Yakub atau Israil tinggal di Mesir sejak ia datang untuk bertemu dengan 
anaknya, Yusuf. Ketika beliau wafat mereka menguburnya di tempat di 
mana ia dilahirkan di Palestina. Anak-anak Israil lebih memilih untuk 
hidup di Mesir di sisi Yusuf. Keadaan Mesir, kebaikannya yang banyak, 
kelayakan tanahnya, dan keharmonisan iklimnya merupakan daya tarik 
tersendiri bagi mereka untuk tinggal di dalamnya. Anak-anak Israil 
tinggal di Mesir dalam tempo yang lumayan. Mereka menikah sehingga 
jumlah mereka bertambah banyak. Berlalulah tahun demi tahun dan 
kemudian Nabi Yusuf meninggal. Nabi Yusuf telah mengubah Islam saat 
beliau memegang tampuk kekuasaan. Nabi Yusuf memperjuangkan Islam 
dan setiap nabi yang diutus oleh Allah s.w.t pasti memperjuangkan 
agama Islam sejak Nabi Adam as sampai Nabi Muhammad saw. Pengertian 
Islam di sini ialah, mengesakan Allah s.w.t dan hanya semata-mata 
menyembah-Nya, meminta pertolongan kepada-Nya, dan berdoa kepada-
Nya. Islam juga bererti menyerahkan niat dan amal hanya semata-mata 
kepada Allah s.w.t. Demikianlah yang kita fahami atau yang kita maksud 
dari kata al-Islam, bukan sistem sosial yang dibawa oleh Nabi yang 
terakhir, yaitu Nabi Muhammad saw. Sistem ini merupakan kepanjangan 
dari sistem-sistem sosial yang dibawa para nabi. Jadi, esensi akidah satu 
dan tidak berbeza dari Nabi Adam sampai Nabi Muhammad saw.
Ketika Nabi Yusuf menjadi penguasa di Mesir dan ketua para menteri 
agama di Mesir berubah menjadi agama tauhid atau Islam. Nabi Yusuf as 
menyeru manusia untuk memeluk Islam saat beliau ada di dalam penjara 
ketika beliau mengatakan:
"Manakah yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah 
Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa (QS.Yusuf: 39)
Dan beliau berdoa pada suatu hari ketika mimpinya terwujud:
"Wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan 
orang-orang yang soleh. " (QS. Yusuf: 101)
Dan ketika Nabi Yusuf meninggal, Mesir mengubah sistem tauhid ke 
sistem multi tuhan untuk kedua kalinya. Menurut dugaan kuat bahawa hal 
ini terwujud dengan adanya campur tangan kelompok-kelompok elit yang 
berkuasa. Kelompok-kelompok elit ini -  ketika di bawah agama tauhid - 
mereka tidak mendapatkan suatu perlakukan istimewa atau dibezakan 
dengan masyarakat umum, sehingga kerananya mereka mempunyai 
kepentingan untuk mengembalikan sistem penyembahan multi tuhan. 
Kemudian masyarakat mengikuti sistem penyembahan Fir'aun. Dan 
akhirnya, Mesir dipimpin keluarga-keluarga Fir'aun dan mereka 
mengklaim bahawa mereka adalah tuhan atau wakil-wakil tuhan atau 
orang-orang yang berbicara atas nama tuhan.
Pada dasarnya, masyarakat Mesir adalah masyarakat yang beradab. 
Mereka disibukkan dengan pembangunan peradaban. Mereka memiliki 
kecenderungan keagamaan yang kuat. Dan barangkali kelompok-
kelompok dari masyarakat Mesir meyakini bahawa Fir'aun bukan tuhan 
namun kerana mereka mendapat tantangan keras dari Fir'aun dan Fir'aun 
tidak ingin dari kaumnya kecuali agar mereka mentaatinya sehingga 
mereka pun terpaksa menyembunyikan keimanan dalam diri mereka. 
Jadi, tuhan-tuhan berhala banyak sekali di Mesir. Hal yang bisa difahami 
adalah, bahawa Fir'aun menguasai semua macam tuhan dan ia 
mengisyaratkan dengannya dan berbicara atas namanya. Yang demikian 
ini adalah sangat jelas di Mesir. Ketika terdapat sistem multi tuhan di 
Mesir - meskipun masyarakatnya meyakini tuhan utama, yaitu Fir'aun - 
kelompok elit yang berkuasa membatasi untuk hanya menyembah Fir'aun 
dan melaksanakan perintah-perintahnya serta membenarkan tindakan 
semena-menanya. Kita akan mengetahui dan kita akan membuka 
lembaran-lembaran Nabi Musa as bagaimana masyarakat Mesir hidup di 
zamannya. Majoriti masyarakat saat itu mendapatkan kehinaan yang luar 
biasa dan diperlakukan secara lalim. Mereka harus taat sepenuhnya 
kepada Fir'aun. Mereka selalu diancam oleh algojo-algojo Fir'aun dan 
para tenteranya.
Allah s.w.t menceritakan Fir'aun yang hidup di zaman Nabi Musa dalam 
firman-Nya:
"Maka dia mengumpulkan (pembesar-pembesarnya) lalu berseru 
memanggil kaumnya (seraya berkata): 'Akulah Tuhanmu yang paling 
tinggi.'" (QS. an-Nazi'at: 23-24)
Manusia saat itu benar-benar tunduk terhadap pernyataan orang-orang 
kafir. Mereka mentaati - barangkali itu kerana terpaksa - perkataan 
Fir'aun. Mesir kembali menggunakan sistem multi tuhan setelah 
sebelumnya disinari oleh tauhid yang disuarakan oleh Nabi Yusuf. 
Sementara itu, anak-anak Yakub atau anak-anak Israil mereka telah 
menyimpang dari tauhid. Mereka mengikuti orang-orang Mesir. Sedikit 
sekali dari keluarga mereka yang masih mempertahankan agama tauhid 
secara tersembunyi.
Datanglah suatu masa atas Bani Israil di mana mereka semakin banyak 
dan semakin menyebar. Mereka mengerjakan berbagai macam pekerjaan, 
dan mereka memenuhi pasar-pasar Mesir. Berlalulah hari demi hari. Mesir 
diperintah oleh seorang raja yang bengis di mana orang-orang Mesir 
menyembahnya. Raja yang jahat ini melihat Bani Israil semakin banyak 
dan semakin berkembang serta mengambil posisi-posisi penting. Raja 
mendengar pembicaraan Bani Israil tentang berita yang samar di mana 
dalam berita itu dikatakan bahawa salah seorang anak Bani Israil akan 
menjatuhkan Fir'aun Mesir dari singgahsananya. Barangkali berita itu 
berasal dari suatu mimpi dari mimpi-mimpi hidup atau mimpi nyata yang 
mengelilingi hati kelompok minoriti yang tertindas, dan mungkin itu 
merupakan berita gembira yang tersebut dalam kitab-kitab mereka. Apa 
pun halnya, berita ini telah sampai di telinga Fir'aun.
Kemudian Fir'aun mengeluarkan perintah yang aneh, yaitu jangan sampai 
seorang pun dari Bani Israil yang melahirkan anak. Maksud dari perintah 
ini adalah, hendaklah setiap anak yang lahir dari jenis laki-laki dibunuh. 
Aturan ini mulai diterapkan. Tapi para pakar ekonomi berkata kepada 
Fir'aun: Orang-orang tua dari Bani Israil akan mati sesuai dengan ajal 
mereka, sedangkan anak-anak kecilnya disembelih maka ini akan berakhir 
pada hancurnya dan binasanya Bani Israil namun Fir'aun akan kehilangan 
kekayaan dan aset manusia yang dapat bekerja untuknya atau menjadi 
budak-budaknya dan wanita-wanita tidak dapat lagi dimilikinya. Maka 
yang terbaik adalah, hendaklah dilakukan suatu proses sebagai berikut: 
Anak laki-laki disembelih pada tahun yang pertama dan hendaklah 
mereka dibiarkan pada tahun berikutnya. Fir'aun sependapat dengan 
fikiran ini kerana itu dianggap lebih menguntungkan dari sisi ekonomi.
Ibu Musa mengandung Harun pada tahun di mana anak-anak kecil tidak 
dibunuh maka ia melahirkannya secara terang-terangan. Ketika datang 
tahun yang ditetapkan di dalamnya bahawa anak-anak kecil harus 
dibunuh, ia melahirkan Musa. Saat melahirkan Musa, sang ibu merasakan 
ketakutan yang luar biasa. la mencemaskan bahawa jangan-jangan 
anaknya akan dibunuh. Maka si ibu menyusuinya secara sembunyi-
sembunyi. Kemudian datanglah suatu malam yang penuh berkah di mana 
Allah s.w.t mewahyukan kepadanya:
"Dam Kami ilhamkan kepada ibu Musa: 'Susuilah dia dan apabila khuatir 
terhadapnya maka jatuh kalah ia ke dalam sungai (Nil). Dan janganlah 
kamu khuatir dan janganlah (pula) bersedih hati, kerana sesungguhnya 
Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah 
seorang) dari para rasul.'" (QS. al-Qashash: 7)
Mendengar wahyu Allah s.w.t itu dan mendengar panggilan yang penuh 
kasih sayang dan suci ini, ibu Musa langsung mentaatinya. Ia 
diperintahkan untuk membuat peti kecil bagi Musa. Setelah 
menyusuinya, ia meletakkannya di peti itu. Kemudian ia pergi ke tepi 
sungai Nil dan membuangnya di atas air. Hati sang ibu adalah hati yang 
paling pengasih di dunia. Hatinya dipenuhi penderitaan saat ia 
melemparkan anaknya di sungai Nil, tetapi ia menyedari bahawa Allah 
s.w.t lebih Pengasih terhadap Musa dibandingkan dengan dirinya. Allah 
s.w.t lebih mencintainya dibandingkan dengan dirinya. Allah s.w.t adalah 
Tuhannya dan Tuhan sungai Nil.
Belum lama peti itu menyentuh sungai Nil sehingga sang Pencipta 
mengeluarkan perintah kepada arus sungai agar menjadi tenang dan 
bersikap lembut terhadap bayi yang dibawanya yang pada suatu hari 
akan menjadi Nabi. Sebagaimana Allah s.w.t memerintahkan kepada api 
agar menjadi dingin dan membawa keselamatan bagi Nabi Ibrahim, 
begitu juga Allah s.w.t memerintahkan kepada sungai Nil agar membawa 
Musa dengan tenang dan penuh kelembutan sehingga menyerahkannya ke 
istana Fir'aun. Air sungai nil membawa peti yang mulia ini ke istana 
Fir'aun. Di sana ombak menyerahkannya kepada tepi pantai kemudian ia 
mewasiatkan kepada tepi pantai itu. Dan angin berkata kepada rumput 
yang tidur di sisi peti: Jangan engkau banyak bergerak kerana Musa 
sedang tidur. Rumput itu pun mentaati perintah angin dan Musa tetap 
tidur.
Pada hari itu, matahari menyinari istana Fir'aun. Isteri Fir'aun keluar 
berjalan-jalan di kebun istana sebagaimana biasanya. Kita tidak 
mengetahui apa gerangan yang menjadikannya berjalan-jalan dan 
menempuh jarak yang lebih jauh dari yang biasa di tempuhnya.
Isteri Fir'aun berbeza sekali dengan Fir'aun. Fir'aun adalah seorang kafir 
sementara isterinya adalah seorang yang beriman. Fir'aun adalah seorang 
yang keras kepala sementara isterinya adalah seorang yang penyayang. 
Fir'aun adalah seorang penjahat sementara isterinya adalah seorang yang 
lembut dan penuh cinta. Di samping itu, isterinya merasakan kesedihan 
yang dalam kerana ia belum mampu melahirkan anak. Ia merindukan 
untuk mendapatkan anak. Isteri Fir'aun berhenti di sisi kebun kemudian 
bau harum yang datang dari pohon itu menyebarkan perasaan sedih akan 
rasa kesendirian. Pada saat yang sama, wanita-wanita yang 
membantunya sudah memenuhi tempat-tempat air yang diambil dari 
sungai. Tiba-tiba mereka mendapati peti di sisi kaki mereka. Mereka 
membawa peti itu seperti semula ke isteri Fir'aun. Ia memerintahkan 
untuk membukanya lalu mereka pun membukanya. Betapa terkejutnya 
isteri Fir'aun ketika melihat Musa di dalamnya. Maka ia pun merasakan 
bahawa ia mencintainya seperti anaknya sendiri. Allah s.w.t menaruh 
dalam hatinya rasa cinta kepada Musa sehingga air matanya berlinang.
Kemudian ia membawa peti mati itu. Isteri Fir'aun membolak-balikkan 
Musa sambil menangis. Musa terbangun dan ia pun menangis. Musa 
tampak lapar ia membutuhkan air susu pagi dan tetap menangis. Fir'aun 
duduk di atas meja makan. Ia menantikan isterinya namun yang ditunggu 
belum hadir. Fir'aun mulai marah dan mencarinya. Tiba-tiba ia 
dikejutkan dengan kedatangan isterinya dengan membawa Musa. Isteri 
Fir'aun tampak sangat menyayanginya. Ia terus menciuminya dan air 
matanya berlinangan. Fir'aun bertanya, "dari mana datangnya anak kecil 
ini?" Kemudian mereka menceritakan kepadanya bahawa mereka 
menemukannya di sebuah peti di tepi sungai. Fir'aun berkata: "Ini adalah 
salah satu anak Bani Israil. Sesuai dengan peraturan, anak-anak yang lahir 
tahun ini harus dibunuh." Mendengar keputusan Fir'aun itu, isteri Fir'aun 
berteriak dan ia mendekap Musa lebih keras:
"Dan berkatalah isteri Fir'aun: '(Ia) adalah penyejuk mata hati bagiku 
dan bagimu. Janganlah kamu membunuhnya, mudah-mudahan ia 
bermanfaat kepada kita atau kita ambil ia jadi anak.'" (QS. al-
Qashash: 9)
Fir'aun tampak kehairanan sekali melihat aksi isterinya yang mendekap 
anak kecil yang mereka temukan di tepi sungai. Fir'aun tampak 
tercengang kerana isterinya menangis dengan gembira di mana Fir'aun 
tidak pernah mendapati isterinya menangis kerana gembira seperti ini. 
Fir'aun mulai mengetahui bahawa isterinya menyayangi anak ini seperti 
anaknya sendiri. Fir'aun berkata dalam dirinya: Barangkali ia ingat 
bahawa ia tidak mampu melahirkan anak dan menginginkan anak ini. 
Akhirnya, Fir'aun sepakat atas apa yang dikatakan oleh isterinya. Fir'aun 
memenuhi keinginannya dan menyetujuinya untuk mendidik anak ini di 
istananya.
Ketika mendengar persetujuan Fir'aun, tampaklah keceriaan yang luar 
biasa pada wajah isterinya. Fir'aun belum pernah menyaksikan keceriaan 
seperti ini. Fir'aun telah menghadirkan berbagai macam hadiah 
kepadanya, juga perhiasan dan budak tetapi ia belum pernah tersenyum 
meskipun sekali. Fir'aun menyangka bahawa isterinya tidak mengerti erti 
sebuah senyuman. Dan sekarang, Fir'aun melihat sendiri wajahnya 
dipenuhi dengan senyum keceriaan. Sementara itu, Musa mulai menangis 
kerana lapar. Isteri Fir'aun mengetahui bahawa Musa sedang lapar. Ia 
berkata kepada Fir'aun: "Anakku yang kecil sedang lapar." Fir'aun 
berkata: "Datangkanlah kepadanya para wanita yang menyusui." 
Kemudian didatangkanlah kepadanya seorang wanita yang menyusui dari 
istana. Wanita itu mencuba untuk menyusui Musa tetapi apa yang 
terjadi? Musa menolaknya. Lalu didatangkan wanita yang kedua sampai 
ketiga dan sampai kesepuluh tetapi Musa tetap menangis dan tidak ingin 
menyusu kepada seorang pun di antara mereka. Melihat kenyataan itu, 
isteri Fir'aun menangis kerana tidak tahan melihat penderitaan anak kecil 
itu. Ia tidak mengetahui apa yang harus dilakukannya.
Bukan hanya isteri Fir'aun satu-satunya yang merasa sedih dan menangis, 
ibu Musa adalah wanita lain yang merasa sedih dan menangis. Ketika ia 
melemparkan Musa ke sungai Nil, ia merasa bahawa ia sedang 
melemparkan buah hatinya di sungai. Lalu peti yang dilemparkan itu 
hilang dibawa oleh air sungai dan beritanya pun tersembunyi. Dan ketika 
datang waktu pagi, ibu Musa merasakan kesedihan yang selalu 
menghantuinya. Hampir saja ia pergi ke istana Fir'aun untuk 
mendapatkan berita tentang anaknya kalau bukan kerana Allah s.w.t 
menarah kedamaian dalam hatinya sehingga ia menyerahkan urusan 
anaknya kepada Allah s.w.t. Alhasil, ia berkata kepada saudara 
perempuan Musa: "Pergilah dengan tenang ke istana Fir'aun dan 
berusahalah untuk mendapatkan berita tentang Musa dan hendaklah 
engkau hati-hati agar jangan sampai mereka mengetahuimu." Kemudian 
saudara perempuan Musa pergi dengan tenang. Akhirnya, ia 
mendengarkan kisah tentang Musa secara sempurna. Ia melihat Musa dari 
kejauhan dan mendengarkan suara tangisannya. Ia melihat mereka dalam 
keadaan kebingungan di mana mereka tidak mengetahui bagaimana 
menyusuinya. Ia mendengar bahawa Musa menolak setiap wanita yang 
mencuba menyusuinya.
Saudara perempuan Musa berkata kepada para pengawal Fir'aun: "Apakah 
kalian mahu aku tunjukkan suatu keluarga yang dapat menyusuinya dan 
dapat mengasuhnya." Isteri Fir'aun menjawab: "Seandainya engkau dapat 
membawa kepada kami wanita yang dapat menyusuinya dan dapat 
mengasuhnya nescaya kami akan memberimu hadiah yang besar. Yakni 
sesuatu yang engkau inginkan akan kami penuhi." Lalu saudara 
perempuan Musa itu kembali dan menghadirkan ibunya. Si ibu 
menyusuinya dan Musa pun menyusu dengan tenang. Melihat hal itu, 
Isteri Fir'aun sangat gembira dan berkata: "Bawalah dia sehingga masa 
penyusuannya selesai, lalu kembalikanlah dia kepada kami dan kami akan 
memberimu suatu balasan yang besar atas penyusuan dan pendidikan 
yang engkau berikan."
Demikianlah Allah s.w.t mengembalikan Musa kepada ibunya agar ia 
merasa gembira dan hatinya menjadi tenang dan tidak bersedih serta 
agar ia mengetahui bahawa janji Allah s.w.t benar dan bahawa perintah-
Nya dan ketentuan-Nya pasti terlaksana meskipun banyak rintangan dan 
tantangan. Allah s.w.t berfirman:
"Dan menjadi kosonglah hati ibu Musa. Sesungguhnya hampir saja ia 
menyatakan rahsia tentang Musa, seandainya tidak Kami teguhkan 
hatinya, supaya ia termasuk orang-orang yang percaya (kepada janji 
Allah). Dan berkatalah ibu Musa kepada saudara Musa yang 
perempuan: 'Ikutilah dia.' Maka kelihatanlah olehnya Musa dari jauh, 
sedang mereka tidak mengetahuinya, dam Kami cegah Musa dari 
menyusu kepada perempuan-perempuan yang mahu menyusui(nya) 
sebelum itu; maka berkatalah saudara Musa: 'Maukah kamu aku 
tunjukkan kepadamu ahlu bait yang akan memeliharanya untukmu 
dan mereka dapat berlaku baik kepadanya?'. Maka Kami kembalikan 
Musa kepada ibunya, supaya senang hatinya dan tidak berduka cita 
dan supaya ia mengetahui bahawa janji Allah itu adalah benar, tetapi 
kebanyakan manusia tidak mengetahuinya." (QS. al-Qashash: 10-13)
Ibu Musa menyempurnakan penyusuan lalu menyerahkannya ke rumah 
Fir'aun. Saat itu Musa disenangi dan disukai semua orang. Allah s.w.t 
berfirman:
Dan Aku telah melimpahkan kepadamu kasih sayang yang datang dari-
Ku; dan supaya kamu diasuh di bawah pengawasan-Ku." (QS.Thaha: 
39)
Tiada seorang pun yang melihat Musa kecuali ia akan mencintainya. Musa 
dididik di istana terbesar di bawah bimbingan dan penjagaan Allah s.w.t. 
