah SWT 
menghidupkan hatinya dan akalnya dan memberinya hikmah sejak masa 
kecilnya. 
Nabi Ibrahim mengetahui saat beliau masih kecil bahawa ayahnya 
seseorang yang membuat patung-patung yang unik.[1] Pada suatu hari, ia 
bertanya terhadap ciptaan ayahnya kemudian ayahnya memberitahunya 
bahawa itu adalah patung-patung dari tuhan-tuhan. Nabi Ibrahim sangat 
kehairanan melihat hal tersebut, kemudian timbul dalam dirinya - 
melalui akal sehatnya - penolakan terhadapnya. Uniknya, Nabi Ibrahim 
justru bermain-main dengan patung itu saat ia masih kecil, bahkan 
terkadang ia menunggangi punggung patung-patung itu seperti orang-
orang yang biasa menunggang keldai dan binatang tunggangan lainnya. 
Pada suatu hari, ayahnya melihatnya saat menunggang punggung patung 
yang bernama Mardukh. Saat itu juga ayahnya marah dan memerintahkan 
anaknya agar tidak bermain-main dengan patung itu lagi. 
Ibrahim bertanya: "Patung apakah ini wahai ayahku? Kedua telinganya 
besar, lebih besar dari telinga kita." Ayahnya menjawab: "Itu adalah 
Mardukh, tuhan para tuhan wahai anakku, dan kedua telinga yang besar 
itu sebagai simbol dari kecerdasan yang luar biasa." Ibrahim tampak 
tertawa dalam dirinya padahal saat itu beliau baru menginjak usia tujuh 
tahun. 
Injil Barnabas melalui lisan Nabi Isa menceritakan kepada kita, bahawa 
Nabi Ibrahim mengejek ayahnya saat beliau masih kecil. Suatu hari, 
Ibrahim bertanya kepada ayahnya: "Siapa yang menciptakan manusia 
wahai ayahku?" Si ayah menjawab: "Manusia, kerana akulah yang 
membuatmu dan ayahku yang membuat aku." Ibrahim justru menjawab: 
"Tidak demikian wahai ayahku, kerana aku pernah mendengar seseorang 
yang sudah tua yang berkata: "Wahai Tuhanku mengapa Engkau tidak 
memberi aku anak." 
Si ayah berkata: "Benar wahai anakku, Allah yang membantu manusia 
untuk membuat manusia namun Dia tidak meletakkan tangan-Nya di 
dalamnya. Oleh kerana itu, manusia harus menunjukkan kerendahan di 
hadapan Tuhannya dan memberikan korban untuk-Nya." Kemudian 
Ibrahim bertanya lagi: "Berapa banyak tuhan-tuhan itu wahai ayahku?" Si 
ayah menjawab: "Tidak ada jumlahnya wahai anakku." Ibrahim berkata: 
"Apa yang aku lakukan wahai ayahku jika aku mengabdi pada satu tuhan 
lalu tuhan yang lain membenciku kerana aku tidak mengabdi pada-Nya? 
Bagaimana terjadi persaingan dan pertentangan di antara tuhan? 
Bagaimana seandainya tuhan yang membenciku itu membunuh tuhanku? 
Boleh jadi ia membunuhku juga." 
Si ayah menjawab dengan tertawa: "Kamu tidak perlu takut wahai 
anakku, kerana tidak ada permusuhan di antara sesama tuhan. Di dalam 
tempat penyembahan yang besar terdapat ribuan tuhan dan sampai 
sekarang telah berlangsung tujuh puluh tahun. Meskipun demikian, belum 
pernah kita mendengar satu tuhan memukul tuhan yang lain." Ibrahim 
berkata: "Kalau begitu terdapat suasana harmonis dan kedamaian di 
antara mereka."Si ayah menjawab: "Benar." 
Ibrahim bertanya lagi: "Dari apa tuhan-tuhan itu diciptakan? Orang tua 
itu menjawab: "Ini dari kayu-kayu pelepah kurma, itu dari zaitun, dan 
berhala kecil itu dari gading. Lihatlah alangkah indahnya. Hanya saja, ia 
tidak memiliki nafas." Ibrahim berkata: "Jika para tuhan tidak memiliki 
nafas, maka bagaimana mereka dapat memberikan nafas? Bila mereka 
tidak memiliki kehidupan bagaimana mereka memberikan kehidupan? 
Wahai ayahku, pasti mereka bukan Allah." Mendengar ucapan Ibrahim itu, 
sang ayah menjadi berang dan marah sambil berkata: "Seandainya engkau 
sudah dewasa nescaya aku pukul dengan kapak ini." 
Ibrahim berkata: "Wahai ayahku, jika para tuhan membantu dalam 
penciptaan manusia, maka bagaimana mungkin manusia menciptakan 
tuhan? Jika para tuhan diciptakan dari kayu, maka membakar kayu 
merupakan kesalahan besar, tetapi katakanlah wahai ayahku, bagaimana 
engkau menciptakan tuhan-tuhan dan membuat baginya tuhan yang 
cukup baik, namun bagaimana tuhan-tuhan membantumu untuk 
membuat anak-anak yang cukup banyak sehingga engkau menjadi orang 
yang paling kuat di dunia?" 
Selesailah dialog antara Ibrahim dan ayahnya dengan terjadinya 
pemukulan oleh si ayah terhadap Ibrahim. Kemudian berlalulah hari demi 
hari dan Ibrahim menjadi besar. Sejak usia anak-anak, hati Ibrahim 
menanam rasa benci terhadap patung-patung yang dibuat oleh ayahnya 
sendiri. Ibrahim tidak habis mengerti, bagaimana manusia yang berakal 
membuat patung-patung dengan tangannya sendiri kemudian setelah itu 
ia sujud dan menyembah terhadap apa yang dibuatnya. 
Ibrahim memperhatikan bahawa patung-patung tersebut tidak makan dan 
minum dan tidak mampu berbicara, bahkan seandainya ada seseorang 
yang membaliknya ia tidak mampu bangkit dan berdiri sebagaimana 
asalnya. Bagaimana manusia membayangkan bahawa patung-patung 
tersebut dapat mendatangkan bahaya dan memberikan manfaat? 
Pemikiran ini banyak merisaukan Ibrahim dalam tempo yang lama. 
Apakah mungkin semua kaumnya bersalah sementara hanya ia yang 
benar? Bukankah yang demikian ini sangat menghairankan? 
Kaum Nabi Ibrahim mempunyai tempat penyembahan yang besar yang 
dipenuhi berbagai macam berhala. Di tengah-tengah tempat 
penyembahan itu terdapat mihrab yang diletakkan di dalamnya patung-
patung yang paling besar. Ibrahim mengunjungi tempat itu bersama 
ayahnya saat ia masih kecil. Ibrahim memandang berhala-berhala yang 
terbuat dari batu-batuan dan kayu itu dengan pandangan yang 
menghinakan. Hal ini sangat menghairankan masyarakat pada saat itu 
kerana saat memasuki tempat penyembahan itu, mereka menampakkan 
ketundukan dan kehormatan di hadapan patung-patung. Bahkan mereka 
menangis dan memohon berbagai macam hal. Seakan-akan patung-
patung itu mendengar apa yang mereka keluhkan dan bicarakan. 
Mula-mula pemandangan tersebut membuat Ibrahim tertawa kemudian 
lama-lama Ibrahim marah. Hal yang menghairankan baginya bahawa 
manusia-manusia itu semuanya tertipu, dan yang semakin mempersulit 
masalah adalah, ayah Ibrahim ingin agar Ibrahim menjadi dukun saat ia 
besar. Ayah Ibrahim tidak menginginkan apa-apa kecuali agar Ibrahim 
memberikan penghormatan kepada patung-patung itu, namun ia selalu 
mendapati Ibrahim menentang dan meremehkan patung-patung itu. 
Pada suatu hari Ibrahim bersama ayahnya masuk di tempat penyembahan 
itu. Saat itu terjadi suatu pesta dan perayaan di hadapan patung-patung, 
dan di tengah-tengah perayaan tersebut terdapat seorang tokoh dukun 
yang memberikan pengarahan tentang kehebatan tuhan berhala yang 
paling besar. Dengan suara yang penuh penghayatan, dukun itu memohon 
kepada patung agar menyayangi kaumnya dan memberi mereka rezeki. 
Tiba-tiba keheningan saat itu di pecah oleh suara Ibrahim yang ditujukan 
kepada tokoh dukun itu: "Hai tukang dukun, ia tidak akan pernah 
mendengarmu. Apakah engkau meyakini bahawa ia mendengar?" Saat itu 
manusia mulai kaget. Mereka mencari dari mana asal suara itu. Ternyata 
mereka mendapati bahawa suara itu suara Ibrahim. Lalu tokoh dukun itu 
mulai menampakkan kerisauan dan kemarahannya. Tiba-tiba si ayah 
berusaha menenangkan keadaan dan mengatakan bahawa anaknya sakit 
dan tidak mengetahui apa yang dikatakan. 
Lalu keduanya keluar dari tempat penyembahan itu. Si ayah menemani 
Ibrahim menuju tempat tidurnya dan berusaha menidurkannya dan 
meninggalkannya setelah itu. Namun, Ibrahim tidak begitu saja mahu 
tidur ketika beliau melihat kesesatan yang menimpa manusia. Beliau pun 
segera bangkit dari tempat tidurnya. Beliau bukan seorang yang sakit. 
Beliau merasa dihadapkan pada peristiwa yang besar. Beliau menganggap 
mustahil bahawa patung-patung yang terbuat dari kayu-kayu dan batu-
batuan itu menjadi tuhan bagi kaumnya. Ibrahim keluar dari rumahnya 
menuju ke gunung. Beliau berjalan sendirian di tengah kegelapan. Beliau 
memilih salah satu gua di gunung, lalu beliau rnenyandarkan 
punggungnya dalam keadaan duduk termenung. Beliau memperhatikan 
langit. Beliau mulai bosan memandang bumi yang dipenuhi dengan 
suasana jahiliah yang bersandarkan kepada berhala. 
Tidak lama setelah Nabi Ibrahim memperhatikan langit kemudian beliau 
melihat-lihat berbagai bintang yang disembah di bumi. Saat itu hati Nabi 
Ibrahim - sebagai pemuda yang masih belia -  merasakan kesedihan yang 
luar biasa. Lalu beliau melihat apa yang di belakang bulan dan bintang. 
Hal itu sangat mengagumkannya. Mengapa manusia justru menyembah 
ciptaan Tuhan? Bukankah semua itu muncul dan tenggelam dengan izin-
Nya. Nabi Ibrahim mengalami dialog internal dalam dirinya. Allah SWT 
menceritakan keadaan ini dalam surah al-An'am: 
"Dan (ingatlah) di waktu Ibrahim berkata kepada bapaknya Azar: 
'Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan? 
Sesungguhnya aku melihat kamu dan kaummu dalam kesesatan yang 
nyata.' Dan demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-
tanda keagungan (Kami yang terdapat) di langit dan di bumi, dan 
Kami (memperlihatkannya) agar Ibrahim itu termasuk orang-orang 
yang yakin. Ketika malam menjadi gelap, dia melihat sebuah bintang 
(lalu) dia berkata: 'Inilah Tuhanku,' tetapi tatkala bintang itu 
tenggelam, dia berkata: 'Saya tidak suka kepada yang tenggelam.'" 
(QS. al-An'am: 74-76) 
Al-Quran tidak menceritakan kepada kita peristiwa atau suasana yang 
dialami Ibrahim saat menyatakan sikapnya dalam hal itu, tapi kita 
merasa dari konteks ayat tersebut bahawa pengumuman ini terjadi di 
antara kaumnya. Dan tampak bahawa kaumnya merasa puas dengan hal 
tersebut. Mereka mengira bahawa Ibrahim menolak penyembahan 
berhala dan cenderung pada penyembahan bintang. Kita ketahui bahawa 
di zaman Nabi Ibrahim manusia menjadi tiga bahagian. Sebahagian 
mereka menyembah berhala sebahagian lagi menyembah bintang, dan 
sebahagian yang lain menyembah para raja. Namun di saat pagi, Nabi 
Ibrahim mengingatkan kaumnya dan membikin mereka terkejut di mana 
bintang-bintang yang diyakininya kelmarin kini telah tenggelam. Ibrahim 
mengatakan bahawa ia tidak menyukai yang tenggelam. Allah SWT 
berfirman: 
"Ketika malam telah menjadi gelap, dia melihat sebuah 
bintang (lalu) dia berkata: 
'Inilah Tuhanku.'" (QS. al-An'am: 76) 
Ibrahim 
kembali merenung dan memberitahukan kaumnya pada malam kedua bahawa bulan adalah 
tuhannnya. Kaum Nabi Ibrahim tidak mengetahui atau tidak memiliki kapasiti logik 
yang cukup atau kecerdasan yang cukup, bahawa sebenarnya Ibrahim ingin 
menyedarkan dengan cara sangat lembut dan penuh cinta. Bagaimana mereka 
menyembah tuhan yang terkadang tersembunyi dan terkadang muncul atau terkadang 
terbit dan terkadang tenggelam. Mula-mula kaum Nabi Ibrahim tidak mengetahui 
yang demikian itu. Pertama-tama Ibrahim menyanjung bulan tetapi ternyata bulan 
seperti bintang yang lain, ia pun muncul dan tenggelam: Allah SWT berfirman: 
"Kemudian tatkala dia melihat sebuah bulan terbit dia 
berkata: 'Inilah Tuhanku.' Tetapi setelah bulan itu terbenam dia berkata: 
'Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku 
termasuk orang-orang yang sesat.'" (QS. al-An'am: 77) 
Kita 
perhatikan di sini bahawa beliau berbicara dengan kaumnya tentang penolakan 
penyembahan terhadap bulan. Ibrahim berhasil "merobek" keyakinan terhadap 
penyembahan bulan dengan penuh kelembutan dan ketenangan. Bagaimana manusia 
menyembah tuhan yang terkadang tersembunyi dan terkadang muncul. Sungguh, kata 
Ibrahim, betapa aku membayangkan apa yang terjadi padaku jika Tuhan tidak 
membimbingku. Nabi Ibrahim mengisyaratkan kepada mereka bahawa beliau memiliki 
Tuhan, bukan seperti tuhan-tuhan yang mereka sembah. Namun lagi-lagi mereka 
belum mampu menangkap isyarat Nabi Ibrahim. Beliau pun kembali menggunakan 
argumentasi untuk menundukkan kelompok pertama dari kaumnya, yaitu penyembah 
bintang. Allah SWT berfirman: 
"Kemudian tatkala dia melihat matahari terbit, dia berkata: 
'Inilah Tuhanku. Inilah yang lebih besar.' Maka tatkala matahari itu terbenam, 
dia berkata: 'Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu 
persekutukan. Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan yang menciptakan 
langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah 
termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.'" (QS. al-An'am: 78-79) 
Ibrahim 
berdialog dengan penyembah matahari. Beliau memberitahukan bahawa matahari 
adalah tuhannya kerana dia yang terbesar. Lagi-lagi Ibrahim memainkan peran yang 
penting dalam rangka menggugah fikiran mereka. Para penyembah matahari tidak 
mengetahui bahawa mereka menyembah makhluk. Jika mereka mengira bahawa ia adalah 
besar, maka Allah SWT Maha Besar. 
Setelah 
Ibrahim memberitahukan bahawa matahari adalah tuhannya, beliau menunggu saat 
yang tepat sehingga matahari itu tenggelam dan ternyata benar dia bagaikan 
sembahan-sembahan yang lain yang suatu saat akan tenggelam. Setelah itu Ibrahim 
memploklamirkan bahawa beliau terbebas dari penyembahan bintang. 
Ibrahim 
mulai memandang dan memberikan pengarahan kepada kaumnya bahawa di sana ada 
Pencipta langit dan bumi. Argumentasi Ibrahim mampu memunculkan kebenaran, 
tetapi sebagaimana biasa kebatilan tidak tunduk begitu saja. Mereka mulai 
menampakkan taringnya dan mulai menggugat keberadaan dan kenekatan Ibrahim as. 
Mereka mulai menentang Nabi Ibrahim dan mulai mendebatnya dan bahkan 
mengancamnya. Allah SWT berfirman: 
"Dan dia dibantah oleh kaumnya. Dia berkata: "Apakah kamu 
hendak membantahku tentang Allah, padahal sesungguhnya Allah telah memberi 
petunjuk kepadaku. Dan aku tidak takut kepada (malapetaka dari) 
sembahan-sembahan yang kamu persekutukan dengan Allah, kecuali jika Tuhanku 
menghendaki sesuatu (dari malapetaka) itu. Pengetahuan Tuhanku meliputi segala 
sesuatu. Maka apakah kamu 
tidak dapat 
mengambil pelajaran (daripadanya) ? Bagaimana aku takut kepada sembahan-sembahan 
yang kamu persekutukan (dengan Allah) padahal kamu tidak takut mempersekutukan 
Allah dengan sembahan-sembahan yang Allah sendiri tidak menurunkan hujah 
kepadamu untuk mempersekutukan-Nya. Maka manakah di antara dua golongan itu yang 
lebih berhak mendapat keamanan (dari malapetaka), jika kamu mengetahui)?'" (QS. 
al-An'am: 80-81) 
Kita 
tidak mengetahui sampai sejauh mana ketajaman pergelutan antara Nabi Ibrahim dan 
kaumnya, dan bagaimana cara mereka menakut-nakuti Nabi Ibrahim. Al-Quran tidak 
menyinggung hal tersebut. Namun yang jelas, tempat mereka yang penuh kebatilan 
itu mampu dilumpuhkan oleh Al-Quran. Dari cerita tersebut, Al-Quran mengemukakan 
Nabi bahawa Ibrahim menggunakan logik seorang yang berfikir sehat. Menghadapi 
berbagai tantangan dan ancaman dari kaumnya, Nabi Ibrahim justru mendapatkan 
kedamaian dan tidak takut kepada mereka. Allah SWT berfirman: 
"Orang-orang yang beriman dan tidak 
mencampur adukan iman mereka dengan kelaliman (syirik), mereka itulah 
orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang 
mendapat petunjuk. " (QS. al-An'am: 82) 
Allah 
SWT selalu memberikan hujah atau argumentasi yang kuat kepada Nabi Ibrahim 
sehingga beliau mampu menghadapi kaumnya. Allah SWT berfirman: 
"Dan itulah hujah Kami yang Kami berikan kepada Ibrahim 
untuk menghadapi kaumnya. Kami tinggikan siapa yang Kami kehendaki beberapa 
darjat. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui. " (QS. 
al-An'am: 83) 
Ibrahim 
didukung oleh Allah SWT dan diperlihatkan kerajaan langit dan bumi. Demikianlah 
Nabi Ibrahim terus melanjutkan penentangan pada penyembahan berhala. Tentu saat 
ini pergelutan dan pertentangan antara beliau dan kaumnya semakin tajam dan 
semakin meluas. Beban yang paling berat adalah saat beliau harus berhadapan 
dengan ayahnya, di mana profesion si ayah dan rahsia kedudukannya merupakan 
biang keladi dari segala penyembahan yang diikuti majoriti kaumnya. Nabi Ibrahim 
keluar untuk berdakwah kepada kaumnya dengan berkata: 
"Patung-patung apakah ini yang kamu 
tekun beribadah kepadanya? Mereka menjawab: 'Kami mendapati bapak-bapak Kami 
menyembahnya." Ibrahim berkata: 'Sesungguhnya kamu dan bapak- bapakmu berada 
dalam kesesatan yang nyata.' Mereka menjawab: 'Apakah kamu datang kepada kami 
sungguh-sungguh ataukah kamu termasuk orang yang bermain-main?' Ibrahim berkata: 
'Sebenarnya tuhan kamu adalah Tuhan langit dan bumi yang telah menciptakan- Nya; 
dan aku termasuk orang-orang yang dapat memberikan bukti atas yang demikian 
itu.'" (QS. al-Anbiya': 52-56) 
Selesailah urusan. Mulailah terjadi pergelutan antara Nabi 
Ibrahim dan kaumnya. Tentu yang termasuk orang yang paling menentang beliau dan 
marah kepada sikap beliau itu adalah ayahnya dan bapa saudaranya yang 
mendidiknya laksana seorang ayah. Akhirnya, si ayah dan si anak terlibat dalam 
pergelutan yang sengit di mana kedua-duanya dipisahkan oleh prinsip-prinsip yang 
berbeza. Si anak bertengger di puncak kebenaran bersama Allah SWT sedangkan si 
ayah berdiri bersama kebatilan. Si ayah berkata kepada anaknya: "Sungguh besar 
ujianku kepadamu wahai Ibrahim. Engkau telah berkhianat kepadaku dan bersikap 
tidak terpuji kepadaku." Ibrahim menjawab: 
"Wahai bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak 
dapat mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong kamu sedikit pun? Wahai 
bapakku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebahagian ilmu pengetahuan yang 
tidak datang kepadamu, maka ikutilah aku, nescaya aku akan menunjukkan kepadamu 
jalan yang lurus. Wahai bapakku, janganlah kamu menyembah syaitan, sesungguhnya 
syaitan itu derhaka kepada Tuhan Yang Maha Pemurah. Wahai bapakku, sesungguhnya 
aku khawatir bahawa kamu akan ditimpa azab dan Tuhan Yang Maha Pemurah, maka 
kamu menjadi kawan bagi syaitan.'" (QS. Maryam: 42-45) 
Sang 
ayah segera bangkit dan ia tak kuasa lagi untuk meledakkan amarahnya kepada 
Ibrahim: 
"Bencikah kamu kepada tuhan-tuhanku, hai Ibrahim? Jika kamu 
tidak berhenti, maka nescaya kamu akan aku rejam, dan tinggalanlah aku buat 
waktu yang lama." (QS. Maryam: 46) 
Jika 
engkau tidak berhenti dari dakwahmu ini, sungguh aku akan merejammu. Aku akan 
membunuhmu dengan pukulan batu. Demikian balasan siapa pun yang menentang tuhan. 