Pendidikan Musa dimulai di rumah Fir'aun di mana di dalamnya terdapat 
ahli pendidikan dan para pengajar. Mesir saat itu merupakan negara yang 
besar di dunia dan Fir'aun sebagai raja yang paling kuat. kerana itu, 
secara sederhana Fir'aun mampu mengumpulkan para pakar pendidikan 
dan para cendekiawan. Demikianlah hikmah Allah s.w.t berkehendak agar 
Musa terdidik di bawah pendidikan yang besar dan ditangani pakar-pakar 
pendidikan yang terlatih. Ironisnya, hal ini terjadi di rumah musuhnya 
yang pada suatu hari nanti akan hancur di tangannya, sebagai bentuk 
pelaksanaan dari perintah Allah s.w.t.
Musa tumbuh di rumah Fir'aun. Beliau mempelajari ilmu hisab, ilmu 
bangunan, ilmu kimia, dan bahasa. Beliau tidur di bawah bimbingan 
agama. Oleh kerana itu, Musa tidak mendengar omongan kosong yang 
dikatakan oleh pendidik tentang ketuhanan Fir'aun. Jarang sekali ia 
mendengar bahawa Fir'aun adalah tuhan. Beliau pun menepis pernyataan 
dan anggapan ini. Beliau tinggal bersama Fir'aun di satu rumah. Beliau 
mengetahui lebih daripada orang lain bahawa Fir'aun hanya sekadar 
manusia biasa tetapi ia orang yang lalim. Musa mengetahui bahawa ia 
bukanlah anak dari Fir'aun. Beliau adalah salah seorang dari Bani Israil. 
Beliau menyaksikan bagaimana pengawal-pengawal Fir'aun dan para 
pengikutnya menindas Bani Israil. Akhirnya, Musa tumbuh besar dan 
mencapai kekuatannya.
Ketika para pengawal lalai darinya, Musa memasuki kota. Musa berjalan-
jalan di sekitar kota. Kemudian Musa mendapati seorang lelaki dari 
pengikut Fir'aun yang sedang berkelahi dengan seseorang dari Bani Israil. 
Lalu seseorang yang lemah dari kedua orang itu meminta tolong 
kepadanya. Musa pun turut campur dalam urusan itu. Musa mendorong 
dengan tangannya seorang lelaki yang berbuat aniaya itu. Ternyata Musa 
membunuhnya. Saat itu Musa memang terkenal sebagai orang yang kuat 
sampai pada batas di mana dengan sekali pukul saja untuk melerai 
musuhnya, ia justru membunuhnya. Tentu Musa tidak sengaja untuk 
membunuh orang laki-laki itu. Tetapi apa yang terjadi? Lelaki itu 
tersungkur dan kemudian mati. Musa berkata kepada dirinya: Ini adalah 
perbuatan setan. Sesungguhnya ia adalah musuh yang menyesatkan dan 
nyata. Kemudian Musa berdoa kepada Tuhannya dan berkata: "Ya 
Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku maka ampunilah 
aku." Allah s.w.t pun mengampuninya. Dia Maha Pengampun dan Maha 
Penyayang. Allah s.w.t berfirman:
"Dan setelah Musa sudah cukup umur dan sempurna akalnya, Kami 
berikan kepadanya hikmah kenabian dan pengetahuan. Dan 
demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat 
baik. Dan Musa masuk ke kota (Memphis) ketika penduduknya sedang 
lemah, maka didapatinya di dalam kota itu dua orang laki-laki yang 
berkelahi; yang seorang dari golongannya (Bani Israil) dan seorang 
lagi dari musuhnya (kaum Fir'aun). Maka orang yang dari golongannya 
meminta pertolongan darinya, untuk mengalahkan orang yang dari 
musuhnya lalu Musa meninjunya, dan matilah musuhnya itu. Musa 
berkata: 'Ini adalah perbuatan setan. Sesungguhnya setan itu adalah 
musuh yang menyesatkan lagi nyata (permusuhannya). Musa berdoa: 
'Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri 
kerana itu ampunilah aku.' Maka Allah mengampuninya, 
sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. 
Musa berkata: 'Ya Tuhanku, demi nikmat yang telah Engkau 
anugerahkan kepadaku, aku sekali-kali tiada akan menjadi penolong 
bagi orang-orang yang berdosa.'" (QS. al-Qashash: 14-17)
Kemudian Nabi Musa menjadi takut di tengah-tengah kota dan merasa 
terancam. Dalam ayat itu digambarkan bagaimana Nabi Musa merasakan 
ketakutan di mana ia mengkhuatirkan kejahatan akan datang padanya 
pada setiap langkahnya, dan ia begitu sensitif melihat gerak-geri di 
sekitarnya. Nabi Musa saat itu menampakkan kegoncangan jiwa yang 
dahsyat. Sebenarnya Nabi Musa hanya ingin mempertahankan dirinya saat 
menolong seseorang dari Bani Israil. Ketika itu Nabi Musa mendorong 
dengan tangannya dan bertujuan memisahkan orang Mesir dari orang 
Israil tetapi ia justru membunuhnya.
Dalam undang-undang positif dinyatakan bahawa pembunuhan semacam 
ini dianggap sebagai pembunuhan kerana keteledoran atau kerana 
kesalahan bukan kerana faktor kesengajaan sehingga kerananya yang 
bersangkutan tidak akan mendapatkan suatu hukuman yang berat. 
Biasanya orang yang melakukan pembunuhan tanpa sengaja akan 
mendapatkan keputusan yang meringankannya kerana ia membunuh 
tanpa kesengajaan. Tentu kejadian semacam ini tidak dapat dianggap 
sebagai pembunuhan dengan sengaja kerana yang bersangkutan tidak 
ingin mencelakakan orang lain. Nabi Musa tidak memukul orang itu. Yang 
ia lakukan hanya mendorongnya. Atau dengan kata lain, Nabi Musa hanya 
sekadar menyingkirkan orang tersebut. Kita akan mengetahui bahawa 
Nabi Musa adalah cermin lain dari Nabi Ibrahim. Kedua-duanya dari 
kalangan ulul azmi, tetapi Nabi Ibrahim adalah cermin kesabaran dan 
kelembutan sementara Nabi Musa adalah cermin dari kekuatan dan 
keperkasaan.
Musa menjadi takut dan terancam di tengah-tengah kota. Beliau berjanji 
di kemudian hari bahawa beliau tidak akan lagi menjadi sahabat orang-
orang yang berbuat jahat. Beliau tidak akan lagi terlibat dalam 
pertengkaran dan permusuhan antara sesama penjahat. Di tengah-tengah 
perjalanannya, Musa dikejutkan ketika melihat orang yang ditolongnya 
kelmarin saat ini lagi-lagi memanggilnya dan minta tolong padanya. Lagi-
lagi orang itu terlibat permusuhan dan pertengkaran dengan seorang 
Mesir. Musa mengetahui bahawa orang Israil ini berbuat aniaya. Musa 
mengetahui bahawa ia termasuk salah seorang preman di situ. Akhirnya, 
Musa berteriak di depan wajah orang Israil itu sambil berkata: "Sungguh 
ternyata engkau adalah orang yang jahat."
Musa mengatakan demikian sambil mendorong keduanya dan ia melerai 
pertengkaran itu. Orang Israil itu mengira bahawa Musa akan 
mencelakakannya maka ia diliputi rasa takut. Sambil meminta kasih 
sayang kepada Musa, ia berkata: "Wahai Musa apakah engkau akan 
membunuhku sebagaimana engkau membunuh orang yang kelmarin. 
Apakah engkau ingin menjadi seorang penguasa di muka bumi dan tidak 
ingin menjadi orang yang memperbaiki bumi." Ketika mendengar orang 
Israil yang mengatakan demikian, Musa berhenti dan amarahnya mereda. 
Musa mengingat apa yang dilakukannya kelmarin dan bagaimana ia 
meminta ampun dan bertaubat serta berjanji untuk tidak menjadi 
pembantu orang-orang yang berbuat jahat. Musa kemudian kembali dan 
meminta ampun kepada Tuhannya.
Orang Mesir yang berkelahi dengan orang Israil itu mengetahui bahawa 
Musa adalah pembunuh orang Mesir yang mayatnya mereka temukan 
kelmarin. Petugas keamanan Mesir tidak berhasil menyingkap kasus 
pembunuhan itu. Akhirnya, rahsia Musa tersingkap lalu seorang lelaki 
Mesir yang beriman datang dari penjuru kota. Ia membisikkan kepada 
Musa bahawa ada suatu rencana untuk membunuhnya. Ia menasihati Musa 
agar meninggalkan Mesir secepatnya.
Allah s.w.t berfirman:
"kerana itu, jadilah Musa di kota itu merasa takut menunggu-nunggu 
dengan khuatir (akibat perbuatannya), maka tiba-tiba orang yang 
meminta pertolongan kelmarin berteriak meminta pertolongan 
kepadanya. Musa berkata kepadanya: 'Sesungguhnya kamu benar-
benar orang yang sesat yang nyata (kesesatannya). Maka tat-kala 
Musa memegang dengan keras orang yang menjadi musuh keduanya, 
musuhnya berkata: 'Hai Musa apakah kamu bermaksud untuk 
membunuhku, sebagaimana kamu kelmarin telah membunuh seorang 
manusia? Kamu tidak bermaksud melainkan hendak menjadi orang 
yang berbuat sewenang-wenang di negeri (ini), dan tiadalah kamu 
hendak menjadi salah seorang dari orang-orang yang mengadakan 
perdamaian.' Dan datanglah seorang laki-laki dari ujung kota tergesa-
gesa seraya berkata: 'Hai Musa, sesungguhnya pembesar sedang 
berunding tentang kamu. Sesungguhnya aku termasuk orang-orang 
yang memberi nasihat kepadamu.'" (QS. al-Qashash: 18-20)
Allah menyembunyikan kepada kita nama laki-laki yang datang 
mengingatkan Musa itu. Tetapi menurut hemat kami, ia adalah seorang 
lelaki Mesir yang tentu memiliki jabatan penting. Sesuai dengan ayat 
tersebut, ia mengetahui adanya persengkongkolan untuk menyingkirkan 
Musa dari kedudukan yang tinggi. Seandainya ia orang yang biasa-biasa 
saja maka orang itu tidak mengenalnya. Orang itu mengetahui bahawa 
Musa tidak berhak untuk mendapatkan hukum bunuh atas dosanya. Musa 
membunuh kerana faktor kesalahan, bukan kerana faktor kesengajaan. 
Kesalahan semacam itu menurut undang-undang Mesir yang dahulu 
dihukum dengan penjara. Lalu, mengapa timbul keinginan untuk 
membunuh Musa? Kalau kita memperhatikan nasihat orang Mesir itu 
terhadap Musa maka kita akan menemukan jawapannya. Yaitu 
perkataannya: "Para pembesar merencanakan persekongkolan untuk 
menyingkirkanmu."
Al-Mala' adalah para penguasa atau para pembesar yang 
bertanggungjawab pada keamanan. Mereka menyiapkan persekongkolan 
untuk menyingkirkan Musa. Apa yang dilakukan oleh Musa -  kalau 
memang dianggap sebagai suatu kesalahan - adalah kejahatan biasa yang 
hanya dituntut dengan hukuman penjara. Lalu siapakah yang membuat 
rencana yang demikian, dan siapakah yang mendorong untuk melakukan 
persekongkolan untuk membunuhnya? Kami kira bahawa kepala 
keamanan Mesir tidak menyukai Musa. Ia mengetahui bahawa Musa 
adalah anggota Bani Israil. Ia mengetahui bahawa sampainya peti di 
istana Fir'aun merupakan suatu rekayasa yang dirancang oleh musuh-
musuhnya yang menginginkan kedudukannya. Ini bererti kerana 
keteledorannya dan ketelodaran anak-anak buahnya. Berapa kali orang 
itu menasihati dan menganjurkan agar Musa dibunuh tetapi Fir'aun justru 
menampik fikiran itu. Dan ketika datang saat yang ditentukan untuk 
membunuh Musa, Fir'aun justru tunduk terhadap Isterinya yang sangat 
mencintai Musa.
Akhirnya, kesempatan emas ada di depannya. Para pembantunya 
mengatakan kepadanya bahawa Musalah yang membunuh orang Mesir 
yang mereka temukan jasadnya kelmarin. Selesailah urusan ini. 
Kemudian datanglah perintah dan kesempatan untuk membunuh Musa. 
Orang-orang yang membenci Musa mulai mendapatkan angin 
kegembiraan di mana mereka akan melihat Musa terbunuh, tetapi Allah 
s.w.t mengirim seorang Mesir yang baik untuk mengingatkan Musa agar 
berlari dari kejaran orang-orang yang lalim.
Allah s.w.t berfirman:
"Maka keluarlah Musa dari kota itu dengan rasa takut menunggu-
nunggu dengan khuatir, dia berdoa: 'Ya Tuhanku, selamatkanlah aku 
dari orang-orang yang lalim itu.'" (QS. al-Qashash: 21)
Musa meninggalkan kota dan menjadi orang yang terusir. Musa segera 
keluar dalam keadaan takut dan sambil waspada Musa selalu berdoa 
dalam hatinya: "Ya Tuhanku, selamatkanlah aku dari orang-orang yang 
lalim." Kaum itu memang benar-benar orang-orang yang lalim. Mereka 
ingin menerapkan hukuman bagi pembunuh dengan sengaja atas Musa, 
padahal Musa tidak melakukan selain berusaha memisahkan orang yang 
berkelahi tetapi dengan tidak sengaja ia membunuhnya. Musa segera 
keluar dari Mesir. Beliau tidak lagi pergi ke istana Fir'aun dan tidak 
mengganti pakaiannya, dan beliau tidak membawa makanan untuk 
perjalanan. Beliau tidak membawa binatang tunggangan yang dapat 
menghantarkannya. Beliau tidak pergi bersama suatu kafilah. Beliau 
langsung pergi ketika mendapatkan khabar dari seorang mukmin yang 
mengingatkannya dari ancaman Fir'aun.
Musa melalui jalan yang tidak lazim dilalui orang biasa. Musa memasuki 
gurun dan ia menuju ke suatu tempat yang di situ Allah s.w.t 
membimbingnya. Ini adalah pertama kalinya beliau keluar dan 
mengharungi gurun pasir sendirian. Kemudian sampailah Musa di suatu 
tempat yang bernama Madyan. Musa istirahat dan duduk-duduk di dekat 
sumur yang besar di mana di situ orang-orang mengambil air untuk 
memberi minum kepada binatang-binatang tunggangan mereka dan 
binatang-binatang gembalaan mereka. Musa tidak membawa makanan 
selain daun-daun pohon. Musa minum dari sumur-sumur yang 
ditemukannya di tengah jalan. Sepanjang perjalanan Musa merasakan 
ketakutan; jangan-jangan Fir'aun mengirim orang untuk menangkapnya. 
Ketika Musa sampai di kota Madyan Musa berbaring di sisi pohon dan 
istirahat. Musa merasa lapar dan keletihan. Sandal yang dipakainya 
tampak mulai rosak. Beliau tidak mempunyai wang yang cukup untuk 
membeli sandal baru, dan beliau juga tidak mempunyai wang yang cukup 
untuk membeli makanan dan minuman.
Nabi Musa memperhatikan kumpulan pengembala yang sedang 
mengambil air untuk kambing-kambing mereka. Musa ingat bahawa ia 
sedang lapar dan haus. Ia berkata dalam dirinya: Aku tidak dapat 
memenuhi perutku dengan air selama aku tidak memiliki wang yang 
cukup untuk membeli makanan. Musa berjalan menuju tempat air. 
Sebelum sampai, ia mendapati dua orang perempuan yang sedang 
menyendirikan kambing-kambingnya agar jangan sampai tercampur 
dengan kambing orang lain. Melalui ilham, Musa merasa bahawa kedua 
wanita itu membutuhkan pertolongan. Musa lupa terhadap rasa hausnya, 
lalu beliau menuju ke arah mereka dan bertanya, apakah ia dapat 
membantu mereka? Lalu seorang gadis yang paling tua berkata: "Kami 
menunggu sampai selesainya para gembala itu mengambil air untuk 
binatang gembalaan mereka." Musa bertanya: "Mengapa kalian tidak 
mengambil air sekarang?" Gadis yang paling kecil berkata: "Kami tidak 
mampu untuk berdesak-desakan dengan kaum lelaki." Nabi Musa 
kehairanan kerana mengetahui kedua gadis itu menggembala kambing. 
Seharusnya yang mengembala kambing adalah kaum lelaki. Ini adalah 
tugas yang berat dan sangat melelahkan. Musa bertanya: "Mengapa kalian 
menggembala kambing?" Masih kata gadis yang paling kecil: "Orang tua 
kami sudah tua di mana kesehatannya tidak dapat membantunya untuk 
keluar dari rumah dan menggembala kambing setiap hari." Musa berkata: 
"Kalau begitu, aku akan membantu kalian untuk mengambil air tersebut."
Musa berjalan menuju tempat air. Musa mengetahui bahawa para 
penggembala meletakkan di atas bibir air suatu batu besar yang tidak 
bisa digerakkan kecuali oleh sepuluh orang. Musa merangkul dan 
mengangkatnya dari bibir sumur. Otot-otot Musa tampak menonjol saat 
memindahkan batu itu. Musa adalah seorang lelaki yang kuat. Akhirnya, 
Musa berhasil mengambilkan air bagi remaja puteri itu, dan kemudian ia 
mengembalikan batu itu ke tempatnya. Musa kembali duduk di bawah 
naungan pohon. Saat itu Musa lupa untuk minum. Perut Musa menempel 
ke punggungnya kerana saking laparnya. Musa mengingat Allah s.w.t dan 
memanggil-Nya dalam hatinya:
"Ya Tuhanku, sesungguhnya aku sangat memerlukan suatu kebaikan 
yang Engkau turunkan kepadaku." (QS. al-Qashash: 24)
"Dan tatkala ia menghadap ke jurusan negeri Madyan ia berdoa (lagi): 
'Mudah-mudahan Tuhanku memimpinku ke jalan yang benar.' Dan 
tatkala ia sampai di sumber air negeri Madyan ia menjumpai di sana 
sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia 
menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang 
sedang menambat (ternaknya) Musa berkata: 'Apakah maksudmu 
(dengan berbuat begitu)?' Kedua wanita itu menjawab: 'Kami tidak 
dapat meminumkan (ternak kami), sebelum pengembala-pengembala 
itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami adalah orang tua 
yang telah lanjut umurnya.' Maka Musa memberi minum ternak itu 
untuk (menolong) keduanya, kemudian dia kembali ke tempat yang 
teduh lalu berdoa: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya aku sangat 
memerlukan suatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku.'" (QS. 
al-Qashash: 22-24)
Marilah kita tinggalkan sejenak Nabi Musa yang sedang duduk di bawah 
naungan pohon untuk kemudian kita melihat apa yang terjadi pada kedua 
gadis itu. Kedua gadis itu kembali ke rumah ayahnya. Si ayah bertanya: 
"Hari ini kalian kembali lebih cepat dari biasanya?" Gadis yang paling tua 
berkata: "Sungguh hari ini kami sangat beruntung. Wahai ayah, kami 
bertemu dengan seorang lelaki yang mulia yang mengambilkan air bagi 
haiwan kami sebelum orang-orang lain mengambilnya." Si ayah berkata: 
"Alhamdulillah." Gadis yang paling kecil berkata: "Saya kira wahai ayahku 
dia datang dari tempat yang jauh dan tampak ia sedang lapar. Saya 
melihat dia dalam keadaan kecapaian meskipun ia seorang lelaki yang 
kuat."