Keluarlah dari rumahku! Aku tidak ingin lagi melihatmu. Keluar! 
Akhirnya, pertentangan itu membawa akibat pengusiran Nabi 
Ibrahim dari rumahnya, dan beliau pun terancam pembunuhan dan perejaman. 
Meskipun demikian, sikap Nabi Ibrahim tidak pernah berubah. Beliau tetap menjadi 
anak yang baik dan Nabi yang mulia. Beliau berdialog dengan ayahnya dengan 
menggunakan adab para nabi dan etika para nabi. Ketika mendengar penghinaan, 
pengusiran, dan ancaman pembunuhan dari ayahnya, beliau berkata dengan lembut: 
"Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan meminta 
ampun bagimu kepada Tuhanku, sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku. Dan aku akan 
menjauhkan diri darimu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, dan aku akan 
berdoa kepada Tuhanku, mudah-mudahan aku tidak akan kecewa dengan berdoa kepada 
Tuhanku.'" (QS. Maryam: 47-48) 
Nabi 
Ibrahim pun keluar dari rumah ayahnya. Beliau meninggalkan kaumnya dan menyembah 
selain Allah SWT. Beliau menetapkan suatu urusan dalam dirinya, beliau 
mengetahui bahawa di sana ada pesta besar yang diadakan di tepi sungai di mana 
manusia-manusia berduyu-duyun menuju ke sana. Beliau menunggu sampai perayaan 
itu datang di mana saat itu kota menjadi sunyi kerana ditinggalkan oleh manusia 
yang hidup di dalamnya dan mereka menuju ke tempat itu. Jalan-jalan yang menuju 
tempat penyembahan menjadi sepi dan tempat penyembahan itu pun ditinggalkan oleh 
penjaganya. Semua orang mengikuti pesta itu. 
Dengan 
penuh hati-hati, Ibrahim memasuki tempat penyembahan dengan membawa kapak yang 
tajam. Ibrahim melihat patung-patung tuhan yang terukir dari batu-batu dan 
kayu-kayu. Ibrahim pun melihat makanan yang diletakkan oleh manusia di depannya 
sebagai hadiah dan nazar. Ibrahim mendekat pada patung-patung itu. Kepada salah 
satu patung - dengan nada bercanda - ia berkata: "Makanan yang ada di depanmu 
hai patung telah dingin. Mengapa engkau tidak memakannya. Namun patung itu tetap 
membisu." Ibrahim pun bertanya kepada patung-patung lain di sekitarnya: 
"Kemudian ia pergi dengan diam-diam kepada berhala-berhala 
mereka; lalu ia berkata" Mengapa kalian tidak makan?" (QS. ash- Shaffat: 91) 
Ibrahim 
mengejek patung-patung itu. Ibrahim mengetahui bahawa patung itu memang tidak 
dapat memakannya. Ibrahim bertanya kepada patung-patung itu: 
"Mengapa kamu tidak menjawab?" (QS. ash-Shaffat: 92) 
Ibrahim 
pun langsung mengangkat kapak yang ada di tangannya dan mulai menghancurkan 
tuhan-tuhan yang palsu yang disembah oleh manusia. Ibrahim menghancurkan seluruh 
patung-patung itu dan hanya menyisakan satu patung, lalu beliau menggantungkan 
kapak itu dilehernya. Setelah melaksanakan tugas itu, beliau pergi menuju ke 
gunung. Beliau telah bersumpah untuk membawa suatu bukti yang jelas, bahkan 
bukti praktis tentang kebodohan kaumnya dalam menyembah selain Allah SWT. 
Akhirnya, pesta perayaan itu selesai dan manusia kembali ke 
tempat mereka masing-masing. Dan ketika salah seorang masuk ke tempat sembahan 
itu ia pun berteriak. Manusia-manusia datang menolongnya dan ingin mengetahui 
apa sebab di balik teriakan itu. Dan mereka mengetahui bahawa tuhan-tuhan 
semuanya telah hancur yang tersisa hanya satu. Mereka mulai berfikir siapa 
penyebab semua ini. Akhirnya mereka pun mengetahui dan menyedari bahawa ini 
adalah Nabi Ibrahim yang telah mengajak mereka untuk menyembah Allah SWT: 
"Mereka berkata: "Kami dengar ada seorang pemuda yang 
mencela berhala-berhala 
ini yang 
bernama Ibrahim"." (QS. al-Anbiya': 60) 
Mereka 
segera mendatangi Ibrahim. Ketika Ibrahim datang mereka bertanya kepadanya: 
"Mereka bertanya: "Apakah benar engkau yang melakukan semua 
ini terhadap tuhan kami wahai Ibrahim?" (QS. al-Anbiya': 62) 
Ibrahim 
membalas dengan senyuman lalu ia menunjuk kepada tuhan yang paling besar yang 
tergantung di lehernya sebuah kapak. "Tidak!" 
"Ibrahim menjawab: "Sebenarnya patung yang besar itulah 
yang melakukannya, maka tanyakanlah kepada berhala itu, jika mereka dapat 
berbicara". " (QS. al-Anbiya': 63) 
Para 
dukun berkata: "Siapa yang harus kita tanya?" Ibrahim menjawab: "Tanyalah kepada 
tuhan kalian." Kemudian mereka berkata: "Bukankah engkau mengetahui bahawa 
tuhan-tuhan itu tidak berbicara." Ibrahim membalas: "Mengapa kalian menyembah 
sesuatu yang tidak mampu berbicara, sesuatu yang tidak mampu memberikan manfaat 
dan sesuatu yang tidak mampu memberikan mudarat. Tidakkah kalian mahu berfikir 
sebentar di mana letak akal kalian. Sungguh tuhan-tuhan kalian telah hancur 
sementara tuhan yang paling besar berdiri dan hanya memandanginya. Tuhan-tuhan 
itu tidak mampu menghindarkan gangguan dari diri mereka, dan bagaimana mereka 
dapat mendatangkan kebaikan buat kalian. Tidakkah kalian mahu berfikir sejenak. 
Kapak itu tergantung di tuhan yang paling besar tetapi anehnya dia tidak dapat 
menceritakan apa yang terjadi. Ia tidak mampu berbicara, tidak mendengar, tidak 
bergerak, tidak melihat, tidak memberikan manfaat, dan tidak membahayakan. Ia 
hanya sekadar batu, lalu mengapa manusia menyembah batu? Di mana letak akal 
fikiran yang sehat?" Allah SWT menceritakan peristiwa tersebut dalam firman-Nya: 
"Dan sesungguhnya telah kami anugerahkan kepada Ibrahim 
hidayah kebenaran sebelum (Musa dan Harun), dan adalah Kami mengetahui 
keadaannya. (Ingatlah), ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya: 
'Patung-patung itu apakah ini yang kamu tekun beribadat kepadanya ?' Mereka 
menjawab: "Kami mendapati bapak-bapak kami menyembahnya.' Ibrahim menjawab: 
'Sesungguhnya kamu dan bapak- bapakmu berada dalam kesesatan yang nyata.' Mereka 
menjawab: 'Apakah kamu datang kepada kami dengan sungguh-sungguh ataukah kamu 
termasuk orang-orang yang bermain-main?' Ibrahim berkata: 'Sebenarnya Tuhan kamu 
ialah Tuhan langit dan bumi yang telah menciptakannya; dan aku termasuk 
orang-orang yang dapat memberikan bukti atas apa yang demikian itu. Demi Allah, 
sesungguhnya aku akan melakukan tipu daya terhadap berhala- berhalamu sesudah 
kamu pergi meninggalkannya.' Maka Ibrahim membuat berhala-berhala itu hancur 
berpotong-potong, kecuali yang terbesar (induk) dari patung-patung yang lain; 
agar mereka kembali (untuk bertanya) kepadanya. Mereka berkata: 'Siapakah yang 
melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami, sesungguhnya dia termasuk 
orang-orang yang zalim.' Mereka berkata: 'Kami mendengar ada seorang pemuda yang 
mencela berhala-berhala ini yang bernama Ibrahim.' Mereka berkata: '(Kalau 
demikian) Bawalah dia dengan cara yang dapat dilihat orang banyak, agar mereka 
menyaksikannya.' Mereka bertanya: 'Apakah kamu, yang melakukan perbuatan ini 
terhadap tuhan-tuhan kami, hai Ibrahim?' Ibrahim menjawab: 'Sebenarnya patung 
yang besar itulah yang melakukannya, maka tanyakanlah kepada berhala itu, jika 
mereka dapat berbicara.' Maka mereka telah kembali kepada kesedaran mereka dan 
lalu berkata: 'Sesungguhnya kamu sekalian adalah orang- orang yang menganiaya 
(diri sendiri).' Kemudian kepala mereka jadi tertunduk (lalu berkata): 
Sesungguhnya kamu (hai Ibrahim) telah mengetahui bahawa berhala-berhala itu 
tidak dapat berbicara.' Ibrahim berkata:, maka mengapakah kamu menyembah selain 
Allah sesuatu yang tidak dapat memberi manfaat sedikit pun tidak dapat pula 
memberi mudarat kepada kamu?' Ah (celakalah) kamu dan apa yang kamu sembah 
selain Allah. Maka apakah kamu tidak memahaminya? Mereka berkata: 'Bakarlah dia 
dan bantulah tuhan- tuhan kami jika kamu benar-benar hendak bertindak.'" (QS. 
al- Anbiya': 51-68) 
Nabi 
Ibrahim mampu menundukkan mereka dengan argumentasi dan logik berfikir yang 
sehat. Tetapi mereka membalasnya dengan menetapkan akan menggantungnya di dalam 
api. Sungguh ini sangat menghairankan. Suatu mahkamah yang mengerikan digelar di 
mana si tertuduh akan dihukum dengan pembakaran. 
Demikianlah masalah pergelutan antara pemikiran, atau 
antara nilai- nilai, atau antara prinsip-prinsip selalu terjadi dan selalu 
membara di tengah-tengah masyarakat. Nabi Ibrahim sudah berusaha untuk menggugah 
hati dan fikiran Ketika beliau mengisyaratkan kepada tuhan yang paling besar dan 
menuduhnya bahawa ialah yang menghancurkan tuhan-tuhan yang lain. Nabi Ibrahim 
meminta kepada mereka untuk bertanya kepada para tuhan itu, tentang siapa yang 
membuatnya hancur. Tetapi para tuhan itu tidak mampu berbicara lalu mengapa 
manusia menyembah sesuatu yang tidak mampu berbicara dan tidak mengerti apa-apa. 
Ketika 
Nabi Ibrahim berhasil merobohkan argumentasi mereka, maka orang-orang yang 
sombong bangkit untuk menenangkan suasana. Para penentang itu tidak mahu manusia 
akan menyembah selain berhala. Mereka pun mengatakan akan menggantung dan akan 
membakar Ibrahim hidup-hidup. Nabi Ibrahim pun ditangkap lalu disiapkanlah 
tempat pembakaran. Para penentang itu berkata kepada pengikutnya: "Bakarlah 
Ibrahim, dan tolonglah tuhan kalian jika kalian benar-benar menyembahnya." 
Mereka pun terpengaruh dengan ucapan tersebut. Mereka pun menyiapkan alat-alat 
untuk membakar Nabi Ibrahim. 
Tersebarlah berita itu di kerajaan dan di seluruh negeri. 
Manusia-manusia berdatangan dari berbagai pelosok, dari gunung-gunung, dari 
berbagai desa, dan dari berbagai kota untuk menyaksikan balasan yang diterima 
bagi orang yang berani menentang tuhan, bahkan menghancurkannya. Mereka menggali 
lubang besar yang dipenuhi kayu-kayu, batu-batu, dan pohon-pohon lalu mereka 
menyalakan api di dalamnya. Kemudian mereka mendatangkan manjaniq, yaitu suatu 
alat yang dapat digunakan untuk melempar Nabi Ibrahim ke dalam api sehingga ia 
jatuh ke dalam lubang api. Mereka meletakkan Nabi Ibrahim setelah mereka 
mengikat kedua tangannya dan kakinya pada manjaniq itu. Api pun mulai menyala 
dan asapnya mulai membumbung ke langit. Manusia yang melihat peristiwa itu 
berdiri agak jauh dari galian api itu kerana saking panasnya. Lalu, seorang 
tokoh dukun memerintahkan agar Ibrahim dilepaskan ke dalam api. Tiba-tiba 
malaikat Jibril berdiri di hadapan Nabi Ibrahim dan bertanya kepadanya: "Wahai 
Ibrahim, tidakkah engkau memiliki keperluan?" Nabi Ibrahim menjawab: "Aku tidak 
memerlukan sesuatu darimu." Nabi Ibrahim pun dilepaskan lalu dimasukkan ke dalam 
kubangan api. Nabi Ibrahim terjatuh dalam api. Api pun mulai mengelilinginya, 
lalu Allah SWT menurunkan perintah kepada api, Allah SWT berkata: 
"Kami berfirman: Wahai api jadilah engkau dingin dan 
membawa keselamatan kepada 
Ibrahim." 
(QS. al-Anbiya': 69) 
Api pun 
tunduk kepada perintah Allah SWT sehingga ia menjadi dingin dan membawa 
keselamatan bagi Nabi Ibrahim. Api hanya membakar tali- tali yang mengikat Nabi 
Ibrahim. Nabi Ibrahim dengan tenang berada di tengah-tengah api seakan-akan 
beliau duduk di tengah-tengah taman. Beliau memuji Allah SWT, Tuhannya dan 
mengagungkan-Nya. Yang ada di dalam hatinya hanya cinta kepada sang Kekasih, 
yaitu Allah SWT. 
Hati 
Nabi Ibrahim tidak dipenuhi rasa takut atau menyesal atau berkeluh kesah. Yang 
ada dalam hati beliau hanya cinta semata. Api pun menjadi damai dan menjadi 
dingin. Sesungguhnya orang-orang yang cinta kepada Allah SWT tidak akan 
merasakan ketakutan. Para pembesar dan para dukun mengamat-amati dari jauh 
betapa panasnya api itu. Bahkan api terus menyala dalam tempo yang lama, 
sehingga orang-orang kafir mengira bahawa api itu tidak pernah padam. Ketika api 
itu padam, mereka dibuat terkejut ketika melihat Nabi Ibrahim keluar dari 
kubangan api dalam keadaan selamat. Wajah mereka menjadi hitam kerana 
terpengaruh asap api sementara wajah Nabi Ibrahim berseri-seri dan tampak 
diliputi dengan cahaya dan kebesaran. Bahkan pakaian yang dipakai Nabi Ibrahim 
pun tidak terbakar, dan beliau tidak tersentuh sedikit pun oleh api. Nabi 
Ibrahim pun keluar dari api itu bagaikan beliau keluar dari taman. Lalu 
orang-orang kafir pun berteriak kehairanan. Mereka pun mendapatkan kekalahan dan 
kerugian. Allah SWT berfirman: 
"Mereka hendak berbuat makar terhadap Ibrahim, maka Kami 
menjadikan mereka itu orang-orang yang paling rugi." (QS. al-Anbiya': 70) 
Al-Quran 
tidak menceritakan kepada kita tentang usia Nabi Ibrahim saat menghancurkan 
berhala-berhala kaumnya. Al-Quran juga tidak menceritakan berapa usia beliau 
saat memikul tanggung jawab dakwah dan menyeru di jalan Allah SWT. Melalui 
pelacakan nas-nas dapat diketahui bahawa Nabi Ibrahim saat itu masih muda belia, 
ketika melakukan peristiwa besar itu. Bukti hal itu adalah, ketika para kaumnya 
mendengar penghancuran berhala, mereka berkata: 
"Mereka berkata: "Kami mendengar ada seorang pemuda yang 
mencela berhala-berhala ini yang bernama Ibrahim." (QS. al-Anbiya': 60) 
Injil Barnabas menceritakan bahawa Nabi Ibrahim 
menghancurkan patung-patung sebelum Allah SWT mewajibkannya berdakwah. Injil 
Barnabas mengatakan pada pasal ke 29 bahawa Nabi Ibrahim mendengar suatu suara 
yang memanggil-manggilnya. Nabi Ibrahim bertanya: "Siapa yang memanggilku?" 
Ketika itu Nabi Ibrahim mendengar suara yang berkata: "Aku adalah malaikat 
Jibril. Nabi Ibrahim menjadi takut, tetapi malaikat itu segera menenangkannya 
sambil berkata: "Jangan takut, hai Ibrahim kerana engkau adalah kekasih Allah 
SWT, dan ketika engkau menghancurkan tuhan-tuhan sembahan manusia, Allah SWT 
memilihmu sebagai pemimpin para malaikat dan para nabi." Kemudian - masih kata 
Injil Barnabas: "Nabi Ibrahim bertanya apa yang harus 
dilakukan untuk menyembah tuhan para malaikat dan para nabi?" Jibril menjawab: 
"bahawa hendaklah beliau pergi ke sumber ini dan mandi, agar dapat mendaki 
gunung sehingga Allah SWT berbicara dengannya." 
Kemudian 
Nabi Ibrahim mendaki gunung, lalu Allah SWT menyerunya. Nabi Ibrahim menjawab: 
"Siapa yang memanggilku?" Allah SWT berkata: "Aku adalah Tuhanmu, hai Ibrahim." 
Nabi Ibrahim gementar ketakutan dan sujud di atas bumi dan beliau berkata: 
"Wahai Tuhanku, bagaimana hamba-Mu mendengar seruan-Mu sementara ia adalah tanah 
dan abu." Di sanalah Allah SWT memerintahkannya agar beliau bangkit kerana Allah 
SWT telah memilihnya sebagai hamba-Nya dan Dia telah memberkatinya dan 
orang-orang yang mengikutinya. 
Riwayat 
tersebut menentukan waktu pemilihan Nabi Ibrahim dan waktu pengangkatannya 
sewaktu beliau menghancurkan berhala dan penyembahan manusia. Demikianlah yang 
diceritakan oleh Al-Quran al- Karim dalam firman-Nya: 
"Ketika Tuhannya berfirman kepadanya: Tunduk patuhlah!' 
Ibrahim menjawab: 'Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam." (QS. al- 
Baqarah: 131) 
Alhasil, 
masa pemilihan Allah SWT terhadap Nabi Ibrahim tidak ditentukan dalam Al-Quran, 
sehingga kita tidak dapat memberikan satu jawapan pasti tentang hal itu, tapi 
yang mampu kita utarakan adalah, bahawa Nabi Ibrahim mampu membuat argumen yang 
cukup jelas untuk menghancurkan argumen para penyembah berhala. Sebagaimana 
beliau mampu sebelumnya menghancurkan argumen para penyembah bintang, sehingga 
hanya tersisa satu argumen yang harus disampaikan kepada para penguasa dan para 
raja. Dengan demikian, orang-orang kafir telah mendapatkan seluruh argumen 
kebenaran. 
Nabi 
Ibrahim pun akhirnya terlibat adu argumentasi dengan raja yang menyangka bahawa 
dirinya adalah tuhan kaumnya. Raja itu menyuruh mereka untuk menyembahnya. Dalam 
rangka menjaga kepentingannya, boleh jadi memang ia menyangka bahawa dirinya 
tuhan. kerana Allah SWT telah memberikannya suatu kerajaan yang besar, ia lupa 
bahawa ia hanya manusia biasa. Kita tidak mengetahui, apakah ia seorang raja 
atas kaum Nabi Ibrahim lalu ia mendengar kisah mukjizatnya kemudian ia 
memanggilnya untuk berdebat dengan beliau, atau mungkin ia raja dari daerah 
lain. Tapi yang kita ketahui bahawa pertemuan di antara keduanya menyebabkan 
jatuhnya argumen-argumen orang kafir. Allah SWT menceritakan hal tersebut dengan 
firman-Nya: 
"Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat 
Ibrahim tentang Tuhannya (Allah) kerana Allah telah memberikan kepada orang itu 
pemerintahan (kekuasaan). Ketika Ibrahim mengatakan: 'Tuhanku ialah Yang 
menghidupkan dan mematikan.' Orang itu berkata: 'Saya dapat menghidupkan dan 
mematikan.' Ibrahim berkata: 'Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari 
timur, maka terbitkanlah dia dari barat,' lalu hairan terdiamlah orang kafir 
itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang lalim. " (QS. 
al-Baqarah: 258) 
Allah 
SWT sengaja tidak menyebut nama raja itu kerana dianggap tidak penting, 
sebagaimana Al-Quran juga tidak menyebut dialog panjang yang terjadi antara Nabi 
Ibrahim dan dia. Barangkali raja itu berkata kepada Nabi Ibrahim: "Aku mendengar 
bahawa Anda mengajak manusia untuk menyembah Tuhan yang baru dan meninggalkan 
tuhan yang lama." Nabi Ibrahim menjawab: "Tiada Tuhan lain selain Allah Yang 
Maha Esa." Si Raja berkata: "Apa yang dilakukan oleh tuhanmu yang tidak dapat 
aku lakukan?" Raja yang terkena penyakit sombong dan bangga diri itu adalah raja 
yang tidak tahu diri. Penghormatan manusia dan ketertundukkan manusia kepadanya 
itu justru meningkatkan kesombongannya. Nabi Ibrahim mendengar apa yang 
dikatakan oleh si raja. Nabi Ibrahim mengetahui segala sesuatunya. Nabi Ibrahim 
berkata dengan lembut: 
"Tuhanku adalah yang mampu menghidupkan dan mematikan." 