Si ayah berkata kepada anak perempuannya: Pergilah engkau padanya 
dan katakan, sesungguhnya ayahku memanggilmu untuk memberimu 
upah atas jasamu mengambilkan air untukku. Kemudian anak perempuan 
itu pergi menemui Musa dalam keadaan hatinya berdebar-debar. 
Perempuan itu berdiri di depan Musa dan menyampaikan surat dari 
ayahnya. Musa bangkit dari tempat duduknya dan pandangannya tertuju 
ke bawah. Musa tidak bermaksud mengambilkan air untuk mereka dengan 
tujuan mengharapkan upah dari mereka. Beliau membantu mereka hanya 
semata-mata kerana Allah s.w.t. Beliau merasakan dalam dirinya bahawa 
Allah s.w.t-lah yang mengarahkan beliau untuk membantu mereka.
Gadis itu berjalan di depan Musa kemudian bertiuplah angin dan 
menyentuh pakaiannya sehingga Musa menundukkan pandangan matanya 
kerana merasa malu. Musa berkata kepadanya: "Saya akan berjalan di 
depanmu dan tunjukkanlah jalan kepadaku." Mereka pun sampai di 
kediaman si ayah. Sebahagian ahli tafsir mengatakan bahawa si ayah ini 
adalah Nabi Syu'aib. Beliau memperoleh usia yang panjang setelah 
kematian kaumnya. Ada juga yang mengatakan bahawa si ayah adalah 
putera dari saudara Syu'aib. Ada yang mengatakan bahawa ia adalah anak 
dari pamannya, dan ada juga yang mengatakan bahawa ia adalah seorang 
lelaki mukmin dari kaumnya. Yang jelas, ia adalah seorang tua yang 
soleh. Orang tua itu menghidangkan kepada Nabi Musa makanan siang 
dan bertanya kepadanya dari mana ia datang dan kemudian ke mana ia 
akan pergi.
Musa mengungkapkan ceritanya. Orang tua itu berkata kepadanya, 
jangan khuatir dan jangan takut. Engkau akan selamat dari orang-orang 
yang lalim. Negeri ini tidak tunduk pada Mesir dan mereka tidak akan 
sampai di sini. Mendengar ucapan itu, Musa menjadi tenang dan bangkit 
untuk pergi. Salah seorang anak perempuan itu berkata kepada ayahnya 
dengan berbisik: "Wahai ayahku, berilah dia upah." Sesungguhnya engkau 
akan memberikan upah kepada seorang yang kuat dan jujur. Si ayah 
bertanya kepadanya: "Bagaimana engkau mengetahui dia seorang lelaki 
yang kuat?" Anak perempuannya menjawab: "Saya lihat sendiri ia 
mengangkat batu yang tidak mampu diangkat oleh sepuluh orang lelaki." 
Si ayah bertanya lagi: "Bagaimana engkau mengetahui bahawa dia 
seseorang yang jujur." Perempuan itu menjawab: "Ia menolak untuk 
berjalan di belakangku dan ia berjalan di depanku sehingga ia tidak 
melihatku saat aku berjalan, dan selama perjalanan saat aku berbincang-
bincang padanya, dia selalu menundukkan matanya ke tanah sebagai rasa 
malu dan adab yang baik darinya."
Kemudian orang tua itu memandangi Musa dan berkata padanya: "Wahai 
Musa, aku ingin menikahkanmu dengan salah satu puteriku. Dengan 
syarat, hendaklah engkau bekerja menggembala kambing bersamaku 
selama delapan tahun. Seandainya engkau menyempurnakan sepuluh 
tahun maka itu adalah kemurahan darimu. Aku tidak ingin 
menyusahkanmu. Sungguh insya-Allah engkau akan mendapatiku 
termasuk orang-orang yang saleh." Musa berkata: "Ini adalah kesepakatan 
antar aku dan engkau dan Allah s.w.t sebagai saksi atas kesepakatan kita, 
baik aku melaksanakan pekerjaan selama delapan tahun mahupun 
sepuluh tahun. Setelah itu, aku bebas untuk pergi ke mana saja."
Allah s.w.t berfirman:
"Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita 
itu berjalan kemalu-maluan, ia berkata: 'Sesungguhnya bapakku 
memanggil kamu agar ia memberi balasan terhadap (kebaikan) mu 
memberi minum (ternak) kami.' Maka tatkala Musa mendatangi 
bapaknya (Syu'aib) dan menceritakan kepadanya cerita (mengenai 
dirinya), Syu'aib berkata: 'Janganlah kamu takut. Kamu telah selamat 
dari orang-orang yang lalim itu.' Salah seorang dari kedua wanita itu 
berkata: 'Wahai bapakku, ambillah ia sebagai orang yang bekerja 
(pada kita), kerana sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu 
ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat 
dipercayai. Berkatalah dia (Syu'aib): 'Sesungguhnya aku bermaksud 
menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas 
dasar bahawa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu 
cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, 
maka aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu Insya-Allah akan 
mendapatiku termasuk orang-orang yang baik.' Dia (Musa) berkata: 
'Itulah (perjanjian) antara aku dan kamu. Mana saja dari kedua waktu 
yang ditentukan itu aku sempurnakan, maka tidak ada tuntutan 
tambahan atas diriku (lagi). Dan Allah adalah saksi atas apa yang aku 
ucapkan.'" (QS. al-Qashash: 25-28)
Ketika sampai pada kisah ini, banyak pena bertebaran untuk 
mendapatkan jawapan dari pertanyaan-pertanyaan yang mencuba 
menerobos kesamaran. Mereka bertanya tentang anak perempuan yang 
menikahi Musa: apakah anak perempuan yang paling besar ataukah anak 
perempuan yang paling kecil, dan Musa memilih masa bekerja delapan 
tahun atau sepuluh tahun. Bahkan mereka menyampaikan berbagai 
macam riwayat dan kisah yang mereka yakini kebenarannya. Kami sendiri 
meyakini bahawa Musa menikah dengan salah satu anak perempuan dari 
orang tua itu tetapi kita tidak mengetahui siapa dia dan siapa namanya. 
Kami meyakini bahawa beliau menikah dengan gadis yang memanggilnya 
untuk menemui ayahnya. Kemudian gadis itulah yang menganjurkan 
ayahnya agar memberikan upah padanya.
Al-Quran al-Karim melalui konteks ayatnya menyingkap bentuk 
kekaguman yang tersembunyi di balik gadis itu terhadap Musa. Barangkali 
orang tuanya mengetahui bahawa anak perempuannya menaruh rasa 
cinta kepada Musa, dan boleh jadi ketika berbicara tentang pernikahan 
kepada Musa, ia menyerahkan sepenuhnya kebebasan Musa untuk 
memilih. Mungkin Musa memilih sendiri gadis mana yang diminatinya. 
Tetapi, siapa gadis yang dipilih oleh Musa: apakah gadis yang paling tua 
atau gadis yang paling kecil? Yang jelas Al-Quran tidak menyebutkan hal 
tersebut, meskipun ia hanya memberikan isyarat kepadanya dalam 
firman-Nya:
"Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita 
itu berjalan kemalu-maluan. " (QS. al-Qashash: 25)
Begitu juga Al-Quran al-Karim tidak menyebutkan waktu yang dihabiskan 
oleh Musa saat ia bekerja: apakah sepuluh tahun atau beliau merasa 
cukup dengan delapan tahun. Kami sendiri meyakini sesuai dengan 
kebiasaan Musa dan kemurahannya serta kenabiannya serta 
kedudukannya sebagai salah satu nabi ulul azmi bahawa beliau memilih 
masa yang paling lama, yaitu sepuluh tahun. Pendapat itu juga didukung 
oleh hadis Ibnu Abas.
Demikianlah Nabi Musa mengabdi kepada orang tua itu selama sepuluh 
tahun penuh. Pekerjaan Nabi Musa terbatas pada keluar dari rumah di 
waktu pagi untuk menggembala kambing. Kami kira bahawa sepuluh 
tahun masa yang dihabiskan oleh Nabi Musa di Madyan merupakan suatu 
ketentuan yang dirancang oleh Allah s.w.t. Musa berdasarkan agama 
Yakub. Kakek beliau adalah Yakub dan Yakub sendiri adalah cucu dari 
Ibrahim. Dengan demikian, Musa adalah cucu dari Ibrahim dan setiap nabi 
yang datang setelah Ibrahim berasal dari sulbinya. Maka dari sini kita 
memahami bahawa Musa berada di atas agama ayah-ayahnya dan datuk-
datuknya.
Nabi Musa berdasarkan Islam dan agama tauhid. Nabi Musa menghabiskan 
masa sepuluh tahun itu dalam keadaan jauh dari kaumnya dan 
keluarganya. Masa sepuluh tahun ini adalah masa yang paling penting 
dalam kehidupannya. Ia merupakan masa persiapan yang besar. Pada 
setiap malam Musa merenungkan bintang-bintang. Musa mengikuti 
terbitnya matahari dan tenggelamnya. Pada setiap siang Musa 
memikirkan tumbuh-tumbuhan: bagaimana ia membelah tanah dan 
mekar. Musa memperhatikan air: bagaimana ia menghidupkan bumi 
setelah bumi itu mati, lalu bumi itu menjadi tempat yang indah dan 
subur. Musa memperhatikan alam yang luas dan ia tampak tercengang 
dan kagum dengan ciptaan Allah s.w.t.
Sebenarnya pemikiran-pemikiran dan perenungan-perenungan tersebut 
jauh-jauh hari sudah tersembunyi di dalam dirinya dan menetap di dalam 
jiwanya. Bukankah Musa telah terdidik di istana Fir'aun. Ini bererti 
bahawa beliau menjadi seorang Mesir yang mempunyai wawasan yang 
luas; orang Mesir yang menunjukkan kekuatan fizikalnya; orang Mesir 
dengan segala makanannya dan minumannya. Jadi, segala hal yang ada 
pada Musa berbau Mesir. Musa siap-siap untuk menerima wahyu Ilahi dari 
bentuk yang baru. Yaitu wahyu Ilahi yang langsung datang tanpa 
perantara seorang malaikat di mana Allah s.w.t akan berbicara 
dengannya tanpa perantara.
Oleh kerana itu, sebelum datangnya wahyu itu perlu adanya persiapan 
mental dan moral, sedangkan persiapan fizik telah selesai dilaluinya di 
Mesir. Musa tumbuh di istana yang paling besar yang dimiliki penguasa di 
bumi dan di suatu pemerintahan yang paling kaya di bumi. Musa menjadi 
seorang pemuda yang kuat di mana hanya sekadar memisahkan seseorang 
yang berkelahi, ia justru membunuhnya. Setelah persiapan fizik yang 
sangat kuat, kini Musa harus melewati persiapan mental yang seimbang. 
Yaitu persiapan yang dilakukan melalui pengasingan yang sempurna di 
mana beliau hidup di tengah-tengah gurun dan tempat penggembalaan 
yang beliau belum pernah menginjakkan kakinya di sana. Beliau hidup di 
tengah-tengah orang asing yang belum pernah beliau lihat sebelumnya.
Sering kali Musa mendapatkan kesunyian dan keheningan di balik 
pengasingan itu. Allah s.w.t mempersiapkan hal tersebut kepada nabi-
Nya agar setelah itu beliau mampu memegang amanat yang besar dari 
Allah s.w.t. Datanglah suatu hari atas Musa. Selesailah masa yang 
ditentukan. Kemudian Musa merasakan kerinduan untuk kembali ke 
Mesir. Dengan berlalunya waktu, hukuman yang harus dijalaninya dengan 
sendirinya gugur. Musa mengetahui hal itu, tetapi beliau juga mengetahui 
bahawa undang-undang di Mesir sebenarnya terletak pada kekuatan 
penguasa; jika penguasa berkehendak maka Musa dapat menerima 
hukuman dan jika tidak berkehendak maka dia akan memaafkannya, 
meskipun yang bersangkutan berhak mendapatkan hukuman. Alhasil, 
Musa menyedari hal itu, Musa tidak sepenuhnya yakin ia akan selamat 
ketika beliau menginjakkan kakinya di Mesir seperti keyakinannya 
bahawa beliau selamat di tempatnya sekarang. Meskipun demikian, rasa 
rindunya untuk melakukan perjalanan kembali ke tempatnya mendorong 
Musa segera menuju ke Mesir. Musa tepat mengambil keputusan.
Musa berkata kepada Isterinya: "Besok kita akan memulai perjalanan ke 
Mesir." Isterinya berkata dalam dirinya: "Di dalam perjalanan terdapat 
seribu macam bahaya tetapi ketenangan tetap menghiasai wajah Musa." 
Isteri Musa tetap taat kepada Musa. Nabi Musa sendiri tidak mengetahui 
rahsia tentang keputusannya yang cepat untuk kembali ke Mesir setelah 
sepuluh tahun beliau pergi melarikan diri, lalu mengapa sekarang ia 
kembali ke sana? Apakah beliau rindu kepada ibunya dan saudaranya? 
Apakah beliau berfikir untuk mengunjungi Isteri Fir'aun yang telah 
mendidiknya layaknya ibunya dan sangat mencintainya layaknya ibunya 
sendiri? Tidak ada seorang pun yang mengetahui apa yang terlintas dalam 
diri Musa saat beliau berkeinginan untuk kembali ke Mesir. Hanya saja, 
yang kita ketahui bahawa Nabi Musa terbimbing dengan ketetapan-
ketetapan Ilahi sehingga beliau tidak melangkahkan kakinya kecuali 
berdasarkan ketetapan tersebut.
Musa keluar bersama keluarganya dan melakukan perjalanan. Bulan 
bersembunyi di balik gumpalan awan yang tebal, dan kegelapan 
rnenyelimuti sana-sini. Sementara itu, petir menyambar sangat keras dan 
langit menurunkan hujan. Cuaca tampak tidak bersahabat. Di tengah-
tengah perjalanannya, Musa tersesat. Musa mendapatkan dua potongan 
batu kemudian beliau memukulkan kedua-nya dan menggesek-gesekan 
keduanya agar mendapatkan api darinya sehingga beliau dapat berjalan. 
Tetapi sayang, beliau tidak mampu melakukan hal itu. Angin yang 
bertiup kencang memadamkan api kecil itu.
Nabi Musa berdiri dalam keadaaan bingung dan tubuhnya tampak 
menggigil di tengah-tengah keluarganya. Kemudian Nabi Musa 
mengangkat kepalanya dan menyaksikan sesuatu dari jauh. Sesuatu yang 
beliau saksikan adalah api yang sangat besar yang menyala-nyala dari 
kejauhan. Maka hati Musa dipenuhi dengan rasa gembira. Ia berkata 
kepada keluarganya: "Aku melihat api di sana." Lalu beliau 
memerintahkan kepada mereka untuk tinggal di tempatnya sehingga 
beliau pergi ke api itu. Barangkali di sana beliau mendapatkan suatu 
berita atau akan menemukan seseorang yang dapat memberinya 
petunjuk sehingga beliau tidak tersesat, atau beliau dapat membawa 
sebahagian api yang menyala sehingga tubuh mereka menjadi hangat.
Keluarganya melihat api yang diisyaratkan oleh Musa tetapi sebenarnya 
mereka tidak melihat sesuatu pun. Mereka tetap mentaatinya dan duduk 
sambil menunggu kedatangan Musa. Musa bergerak menuju ke tempat 
api. Musa segera berjalan untuk menghangatkan tubuhnya, sementara 
tangan kanannya memegang tongkatnya dan tubuhnya tampak basah 
kuyup kerana hujan. Nabi Musa tetap berjalan sampai ia mencapai suatu 
lembah yang bernama Thua'. Beliau menyaksikan sesuatu yang unik di 
lembah ini. Di lembah itu tidak ada rasa dingin dan tidak ada angin yang 
bertiup. Yang ada hanya keheningan. Nabi Musa mendekati api. Belum 
lama beliau mendekatinya sehingga beliau mendengar suara panggilan:
"Maka tatkala dia tiba di (tempat) api itu, diserulah dia: 'bahawa telah 
diberkati orang-orang yang berada di dekat api itu, dan orang-orang yang 
berada di sekitarnya. Dan Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam." (QS. 
an-Naml: 8)
Tiba-tiba Nabi Musa berhenti dan badannya menggigil. Suara itu tampak 
terdengar dan datang dari segala tempat dan tidak berasal dari tempat 
tertentu. Musa melihat api dan beliau kembali merasa menggigil. Beliau 
mendapati suatu pohon hijau dari duri dan setiap kali pohon itu terbakar 
dan berkobar api darinya maka pohon itu justru semakin hijau. 
Seharusnya pohon itu berubah warnanya menjadi hitam saat terbakar, 
tetapi anehnya api justru meningkatkan warna hijaunya. Musa tetap 
menggigil meskipun beliau merasakan kehangatan dan tampak mulai 
berkeringat.
Lembah yang di situ Musa berdiri adalah lembah Thua'. Musa meletakkan 
kedua tangannya di atas kedua matanya kerana saking dahsyatnya 
cahaya. Beliau melakukan yang demikian itu sebagai usaha untuk 
melindungi kedua matanya. Kemudian Musa bertanya dalam dirinya: Ini 
cahaya atau api? Tiba-tiba beliau tersungkur ke tanah sebagai wujud rasa 
takut, lalu Allah s.w.t memanggil:
"Wahai Musa." (QS. Thaha: 11)
Musa mengangkat kepalanya dan berkata: "Ya." Allah berkata:
"Sesungguhnya Aku adalah Tuhanmu." (QS. Thaha: 12)
Musa semakin menggigil dan berkata: "Benar wahai Tuhanku."
Allah s.w.t berkata: "Maka lepaskanlah kedua sandalmu sesungguhnya 
engkau berada di lembah yang suci yang bernama Thua'." Musa tertunduk 
dan rukuk sementara tubuhnya tampak gementar dan beliau mulai 
melepas sandalnya Allah s.w.t berkata:
Maka tinggalkanlah kedua terompahmu; sesungguhnya kamu berada 
di lembah yang suci, Thuwa'. " (QS. Thaha:   12)
Musa rukuk dan melepas kedua sandalnya. Kemudian Allah s.w.t kembali 
berkata:
"Dan Aku telah memilih kamu, maka dengarkanlah apa yang akan 
diwahyukan (kepadamu). Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak 
ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah 
salat untuk mengingat Aku. Sesungguhnya hari kiamat itu akan 
datang. Aku merahsiakan (waktunya) agar supaya tiap-tiap diri itu 
dibalas dengan apa yang diusahakan. Maka sekali-kali janganlah kamu 
dipalingkan darinya oleh orang yang tidak beriman kepadanya dan 
oleh orang yang mengikuti hawa nafsunya, yang menyebabkan kamu 
binasa." (QS. Thaha: 13-16)
Musa semakin gementar saat beliau menerima wahyu Ilahi dan saat 
berdialog dengan Allah s.w.t. Allah s.w.t yang Maha Pengasih dan Maha 
Penyayang berkata:
"Apakah itu yang ada di tangan kananmu, hai Musa?" (QS. Thaha: 17)
Bertambahlah kehairanan Nabi Musa. Allah s.w.t adalah Zat yang 
mengajaknya berbicara dan tentu Dia lebih mengetahui daripada Musa 
tentang apa yang dipegangnya, lalu mengapa Allah s.w.t bertanya 
kepadanya jika memang Dia lebih mengetahui darinya. Tak ragu lagi 
bahawa di sana ada hikmah yang tinggi. Musa menjawab pertanyaan itu 
dengan suaranya yang tampak mengigil:
"Ini adalah tongkatku, aku bertelekan padanya, dan aku pukul (daun) 
dengannya untuk kambingku, dan bagiku ada lagi keperluan yang lain 
padanya." (QS. Thaha: 18)
Allah berfirman:
"Lemparkanlah ia, hai Musa!" (QS. Thaha: 19)
Musa 
melemparkan tongkatnya dari tangannya dan rasa hairannya semakin menjadi-jadi. 
Tiba-tiba Musa dikejutkan ketika melihat tongkat itu menjadi ular yang besar. 
Ular itu bergerak dengan cepat. Musa tidak mampu lagi menahan rasa takutnya. 
Musa merasa tubuhnya bergetar kerana rasa takut. Musa membalikkan tubuhnya 
kerana takut dan ia mulai lari. Belum lama ia lari, belum sampai dua langkah, 
Allah s.w.t memanggilnya:
"Hai Musa, janganlah kamu takut, sesungguhnya orang yang 
menjadikan rasul, tidak takut di hadapanku. " (QS. an-Naml: 
10)
"Hai Musa datanglah kepada-Ku dan janganlah kamu takut. 
Sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang aman. " (QS. al- Qashash: 
31)
Musa 
kembali memutar badannya dan berdiri. Tongkat itu tampak bergerak dan ular itu 
pun tetap bergerak. Allah s.w.t berkata kepada Musa:
"Peganglah ia dan janganlah takut, Kami akan 
mengembalikannya kepada keadaannya semula. " (QS. Thaha: 
21)
Musa 
menghulurkan tangannya ke ular itu dalam keadaan menggigil. Musa belum sempat 
menyentuhnya sehingga ular itu menjadi tongkat. Demikianlah perintah Allah s.w.t 
terjadi dengan cepat. Kemudian Allah s.w.t memerintahkan 
kepadanya:
"Masukanlah tanganmu ke leher bajumu, nescaya ia keluar 
putih tidak bercacat bukan kerana penyakit, dan dekapkanlah kedua tanganmu (ke 
dada)mu bila ketakutan. " (QS. al-Qashash: 32)
Musa 
meletakkan tangannya di kantongnya lalu ia mengeluarkannya dan tiba-tiba tangan 
itu bersinar bagaikan bulan. Kembali rasa kagum Musa bertambah. Lalu ia 
meletakkan tangannya di dadanya sebagaimana diperintahkan Allah s.w.t padanya 
sehingga rasa takutnya benar-benar hilang.
Musa 
merasa tenang dan terdiam. Kemudian Allah s.w.t memerintahkan kepadanya - 
setelah beliau melihat kedua mukjizat ini, yaitu mukjizat tangan dan mukjizat 
tongkat - untuk pergi menemui Fir'aun dan berdakwah kepadanya dengan penuh 
kelembutan dan kasih sayang dan Allah s.w.t memerintahkan kepadanya untuk 
mengeluarkan Bani Israil dari Mesir. Musa menampakkan rasa takutnya kepada 
Fir'aun. Musa berkata bahawa ia telah membunuh seseorang di antara mereka dan 
beliau khuatir mereka akan membunuhnya dan membalasnya. Musa meminta kepada 
Allah s.w.t dan memohon kepada-Nya agar mengirim saudaranya Harun bersamanya. 
Allah s.w.t menenangkan Musa dengan mengatakan bahawa Dia akan selalu bersama 
mereka berdua. Dia mendengar dan menyaksikan gerak-geri dan perbuatan mereka. 
Meskipun Fir'aun terkenal dengan kejahatannya dan kekuatannya, namun kali ini 
Fir'aun tidak akan mampu mengganggu atau menyakiti mereka. Allah s.w.t 
memberitahu Musa bahawa Dia-lah yang akan menang. Musa berdoa dan memohon kepada 
Allah s.w.t agar melapangkan hatinya dan memudahkan urusannya serta memberinya 
kekuatan dalam berdakwah di jalan-Nya.
Allah 
s.w.t berfirman:
"Apakah telah sampai kepadamu kisah Musa ? Ketika ia 
melihat api, lalu berkatalah ia kepada keluarganya: 'Tinggallah kamu (di sini), 
sesungguhnya aku melihat api, mudah-mudahan aku dapat membawa sedikit darinya 
kepadamu atau aku akan mendapat petunjuk di tempat api itu. Maka ketika ia 
datang ke tempat api itu ia dipanggil: Hai Musa, sesungguhnya Aku adalah 
Tuhanmu. Maka tinggalkanlah kedua terompahmu; sesungguhnya kamu berada di lembah 
yang suci, Thuwa'. Dan Aku telah memilih kamu, maka dengarkanlah apa yang akan 
diwahyukan (kepadamu). Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang 
hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah salat untuk mengingat Aku. 
Sesungguhnya hari kiamat itu akan datang. Aku merahsiakan (waktunya) agar supaya 
tiap-tiap diri itu dibalas dengan apa yang diusahakan. Maka sekali-kali 
janganlah kamu kamu dipalingkan darinya oleh orang yang tidak beriman kepadanya 
dan oleh orang yang mengikuti hawa nafsunya, yang menyebabkan kamu binasa. 
Apakah itu yang ada di tangan kananmu, hai Musa, 'Ini adalah tongkatku, aku 
bertelehan padanya, dan aku pukul (daun) dengannya untuk kambingmu, dan bagiku 
ada lagi keperluan yang lain padanya.' Allah berfirman: Lemparkanlah ia, hai 
Musa!' Lalu dilemparkanlah tongkat itu, maka tiba-tiba ia menjadi seekor ular 
yang merayap dengan cepat. Peganglah ia dan janganlah takut, Kami akan 
mengembalikannya kepada keadaannya semula, dan kepitkanlah tanganmu ke ketiakmu, 
nescaya ia ke luar menjadi putih cemerlang tanpa cacat, sebagai mukjizat yang 
lain (pula), untuk Kami perlihatkan kepadamu sebahagian dari tanda-tanda 
kekuasaan Kami yang besar. Pergilah kepada Fir'aun; sesungguhnya ia telah 
melampaui batas. Berkata Musa: 'Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, dan 
mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidah, supaya mereka 
mengerti perkataanku, dan jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku, 
(yaitu) Harun saudaraku, teguhkanlah dengan dia kekuatanku, dan jadikanlah dia 
sekutu dalam urusanku, supaya kami banyak bertasbih kepada Engkau, dan banyak 
mengingat Engkau. Sesungguhnya Engkau adalah Maha Melihat (keadaan) kami.' Allah 
berfirman: 'Sesungguhnya telah diperkenankan permintaanmu, hai Musa.' Dan 
sesungguhnya Kami telah memberi nikmat kepadamu pada kali yang lain, yaitu 
ketika Kami mengilhamkan kepada ibumu suatu yang diilhamkan, yaitu: Letakkanlah 
ia (Musa) di dalam peti, kemudian lemparkanlah ia ke sungai (Nil), maka pasti 
sungai itu membawanya ke tepi, supaya diambil oleh (Fir'aun) musuh-Ku dan 
musuhnya.' Dan Aku telah melimpahkan kepadamu kasih sayang yang datang dari-Ku; 
dan supaya kamu diasuh di bawah pengawasan-Ku. (Yaitu) ketika saudaramu yang 
perempuan berjalan, lalu ia berkata kepada (keluarga Fir'aun): 'Bolehkah saya 
menunjukkan kepadamu orang yang akan memeliharanya?' Maka Kami mengembalikanmu 
kepada ibumu, agar senang hatinya dan tidak berduka cita. Dan kamu pernah 
membunuh seorang manusia, lalu Kami selamatkan kamu dari kesusahan dan Kami 
telah mencubamu dengan beberapa cubaan; maka kamu tinggal beberapa tahun di 
antara penduduk Madyan, kemudian kamu datang menurut waktu yang ditetapkan hai 
Musa, dan Aku telah memilihmu untuk diri-Ku. " (QS. Thaha: 
9-41)
Kita tidak 
mengetahui apa yang kita akan katakan dan apa yang kita komentar berkaitan 
dengan firman Allah s.w.t kepada salah seorang hamba-Nya: "Dan Aku telah 
memilihmu untuk diri-Ku." Allah s.w.t telah memilih Musa. Itu adalah salah satu 
puncak kemuliaaan di mana tidak ada seseorang pun di zaman itu yang mampu 
mencapainya selain Musa. Nabi Musa kembali untuk menemui keluarganya setelah 
Allah s.w.t memilihnya sebagai Rasul atau utusan untuk berdakwah ke Fir'aun. 
Akhirnya, Nabi Musa beserta keluarganya berjalan menuju ke Mesir. Hanya Allah 
s.w.t yang mengetahui fikiran-fikiran apa yang terlintas di dalam diri Musa saat 
beliau mengayunkan langkahnya menuju ke Mesir.
Selesailah 
masa-masa perenungan dan dimulailah hari-hari kedamaian dan kebahagiaan, dan 
akhirnya datanglah hari-hari yang sulit. Demikianlah Nabi Musa memikul amanat 
kebenaran dan pergi untuk menyampaikannya kepada salah satu penguasa yang paling 
bengis dan paling kejam dan paling jahat di zamannya. Nabi Musa mengetahui 
bahawa Fir'aun adalah orang yang jahat. Fir'aun akan berusaha memberhentikan 
langkah dakwahnya dan Fir'aun akan menentangnya tetapi Allah s.w.t 
memerintahkannya untuk pergi ke Fir'aun dan berdakwah kepadanya dengan 
kelembutan dan kasih sayang. Allah s.w.t mewahyukan kepada Musa bahawa Fir'aun 
tidak akan beriman tetapi Nabi Musa tidak peduli dengan hal itu. Beliau 
diperintahkan untuk melepaskan Bani Israil yang sedang diseksa oleh 
Fir'aun.
Allah 
s.w.t berkata kepada Musa dan Harun:
"Maka datanglah kamu berdua kepadanya (Fir'aun) dan 
katakanlah: 'Sesungguhnya kami berdua adalah utusan Tuhanmu, maka lepaskanlah 
Bani Israil bersama kami dan janganlah kamu menyeksa mereka." (QS. Thaha: 
47)
Inilah 
tugas yang ditentukan, yaitu tugas yang akan berbenturan dengan ribuan 
tantangan. Fir'aun menyeksa Bani Israil dan menjadikan mereka budak-budak dan 
memaksa mereka untuk bekerja di luar kemampuan mereka. Fir'aun juga menodai 
kehormatan wanita-wanita mereka dan menyembelih anak laki-laki mereka. Nabi Musa 
mengetahui bahawa rejim Mesir berusaha untuk memperbudak Bani Israil dan 
mengeksploitasi mereka di luar kemampuan mereka demi kepentingan penguasa. 
Tetapi Nabi Musa tetap memperlakukan dan menghadapi Fir'aun dengan penuh 
kelembutan dan kasih sayang sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah s.w.t 
padanya:
"Pergilah kamu berdua kepada Fir'aun, sesungguhnya dia 
telah melampaui batas; maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata 
yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut." (QS. Thaha: 
43-44)
Musa 
bercerita kepada Fir'aun tentang siapa sebenarnya Allah s.w.t, tentang 
rahmat-Nya, tentang syurganya, dan tentang kewajipan mengesakan-Nya dan 
menyembah-Nya. Beliau berusaha mem-bangkitkan aspek-aspek kemanusiaan Fir'aun 
melalui pembicaraan tersebut. Fir'aun mendengarkan apa yang dikatakan oleh Musa 
dengan penuh kebosanan. Fir'aun membayangkan bahawa seseorang yang di hadapannya 
adalah orang gila yang nekad untuk menentang dan menggoyang kedudukannya. 
Kemudian Fir'aun mengangkat tangannya dan berbicara: "Apa yang engkau inginkan, 
hai Musa?" Musa menjawab: "Aku ingin agar engkau membebaskan Bani Israil." 
Fir'aun bertanya: "Mengapa aku harus membebaskan mereka bersamamu sementara 
mereka adalah budak- budakku?" Musa menjawab: "Mereka adalah hamba-hamba Allah 
s.w.t, Tuhan Pengatur alam semesta." Dengan nada mengejek Fir'aun bertanya: 
"Bukankah engkau mengatakan bahawa namamu Musa?" Musa menjawab: "Benar." Fir'aun 
berkata: "Bukankah engkau yang kami temukan di sungai Nil saat engkau masih 
kecil yang tidak mempunyai daya dan kekuatan? Bukankah engkau Musa yang aku 
didik di istana ini, lalu engkau memakan makanan kami dan meminum air kami, dan 
engkau menikmati kebaikan- kebaikan dari kami? Bukankah engkau yang membunuh 
seseorang lalu setelah itu engkau lari? Tidakkah engkau ingat semua itu? 
Bukankah mereka mengatakan bahawa pembunuhan merupakan suatu kekufuran? Kalau 
begitu, engkau seorang kafir dan engkau seorang pembunuh. Jadi engkau adalah 
Musa yang lari dari hukum Mesir. Engkau adalah seseorang yang lari dan 
menghindari keadilan. Lalu sekarang engkau datang kepadaku dan berusaha 
berbicara denganku. Engkau berbicara tentang apa hai Musa. Sungguh aku telah 
lupa."
Musa 
mengerti bahawa Fir'aun mengingatkan padanya tentang masa lalunya dan Fir'aun 
berusaha menunjukkan kepadanya bahawa ia telah mendidiknya dan berlaku baik 
padanya. Musa juga memahami bahawa Fir'aun mengancamnya dengan pembunuhan. Musa 
memberitahu Fir'aun, bahawa ia bukan seorang kafir ketika membunuh seorang Mesir 
tetapi saat itu beliau melakukannya dengan tidak sengaja. Musa memberitahu 
Fir'aun bahawa ia lari dari Mesir kerana khuatir akan pembalasan mereka. 
Pembunuhan yang dilakukan olehnya bersifat tidak sengaja. Musa tidak bermaksud 
untuk membunuh seseorang. Musa telah memberitahu Fir'aun bahawa Allah s.w.t 
telah memberinya hikmah dan menjadikannya salah seorang Rasul. Allah s.w.t 
menceritakan sebahagian dialog antara Musa dan Fir'aun dalam surah as-Syuara' 
sebagaimana firman-Nya:
"Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu menyeru Musa (dengan 
firman-Nya): 'Datangilah kaum yang lalim itu, (yaitu) kaum Fir'aun. Mengapa 
mereka tidak bertakwa? Berkata Musa: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya aku takut bahawa 
mereka akan mendustakan aku. Dan (kerananya) sempitlah dadaku dan tidak lancar 
lidahku maka utuslah (Jibril) kepada Harun. Dan aku berdosa terhadap mereka, 
maka aku takut mereka akan membunuhku.' Allah berfirman: 'Janganlah takut 
(mereka tidak akan dapat membunuhmu), maka pergilah kamu berdua dengan membawa 
ayat-ayat Kami (mukjizat-mukjizat); sesungguhnya Kami bersamamu mendengarkan 
(apa-apa yang mereka katakan). Maka datanglah kamu berdua kepada Fir'aun dan 
katakanlah: 'Sesungguhnya kami adalah Rasul Tuhan semesta alam, lepaskanlah Bani 
Israil (pergi) beserta kami.' Fir'aun menjawab: 'Bukankah kami telah mengasuhmu 
di antara (keluarga) kami, waktu kamu masih kanak-kanak dan kamu tinggal bersama 
kami beberapa tahun dari umurmu, dan kamu telah berbuat suatu perbuatan yang 
telah kamu lakukan itu dan kamu termasuk golongan orang-orang yang tidak 
membalas guna.' Berkata Musa: 'Aku telah melakukannya, sedang aku di waktu itu 
termasuk orang-orang yang khilaf. Lalu aku lari meninggalkan kamu ketika aku 
takut kepadamu, kemudian Tuhanku memberikan kepadaku ilmu serta Dia menjadikanku 
salah seorang di antara rasul-rasul. " (QS. as-Syu'ara: 
10-21)
Kemudian 
bangkitlah emosi Nabi Musa ketika Fir'aun mengingatkan bahawa ia telah berbuat 
baik kepada Musa. Musa bangkit dan berbicara kepadanya:
"Budi yang kamu limpahkan kepadaku itu adalah (disebabkan) 
kamu telah memperbudak Bani Israil." (QS. asy-Syu'ara: 
22)
Musa 
ingin berkata kepadanya, apakah engkau mengira bahawa nikmat yang engkau berikan 
kepadaku lalu engkau merasa telah berbuat baik padaku, di mana aku adalah salah 
seorang lelaki dari kalangan Bani Israil? Apakah nikmat ini sebanding dengan 
cara-caramu memperlakukan bangsa yang besar ini di mana engkau memperbudak 
mereka; engkau memperkerjakan mereka dengan cara yang semena-mena. Jika ini 
memang demikian maka logik mengatakan bahawa kita seimbang: tiada yang berhutang 
dan tiada yang meminjam. Jika tidak demikian maka siapa yang memberikan bahagian 
yang lebih besar?
Alhasil 
masalahnya adalah dakwah di jalan Allah s.w.t, yaitu satu urusan yang aku tidak 
membawa kepadamu dari diriku sendiri. Aku bukan utusan dari bangsa Bani Israil. 
Aku bukan juga utusan dari diriku sendiri tetapi aku adalah seorang utusan dari 
Allah s.w.t. Aku adalah utusan Tuhan Pengatur alam semesta. Sampai pada tahap 
ini Fir'aun mulai memasuki pembicaraan lebih serius: Fir'aun 
bertanya:
"Siapakah Tuhan semesta alam itu?" 
(QS. asy-Syu'ara': 23) Musa Menjawab:
"Tuhan Pencipta langit dan bumi dan apa-apa yang di 
antaranya keduanya (itulah Tuhanmu), jika kamu sekalian (orang-orang) 
mempercayai-Nya." (QS. asy-Syu'ara': 24)
Berkata Fir'aun kepada orang-orang sekelilingnya: "Apakah kamu tidak mendengarkan?" (QS. asy-Syu'ara': 
25)
Musa 
berkata dan tidak mempedulikan ejekan Fir'aun itu:
"Tuhan kamu dan Tuhan nenek-nenek moyang kamu yang dahulu. 