(QS. al-Baqarah: 258) 
Si raja 
membalas: 
"Aku pun menghidupkan dan mematikan." (QS. al-Baqarah: 258) 
Nabi 
Ibrahim tidak bertanya bagaimana si raja menghidupkan dan mematikan. Nabi 
Ibrahim tahu bahawa sebenarnya ia berbohong. Raja berkata: "Aku mampu 
menghadirkan seseorang yang sedang berjalan lalu aku membunuhnya, dan pada 
kesempatan yang lain aku mampu memaafkan orang yang sudah dipastikan untuk 
dihukum gantung lalu aku menyelamatkannya dari kematian. Dengan demikian, aku 
mampu memberi kehidupan dan kematian." 
Mendengar kebodohannya itu, Nabi Ibrahim tertawa dan pada 
saat yang sama beliau merasakan kesedihan. Tetapi Nabi Ibrahim ingin mematahkan 
argumen raja itu yang mengatakan bahawa ia mampu menghidupkan dan mematikan, 
padahal sebenarnya ia tidak mampu. Nabi Ibrahim berkata: 
"Sesungguhnya Allah mampu mendatangkan matahari dari timur, 
maka kalau engkau mampu datangkanlah ia dari barat. " (QS. al- Baqarah: 258) 
Mendengar tentangan Nabi Ibrahim itu, raja menjadi terpaku 
dan terdiam ia merasa tidak mampu. la tidak mampu berkata-kata lagi. Nabi 
Ibrahim berkata kepada raja bahawa Allah SWT mampu mendatangkan matahari dari 
timur, apakah ia mampu mendatangkan matahari dari barat. Tentu raja tidak mampu 
mendatangkannya. Alam mempunyai aturan dan undang-undang yang diatur dan 
diciptakan oleh Allah SWT di mana tiada makhluk yang lain yang mampu 
mengubahnya. Jika raja mengaku bahawa ia benar-benar tuhan, maka tentu ia dapat 
mengubah hukum alam tersebut. Saat itu si raja merasa tidak mampu memenuhi 
tentangan itu. Ia justru membisu. Ia tidak mengetahui apa yang harus 
dikatakannya dan apa yang harus dilakukannya. Setelah orang-orang kafir diam 
membisu, Nabi Ibrahim meninggalkan istana raja. Kemudian kebenaran Nabi Ibrahim 
tersebar di segala penjuru negeri. Manusia mulai ramai-ramai membicarakan 
mukjizatnya dan keselamatannya dari api. Manusia menyinggung bagaimana sikap 
raja ketika mendengar tentangan Nabi Ibrahim, dan bagaimana si raja menjadi 
membisu dan tidak mengetahui apa yang harus dikatakannya. 
Nabi 
Ibrahim tetap melanjutkan dakwahnya di jalan Allah SWT. Nabi Ibrahim mencurahkan 
tenaga dan upayanya untuk membimbing kaumnya. Nabi Ibrahim berusaha menyedarkan 
mereka dengan berbagai cara. Meskipun beliau sangat cinta dan menyayangi mereka, 
mereka malah justru marah kepadanya dan malah mengusirnya. Dan tiada yang 
beriman bersamanya kecuali seorang perempuan dan seorang lelaki. Perempuan itu 
bernama Sarah yang kemudian menjadi isterinya sedangkan laki-laki itu adalah 
Luth yang kemudian menjadi nabi setelahnya. 
Ketika 
Nabi Ibrahim mengetahui bahawa tidak seorang pun beriman selain kedua orang 
tersebut, ia menetapkan untuk berhijrah. Sebelum beliau berhijrah, ia mengajak 
ayahnya beriman. Kemudian Nabi Ibrahim mengetahui bahawa ayahnya adalah musuh 
Allah SWT dan dia tidak akan beriman. Nabi Ibrahim pun berlepas diri darinya dan 
memutuskan hubungan dengannya. 
Untuk 
kedua kalinya dalam kisah para nabi kita mendapati hal yang mengagetkan. Dalam 
kisah Nabi Nuh kita menemukan bahawa si ayah seorang nabi dan si anak seorang 
kafir, sedangkan dalam kisah Nabi Ibrahim justru sebaliknya: si ayah yang 
menjadi kafir dan si anak yang menjadi nabi. Dalam kedua kisah tersebut kita 
mengetahui bahawa seorang mukmin berlepas diri dari musuh Allah SWT, meskipun 
dia adalah anaknya dan ayahnya. 
Melalui 
kisah tersebut, Allah SWT memberitahukan kepada kita bahawa hubungan 
satu-satunya yang harus dipelihara dan harus diperhatikan di antara 
hubungan-hubungan kemanusiaan adalah hubungan keimanan, bukan hanya hubungan 
darah. Allah SWT berflrman dalam surah at- Taubah: 
"Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk 
bapaknya, tidak lain hanyalah kerana suatu janji yang telah diikrarkannya kepada 
bapaknya itu. Maka tatkala jelas bagi Ibrahim bahawa bapaknya itu adalah musuh 
Allah, maka Ibrahim berlepas diri darinya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang 
yang sangat lembut hatinya lagi penyantun. " (QS. at-Taubah: 114) 
Nabi 
Ibrahim keluar meninggalkan negerinya dan memulai petualangannya dalam hijrah. 
Nabi Ibrahim pergi ke kota yang bernama Aur dan ke kota yang lain bernama Haran, 
kemudian beliau pergi ke Palestina bersama isterinya, satu-satunya wanita yang 
beriman kepadanya. Beliau juga disertai Luth, satu-satunya lelaki yang beriman 
kepadanya. Allah SWT berfirman: 
"Maka Luth membenarkan (kenabian)nya. Dan berkatalah 
Ibrahim: 'Sesungguhnya aku akan berpindah ke (tempat yang diperintahkan) Tuhanku 
(kepadaku); sesungguhnya Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.'" (QS. 
al-Ankabut: 26) 
Setelah 
ke Palestin, Nabi Ibrahim pergi ke Mesir. Selama perjalanan ini Nabi Ibrahim 
mengajak manusia untuk menyembah Allah SWT, bahkan beliau berjuang dalam hal itu 
denqan gigih. Beliau mengabdi dan membantu orang-orang yang tidak mampu dan 
orang-orang yang lemah. Beliau menegakkan keadilan di tengah-tengah manusia dan 
menunjukkan kepada mereka jalan yang benar. 
isteri 
Nabi Ibrahim, Sarah, tidak melahirkan, lalu raja Mesir memberikan seorang 
pembantu dari Mesir yang dapat membantunya. Nabi Ibrahim telah menjadi tua dan 
rambutnya memutih di mana beliau menggunakan usianya hanya untuk berdakwah di 
jalan Allah SWT. Sarah berfikir bahawa ia dan Nabi Ibrahim tidak akan mempunyai 
anak, lalu ia berfikir bagaimana seandainya wanita yang membatunya itu dapat 
menjadi isteri kedua dari suaminya. Wanita Mesir itu bernama Hajar. Akhirnya, 
Sarah menikah-kan Nabi Ibrahim dengan Hajar, kemudian Hajar melahirkan anaknya 
yang pertama yang dinamakan oleh ayahnya dengan nama Ismail. Nabi Ibrahim saat 
itu menginjak usia yang sangat tua ketika Hajar melahirkan anak pertamanya, 
Ismail. 
Nabi 
Ibrahim hidup di bumi Allah SWT dengan selalu menyembah-Nya, bertasbih, dan 
menyucikan-Nya. Kita tidak mengetahui, berapa jauh jarak yang ditempuh Nabi 
Ibrahim dalam perjalanannya. Beliau adalah seorang musafir di jalan Allah SWT. 
Seorang musafir di jalan Allah SWT menyedari bahawa hari-hari di muka bumi 
sangat cepat berlalu, kemudian di tiupkan sangkakala lalu terjadilah hari kiamat 
dan kemudian hari kebangkitan. 
Pada 
suatu hari, had Nabi Ibrahim dipenuhi rasa kedamaian, cinta, dan keyakinan. 
Beliau ingin melihat kebesaran Allah SWT, Sang Pencipta. Beliau ingin melihat 
hari kiamat sebelum terjadinya. Allah SWT menceritakan sikapnya itu dalam 
firman-Nya: 
"Dan ingatlah ketika Ibrahim berkata: 'Ya Tuhanku, 
perlihatkanlah padaku bagaimana engkau menghidupkan arang yang mati. 'Allah 
berfirman: 'Belum yakinkah kamu?' Ibrahim menjawab: 'Aku telah meyakininya, akan 
tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku).'" (QS. al-Baqarah: 260) 
Hasrat 
Nabi Ibrahim terhadap hal tersebut dipengaruhi oleh keimanan yang luar biasa; 
keimanan yang dipenuhi cinta kepada Allah SWT. 
Allah 
SWT berfirman: 
"(Kalau demikian), ambillah empat ekor burung lalu 
cincanglah semuanya. Allah berfirman: 'Lalu letakkanlah di atas bahagian- 
bahagian itu, kemudian panggillah mereka, nescaya mereka datang kepadamu dengan 
segera," dan ketahuilah bahawa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (QS. 
al-Baqarah: 260) 
Nabi 
Ibrahim melakukan apa saja yang diperintahkan oleh Allah SWT. Beliau menyembelih 
empat ekor burung lalu memisah-misahkan bahagiannya di atas gunung, kemudian ia 
memanggilnya dengan nama Allah SWT. Tiba-tiba bulu-bulu dan burung itu bangkit 
dan bergabung dengan sayap-sayapnya, kemudian dada dari burung itu mencari 
kepalanya. Akhirnya, bahagian-bahagian burung yang terpisah kembali bergabung. 