" (QS. asy-Syu'ara': 26)
Fir'aun 
berkata kepada mereka yang datang bersama Musa dari Bani Israil: "Sesungguhnya 
Rasulmu yang diutus kepada kamu sekalian benar- benar orang gila." Musa kembali 
berkata dan tidak memperhatikan tuduhan Fir'aun dan 
ejekannya:
"Tuhan yang menguasai timur dan barat dan apa yang ada di 
antara keduanya: (Itulah Tuhanmu) jika kamu mempergunakan akal. " (QS. 
asy-Syu'ara': 28)
Allah 
s.w.t menceritakan sebahagian dialog yang terjadi antara Fir'aun dan Musa dalam 
surah as-Syu'ara':
"Fir'aun bertanya: 'Siapakah Tuhan semesta alam itu?' Musa 
Menjawab: 'Tuhan Pencipta langit dan bumi dan apa-apa yang di antara keduanya 
(itulah Tuhanmu), jika kamu sekalian (orang-orang) mempercayai-Nya.' Berkata 
Fir'aun kepada orang-orang sekelilingnya: 'Apakah kamu tidak mendengarkan?' Musa 
berkata: "Tuhan kamu dan Tuhan nenek-nenek moyang kamu yang dahulu.' Fir'aun 
berkata: 'Sesungguhnya Rasulmu yang diutus kepada kamu sekalian benar-benar 
orang gila.' Musa berkata: 'Tuhan yang menguasai timur 
dan barat dan apa yang ada di antara keduanya: (Itulah Tuhanmu) jika kamu 
mempergunakan akal.'" (QS. asy-Syu'ara': 23-28)
Allah 
s.w.t mengingatkan dalam surah Thaha sebahagian dari peristiwa pertemuan antara 
Fir'aun dan Nabi Musa. Allah s.w.t berfirman:
"Maka datanglah kamu kedua kepadanya (Fir'aun) dan 
katakanlah: 'Sesungguhnya kami berdua adalah utusan Tuhanmu, maka lepaskanlah 
Bani Israil bersama kami dan janganlah kamu menyeksa mereka. Sesungguhnya kami 
telah datang kepadamu dengan membawa bukti (atas kerasulan kami) dari Tuhanmu. 
Dan keselamatan itu dilimpahkan kepada orang yang mengikuti petunjuk. 
Sesungguhnya telah diwahyukan kepada kami bahawa seksa itu (ditimpakan) atas 
orang-orang yang mendustakan dan berpaling.' Berkata Fir'aun: 'Maka siapakah 
Tuhanmu berdua, hai Musa.' Musa berkata: 'Tuhan kami ialah (Tuhan) yang telah 
memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian memberinya 
petunjuk.' Berkata Fir'aun: 'Maka bagaimanakah keadaan-keadaan umat-umat yang 
dahulu? Musa menjawab: 'Pengetahuan tentang itu ada di sisi Tuhanku, di dalam 
sebuah kitab. Tuhan kami tidak akan salah dan tidak akan salah (pula) lupa.'" 
(QS. Thaha: 47-52)
Kita 
perhatikan bahawa Fir'aun tidak bertanya kepada Nabi Musa tentang Tuhan Pengatur 
alam atau Tuhan Musa dan Harun dengan maksud bertanya sesungguhnya atau 
pertanyaan yang bermaksud untuk mengetahui kebenaran tetapi perkataan yang 
dilontarkan Fir'aun semata- mata hanya untuk mengejek. Nabi Musa as menjawabnya 
dengan jawapan yang sempurna dan mengena. Nabi Musa berkata: "Sesungguhnya Tuhan 
kami adalah Dia yang memberi sesuatu ciptaannya kemudian Dia membimbing 
ciptaannya. Dialah sang Pencipta. Dia menciptakan berbagi macam makhluk dan Dia 
juga yang membimbingnya sesuai dengan kebutuhannya sehingga makhluk-makhluk 
tersebut dapat menjalani kehidupan dengan baik. Allah s.w.t-lah yang mengarahkan 
segala sesuatu; Allah s.w.t-lah yang menguasai segala sesuatu; Allah s.w.t-lah 
yang mengetahui segala sesuatu; Allah s.w.t-lah yang menyaksikan segala 
sesuatu." Al-Quran al-Karim mengungkapkan semua itu dalam ungkapan yang 
sederhana namun padat ertinya, yaitu dalam firman-Nya:
"Musa berkata: "Tuhan kami ialah (Tuhan) yang telah 
memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian memberinya 
petunjuk." (QS. Thaha: 50)
Kemudian 
Fir'aun bertanya, "lalu bagaimana keadaan manusia-manusia yang hidup di 
abad-abad pertama di mana mereka tidak menyembah Tuhanmu ini?" Fir'aun masih 
ingkar dan mengejek dakwah Nabi Musa. Nabi Musa menjawab: "bahawa masa-masa yang 
dahulu di mana mereka tidak menyembah Allah s.w.t adalah masalah yang semua itu 
berada di sisi Allah s.w.t. Atau dalam kata lain, semua itu diketahui oleh Allah 
s.w.t. Keadaan di masa-masa yang dahulu tercatat dalam kitab Allah s.w.t. Allah 
s.w.t menghitung apa yang mereka kerjakan di dalam kitab. Allah s.w.t tidak 
pernah lupa." Jawapan Nabi Musa tersebut berusaha menenangkan Fir'aun tentang 
orang-orang yang hidup di masa-masa pertama. Jadi Allah s.w.t mengetahui segala 
sesuatu dan mencatat apa saja yang dilakukan manusia dan Allah s.w.t tidak 
menyia-nyiakan pahala mereka. Kemudian Nabi Musa kembali menyempurnakan dan 
menyelesaikan pembicaraannya tentang sifat Tuhannya:
"Yang telah menjadikan bagimu bumi sebagai hamparan dan 
yang telah menjadikan bagimu di bumi itu jalan-jalan, dan menurunkan dari langit 
air hujan. Maka Kami tumbuhkan dengan air hujan itu berjenis-jenis dari 
tumbuh-tumbuhan. Makanlah dan gembalakanlah binatang-binatangmu. Sesungguhnya 
pada yang demikian itu, terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang 
yang berakal. Dari bumi (tanah) itulah Kami menjadikan kamu dan darinya Kami 
akan mengembalikan kamu dan darinya Kami akan mengeluarkan kamu pada kali yang 
lain. " (QS. Thaha: 53-55)
Nabi 
Musa menarik perhatian Fir'aun tentang tanda-tanda kebesaran Allah s.w.t di alam 
semesta. Nabi Musa menunjukkan kepadanya bagaimana gerakan angin, hujan, dan 
tumbuh-tumbuhan. Kemudian Nabi Musa juga menunjukkan bagaimana pengaruh semua 
itu pada bumi. Musa memberitahu kepada Fir'aun bahawa Allah s.w.t menciptakan 
manusia dari tanah dan setelah itu Dia akan mengembalikan padanya dengan 
kematian lalu mengeluarkan manusia darinya di hari kebangkitan. Jadi, di sana 
terjadi hari kebangkitan dan pada hari kiamat manusia akan menghadap kepada 
Allah s.w.t. Tidak ada seseorang pun yang dikecualikan dari hal itu. Semua hamba 
Allah s.w.t akan berdiri dihadapan-Nya pada hari kiamat, termasuk 
Fir'aun.
Musa 
datang kepada Fir'aun sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi 
peringatan, tetapi peringatan dari Musa ini tidak membikin Fir'aun merenung dan 
mendapatkan pelajaran namun justru dialog antara dirinya dan Musa semakin 
menajam. Bisa dikatakan bahawa dialog di antara mereka menjadi pertentangan. 
Ketajaman dialog mulai menghangat. Kemudian berubahlah bahasa dialog itu. Musa 
berusaha menyampaikan argumentasi yang sangat kuat kepada Fir'aun. Musa berusaha 
membawa argumentasi rasional tetapi Fir'aun berusaha keluar dari ruang lingkup 
dialog yang berdasarkan logik yang sehat. Fir'aun berusaha menggunakan dialog 
dalam bentuk yang baru, yaitu suatu cara yang Musa tidak mampu lagi melawannya. 
Ia mulai menyerang Musa dan mengancamnya.
Fir'aun 
menunjukkan penentangannya kepada kebenaran yang dibawa oleh Musa. Fir'aun acuh 
tak acuh terhadap dakwah Nabi Musa. Fir'aun mulai menyerang peribadi Musa. Ia 
mulai mempersoalkan pakaian Musa dan kedudukan sosialnya bahkan ia pun menyerang 
cara Musa berbicara. Setelah menghina Musa sedemikian rupa, Fir'aun sengaja 
memakai metode kekuatan mutlak. Fir'aun bertanya kepada Musa, bagaimana ia 
berani menentang penyembahan terhadap dirinya; bagaimana Musa menyembah selain 
dirinya; tidakkah Musa mengetahui bahawa Fir'aun adalah tuhan? Bagaimana Musa 
tidak mengetahui hakikat ini padahal ia terdidik di istana Fir'aun dan sangat 
mengenal lingkungan di sekitar Fir'aun? Setelah Fir'aun menyampaikan tentang 
ketuhanan-nya secara mendasar, ia bertanya kepada Musa, bagaimana Musa berani 
menyembah tuhan selain dirinya. Ini bererti bahawa Musa ingin dimasukan ke dalam 
penjara. Tiada ketentuan di sisi kami bagi orang yang menyembah selain Fir'aun 
kecuali penjara adalah tempatnya:
"Fir'aun berkata: 'Sungguh jika kamu menyembah Tuhan selain 
aku, benar-benar aku akan menjadikan kamu salah seorang yang dipenjarakan.'" 
(QS. asy-Syu'ara': 29)
Musa 
mengetahui bahawa argumentasi-argumentasi rasional tidak lagi bermanfaat. Dialog 
yang tenang dan sehat berubah menjadi ejekan dan hinaan serta pada akhirnya 
menjadi ancaman hukuman penjara. Musa mengetahui bahawa telah tiba waktunya 
untuk menunjukkan mukjizat yang dibawanya. Setelah diancam akan dimasukan ke 
dalam penjara, ia berkata kepada Fir'aun:
"Musa berkata: 'Dan apakah (kamu akan melakukan ini) 
kendatipun aku tunjukkan kepadamu sesuatu (keterangan) yang nyata?'" (QS. asy- 
Syu'ara': 30)
Musa 
menantang kepada Fir'aun dan Fir'aun menerima tantangannya. Fir'aun ingin tahu 
sejauh mana kebenaran Musa.
"Fir'aun berkata: 'Datangkanlah sesuatu (keterangan) yang 
nyata itu, jika kamu adalah termasuk orang-orang yang benar.'" (QS. asy- 
Syu'ara': 30-31)
Musa 
melemparkan tongkatnya di ruangan yang besar itu. Mula-mula Fir'aun menganggap 
bahawa tongkat yang dibawanya jatuh kerana Musa gementar menghadapinya. Setelah 
Fir'aun meminta padanya bukti atas kebenaran dakwahnya, tiba-tiba tongkat yang 
menyentuh tanah itu berubah menjadi ular yang besar yang bergerak dengan cepat 
dan gesit. Ular itu menuju ke arah Fir'aun. Fir'aun tampak pucat kerana takut. 
Ia tampak gementar di kerusinya kemudian ia berteriak agar mereka menjauhkan 
ular itu darinya. Nabi Musa menghulurkan tangannya ke ular itu lalu ular itu 
kembali menjadi tongkat yang ada di tangannya sebagaimana semula. Setelah 
peristiwa itu, keheningan menyeliputi istana Fir'aun. Nabi Musa kembali 
menunjukkan kepada orang-orang yang berdiri di sekitarnya, mukjizatnya yang 
kedua. Musa memasukkan tangannya di sakunya lalu mengeluarkannya. Tiba-tiba 
tangan itu menjadi putih seperti bulan; tangan itu tiba-tiba mengeluarkan cahaya 
yang memenuhi penjuru istana. Akhirnya, semua orang yang hadir di situ merasakan 
kekaguman yang luar biasa sedangkan Fir'aun wajahnya tampak menghijau kerana 
saking takutnya.
Allah 
s.w.t berfirman:
"Maka Musa melemparkan tongkatnya, yang tiba-tiba tongkat 
itu (menjadi) ular yang nyata. Dan ia menarik tangannya (dari dalam bajunya), 
maka tiba-tiba tangan itu jadi putih (bersinar) bagi orang- orang yang 
melihatnya." (QS. asy-Syu'ara': 32-33)
Keheningan semakin menyelimuti istana Fir'aun. Pengaruh dua 
mukjizat yang dibawa oleh Nabi Musa tertanam pada jiwa orang-orang yang hadir di 
situ. Pertama-tama mereka merasakan ketakutan dalam diri mereka kemudian Nabi 
Musa mengembalikan tangannya ke sakunya lalu tangannya kembali seperti 
semula.
Fir'aun 
berkata: "Sekarang, pergilah kalian berdua. Nanti kita akan lanjutkan 
perbincangan kita." Musa memalingkan wajahnya dan keluar dari istana. Fir'aun 
tampak terpukul atas peristiwa itu. Fikirannya mulai berputar-putar. Ia 
membayangkan apa yang terjadi di istananya dan di wilayah kekuasaannya 
seandainya berita tentang dua mukjizat itu tersebar di tengah-tengah manusia, 
lalu manusia mulai membicarakan tentang Musa dan Harun. Fir'aun mengeluarkan 
perintahnya agar orang- orang yang melihat peristiwa itu tidak membuka hal itu 
kepada masyarakat umum, tetapi para pembantu istana dan sebahagian dari Bani 
Israil menyaksikan dua peristiwa itu. Akhirnya, mulailah terjadi perbincangan di 
tengah-tengah masyarakat ramai tentang dua mukjizat itu. Fir'aun benar-benar 
terdiam ketika menghadapi dua mukjizat yang dibawa oleh Nabi Musa. Ketika Musa 
keluar dari istana Fir'aun yang sebelumnya merasa takut dan gementar, kini 
menjadi marah. Ia meluapkan kemarahan itu kepada menterinya dan para 
pembantunya. Tiba-tiba ia bersikap kasar kepada mereka tanpa sebab yang 
diketahui. Fir'aun memerintahkan mereka untuk keluar dari ruangannya dan 
meningggalkan dirinya sendirian.
Fir'aun 
berusaha untuk menghadapi masalah itu dengan lebih tenang. Fir'aun meminum 
beberapa gelas dari minuman keras tetapi rasa marahnya belum hilang juga. 
Kemudian ia mengeluarkan perintah untuk mengumpulkan orang-orang dekatnya dan 
semua para menteri di istana serta para pemimpin di Mesir. Fir'aun mengeluarkan 
perintahnya kepada Haman salah satu ketua para menterinya untuk mengepalai 
pertemuan tersebut. Kemudian para pembesar dari kaum Fir'aun berkumpul. Fir'aun 
memasuki ruang pertemuan dan wajahnya tampak emosi. Jelas sekali Fir'aun tidak 
mahu menerima dengan mudah adanya tuhan lain yang disembah orang-orang Mesir 
selain dirinya. Fir'aun cukup berbahagia ketika ia menguasai Mesir dari 
memerintah dengan semahunya. Tiba-tiba, ia dikejutkan dengan kedatangan Musa 
yang ingin menghancurkan apa saja yang telah dibangunnya. Musa mengatakan pada 
dirinya bahawa di sana ada Tuhan yang Esa yang tiada Tuhan lain selain-Nya di 
alam semesta. Ini bererti bahawa Fir'aun adalah seorang pembohong. Pemikiran ini 
menghantui kepala Fir'aun sehingga Fir'aun menoleh kepada ketua para menterinya 
yaitu Haman akhirnya pertemuan bersejarah itu diadakan.
Tidak 
ada seorang pun yang berani membuka mulutnya. Fir'aun membuka pertemuan itu 
dengan secara tiba-tiba ia melontarkan pertanyaan kepada Haman: "Apakah aku 
seseorang pembohong wahai Haman?" Haman menunduk dan bertanya: "Siapa yang 
berani menentang Fir'aun?" Fir'aun berkata dengan marah: "Musa." Bukankah ia 
mengatakan bahawa ada tuhan lain di langit." Dengan mantap Haman menjawab: 
"Sungguh wahai tuanku, Musa berbohong." Fir'aun berkata dalam keadaan memutar 
wajahnya ke arah yang lain: "Aku mengetahui bahawa ia berbohong." Kemudian 
Fir'aun kembali menoleh ke Haman:
"Dan berkatalah Fir'aun: 'Hai Haman, buatkanlah bagiku 
sebuah bangunan yang tinggi supaya aku sampai ke pintu-pintu, (yaitu) pintu- 
pintu langit, supaya aku dapat melihat Tuhan Musa dan sesungguhnya aku 
memandangnya seorang pendusta.'" (QS. al-Mu'min: 36-38)
Fir'aun 
mengeluarkan perintah untuk membangun suatu bangunan yang kukuh dan tinggi di 
mana ketinggiannya mampu mencapai langit. Perintah Fir'aun itu berdasarkan 
peradaban Mesir yang lagi maju di mana mereka cenderung membangun bangunan yang 
spektakuler. Namun Fir'aun lupa pada aturan-aturan teknik pembangunan. Meskipun 
demikian, Haman bersikap munafik, padahal ia mengetahui kemustahilan membangun 
sesuatu bangunan semegah dan setinggi itu. Haman berkata: "Saya ingin 
melaksanakan perintah untuk mendirikan bangunan itu sesegera mungkin, tetapi 
wahai tuanku dan izinkanlah aku untuk pertama kalinva aku menentang perintahmu. 
Sungguh engkau tidak akan mendapati sesuatu pun di langit. Tidak ada di sana 
Tuhan selain dirimu." Fir'aun mendengar penolakan ketua para menterinya itu 
dengan sangat puas, seakan-akan ia mendengarkan suatu hakikat yang ditetapkan. 
Kemudian dalam perkumpulan yang terkenal itu, Fir'aun melontarkan kata-katanya 
yang bersejarah:
"Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan bagimu 
selain aku." (QS. al-Qashash: 38)
Semua 
yang hadir di tempat itu menundukkan kepala tanda setuju. Di antara mereka 
terdapat dua orang atau tiga orang yang masih memiliki akal sehat. Ketiga orang 
itu mengetahui bahawa sebenarnya Fir'aun adalah seorang pembohong. Meskipun 
demikian, mereka membiarakan kebohongan itu dan memilih apa yang disetujui oleh 
Fir'aun. Tentu persetujuan ini berakibat pada masyarakat Mesir yang harus 
membayar mahal hasil dari persetujuan itu. Para tentera Mesir, para pembesar 
istana, dan para dukun tunduk kepada kegilaan Fir'aun. Fir'aun berkata dengan 
maksud bertanya kepada para penasihatnya: "Apa yang kalian katakan tentang 
Musa?" Haman berkata: "Ia adalah seorang yang pembohong."
Salah 
seorang menteri yang lain berkata: "Saya kira ia adalah seorang yang gila." 
Sementara itu salah seorang dukun berkata: " - Tampaknya ia khuatir mereka akan 
mencurigainya jika ia tidak mengatakan sesuatu pun kepada mereka - saya kira ia 
terkena kegilaan." Fir'aun memutus pembicaraan mereka dengan mengatakan: 
"Sungguh kalian menggambarkan Musa macam-macam, namun kalian belum menjawab 
pertanyaanku. Apa sebenarnya maunya Musa? Apa sebenarnya persekongkolan yang 
disembunyikannya." Para penasihat terdiam kerana rasa takut dan sebagai bentuk 
kemunafikan terhadap Fir'aun. Mereka hanya menunggu Fir'aun mengucapkan 
kalimat-kalimat tertentu lalu mereka menirukannya dengan mulut-mulut mereka 
layaknya burung beo. Setelah keheningan menyelimuti ruangan itu, Fir'aun 
berkata: "Aku kira bahawa Musa adalah salah satu tukang sihir yang hebat. Ia 
ingin mengeluarkan kalian dari negeri kalian dengan sihirnya. Lalu 
persekongkolan apa yang kalian siapkan?"
Adalah 
hal yang maklum di rejim kekuasaan mutlak bahawa perkumpulan yang dihadiri oleh 
para pembesar dan para menteri untuk mengeluarkan pendapat sesama mereka bererti 
hanya sekadar untuk mengulang-ulang dan menerima keputusan mutlak dari penguasa. 
Para penasihat berkata - setelah Fir'aun memberi mereka kesempatan untuk 
mengutarakan pendapat: "Sungguh benar apa yang dikatakan oleh Fir'aun. Musa 
adalah seorang tukang sihir. Kalau begitu, masalahnya telah selesai. Kita akan 
mengembalikan Musa dan saudaranya, dan kita akan menyebarkan perintah Fir'aun di 
Mesir untuk menghadirkan tukang sihir. Jika para tukang sihir telah datang dan 
berdiri di hadapan Musa, maka mereka akan dapat membuktikan bahawa Musa memang 
tukang sihir dan mereka akan mampu mengalahkannya. Dengan cara demikian, kita 
dapat memperdayanya di hadapan orang-orang Mesir dan anak-anak Bani Israil." 
Perundingan bersejarah itu sepakat untuk melaksanakan hal itu. Sepuluh orang 
dari pembantu Fir'aun keluar dari istana, Fir'aun dengan menunggangi kenderaan 
mereka dan mereka segera berpencar di seluruh penjuru Mesir. Kemudian diumumkan 
pada hari kedua di pasar-pasar Mesir bahawa seluruh jago-jago sihir hendaklah 
menuju ke istana Fir'aun untuk mendengarkan suatu perintah atau suatu urusan 
yang penting.
Fir'aun 
memanggil Nabi Musa dan berusaha mengancamnya dan menakut- nakutkan tetapi Nabi 
Musa tampak tenang. Fir'aun berkata kepada Nabi Musa: "Sesungguhnya engkau 
seorang tukang sihir, dan aku menetapkan untuk menyingkap kedokmu di hadapan 
semua orang. Tidak lama lagi para tukang sihir akan datang." Nabi Musa bertanya: 
"Kapan aku akan bertemu dengan tukang sihir itu?" Fir'aun berkata: "Di sana 
terdapat suatu pertemuan atau acara yang sebentar lagi akan dimulai yang 
dihadiri oleh banyak orang. Yaitu hari di mana angin bertiup dengan sepoi-sepoi; 
hari di mana bumi berhias diri menyambut kedatangan musim semi. Sungguh itu 
suatu pertemuan yang menakjubkan dan engkau akan dikalahkan. Sekarang aku beri 
kesempatan kamu untuk mencabut dakwahmu. Aku memberikan kesempatan yang terakhir 
bagimu untuk menyelamatkan kehormatanmu."
Musa 
berkata dengan tidak memperhatikan perkataan Fir'aun yang terakhir: "Kami 
sepakat atas pertemuan itu. Kami akan hadir di hari itu di mana manusia akan 
berkumpul di pagi hari." Fir'aun bertanya: "Kapan engkau akan datang?" Musa 
berkata: "Insya-Allah aku akan hadir di waktu fajar di permulaan 
siang."
Allah 
s.w.t berfirman:
"Dan sesungguhnya Kami telah perlihatkan kepadanya 
(Fir'aun) tanda- tanda kekuasaan Kami semuanya, maka ia mendustakan dan enggan 
(menerima kebenaran). Berkata Fir'aun: 'Adakah kamu datang kepada kami untuk 
mengusir kami dari negeri kami (ini) dengan sihirmu, hai Musa! Dan kami pun 
pasti akan mendatangkan (pula) kepadamu sihir semacam itu, maka buatlah suatu 
waktu untuk pertemuan antara kami dan kamu, yang kami tidak akan menyalahinya 
dan tidak (pula) kamu di suatu tempat yang pertengahan (letaknya).' Berkata 
Musa: "Waktu untuk pertemuan (kami dengan) kamu itu ialah di hari raya dan 
hendaklah dikumpulkan manusia pada waktu matahari sepenggalah naik.'" (QS. 
Thaha: 56-59)
Nabi 
Musa pergi dalam keadaaan tenang. Kemudian para utusan tukang sihir datang ke 
istana Fir'aun. Ketika semua berkumpul, Fir'aun memerintahkan agar mereka semua 
menemuinya. Ketika masuk menemui Fir'aun, para tukang sihir sujud kepadanya. 
Fir'aun memerintahkan mereka untuk berdiri, kemudian Fir'aun mulai 
berjalan-jalan di antara mereka sambil mengamati wajah mereka dan pakaian 
mereka. Fir'aun tampak terdiam memikirkan sesuatu dan tiba-tiba ia berdiri dan 
berkata: "Wahai para tukang sihir, kami sekarang menghadapi masalah yang kecil 
dan kami telah memerintahkan agar kalian dihadirkan untuk memecahkan masalah 
itu." Para tukang sihir itu menundukkan kepalanya dan mereka mendengarkan dengan 
hikmat. Fir'aun kembali berkata: "Salah seorang lelaki datang kepada kami dan ia 
mengaku utusan Allah s.w.t; seorang lelaki yang bernama Musa dan bersama 
saudaranya, Harun. Musa ini adalah tukang sihir yang mahir, lebih tangkas dan 
lebih hebat dari Harun. Oleh kerana itu, kalian harus mengalahkannya dengan 
kekalahan yang teruk sehingga ia tidak mampu lagi mengangkat kepalanya kerana 
rasa malu." Para tukang sihir tetap menundukkan kepalanya dan mereka terdiam. 
Fir'aun berkata: "Mengapa seseorang di antara kalian tidak bertanya kepadaku 
tentang sihirnya Musa." Salah seorang tukang sihir dengan tenang berkata: "Kami 
menunggu tuan yang agung menceritakannya kepada kami. Kami tidak ingin memutus 
pembicaraanmu wahai tuan."
Dengan 
nada marah, Fir'aun berkata: "Musa melemparkan tongkatnya dan tiba-tiba 
tongkatnya itu menjadi ular yang sangat besar lalu ia mencabut tangannya dan 
tiba-tiba tangannya menjadi putih yang menakjubkan orang-orang yang melihatnya." 
Tampak senyum manis menghiasi wajah- wajah para tukang sihir dan salah seorang 
mereka berkata: "Hendaklah hati Fir'aun tenang. Ini adalah permainan kuno; 
permainan tongkat yang berubah menjadi ular. Sesungguhnya itu hanya sekadar 
imaginasi yang menipu orang-orang yang melihatnya, yang seakan-akan ia bergerak 
padahal ia tetap di tempatnya."
Fir'aun 
berkata: "Aku tidak ingin untuk memasuki perdebatan sekitar masalah pembuatan 
sihir. Yang aku inginkan agar kalian mengalahkan Musa. Kami telah sepakat untuk 
bertemu pada hari ketika musim semi akan tiba. Masyarakat Mesir semuanya akan 
berkumpul. Mereka akan menyaksikan kalian saat kalian mengalahkannya. Oleh 
kerana itu, kalian harus dapat mengalahkannya."
Selesailah perkataan Fir'aun. Ia menunggu para tukang sihir 
meninggalkannya tapi mereka masih berdiri. Salah seorang mereka bertanya: 
"Mengapa tuan kita Fir'aun tidak berbicara kepada kita tentang urusan yang lebih 
penting seandainya kita dapat mengalahkan Musa?" Dengan kehairanan Fir'aun 
bertanya: "Apa sesuatu yang lebih penting itu?" Salah seorang tukang sihir 
berkata: "Tentu kami minta upah jika kami menang." Dengan tertawa, Fir'aun 
berkata: "Jangan khuatir, aku akan memuaskan kalian. Kalian akan menjadi 
orang-orang yang dekat. Kami akan mengadakan pekerjaan-pekerjaan baru di istana 
bagi para tukang sihir. Kalian jangan khuatir. Tenanglah kerana kalian akan 
menerima upah yang layak."
Fir'aun 
tertawa melihat kepercayaan para tukang sihir kepada diri mereka, kemudian ia 
memerintahkan agar mereka meninggalkan tempatnya. Lalu ia sendiri menuju ke meja 
makan siang. Fir'aun duduk sambil makan. Ia berkata sambil menyantap paha 
kambing yang besar: "Semenjak Musa datang selera makanku terganggu. Namun 
sekarang, kehancuran Musa sudah dekat."
Allah 
s.w.t berfirman:
"Dan Musa berkata: 'Hai Fir'aun, sesungguhnya aku ini 
adalah seorang utusan dari Tuhan alam semesta, wajib atasku tidak mengatakannya 
sesuatu terhadap Allah, kecuali yang hak. Sesungguhnya aku datang kepadamu 
dengan membawa bukti yang nyata dari Tuhanmu, maka lepaskanlah Bani Israil 
(pergi) bersama aku.' Fir'aun menjawab: 'Jika benar kamu membawa sesuatu bukti, 
maka datangkanlah bukti itu jika (betul) kamu termasuk orang-orang yang benar.' 
Dan dia mengeluarkan tangannya, maka ketika itu juga tangan itu menjadi putih 
bercahaya (kelihatan) oleh orang-orang yang melihatnya. Pemuka-pemuka kaum 
Fir'aun berkata: 'Sesungguhnya Musa ini adalah ahli sihir yang pandai, yang 
bermaksud hendak mengeluarkan kamu dari negerimu.' (Fir'aun berkata): 'Maka 
apakah yang kamu anjurkan?' Pemuka-pemuka itu menjawab: 'Beritahulah ia dan 
saudara-saudaranya serta kirimlah ke kota-kota beberapa orang yang akan 
mengumpulkan (ahli-ahli sihir), supaya mereka membawa kepadamu semua ahli sihir 
yang pandai.' Dan beberapa ahli sihir telah datang kepada Fir'aun mengatakan: 
'(Apakah) sesungguhnya kami akan mendapat upah, jika kamilah yang menang Fir'aun 
menjawab: 'Ya dan sesungguhnya kamu benar-benar akan termasuk orang-orang yang 
dekat (kepadaku).'" (QS. al-A'raf: 104-114)
Kemudian 
datanglah hari yang dijanjikan. Orang-orang berbondong- bondong keluar dari 
rumah. Mereka membicarakan tentang pertemuan antar Nabi Musa dan Fir'aun. Mereka 
menuju ke tempat perayaan sejak pagi hari. Tidak ada seorang pun di Mesir yang 
tidak mengetahui tentang peristiwa itu. Orang-orang begitu gembira ketika para 
tukang sihir itu datang sebagaimana mereka juga gembira ketika melihat Fir'aun 
datang, namun keheningan menyelimuti tempat itu ketika Nabi Musa dan Nabi Harun 
datang. Tempat perayaan itu diadakan di tempat terbuka yang hanya ditutupi oleh 
payung Fir'aun yang melindungi kepalanya dari terik matahari. Fir'aun berdiri di 
tengah-tengah tenteranya. Ia memakai emas dan permata. Sementara itu, Nabi Musa 
berdiri dengan menundukkan kepalanya dalam keadaan mengingat Allah 
s.w.t.
Keadaan 
saat itu benar-benar hening. Kemudian para tukang sihir maju menemui Musa. 
Mereka berkata kepada Musa: "Apakah engkau yang pertama kali melempar atau kami 
yang pertama kali melempar." Musa berkata: "Kalianlah yang pertama kali 
melempar." Para tukang sihir berkata: "Demi kemuliaan Fir'aun, sesungguhnya kami 
akan menang." Musa berkata: "Celaka kalian, janganlah kalian membuat dusta 
kepada Allah s.w.t nescaya Dia akan mendatangkan seksa bagi kalian." Sebahagian 
ahli hakikat berkata: "Nabi Musa menoleh dan kemudian ia melihat Jibril di 
sebelah kanannya." Jibril berkata kepadanya: "Wahai Musa, hendaklah kamu 
bersikap sopan kepada wali-wali Allah s.w.t." Musa berkata dalam dirinva: 
"Mereka para tukang sihir itu datang dengan maksud menyimpangkan agama Fir'aun." 
Jibril kembali berkata: "Bersikap lembutlah terhadap wali-wali Allah s.w.t. 
Mereka saat ini sampai salat Ashar berada di sisimu dan setelah salat Ashar 
mereka akan berada di syurga."
Para 
tukang sihir itu mulai melemparkan tongkat-tongkat mereka dan tali-tali mereka. 
Tiba-tiba arena itu dipenuhi dengan ular-ular. Mereka menipu dan menyihir 
pandangan orang-orang yang melihatnya. Orang- orang yang melihat sihir itu 
merasa takut kerana mereka mendatangkan sihir yang besar. Orang-orang merasa 
gembira dan Fir'aun pun menampakkan senyumnya. Ia berkata dalam dirinya: Sungguh 
hari ini adalah hari pembalasan atas Musa. Mukjizatnya berupa tongkat yang ada 
di tangannya yang dapat berubah menjadi ular, sekarang Fir'aun menghadirkan 
kepadanya seluruh tukang sihir di mana tongkat-tongkat dan tali-tali yang ada di 
tangan mereka pun berubah menjadi ular. Senyuman Fir'aun pun semakin 
melebar.
Nabi 
Musa memperhatikan tali-tali tukang sihir dan tongkat-tongkat mereka. Ia merasa 
takut. Nabi Musa ingat apa yang dikatakan oleh Jibril dan ia mulai merasakan 
ketakutan. Bagaimana mungkin para tukang sihir itu akan masuk syurga dan mereka 
akan menjadi wali-wali Allah s.w.t? Nabi Musa merasakan semua itu, namun tiada 
seorang pun yang mengetahui hakikat pemikiran yang terlintas dalam benak Nabi 
Musa saat ia berdiri dengan bajunya yang sederhana bersama saudaranya di hadapan 
kumpulan manusia yang banyak dari para pengawal dan tentera Fir'aun. Ketika Musa 
merasakan ketakutan tersebut, maka cahaya yang terang menembus dalam dirinya dan 
Allah s.w.t berkata kepadanya:
"Kami berkata: 'Janganlah kamu takut, sesungguhnya kamulah 
yang paling unggul (menang). Dan lemparkanlah apa yang ada di tangan kananmu, 
nescaya ia akan menelan apa yang mereka perbuat. Sesungguhnya apa yang mereka 
perbuat itu adalah tipu daya tukang sihir (belaka). Dan tidak akan menang tukang 
sihir itu, dari mana saja ia datang." (QS.Thaha: 68-69)
Musa 
merasa senang ketika mendengar Allah s.w.t menenangkannya. Nabi Musa dapat 
mengendalikan dirinya, kemudian beliau mengangkat tongkatnya dan melemparkannya. 
Sebelum tongkat itu menyentuh tanah, tiba-tiba terjadilah suatu mukjizat. 
Orang-orang dan para tukang sihir Fir'aun bahkan Fir'aun sendiri menyaksikan 
sesuatu yang belum pernah mereka saksikan di dunia. Biasanya seorang tukang 
sihir dapat menipu pandangan manusia dan memperdaya mereka seolah-olah ada ular 
yang bergerak padahal ia tetap di tempatnya. Tetapi apa yang terjadi saat itu 
adalah sesuatu yang benar-benar berbeza. Belum sampai tongkat Nabi Musa 
menyentuh tanah sehingga ia berubah menjadi ular yang besar dan sangat 
gesit.
Tiba-tiba ular ini menuju ke tali-tali tukang sihir dan 
tongkat-tongkat mereka yang bergerak dan ia mulai memakannya satu persatu. 
Tongkat Nabi Musa memakan tali-tali tukang sihir dan tongkat-tongkat mereka 
dengan cepat. Belum berselang beberapa minit sehingga arena itu kosong dari 
tali-tali tukang sihir dan tongkat-tongkat mereka. Tongkat-tongkat dan tali-tali 
tukang sihir tersembunyi dalam perut tongkat Nabi Musa. Dan bergeraklah ular 
yang besar menuju Nabi Musa lalu beliau menghulurkan tangannya dan tiba-tiba 
ular itu berubah menjadi tongkat. Para tukang sihir mengetahui bahawa mereka 
bukan di hadapan seorang penyihir. Mereka sebenamya adalah tokoh-tokoh sihir dan 
para pakar dalam hal itu di zaman mereka, tetapi apa yang mereka saksikan saat 
ini bukan termasuk sihir. Itu adalah mukjizat dari Allah 
s.w.t.
Akhirnya, para tukang sihir itu sujud di atas tanah. Mereka 
berkata: "Kami beriman kepada Tuhan Pengatur alam semesta. Tuhan yang diyakini 
oleh Musa dan Harun." Orang-orang Mesir dan anak-anak Bani Israil menyaksikan 
mukjizat yang mengagumkan ini. Mereka melihat bagaimana tukang sihir-tukang 
sihir Fir'aun sujud kepada Musa dan Harun. Fir'aun menyaksikan bahawa bola itu 
kini berada di tangan Musa dan Harun. Lalu ia bangkit dari duduknya dan 
berteriak di depan tukang sihir: "Bagaimana kalian beriman kepadanya sebelum aku 
memberi izin kepada kalian." Para tukang sihir berkata: "Untuk beriman tidak 
perlu izin." Fir'aun berkata: "Kalau begitu ini adalah persekongkolan yang 
jelas. Sesungguhnya Musa adalah guru kalian yang mengajari kalian sihir. Sungguh 
tangan-tangan kalian dan kaki-kaki kalian akan diputus dan kalian akan disalib 
di pohon kurma. Sungguh ini adalah persekongkolan yang 
jelas."
Para 
tukang sihir berkata: "Lakukan apa saja yang engkau inginkan, hai Fir'aun. Kami 
tidak memilihmu dan kami tidak mengutamakanmu atas mukjizat Ilahi ini. 
Sesungguhnya kami beriman kepada Tuhan kami agar Dia mengampuni kami dan 
menghapus kesalahan-kesalahan kami. Apa yang engkau berikan terhadap kami adalah 
sesuatu yang sedikit, dan apa yang ada di sisi Allah s.w.t lebih baik dan lebih 
abadi. Seandainya engkau menyeksa kami dan membunuh kami dan menyalib kami, maka 
engkau hanya dapat menyeksa kami di kehidupan dunia ini. Tentu kehidupan dunia 
tidak dapat dibandingkan dengan kehidupan akhirat. Kami hanya ingin mendapatkan 
pengampunan dari Allah s.w.t dan memasuki syurga." Kemudian Fir'aun mengeluarkan 
perintahnya untuk menyalib semua tukang sihir. Ketika menyaksikan peristiwa 
tersebut, orang-orang menjadi ketakutan. Kemudian Nabi Musa dan Nabi Harun 
meninggalkan tempat itu dan Fir'aun kembali ke istananya. Allah s.w.t 
menceritakan dalam surah al-A'raf apa yang dialami tukang sihir dan Musa dalam 
firman-Nya:
"Ahli-ahli sihir berkata: 'Hai Musa, kamukah yang akan 
melemparkan lebih dahulu, ataukah kami yang akan melemparkan?' Musa menjawab: 
'Lemparkanlah (lebih dahulu)! Maka tatkala mereka melemparkan, mereka menyulap 
mata orang dan menjadikan orang banyak itu takut, serta mereka mendatangkan 
sihir yang besar (menakjubkan). Dan Kami mewahyukan kepada Musa: 'Lemparkanlah 
tongkatmu!' Maka sekoyong-koyong tongkat itu menelan apa yang mereka sulapkan. 
kerana itu nyatalah yang benar dan gagallah yang selalu mereka kerjakan. Maka 
mereka kalah di tempat itu dan jadilah mereka orang-orang yang hina. Dan 
ahli-ahli sihir itu serta merta meniarapkan diri dengan bersujud. Mereka 
berkata: 'Kami beriman kepada Tuhan semesta alam, (Yaitu) Tuhan Musa dan Harun. 