Burung itu pun kembali mendapatkan kehidupan lalu burung itu terbang dengan 
cepat dan kembali ke pangkuan Nabi Ibrahim. 
Para 
ahli tafsir meyakini bahawa eksperimen ini berangkat dari kehausan ilmu yang ada 
pada Nabi Ibrahim, dan sebahagian lagi mengatakan bahawa beliau ingin melihat 
kebesaran Allah SWT saat menciptakan makhluk-Nya. Beliau memang sudah mengetahui 
hasilnya, tapi beliau tidak melihat cara pembuatan penciptaan makhluk. 
Sebahagian mufasir lain mengatakan bahawa beliau merasa puas atas apa yang 
dikatakan oleh Allah SWT dan beliau tidak jadi menyembelih burung. Kami sendiri 
menilai bahawa eksperimen ini menunjukkan tingkat cinta yang tinggi yang dicapai 
oleh seorang musafir di jalan Allah SWT, yaitu Nabi Ibrahim. Seorang pencinta 
akan selalu timbul dalam dirinya hasrat, rasa tunduk, dan rasa ingin menambah 
cintanya. Demikianlah cinta Nabi Ibrahim. Inilah petualangan Nabi Ibrahim di 
mana setiap kali ia melalui perjalanannya, maka kehausan cintanya pun meningkat. 
Pada suatu hari Nabi Ibrahim bangun lalu beliau memerintahkan isterinya, Hajar, 
untuk membawa anaknya bersiap-siap untuk melalui perjalanan panjang. Setelah 
beberapa hari, di mulailah perjalanan Nabi Ibrahim bersama isterinya Hajar 
berserta anak mereka, Ismail. Saat itu Ismail masih menyusu pada ibunya. 
Nabi 
Ibrahim berjalan di tengah-tengah tanah yang penuh dengan tanaman, melewati 
gurun dan gunung-gunung. Kemudian beliau memasuki tanah Arab. Nabi Ibrahim 
menuju ke suatu lembah yang di dalamnya tidak ada tanaman, tidak ada 
buah-buahan, tidak ada pepohonan, tidak ada makanan dan tidak ada air. Lembah 
itu kosong dari tanda-tanda kehidupan. Nabi Ibrahim sampai ke lembah, lalu 
beliau turun dari atas punggung haiwan tunggangannya. Lalu beliau menurunkan 
isterinya dan anaknya dan meninggalkan mereka di sana. Mereka hanya dibekali 
dengan makanan dan sedikit air yang tidak cukup untuk kebutuhan dua hari. 
Ketika 
beliau mulai meninggalkan mereka dan berjalan, tiba-tiba isterinya segera 
menyusulnya dan berkata kepadanya: "Wahai Ibrahim, ke mana engkau pergi? Mengapa 
engkau meninggalkan kami di lembah ini, padahal di dalamnya tidak terdapat 
sesuatu pun." Nabi Ibrahim tidak segera menjawab dan ia tetap berjalan. 
isterinya pun kembali mengatakan perkataan yang dikatakan sebelumnya. Namun Nabi 
Ibrahim tetap diam. Akhirnya, si isteri memahami bahawa Nabi Ibrahim tidak 
bersikap demikian kecuali mendapat perintah dari Allah SWT. Kemudian si isteri 
bertanya: "Apakah Allah SWT memerintahkannya yang demikian ini?" Nabi Ibrahim 
menjawab: "Benar." isteri yang beriman itu berkata: "Kalau begitu, kita tidak 
akan disia-siakan." Nabi Ibrahim menuju ke tempat di suatu gunung lalu beliau 
mengangkat kedua tangannya untuk berdoa kepada Allah SWT: 
"Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan 
sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat 
rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati. " (QS. Ibrahim: 37) 
Saat itu 
Baitullah belum dibangun. Terdapat hikmah yang tinggi dalam perjalanan yang 
penuh dengan misteri ini. Ismail ditinggalkan bersama ibunya di tempat ini. 
Ismail-lah yang akan bertanggungjawab bersama ayahnya dalam pembangunan Ka'bah. 
Hikmah Allah SWT menuntut untuk didirikannya suatu bangunan di lembah itu dan 
dibangun di dalamnya Baitullah, di mana kita akan menuju ke sana dan menghadap 
kepadanya saat kita solat. 
Nabi 
Ibrahim meninggalkan isterinya dan anaknya yang masih menyusu di padang sahara. 
Ibu Ismail menyusui anaknya dan mulai merasakan kehausan. Saat itu matahari 
bersinar sangat panas dan membuat manusia mudah merasa haus. Setelah dua hari, 
habislah air dan keringlah susu si ibu. Hajar dan Ismail merasakan kehausan, dan 
makanan telah tiada sehingga saat itu mereka merasakan kesulitan yang luar 
biasa. Ismail mulai menangis kehausan dan ibunya meninggalkannya untuk 
mencarikan air. Si ibu berjalan dengan cepat hingga sampai di suatu gunung yang 
bernama Shafa. Ia menaikinya dan meletakkan kedua tangannya di atas keningnya 
untuk melindungi kedua matanya dari sengatan matahari. Ia mulai mencari-cari 
sumber air atau sumur atau seseorang yang dapat membantunya atau kafilah atau 
musafir yang dapat menolongnya atau berita namun semua harapannya itu gagal. Ia 
segera turun dari Shafa dan ia mulai berlari dan melalui suatu lembah dan sampai 
ke suatu gunung yang bernama Marwah. Ia pun mendakinya dan melihat apakah ada 
seseorang tetapi ia tidak melihat ada seseorang. 
Si ibu 
kembali ke anaknya dan ia masih mendapatinya dalam keadaan menangis dan rasa 
hausnya pun makin bertambah. Ia segera menuju ke Shafa dan berdiri di atasnya, 
kemudian ia menuju ke Marwah dan melihat-lihat. Ia mondar-mandir, pulang dan 
pergi antara dua gunung yang kecil itu sebanyak tujuh kali. Oleh kerananya, 
orang-orang yang berhaji berlari-lari kecil antara Shafa dan Marwah sebanyak 
tujuh kali. Ini adalah sebagai peringatan terhadap ibu mereka yang pertama dan 
nabi mereka yang agung, yaitu Ismail. 
Setelah 
putaran ketujuh, Hajar kembali dalam keadaan letih dan ia duduk di sisi anaknya 
yang masih menangis. Di tengah-tengah situasi yang sulit ini, Allah SWT 
menurunkan rahmat-Nya. Ismail pun memukul- mukulkan kakinya di atas tanah dalam 
keadaan menangis, lalu memancarlah di bawah kakinya sumur zamzam sehingga 
kehidupan si anak dan si ibu menjadi terselamatkan. Si ibu mengambil air dengan 
tangannya dan ia bersyukur kepada Allah SWT. Ia pun meminum air itu berserta 
anaknya, dan kehidupan tumbuh dan bersemi di kawasan itu. Sungguh benar apa yang 
dikatakannya bahawa Allah SWT tidak akan membiarkannya selama mereka berada di 
jalan-Nya. 
Kafilah 
musafir mulai tinggal di kawasan itu dan mereka mulai mengambil air yang 
terpancar dari sumur zamzam. Tanda-tanda kehidupan mulai mengepakkan sayapnya di 
daerah itu. Ismail mulai tumbuh dan Nabi Ibrahim menaruh kasih sayang dan 
perhatian padanya, lalu Allah SWT mengujinya dengan ujian yang berat. Allah SWT 
menceritakan ujian tersebut dalam firman-Nya: 
"Dan Ibrahim berkata: Sesungguhnya 
aku pergi menghadap kepada Tuhanku, dan Dia akan memberi petunjuk kepadaku. Ya 
Tuhanku, anugerahkan kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang 
soleh. Maka Kami beri dia khabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar. 
Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim. 
Ibrahim berkata: 'Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahawa aku 
menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!' Ia menjawab: 'Hai bapakku, 
kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. Insya- Allah kamu akan mendapatiku 
termasuk orang-orang yang sabar.' Tatkala keduanya telah berserah din dan 
Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipisnya, (nyatalah kesabaran keduanya). Dan 
Kami panggillah dia: 'Hai Ibrahim, sesungguhnya engkau telah membenarkan mimpi 
itu, sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang 
berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami 
tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim 
itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian, (yaitu) 
"Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim". Demikianlah Kami memberi balasan 
kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba Kami 
yang beriman. " (QS. ash-Shaffat: 99-111) 
Perhatikanlah, bagaimana Allah SWT menguji hamba-hamba-Nya. 
Renungkanlah bentuk ujian tersebut. Kita sekarang berada di hadapan seorang nabi 
yang hatinya merupakan hati yang paling lembut dan paling penyayang di muka 
bumi. Hatinya penuh dengan cinta kepada Allah SWT dan cinta kepada makhluk-Nya. 
Nabi Ibrahim mendapatkan anak saat beliau menginjak usia senja, padahal 
sebelumnya beliau tidak membayangkan akan memperoleh kurnia seorang anak. 
Nabi 
Ibrahim tidur, dan dalam tidurnya beliau melihat dirinya sedang menyembelih 
anaknya, anak satu-satunya yang dicintainya. Timbullah pergolakan besar dalam 
dirinya. Sungguh salah kalau ada orang mengira bahawa tidak ada pergolakan dalam 
dirinya. Nabi Ibrahim benar-benar diuji dengan ujian yang berat. Ujian yang 
langsung berhubungan dengan emosi kebapakan yang penuh dengan cinta dan kasih 
sayang. Nabi Ibrahim berfikir dan merenung. Kemudian datanglah jawapan bahawa 
Allah SWT melihatkan kepadanya bahawa mimpi para nabi adalah mimpi kebenaran. 
Dalam mimpinya, Nabi Ibrahim melihat bahawa ia menyembelih anak satu-satunya. 
Ini adalah wahyu dari Allah SWT dan perintah dari-Nya untuk menyembelih anaknya 
yang dicintainya. 
Sebagai 
pencinta sejati, Nabi Ibrahim tidak merasakan kegelisahan dari hal tersebut. Ia 
tidak "menggugat" perintah Allah SWT itu. Nabi Ibrahim adalah penghulu para 
pencinta. Nabi Ibrahim berfikir tentang apa yang dikatakan kepada anaknya ketika 
ia menidurkannya di atas tanah untuk kemudian menyembelihnya. Lebih baik baginya 
untuk memberitahu anaknya dan hal itu lebih menenangkan hatinya daripada 
memaksanya untuk menyembelih. Akhirnya, Nabi Ibrahim pergi untuk menemui 
anaknya. 