Fir'aun berkata: 'Apakah kamu beriman kepadanya sebelum aku memberi izin 
kepadamu?' Sesungguhnya (perbuatan) ini adalah suatu muslihat yang telah kamu 
rencanakan di dalam kota ini, untuk mengeluarkan penduduknya darinya; maka kelah 
kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu ini); sesungguhnya aku akan memotong 
tangan dan kakimu dengan bersilang secara bertimbal balik, kemudian sungguh- 
sungguh aku akan menyalib kamu semuanya. Ahli-ahli sihir itu menjawab: 
'Sesungguhnya kepada Tuhanlah kami kembali. Dan kamu tidak membalas dendam 
dengan menyeksa kami, melainkan kerana kami telah beriman kepada ayat-ayat Tuhan 
kami ketika ayat-ayat itu datang kepada kami.' (Mereka berdoa): 'Ya Tuhan kami, 
limpahkanlah kesabaran kepada kami dan wafatkanlah kami dalam keadaan berserah 
diri (kepada-Mu).'" (QS. al-A"raf: 115-126)
Para 
tukang sihir Mesir berubah menjadi Muslim dan mempercayai ajaran yang dibawa 
oleh Nabi Musa. Mereka beriman kepada Allah s.w.t. Akhirnya, mereka dinaikkan di 
batang-batang pohon kurma untuk disalib dan dipotong tangan-tangan mereka dan 
kaki-kaki mereka. Mereka meminta kepada Allah s.w.t agar mereka dimatikan 
sebagai orang-orang Muslim.
Kemudian 
Musa memahami apa yang diucapkan oleh Jibril as: Mereka sejak saat ini sampai 
salat Ashar di sisimu dan setelahnya mereka berada di syurga. Ketika memasuki 
waktu Ashar tubuh para tukang sihir itu berlumuran darah. Mereka disalib oleh 
para tentera Fir'aun. Fir'aun menghadapi masalah baru. Fir'aun mengadakan 
serangkaian pertemuan- pertemuan penting di istananya. Fir'aun memanggil 
penanggung jawab tentera dan pasukan. Fir'aun juga memanggil apa saat ini 
dinamakan dengan kepala intelejen. Bahkan Fir'aun juga memanggil para menteri 
dan para penjabat serta tukang-tukang dukun. Jadi, Fir'aun memanggil semua yang 
mempunyai kekuatan untuk mengubah jarum sejarah.
Fir'aun 
bertanya kepada kepala intelejennya: "Apa yang dikatakan orang- orang?" Ia 
berkata: "Anak buahku telah kusebar di antara khalayak dan mereka mendapat 
informasi bahawa Musa dapat memenangkan perlumbaan itu kerana ia berhasil 
membikin suatu konspirasi bersama para tukang sihir." Kemudian Fir'aun bertanya 
kepada salah seorang ketua keamanan: "Apa yang terjadi pada jasad-jasad tukang 
sihir?" Ia berkata: "Anak buahku menggantunginya di tempat umum dan di 
pasar-pasar untuk menakuti manusia dan kami sebarkan berita bahawa Fir'aun akan 
membunuh setiap orang yang memiliki persekongkolan." Lalu Fir'aun bertanya 
kepada komandan pasukan: "Apa yang dikatakan oleh pasukan?" Ia menjawab: "Mereka 
menginginkan agar mendapatkan perintah untuk bergerak di tempat mana pun yang 
ditentukan oleh Fir'aun." Fir'aun berkata: "Belum datang giliran pasukan maka 
akan datang gilirannya."
Fir'aun 
kemudian terdiam. Lalu Haman salah seorang ketua para menteri bergerak dan 
mengangkat tangannya dan ia mulai meminta untuk berbicara, dan Fir'aun 
mengizinkan kepadanya. Haman berkata: "Apakah kita akan membiarkan Musa dan 
kaumnya untuk membuat kerosakan di muka bumi dan mereka mengalihkan ibadah 
kepada selainmu?" Fir'aun berkata: "Sungguh engkau dapat membaca fikiranku wahai 
Haman. Kita akan membunuh anak-anak mereka dan akan mempermalukan 
perempuan-perempuan mereka. Aku memiliki kekuasaan di atas 
mereka."
Pasukan 
Fir'aun pergi untuk membunuh anak-anak laki dari Bani Israil dan menodai 
kehormatan wanita-wanita mereka, serta memenjarakan siapa pun yang menentang. 
Musa berdiri menyaksikan apa yang terjadi tanpa mampu turut campur dan tanpa 
mampu mencegahnya. Yang beliau lakukan hanya memerintahkan kaumnya untuk 
bersabar. Beliau memerintahkan mereka untuk meminta pertolongan kepada Allah 
s.w.t dan bersabar atas segala ujian. Beliau menjadikan para tukang sihir 
sebagai teladan bagi mereka di mana tukang sihir Mesir itu mampu menahan derita 
di jalan Allah s.w.t tanpa berkeluh kesah. Nabi Musa memberitahu mereka bahawa 
tentera-tentera Fir'aun berbuat aniaya di muka bumi yang seakan-akan bumi adalah 
milik khusus mereka. Sebenarnya Allah s.w.t akan mewariskan bumi kepada 
orang-orang yang bertakwa.
Kemudian 
intimidasi yang dilakukan Fir'aun sangat mempengaruhi jiwa Bani Israil sehingga 
mereka merasakan kekalahan dan pesimis. Mereka berkata kepada Musa: "Wahai Musa 
kami sangat menderita sebelum kedatanganmu dan sesudah kedatanganmu, anak-anak 
dibunuh sebelum kedatanganmu dan sesudah kedatanganmu." Seakan-akan mereka 
berkata kepada Musa bahawa keberadaanmu tidak memberikan manfaat sedikit pun. 
Kami tetap merasakan kesendirian. Musa menolak kebodohan mereka ini. Ia 
memberitahu mereka bahawa Allah s.w.t akan menghancurkan musuh-musuh mereka, 
kemudian Allah s.w.t akan menjadikan bumi dikuasai oleh mereka. Tetapi lagi-lagi 
mereka tetap mengadu kepada Musa dan tampak bahawa mereka tidak kuat lagi 
menahan penderitaan yang mereka alami.
Musa 
menghadapi keadaan yang sulit. Beliau berusaha melawan kemarahan Fir'aun dan 
konspirasinya. Pada saat yang sama, Nabi Musa mendengar keluhan kaumnya. Di 
tengah-tengah keadaan yang demikian, Qarun bergerak. Qarun adalah seorang putera 
Bani Israil. Ia berasal dari kaum Musa tetapi ia justru menentang Musa. 
Kekayaannya dan status sosialnya menjadikannya lebih dekat kepada rejim Fir'aun. 
Allah s.w.t menceritakan kepada kita tentang kekayaan Qarun. Allah s.w.t berkata 
kepada kita bahawa kunci-kunci kamar yang menyimpan kekayaannya sangat sulit 
dipikul oleh sekelompok laki-laki yang kuat sekalipun. Seandainya kita ingin 
mengetahui kunci-kunci kekayaan ini yang sedemikian rupa, maka kita dapat 
membayangkan kekayaan itu sendiri. Qarun memiliki berbagai macam kekayaan dan 
dalam jumlah yang banyak. Bahkan saking kayanya, pelana kudanya terbuat dari 
kulit yang dihiasi oleh perak dan emas.
Jika 
Qarun keluar dengan membawa pesona dunia yang diikuti oleh rombongannya dan 
disinari oleh matahari, maka emas-emas yang dibawanya tampak menyala di bawah 
sengatan matahari. Pemandangan demikian sangat mengagumkan bagi orang-orang yang 
mencintai dunia. Kekayaan yang dimiliki Qarun membuatnya bersikap angkuh 
sehingga tidak mudah baginya untuk menerima nasihat. Tampak bahawa kekayaannya 
dan kesombongannya membuatnya merasa bergembira, sehingga tertawanya Qarun 
menjadi tertawa yang paling terkenal di kalangan Bani Israil, dan kebenarannya 
menyaingi kebenaran Fir'aun dan Haman. Kedua orang itu (Fir'aun dan Haman) 
menguasai Mesir secara keseluruhan, sedangkan Qarun hanya mengusai sebahagian 
dari Mesir.
Orang-orang yang berakal dari kaumnya menasihatinya agar ia 
berfikir sejenak tentang akhiratnya, dan barangkali mereka berkata kepadanya: 
"Sesungguhnya tak seorang pun menasihatimu untuk meninggalkan dunia secara 
keseluruhan dan menempuh jalan orang-orang yang zuhud tetapi mereka menasihatimu 
agar engkau tidak melupakan bahagianmu dari dunia. Sebagaimana mereka 
menasihatimu agar jangan sampai engkau melupakan bahagianmu dari 
akhirat."
Qarun 
hanya merasa puas dengan bahagiannya dari dunia. Imaginasi akalnya mengatakan 
bahawa kekayaan ini datang kerana usaha kerasnya sebagaimana ia menduga 
kekayaannya adalah tanda bahawa Allah mencintainya. Bahkan ia mengira bahawa ia 
lebih utama dan lebih mulia dari Musa. Musa adalah seorang yang fakir sedangkan 
Qarun adalah seorang yang kaya, maka bagaimana seorang yang fakir yang tidak 
memakai satu pun gelang dari emas dapat memperoleh kedudukan yang mulia di sisi 
Allah dibandingkan dengan seorang yang kaya yang mampu membuat pelana kudanya 
dari emas. Demikianlah pandangan Qarun dan Fir'aun terhadap 
Musa.
Allah 
s.w.t berfirman:
"Bukankah aku lebih baik daripada orang yang hina ini dan 
yang hampir tidak dapat menjelaskan (perkataannya)?" (QS. az-Zukhruf: 
52)
Demikianlah pernyataan Fir'aun kepada Musa. Terdapat 
kesesuaian antara pendapat Fir'aun dan Qarun terhadap Musa. Sesuai dengan 
kedudukan sosial dan kekayaannya, Qarun menjadi sahabat Fir'aun dan mendukung 
rejim kekuasaannya. Bukan hanya Qarun, Fir'aun dan Haman yang menjadi tawanan 
khayalan ini, bahkan kaum Fir'aun pun memiliki pendapat yang sama. Yakni, bagi 
orang-orang Mesir, Musa hanya sekadar seorang tukang sihir yang mengalahkan 
jaguh-jaguh sihir lainnya. Namun ini tidak bererti bahawa masyarakat Mesir tidak 
memiliki keutamaan sedikit pun. Di tengah-tengah masyarakat Mesir masih terdapat 
orang yang beriman kepada Nabi Musa namun ia menyembunyikan keimanannya kerana 
khuatir terhadap kejahatan Fir'aun.
Di sana 
juga ada orang yang bertanya-tanya dengan kebodohan: Jika Allah s.w.t memang 
mencintai Musa lalu mengapa ia dijadikan seorang yang fakir. Qarun menjadi 
fitnah atau cubaan di tengah-tengah kaumnya dan juga bagi orang-orang Mesir. 
Ketika Qarun keluar dengan membawa pesona dunianya maka orang-orang yang 
menginginkan kehidupan dunia berkata:
"Maka keluarlah Qarun kepada kaumnya dengan kemegahannya. 
Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia: 'Moga- moga kiranya 
kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Qarun; sesungguhnya ia 
benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar." (QS. al-Qashash: 
79)
Sedangkan orang-orang yang berakal sehat - biarpun jumlah 
mereka sedikit - mereka memandang bahawa kekayaan Qarun yang begitu luar biasa 
tidak bererti sedikit pun di sisi Allah s.w.t. Allah s.w.t tidak memandang 
kekayaan yang banyak jika jiwa manusia menjadi gelap kerananya. Di tengah-tengah 
keadaan yang demikian sulit, Nabi Musa menghadapi Qarun yang menentangnya. Musa 
sebagai seorang Nabi mesti menunjukkan sikap yang baik dan kesucian yang agung. 
Tampaknya Qarun sepakat dengan Fir'aun untuk berusaha menjatuhkan Musa di depan 
pengikutnya dengan tuduhan yang berlawanan dengan 
kesuciannya.
Akhirnya, pada suatu hari Nabi Musa dikejutkan dengan suatu 
tuduhan di mana ada seorang wanita yang menuduhnya berbuat tidak senonoh 
kepadanya dan mengatakan bahawa Musa pernah tidur bersamanya kelmarin. Kami kira 
Nabi Musa sangat kaget dengan tuduhan ini dan beliau tidak mengetahui apa yang 
dikatakannya atau bagaimana beliau membela dirinya menghadapi tuduhan seperti 
itu. Kemungkinan besar beliau salat dan menghadap Allah s.w.t. Kemudian beliau 
menemui wanita itu dan bertanya, mengapa ia menuduhkan padanya sesuatu yang 
tidak benar. Tiba-tiba wanita itu menangis dan meminta ampun kepada Musa. Ia 
memberitahu Musa bahawa Qarun memberinya wang sebagai imbalan atas fitnah yang 
ditebarkannya terhadap Musa. Mendengar itu, Musa mendoakan buruk buat Qarun. 
Kemudian Allah s.w.t berkehendak untuk mendatangkan mukjizat di saat yang tepat 
yang menjelaskan kepada manusia bahawa Dia Maha kuasa, Maha kuat, dan Maha 
Perkasa, dan bahawa harta hanya sebahagian ujian dan fitnah, bukan sebagai suatu 
keutamaan yang dengannya manusia dapat dinilai.
Mukjizat 
yang Allah s.w.t turunkan adalah membinasakan Qarun dan menenggelamkan rumahnya 
dan hartanya. Qarun keluar untuk menemui kaumnya dengan menampakkan pesona 
dunianya. Lalu bumi terbelah di bawah kakinya dan Qarun pun tersungkur di bumi. 
Kami tidak mengetahui apakah itu gempa yang pertama kali terjadi atau itu adalah 
gempa yang Allah s.w.t perintahkan kepada bumi untuk terjadi. Yang kita ketahui 
adalah bahawa bumi terbelah dan ia menelan Qarun. Bumi menenggelamkan 
istana-istana Qarun, hewan-hewan ternaknya, emasnya, peraknya dan semua 
kekayaannya serta orang dekatnya.
Sebahagian dongeng mengatakan bahawa itu terjadi di Fuyum, 
dan danau Qarun adalah yang dikenal orang-orang Mesir dengan nama ini. Ia adalah 
tempat yang dihuni oleh Qarun dan menjadi tempat istananya dan tempat menyimpan 
hartanya. Alhasil, Al-Quran al-Karim tidak menentukan tempat datangnya azab ini 
dan tidak juga menyebut kapan itu terjadi. Al-Quran hanya menceritakan apa yang 
terjadi. Tentu penentuan tempat dan waktu bukan sesuatu yang penting tetapi yang 
penting adalah pelajaran yang terjadi itu.
Allah 
s.w.t berfirman dalam surah al-Qhashash:
"Sesungguhnya Qarun adalah termasuk kaum Musa, maka ia 
berlaku aniaya terhadap mereka, dan Kami telah menganugerahkan kepadanya 
perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah 
orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya: 'Janganlah 
kamu terlalu bangga; sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu 
membanggakan diri.' Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu 
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan kebahagiaanmu dari 
(kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah 
telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerosakan di (muka) 
bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerosakan. 
Qarun berkata: 'Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, kerana ilmu yang ada 
padaku.' Dan apakah ia tidak mengetahui, bahawasanya Allah sungguh telah 
membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak 
mengumpulkan harta? Dan tidakkah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa 
itu, tentang dosa-dosa mereka. Maka keluarlah Qarun kepada kaumnya dalam 
kemegahannya. Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia: 
'Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Qarun; 
sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar. Berkatalah 
orang-orang yang dianugerahi ilmu: 'Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala 
Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan 
tidak diperoleh pahala itu, kecuali orang- orang yang sabar.' Maka Kami 
benamkanlah Qarun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu 
golongan pun yang menolongnya terhadap azab Allah, dan tiadalah ia termasuk 
orang- orang (yang dapat) membela (dirinya). Dan jadilah orang-orang yang 
kelmarin mencita-citakan kedudukan Qarun itu, berkata: "Aduhai benarlah Allah 
melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya dan 
menyempitkannya; kalau Allah tidak melimpahkan kurnia-Nya atas kita benar-benar 
Dia telah membenamkan kita (pula). Aduhai benarlah, tidak beruntung orang- orang 
yang mengingkari (nikmat Allah).' Negeri akhirat itu. Kami jadikan untuk 
orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerosakan di (muka) 
bumi. Dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa. " 
(QS. al-Qashash: 76-83)
Orang-orang dahulu banyak membicarakan ilmu ini yang Qarun 
mengklaim bahawa ia diberi ilmu itu. Sebahagian mereka mengatakan bahawa itu 
adalah ilmu kimia yang dengannya Qarun mampu mengubah tembaga menjadi emas. 
Sebahagian lagi mereka mengatakan bahawa Qarun mengetahui ismullah al-A'zham 
(nama Allah yang agung) lalu ia menggunakannya untuk mengubah bahan-bahan itu 
menjadi emas. Tetapi orang-orang yang berakal dari kalangan orang-orang dahulu 
membantah hal itu. Menurut mereka, Qarun tidak mengetahui ismullah al-A'zham. 
Qarun adalah seorang munafik. Mereka juga tidak percaya bahawa Qarun dapat 
membuat racikan kimia.
Kami 
kira, ini semua adalah dongengan semata yang tidak layak untuk menjelaskan 
sebab-sebab kekayaannya. Menurut hemat kami, Qarun adalah seorang yang lalim di 
mana ia melakukan pekerjaan yang tidak sehat. Dan boleh jadi ia memanfaatkan 
persahabatan dengan Fir'aun untuk mendapatkan fasiliti-fasiliti dari Fir'aun. 
Dan kerana persahabatan itu, ia berani menentang Musa. Qarun melakukan kejahatan 
di sana-sini dan kerananya ia mengatakan bahawa harta yang diperolehnya adalah 
hasil dari kerja kerasnya dan ilmunya. Qarun telah membuat kebohongan dan 
kelaliman dan ia mendapatkan kekayaan dengan cara-cara yang tidak 
sehat.
Penyimpangan dari keimanan kepada Allah s.w.t meskipun 
sehujung rambut pada akhirnya menyeret manusia kepada sikap kesombongan. Manusia 
itu akan menentang kebenaran dan ia tidak mampu lagi mengikuti kebenaran 
sehingga pada gilirannya sesuatu yang bohong pun akan menjadi laksana sesuatu 
yang realistik dan tidak perlu lagi dipersoalkan. Belum lama Qarun mendapatkan 
seksa sehingga orang- orang mukmin yang mengikuti Nabi Musa merasakan kelapangan 
yang sebelumnya mereka merasa tertindas. Orang-orang Mesir dan anak-anak Israil 
menyaksikan mukjizat ini.
Akhirnya, pertentangan antara Fir'aun dan Nabi Musa 
mencapai puncaknya. Fir'aun meyakini bahawa Musa sangat mengancam kekuasaannya. 
Musa - sebagaimana nabi-nabi yang lain - membawa ajarannya dengan penuh 
kelembutan tetapi ketika ia berhadapan dengan puncak kejahatan dan sumber-sumber 
yang lalim maka ia tidak segan- segan untuk menghancurkannya. Nabi Musa 
menantang sumber kejahatan di zamannya, yaitu Fira'un. Kemudian Fir'aun 
melontarkan ide untuk membunuh Musa. Fir'aun mengira bahawa membunuh Musa adalah 
cara satu-satunya untuk menyelesaikan masalahnya:
"Dan berkata Fir'aun (kepada pembesar-pembesarnya): 
'Biarkanlah aku membunuh Musa dan hendaklah ia memohon kepada Tuhannya, kerana 
sesungguhnya aku khuatir dia akan menukar agamamu atau menimbulkan kerosakan di 
muka bumi.'" (QS. al-Mu'min: 26)
Kita 
perhatikan bahawa Fir'aun berusaha untuk mencegah orang-orang yang menuju 
kebenaran; Fir'aun berusaha memberhentikan tugas para nabi; ia berusaha 
menyesatkan manusia dengan mengatakan bahawa justru Musa yang ingin menyesatkan 
mereka; ia mengusulkan kepada para menterinya dan para pembesarnya untuk 
membiarkannya membunuh Musa. Tentu ia tidak membunuh Musa dengan tangannya 
sendiri tetapi ia hanya sekadar melontarkan fikiran untuk membunuhnya di depan 
mereka dan yang melaksanakan hal tersebut adalah para pejabat istana. Kami kira 
Haman sangat berperan dalam pelaksanaan ide ini. Kemudian terbentuklah kelompok 
orang-orang munafik yang mendukung ide Fir'aun ini.