"Ibrahim berkata: 'Wahai anakku 
sesungguhnya aku melihat di dalam mimpi, aku menyembelihmu, maka bagaimana 
pendapatmu. " (QS. ash-Shaffat: 102) 
Perhatikanlah bagaimana kasih sayang Nabi Ibrahim dalam 
menyampaikan perintah kepada anaknya. la menyerahkan urusan itu kepada anaknya; 
apakah anaknya akan menaati perintah tersebut. Bukankah perintah tersebut adalah 
perintah dari Tuhannya? Ismail menjawab sama dengan jawapan dari ayahnya itu 
bahawa perintah itu datangnya dari Allah SWT yang kerananya si ayah harus segera 
melaksanakannya: 
"Wahai ayahku kerjakanlah yang diperintahkan Tuhanmu. Insya 
Allah engkau mendapatiku sebagai orang-orang yang sabar." (QS. ash- Shaffat: 
102) 
Perhatikanlah jawapan si anak. Ia mengetahui bahawa ia akan 
disembelih sebagai pelaksanaan perintah Tuhan, namun ia justru menenangkan hati 
ayahnya bahawa dirinya akan bersabar. Itulah puncak dari kesabaran. Barangkali 
si anak akan merasa berat ketika harus dibunuh dengan cara disembelih sebagai 
pelaksanaan perintah Allah SWT. Tetapi Nabi Ibrahim merasa tenang ketika 
mendapati anaknya menentangnya untuk menunjukkan kecintaan kepada Allah SWT. 
Kita 
tidak mengetahui perasaan sesungguhnya Nabi Ibrahim ketika mendapati anaknya 
menunjukkan kesabaran yang luar biasa. Allah SWT menceritakan kepada kita bahawa 
Ismail tertidur di atas tanah dan wajahnya tertelungkup di atas tanah sebagai 
bentuk hormat kepada Nabi Ibrahim agar saat ia menyembelihnya Ismail tidak 
melihatnya, atau sebaliknya. Kemudian Nabi Ibrahim mengangkat pisaunya sebagai 
pelaksanaan perintah Allah SWT: 
"Tatkala keduanya telah berserah din dan Ibrahim, 
membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya)." (QS. 
ash- Shaffat: 103) 
Al-Quran 
menggunakan ungkapan tersebut ketika keduanya menyerahkan diri terhadap perintah 
Allah SWT. Ini adalah wujud Islam yang hakiki. Hendaklah engkau memberikan 
sesuatu untuk Islam sehingga tidak ada sesuatu pun yang tersisa darimu. Pada 
saat pisau siap untuk digunakan sebagai perintah dari Allah SWT, Allah SWT 
memanggil Ibrahim. Selesailah ujiannya, dan Allah SWT menggantikan Ismail dengan 
suatu korban yang besar. 
Peristiwa tersebut kemudian diperingati sebagai hari raya 
oleh kaum Muslim, yaitu hari raya yang mengingatkan kepada mereka tentang Islam 
yang hakiki yang dibawa dan di amalkan oleh Nabi Ibrahim dan Ismail. Demikianlah 
kisah Nabi Ibrahim. Nabi Ibrahim meninggalkan anaknya dan kembali berdakwah di 
bumi Allah SWT. Nabi Ibrahim berhijrah dari tanah Kaldanin, tempat kelahirannya 
di Iraq, dan melalui Yordania dan tinggal di negeri Kan'an. Saat berdakwah, 
beliau tidak lupa bertanya tentang kisah Nabi Luth bersama kaumnya. Nabi Luth 
adalah orang yang pertama kali beriman kepadanya. Allah SWT telah memberinya 
pahala dan telah mengutusnya sebagai Nabi kepada kaum yang menentang kebenaran. 
Nabi 
Ibrahim duduk di luar khemahnya dan memikirkan tentang anaknya Ismail, dan kisah 
mimpinya serta tentang tebusan dari Allah SWT berupa korban yang besar. Hatinya 
penuh dengan gelora cinta. Nabi Ibrahim tidak mampu menghitung pujian yang harus 
ditujukan kepada Tuhannya. Matanya berlinangan air mata sebagai bukti rasa 
terima kasih dan syukur kepada Allah SWT. Mulailah butiran-butiran air matanya 
bercucuran. Nabi Ibrahim mengingat Ismail dan mulai rindu kepadanya. 
Dalam 
situasi seperti itu, turunlah malaikat (Jibril, Israfil, dan Mikail) ke bumi 
Jibril. Mereka berubah wujud menjadi manusia yang indah dan tampan. Mereka 
memegang misi dan tugas khusus. Mereka berjalan di depan Nabi Ibrahim dan 
menyampaikan berita gembira padanya, kemudian mereka akan mengunjungi kaum Nabi 
Luth dan memberikan hukum atas kejahatan kaumnya. Melihat wajah-wajah yang 
bersinar itu, Nabi Ibrahim tercengang dan mengangkat kepalanya. Nabi Ibrahim 
tidak mengenal mereka. Mereka mengawali ucapan salam. Dan Nabi Ibrahim membalas 
salam mereka. Nabi Ibrahim bangkit dari tempatnya dan menyambut mereka. Nabi 
Ibrahim mempersilakan mereka masuk ke dalam rumahnya. Nabi Ibrahim mengira 
bahawa mereka adalah tamu- tamu asing. Nabi Ibrahim mempersilakan mereka duduk, 
dan kemudian ia meminta izin kepada mereka untuk keluar dan menemui keluarganya. 
Sarah, isterinya, bangun ketika Nabi Ibrahim masuk menemuinya. Saat itu Sarah 
sudah mulai tua dan rambutnya mulai memutih. 
Nabi 
Ibrahim berkata kepada isterinya: "Aku dikunjungi oleh tiga orang asing." 
isterinya bertanya: "Siapakah mereka?" Nabi Ibrahim menjawab: "Aku tidak 
mengenal mereka. Sungguh wajah mereka sangat aneh. Tak ragu lagi, mereka pasti 
datang dari tempat yang jauh, tetapi pakaian mereka tidak menunjukkan mereka 
berasal dari daerah yang jauh. Oh ya, apakah ada makanan yang dapat kita berikan 
kepada mereka?" Sarah berkata: "Separuh daging kambing." Nabi Ibrahim berkata: 
"Hanya separuh daging kambing. Kalau begitu, sembelihlah satu kambing yang 
gemuk. Mereka adalah tamu-tamu yang istimewa. Mereka tidak memiliki haiwan 
tunggangan atau makanan. Barangkali mereka lapar, atau barangkali mereka 
orang-orang yang tidak mampu." 
Nabi 
Ibrahim memilih satu kambing besar dan memerintahkan untuk disembelih serta 
menyebut nama Allah SWT saat menyembelihnya. Kemudian disiapkanlah makanan. 
Setelah siap, Nabi Ibrahim memanggil tamu-tamunya untuk makan. isterinya 
membantu untuk melayani mereka dengan penuh kehormatan. Nabi Ibrahim 
mengisyaratkan untuk menyebut nama Allah SWT, kemudian Nabi Ibrahim mulai 
mengawali untuk memakan agar mereka juga mulai makan. 
Nabi 
Ibrahim adalah orang yang sangat dermawan dan beliau mengetahui bahawa Allah SWT 
pasti membalas orang-orang yang dermawan. Barangkali di rumahnya tidak ada 
haiwan lain selain kambing itu, tetapi kerana kedermawanannya, beliau pun 
menghidangkan kambing itu untuk tamunya. Nabi Ibrahim memperhatikan sikap 
tamu-tamunya, namun tak seorang pun di antara tamunya yang menghulurkan tangan. 
Nabi Ibrahim mendekatkan makanan itu kepada mereka sambil berkata: "Mengapa 
kalian tidak makan?" Nabi Ibrahim kembali ke tempatnya sambil mencuri pandangan, 
tapi lagi-lagi mereka masih tidak memakannya. Saat itu Nabi Ibrahim merasakan 
ketakutan. 
Dalam 
tradisi kaum Badui diyakini bahawa tamu yang tidak mahu makan hidangan yang 
disajikan oleh tuan rumah, maka ini bererti bahawa ia hendak berniat jelek pada 
tuan rumah. Nabi Ibrahim kembali berfikir dengan penuh kehairanan melihat sikap 
tamu-tamunya. Nabi Ibrahim kembali berfikir, bagaimana tamu-tamu itu secara 
mendadak menemuinya di mana ia tidak melihat mereka sebelumnya kecuali setelah 
mereka ada di hadapannya. Mereka tidak memiliki binatang tunggangan yang 
menghantarkan mereka. Mereka juga tidak membawa bekal perjalanan. Wajah-wajah 
mereka sangat aneh baginya. Mereka adalah para musafir, tetapi anehnya tidak ada 
bekas debu perjalanan. Kemudian Nabi Ibrahim mengajak mereka makan, lalu mereka 
duduk di atas meja makan tetapi mereka tidak makan sedikit pun. Bertambahlah 
ketakutan Nabi Ibrahim. 
Beliau 
mengangkat pandangannya, lalu beliau mendapati isterinya Sarah berdiri di hujung 
kamar. Melalui pandangannya yang membisu, Nabi Ibrahim hendak mengatakan bahawa 
ia merasa takut terhadap tamu- tamunya, namun wanita itu tidak memahaminya. Nabi 
Ibrahim berfikir bahawa tamu-tamunya itu berjumlah tiga orang dan mereka tampak 
masih muda-muda sedangkan ia sudah tua. Para malaikat dapat membaca fikiran yang 
bergolak dalam diri Nabi Ibrahim. Salah seorang malaikat berkata padanya: 
"Janganlah engkau takut." Nabi Ibrahim mengangkat kepalanya dan dengan penuh 
kejujuran ia berkata: "Aku mengakui bahawa aku merasa takut. Aku telah mengajak 
kalian untuk makan dan telah menyambut kalian, tapi kalian tidak mahu 
memakannya. Apakah kalian mempunyai niat buruk kepadaku?" Salah seorang malaikat 
tersenyum dan berkata: "Kita tidak makan wahai Ibrahim, kerana kita adalah 
malaikat-malaikat Allah SWT dan kami telah diutus kepada kaum Luth." 
Mendengar semua itu, isteri Nabi Ibrahim tertawa. Ia 
berdiri mengikuti dialog yang terjadi antara suaminya dan mereka. Salah seorang 
malaikat menoleh kepadanya dan memberinya khabar gembira tentang kelahiran 
Ishak. Allah SWT memberimu khabar gembira dengan kelahiran Ishak. Wanita tua itu 
dengan penuh kehairanan berkata: 
"Sungguh menghairankan, apakah aku akan melahirkan anak 
padahal aku adalah seorang perempuan tua, dan ini suamiku pun dalam keadaan yang 
sangat tua pula?" (QS. Hud: 72) 
Dan 
salah seorang malaikat kembali berkata kepadanya: 
"Dan sesudah Ishak (lahir pula) Ya'qub." (QS. Hud: 71) 
Engkau 
akan menyaksikan kelahiran cucumu. Bergolaklah berbagai perasaan dalam had Nabi 
Ibrahim dan isterinya. Suasana di kamar pun berubah dan hilanglah rasa takut 
dari Nabi Ibrahim. Kemudian hatinya dipenuhi dengan kegembiraan. isterinya yang 
mandul berdiri dalam keadaan gementar, kerana berita gembira yang dibawa oleh 
para malaikat itu cukup menggoncangkan jiwanya. Ia adalah wanita yang tua dan 
mandul dan suaminya juga laki-laki tua, maka bagaimana mungkin, padahal dia 
adalah wanita tua. Di tengah-tengah berita yang cukup menggoncangkan tersebut, 
Nabi Ibrahim bertanya: 
"Apakah kamu memberi khabar gembira kepadaku padahal usiaku 
telah lanjut, maka dengan cara bagaimanakah (terlaksananya) berita gembira yang 
kamu khabarkan ini?" (QS. al-Hijr: 54) 
Apakah 
beliau ingin mendengarkan khabar gembira untuk kedua kalinya, ataukah ia ingin 
agar hatinya menjadi tenang dan mendengar kedua kalinya kurnia dari Allah SWT 
padanya? Ataukah Nabi Ibrahim ingin menampakkan kegembiraannya kedua kalinya? 
Para malaikat menegaskan padanya bahawa mereka membawa berita gembira yang penuh 
dengan kebenaran. 
"Mereka menjawab: 'Kami menyampaikan khabar gembira 
kepadamu dengan benar, maka janganlah kamu termasuk orang-orang yang berputus 
asa.'" (QS. al-Hijr: 55) 
"Ibrahim berkata: 'Tidak ada orang yang berputus asa dari 
rahmat Tuhannya, 
kecuali orang-orang yang sesat.'" (QS. al-Hijr: 56) 
Para 
malaikat tidak memahami perasaan kemanusiaannya, maka mereka melarangnya agar 
jangan sampai berputus asa. Nabi Ibrahim memahamkan mereka bahawa ia tidak 
berputus asa tetapi yang ditampakkannya hanya sekadar kegembiraan. Kemudian 
isteri Nabi Ibrahim turut bergabung dalam pembicaraan bersama mereka. la 
bertanya dengan penuh kehairanan: "Apakah aku akan melahirkan sementara aku 
adalah wanita yang sudah tua. Sungguh hal ini sangat menghairankan." Para 
malaikat menjawab: 
"Para malaikat itu berkata: 'Apakah kamu merasa hairan 
tentang ketetapan Allah? (Itu adalah) rahmat Allah dan keberkatan-Nya, 
dicurahkan atas kamu, hai Ahlul bait! Sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha 
Pemurah.'" (QS. Hud: 73) 
Berita 
gembira itu bukan sesuatu yang sederhana dalam kehidupan Nabi Ibrahim dan 
isterinya. Nabi Ibrahim tidak mempunyai anak kecuali Ismail di mana ia 
meninggalkannya di tempat yang jauh, di Jazirah Arab. isterinya Sarah selama 
puluhan tahun bersamanya dan tidak memberinya anak. Ia sendiri yang menikahkan 
Nabi Ibrahim dengan pembantunya, Hajar. Maka dari Hajar lahirlah Ismail, 
sedangkan Sarah tidak memiliki anak. Oleh kerana itu, Sarah memiliki kerinduan 
besar terhadap anak. 
Para 
malaikat berkata padanya: "Sesungguhnya itu terjadi dengan kehendak Allah SWT. 
Demikianlah yang diinginkan-Nya kepadanya dan pada suaminya." Kemudian saat ia 
berusia senja, ia mendapatkan khabar gembira di mana ia akan melahirkan seorang 
anak, bukan anak biasa tetapi seorang anak yang cerdas. Bukan ini saja, para 
malaikat juga menyampaikan kepadanya bahawa anaknya akan mempunyai anak 
(cucunya) dan ia pun akan menyaksikannya. Wanita itu telah bersabar cukup lama 
kemudian ia memasuki usia senja dan lupa. Lalu datanglah balasan Allah SWT 
dengan tiba-tiba yang menghapus semua ini. Air matanya berlinang saat ia berdiri 
kerana saking gembiranya. Sementara itu Nabi Ibrahim as merasakan suatu perasaan 
yang menghairankan. Hatinya dipenuhi dengan kasih sayang dan kedekatan. Nabi 
Ibrahim mengetahui bahawa ia sekarang berada di hadapan suatu nikmat yang ia 
tidak mengetahui bagaimana harus mensyukurinya. 
Nabi 
Ibrahim segera bersujud. Saat itu anaknya Ismail ada di sana namun ia jauh 
darinya sehingga tidak melihatnya. Ismail ada di sana atas perintah Allah SWT di 
mana Dia memerintahkannya untuk membawa anaknya bersama ibunya dan meninggalkan 
mereka di suatu lembah yang tidak memiliki tanaman dan air. Demikianlah perintah 
tersebut tanpa ada keterangan yang lain. Nabi Ibrahim melaksanakan perintah 
tersebut dengan tulus, dan beliau hanya berdakwah dan menyembah Allah SWT. Allah 
SWT memberinya khabar gembira saat beliau menginjak usia tua dengan kelahiran 
Ishak dari isterinya Sarah, dan setelah kelahirannya disusul dengan kelahiran 
Yakub. Nabi Ibrahim bangun dari sujudnya lalu pandangannya tertuju pada makanan. 
Ia merasa tidak mampu lagi melanjutkan makan kerana saking gembiranya. Ia 
memerintahkan pembantunya untuk mengangkat makanan, lalu beliau menoleh kepada 
para malaikat. Hilanglah rasa takut Nabi Ibrahim dan keresahannya menjadi 
tenang. Nabi Ibrahim mengetahui bahawa mereka diutus pada kaum Luth sedangkan 
Luth adalah anak saudaranya yang tinggal bersamanya di tempat kelahirannya. 
Nabi 
Ibrahim mengetahui maksud pengutusan para malaikat pada Luth dan kaumnya. Ini 
bererti akan terjadi suatu hukuman yang mengerikan. Karakter Nabi Ibrahim yang 
penyayang dan lembut menjadikannya tidak mampu menahan kehancuran suatu kaum. 
Barangkali kaum Luth akan bertaubat dan masuk Islam serta menaati perintah rasul 
mereka. Nabi Ibrahim mulai mendebat para malaikat tentang kaum Luth. Nabi 
Ibrahim berbicara kepada mereka, bahawa boleh jadi mereka akan beriman dan 
keluar dari jalan penyimpangan. Namun para malaikat memahamkannya bahawa kaum 
Luth adalah orang-orang yang jahat, dan bahawa tugas mereka adalah mengirim 
batu-batuan yang panas dari sisi Tuhan bagi orang-orang yang melampaui batas. 
Setelah 
para malaikat menutup pintu dialog itu, Nabi Ibrahim kembali berbicara kepada 
mereka tentang orang-orang mukmin dari kaum Luth. Ia bertanya kepada mereka: 
"Apakah kalian akan menghancurkan suatu desa yang di dalamnya terdapat tiga 
ratus orang mukmin?" Para malaikat menjawab: "Tidak." Nabi Ibrahim mulai 
mengurangi jumlah orang-orang mukmin dan ia bertanya lagi kepada mereka: "Apakah 
desa itu akan dihancurkan sementara masih ada sejumlah orang-orang mukmin ini." 
Para malaikat menjawab: "Kami lebih mengetahui orang-orang yang ada di 
dalamnya." Kemudian mereka memahamkannya bahawa perkara tersebut telah 
ditetapkan dan bahawa kehendak Allah SWT telah diputuskan untuk menghancurkan 
kaum Luth. Para malaikat memberi pengertian kepada Nabi Ibrahim agar beliau 
tidak terlibat lebih jauh dalam dialog itu kerana Allah SWT telah memutuskan 
perintah-Nya untuk mendatangkan azab yang tidak dapat ditolak, suatu azab yang 
tidak dapat dihindari dengan pertanyaan Nabi Ibrahim. Namun pertanyaan Nabi 
Ibrahim itu berangkat dari seorang Nabi yang sangat penyayang dan penyantun. 
Allah SWT berfirman: 
"Dan sesungguhnya utusan-utusan kami (malaikat-malaikat) 
telah datang kepada Ibrahim dengan membawa khabar gembira, mereka mengucapkan: 
'Salamun' (Selamatlah), maka tidak lama kemudian Ibrahim menyuguhkan daging anak 
sapi yang dipanggang. Maka tatkala dilihatnya tangan mereka tidak menjamahnya, 
Ibrahim memandang aneh perbuatan mereka, dan merasa takut kepada mereka. 
Malaikat itu berkata: 'Janganlah kamu takut, sesungguhnya kami adalah 
(malaikat-malaikat) yang diutus kepada kaum Luth. Dan isterinya berdiri (di 
balik tirai) lalu dia tersenyum. Maka kami sampaikan kepadanya khabar gembira 
tentang (kelahiran) Ishak dan dari Ishak (akan lahir puteranya) Yakub. isterinya 
berkata: 'Sungguh menghairankan, apakah aku akan melahirkan anak padahal aku 
adalah seorang perempuan tua, dan ini suamiku pun dalam keadaan yang sudah tua 
pula? Sesungguhnya ini benar-benar suatu yang sangat aneh.' Para malaikat itu 
berkata: 'Apakah kamu merasa hairan tentang ketetapan Allah? (Itu adalah) rahmat 
Allah dan keberkatan- Nya, dicurahkan atas kamu, hai ahlul bait! Sesungguhnya 
Allah Maha Pemurah lagi Maha Terpuji.' Maka tatkala rasa takut itu hilang dari 
Ibrahim dan berita gembira telah datang kepadanya, dia pun bersoal jawab dengan 
(malaikat-malaikat) Kami tentang kaum Luth. Sesungguhnya Ibrahim itu benar-benar 
seorang yang penyantun lagi penghiba dan suka kembali kepada Allah. Hai Ibrahim, 
tinggalkanlah soal jawab ini sesungguhnya telah datang ketetapan Tuhanmu, dan 
sesungguhnya mereka itu akan didatangi azab yang tidak dapat ditolak." (QS. Hud: 
69-76) 
Pernyataan malaikat itu sebagai syarat untuk mengakhiri 
perdebatan itu. Ibrahim pun terdiam. Marilah kita tinggalkan Nabi Ibrahim dan 
kita beralih pada Nabi Luth dan kaumnya. 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Tiada ulasan:
Catat Ulasan