Ide 
tersebut hampir segera dibenarkan kalau tidak ada seorang dari keluarga Fir'aun. 
Ia adalah seorang lelaki dari kalangan pejabat negara yang terpandang. Al-Quran 
tidak menyebutkan namanya kerana namanya tidak begitu penting dan begitu juga ia 
tidak menyebutkan sifatnya kerana sifatnya tidak begitu penting. Al-Quran hanya 
menceritakan keadaan lelaki ini yang menyembunyikan keimanannya. Ia berbicara di 
tengah-tengah perkumpulan yang di situ disampaikan ide untuk membunuh Musa. 
Kemudian ia menghentikan ide gila itu dan berusaha meruntuhkan ide itu. Ia 
berkata bahawa Musa hanya mengatakan bahawa Allah s.w.t adalah Tuhannya, lalu 
untuk mendukung penyataannya itu ia membekali dirinya dengan bukti-bukti yang 
jelas yang menunjukkan bahawa ia benar-benar seorang rasul. Kemudian ada dua 
kemungkinan dan tidak ada kemungkinan ketiga: pertama bahawa Musa adalah seorang 
pembohong, kedua ia seorang yang benar. Jika ia seorang pembohong maka 
kebohongannya itu akan kembali kepada dirinya sendiri dan ia tidak melakukan 
sesuatu yang kerananya ia harus dibunuh. Namun jika ia benar lalu kita 
membunuhnya maka gerangan apa yang akan menjamin kita dari keselamatan terhadap 
azab yang dijanjikannya? Seorang mukmin yang menyembunyikan keimanannya itu 
berkata kepada kaumnya: "Sesungguhnya hari ini kita berada di tempat-tempat 
kekuatan sebagaimana yang dialami oleh Qarun di mana ia memiliki kekayaan dan 
kekuatan kemudian terjadilah apa yang terjadi padanya. Siapakah yang akan 
menyelamatkan kita dari azab Allah s.w.t ketika datang? Siapakah yang dapat 
menolong kita dari seksaan-Nya jika menimpa kita? Tindakan melampaui batas kita 
dan usaha kita untuk membohongkan kebenaran telah membuat kita 
rugi."
Perkataan lelaki mukmin itu memuaskan para hadirin. Orang 
lelaki itu adalah seseorang yang tidak begitu menampakkan loyalitinya kepada 
Fir'aun. Ia bukan dari kalangan pengikut Musa. Tampaknya ia berbicara dengan 
motivasi untuk mempertahankan kekuasaan Fir'aun, dan menurutnya tidak ada 
sesuatu yang dapat menjatuhkan kekuasaan Fir'aun seperti kebohongan dan tindakan 
yang melampaui batas dan membunuh jiwa-jiwa yang tidak 
berdosa.
Dari 
sinilah kata-kata lelaki mukmin itu memancarkan kekuatannya yang cukup 
mempengaruhi Fir'aun, para menterinya, dan anak buahnya. Meskipun ide Fir'aun 
untuk membunuh Musa digagalkan oleh lelaki mukmin itu, namun Fir'aun mengatakan 
kata-kata bersejarahnya yang kemudian menjadi contoh dari sikap orang-orang yang 
lalim:
"Fir'aun berkata: Aku tidak mengemukakan kepadamu, 
melainkan apa yang aku pandang baik; dan aku tiada menunjukkan kepadamu selain 
jalan yang benar.'" (QS. al-Mu'min: 29)
Demikianlah pernyataan para penguasa yang lalim ketika 
mereka menghadapi masyarakat mereka. Aku tidak melihat pendapatku kecuali sesuai 
dengan apa yang aku pertimbangkan. Ini adalah pendapat kami yang khusus. Ia 
merupakan pendapat yang membimbing kalian menuju jalan petunjuk, sedangkan 
pendapat lainnya salah. Oleh kerana itu, kita harus tetap melawannya dan 
membinasakannya. Allah s.w.t menceritakan sikap demikian ini dalam surah 
Ghafir:
"Dan seorang laki-laki yang beriman di antara 
pengikut-pengikut Fir'aun yang menyembunyikan imannya berkata: 'Apakah kamu akan 
membunuh seorang laki-laki kerana dia menyatakan: 'Tuhanku ialah Allah,' padahal 
dia telah datang kepadamu dengan membawa keterangan-keterangan dari Tuhanmu. Dan 
jika ia seorang pendusta maka dialah yang menanggung (dosa) dustanya itu; dan 
jika ia seorang yang benar nescaya sebahagian (bencana) yang diancamkannya 
kepadamu akan menimpamu.' Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang 
melampaui batas lagi pendusta. (Musa berkata): 'Hai kaumku, untukmu lah kerajaan 
pada hari ini dengan berkuasa di muka bumi. Siapakah yang akan menolong kita 
dari azab Allah jika azab itu menimpa kita!' Fir'aun berkata: 'Aku tidak 
mengemukakan kepadamu, melainkan apa saja yang aku pandang baik; dan aku tiada 
menunjukkan kepadamu selain jalan yang benar.'" (QS. al-Mu'min 
28-29)
Perdebatan tersebut tidak berhenti pada batas ini. Fir'aun 
mengutarakan kata-katanya tetapi seorang mukmin itu tetap tidak puas dengannya, 
kemudian lelaki mukmin itu kembali berbicara:
"Dan orang yang beriman itu berkata: 'Hai kaumku, 
sesungguhnya aku khuatir kamu akan ditimpa (bencana) seperti kehancuran golongan 
yang bersekutu. (Yakni) seperti keadaan kaum Nuh, Ad Tsamud dan orang-orang yang 
datang sesudah mereka. Dan Allah tidak akan menghendaki berbuat kelaliman 
terhadap hamba-hamba-Nya. Hai kaumku, sesungguhnya aku khuatir terhadapmu akan 
seksaan hari panggil-memanggil, (yaitu) hari (ketika) kamu (lari) berpaling ke 
belakang, tidak ada bagimu seorang pun yang menyelamatkan dirimu dari (azab) 
Allah, dan siapa yang disesatkan Allah, nescaya tidak ada baginya seorang pun 
yang akan memberi petunjuk. Dan sesungguhnya telah datang Yusuf kepadamu dengan 
membawa keterangan- keterangan, tetapi kamu senantiasa dalam keraguan tentang 
apa yang dibawanya kepadamu, hingga ketika dia meninggal, kamu berkata: 'Allah 
tidak akan mengirimkan seorang (rasul pun) sesudahnya. Demikianlah Allah 
menyesatkan orang-orang yang melampaui batas dan ragu-ragu. (Yaitu) orang-orang 
yang memperdebatkan ayat-ayat Allah tanpa alasan yang sampai kepada mereka. Amat 
besar kemurkaan (bagi mereka) di sisi Allah dan di sisi orang-orang yang 
beriman. Demikianlah Allah mengunci mati hati orang yang sombong dan 
sewenang-wenang." (QS. al-Mu'min: 30-35)
Kita 
perhatikan dalam pembicaraan tersebut terdapat perbezaan dengan pembicaraan 
sebelumnya. Lelaki mukmin itu berusaha menguraikan pada pembicaraan akhirnya 
tentang bukti-bukti sejarah. Ia menyampaikan kepada Firaun dan kaumnya 
argumentasi-argumentasi yang cukup untuk menunjukkan kebenaran Musa. Ia 
memperingatkan mereka agar jangan sampai mengganggu Musa. Sebelum masa mereka, 
terdapat umat-umat yang menentang rasul-rasul yang dikirim oleh Allah s.w.t, 
lalu Allah s.w.t menghancurkan mereka. Mereka adalah kaum Nuh, kaum 'Ad, dan 
kaum Tsamud. Zaman mereka tidak terlalu jauh dengan zaman 
sekarang.
Sejarah 
Mesir menunjukkan bukti kebenaran ucapannya di mana Nabi Yusuf datang dengan 
membawa bukti yang jelas kemudian terdapat orang-orang yang merugikan dakwahnya 
lalu mereka beriman padanya setelah keselamatan hampir saja tercabut dari 
mereka. Lalu apa keanehan di balik pengutusan para rasul dari Allah s.w.t? 
Sejarah masa lalu harus menjadi bahan renungan. Bukankah kelompok minoriti 
orang- orang mukmin memperoleh kemenangan ketika mereka benar-benar beriman atas 
kelompok majoriti yang kafir? Bukankah Allah s.w.t telah menghancurkan orang- 
orang kafir? Allah s.w.t menenggelamkan mereka dengan taufan dan Allah s.w.t 
menghancurkan mereka dengan kilat atau Allah s.w.t menenggelamkan mereka dalam 
bumi. Apa yang kita tunggu sekarang dan dari mana kita tahu bahawa usaha kita 
membela Fir'aun mati-matian akan membawa keuntungan bagi kita 
semua?
Pembicaraan lelaki mukmin yang intelektual itu mengandung 
beberapa peringatan yang mengerikan. Tampaknya ia berhasil memuaskan para 
hadirin bahawa ide membunuh Musa adalah ide yang tidak aman. Atau dengan kata 
lain, itu adalah ide yang tidak menjamin keselamatan mereka. Oleh kerana itu, 
ide tersebut hendaklah ditinggalkan. Setelah itu, lelaki mukmin itu berusaha 
untuk menunjukkan kepada mereka kebenaran yang dibawa oleh Musa. Ia yang semula 
menggunakan bahasa isyarat, kini berusaha untuk menggunakan bahasa yang terang 
dan gamblang. Ia telah berani menampakkan kebenaran:
"Orang yang beriman itu berkata: 'Hai kaumku, ikutilah aku, 
aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang benar. Hai kaumku, sesungguhnya 
kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat 
itulah negeri yang kekal. Barang siapa mengerjakan perbuatan jahat, maka dia 
tidak akan dibalas melainkan sebanding dengan kejahatan itu. Dan barang siapa 
mengerjakan amal yang saleh baik laki-laki mahupun perempuan sedang ia dalam 
keadaan beriman, maka mereka akan masuk syurga, mereka diberi rezeki di dalamnya 
tanpa hisab.'" (QS. al-Mu'min: 38-40)
Akhirnya, keimanan lelaki mukmin itu pun tersingkap. Ia 
diketahui sebagai seorang mukmin yang tidak lagi menyembunyikan keimanannya. 
Pada akhir pembicaraannya, ia menegaskan:
"Hai 
kaumku, bagaimanakah kamu, aku menyeru kamu kepada keselamatan, tetapi kamu 
menyeru aku ke neraka? (Mengapa) kamu menyeruku kafir kepada Allah dan 
mempersekutukan-Nya dengan apa yang tidak aku ketahui padahal aku menyeru kamu 
(beriman) kepada Yang Maha Perkasa lagi Maha Pengampun? Sudah pasti bahawa apa 
yang kamu seru supaya aku (beriman) kepadanya tidak dapat memperkenankan seruan 
apa pun baik di dunia mahupun di akhirat. Dan sesungguhnya kita kembali kepada 
Allah dan sesungguhnya orang-orang yang melampaui batas, mereka itulah penghuni 
neraka. Kelak kamu akan mengingat kepada apa yang kukatakan kepada kamu. Dan aku 
menyerahkan urusanku kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat akan 
hamba-hamba-Nya." (QS. al-Mu'min: 41-44)
Lelaki 
mukmin itu mengakhiri pembicaraan dengan kata-kata yang berani ini. Kami kira, 
Allah s.w.t telah mengirim lelaki mukmin ini dari kalangan Fir'aun agar Fir'aun 
melupakan Musa. Konteks Al-Quran menyingkap bahawa lelaki ini merupakan salah 
seorang intelektual Mesir yang mengetahui sejarah dan mampu menganalisis serta 
memiliki kemampuan untuk menghubungkan satu peristiwa dengan peristiwa yang lain 
sehingga ia mengetahui sebab-sebab dan akhir dari suatu 
peristiwa.
Orang 
yang beriman itu mampu menggiring akal mereka menuju kebenaran. Fir'aun 
tersibukkan dengan lelaki mukmin ini hingga beberapa saat ia lupa untuk 
memikirkan Musa. Lelaki mukmin itu berasal dari keluarga Fir'aun. Ia adalah 
kerabat dekatnya dan salah seorang pejabat negaranya. Keimanannya terhadap 
kebenaran menjadikan istana Fir'aun terbagi menjadi dua kubu: kubu pro Musa dan 
kubu anti Musa. Ini bererti kemenangan yang besar bagi Musa. kerana itu, 
membunuh lelaki mukmin itu akan mengganggu atau menggoyangkan keberadaan 
cendekiawan Mesir di mana ia adalah salah seorang dari 
mereka.
Demikianlah, Fir'aun menghadapi masalah yang rasa-rasanya 
sulit atau mustahil untuk terpecahkan. Membunuh lelaki mukmin itu tidak akan 
memberikan dampak yang baik, begitu juga membiarkannya hidup juga tidak 
memberikan dampak yang baik. Akhirnya, mereka membikin suatu konspirasi untuk 
menyingkirkannya. Kemudian di sinilah bimbingan Allah s.w.t 
diturunkan:
"Maka Allah memeliharanya dari kejahatan tipu daya mereka, 
dan Fir'aun beserta kaumnya dikepung oleh azab yang amat buruk." (QS. al-Mu'min: 
45)
Untuk 
beberapa saat, Fir'aun disibukkan dengan masalah baru ini, tetapi Fir'aun adalah 
Fir'aun. Ia tetap memakai busana kesombongannya; ia tetap menyeksa Bani Israil, 
menghina mereka dan menodai kehormatan wanita-wanita serta membunuh anak-anak. 
Akhirnya, tibalah waktunya bagi Allah s.w.t untuk bersikap keras kepada keluarga 
Fir'aun. Allah s.w.t menurunkan bencana kepada mereka dan menakut-nakuti mereka 
dengan azab sehingga mereka mengurungkan niat untuk menghancurkan Musa dan 
laki-laki mukmin itu, dan sebagai pembuktian atas kebenaran kenabian Musa. Allah 
s.w.t menurunkan tahun-tahun yang kering dan tandus kepada orang-orang Mesir di 
mana bumi tampak kering kontang dan sungai Nil pun mengering hingga buah-buahan 
jarang sekali ditemukan dan harga semakin mencekik leher. Akibatnya, kelaparan 
melanda di sana-sini. Dalam keadaan demikian, orang-orang Mesir menganggap 
bahawa kehidupan mereka terancam. Adalah hal yang maklum bahawa seksa yang 
seperti ini akan selalu menimpa manusia ketika mereka berpaling dari keimanan 
dan takwa.
Allah 
s.w.t berfirman:
"Jikalau sekitarnya penduduk negeri-negeri beriman dan 
bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan 
bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami seksa mereka 
disebabkan perbuatannya." (QS. al-A'raf: 96)
Hukum 
yang lama diperlakukan atas penduduk Mesir kerana dua sebab: pertama, sikap 
dingin mereka terhadap pembunuhan yang dilakukan Fir'aun kepada para tukang 
sihir, kedua, sikap dingin mereka terhadap kelaliman penguasa mereka. Aneh 
sekali ketika kaum Fir'aun mengembalikan masa paceklik ini dan musibah kelaparan 
ini pada suatu sebab yang sangat menghairankan. Mereka mengatakan bahawa apa 
yang menimpa mereka kerana kesialan yang dibawa oleh Musa. Kelaparan yang 
melanda mereka, kefakiran, dan kekurangan buah-buahan yang mereka rasakan saat 
ini adalah disebabkan oleh adanya Musa di tengah-tengah 
mereka.
Kemudian 
kefakiran mereka semakin meningkat dan mereka semakin menjauh dari kebenaran. 
Mereka meyakini bahawa sihir Musa adalah yang bertanggungjawab terhadap apa yang 
menimpa mereka pada musim paceklik ini. Mereka mengira dengan kebodohan mereka 
bahawa kekeringan yang melanda negeri mereka adalah sebagai alat atau kekuatan 
yang digunakan oleh Musa untuk menyihir mereka. Namun perlu diperhatikan bahawa 
pemikiran demikian tidak mewakili pemikiran umumnya masyarakat saat itu, tetapi 
pemikiran ini datang dan dihembuskan oleh kelompok-kelompok yang berkuasa. 
Akhirnya, Allah s.w.t menurunkan azab yang lebih keras kepada mereka. Allah 
s.w.t berfirman:
"Dan sesungguhnya Kami telah menghukum (Fir'aun dan) 
kaumnya dengan (mendatangkan) musim kemarau yang panjang dan kekurangan 
buah-buahan, supaya mereka mengambil pelajaran. Kemudian apabila datang kepada 
mereka kemakmuran, mereka berkata: 'Ini adalah kerana (usaha) kami.' Dan jika 
mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan 
orang-orang yang besertanya. Ketahuilah, sesungguhnya kesialan mereka itu adalah 
ketetapan dari Allah, akan tetapi kebanyakan neraka tidak mengetahuinya. Mereka 
berkata: 'Bagaimanapun kamu mendatangkan keterangan kepada kami untuk menyihir 
kami dengan keterangan itu maka, kami sekali-kali tidak akan beriman kepadamu.' 
Maka Kami kirimkan kepada mereka taufan, belalang, kutu, katak dan darah sebagai 
bukti yang jelas, tetapi mereka tetap menyombongkan diri dan mereka adalah kaum 
yang berdosa. (QS. al-A'raf: 130-133)
Allah 
s.w.t mengirimkan berbagai macam azab dengan harapan agar mereka kembali kepada 
Allah s.w.t dan melepaskan Bani Israil serta membiarkan mereka pergi bersama 
Musa. Allah s.w.t mengirim taufan kepada mereka. Setelah masa paceklik, 
datanglah tahun yang penuh dengan air sehingga bumi pun tenggelam dengan air 
sehingga mereka tidak dapat bercucuk tanam. Setelah mereka diseksa dengan 
sedikitnya air maka kali ini mereka mendapatkan limpahan air yang luar biasa. 
Mereka segera datang kepada Nabi Musa sambil berkata:
"Dan ketika mereka ditimpa azab (yang telah diterangkan 
itu) mereka pun berkata: 'Hai Musa, mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu dengan 
(perantaraan) kenabian yang diketahui Allah ada pada sisimu. Sesungguhnya jika 
kamu dapat menghilangkan azab itu dari kami, pasti kami akan beriman kepadamu 
dan akan kami biarkan Bani Israil pergi bersamamu.'" (QS. al-A'raf: 
134)
Kemudian 
Nabi Musa berdoa kepada Tuhannya sehingga azab disingkirkan dari mereka. Air 
yang memancar dengan dahsyat itu berhenti dan bumi kembali mengambil air yang 
cukup sehingga layak untuk dibuat bercucuk tanam. Nabi Musa meminta kepada 
mereka untuk mewujudkan janji mereka, yaitu melepaskan tawanan Bani Israil. Tapi 
mereka tidak memenuhinya. Kemudian datanglah tanda kebesaran yang lain yaitu 
dalam bentuk turunnya belalang. Allah s.w.t mengirim sekawanan belalang yang 
memenuhi tanaman dan buah-buahan. Ketika belalang- belalang itu terbang maka 
tanaman-tanaman mereka dan buah-buahan mereka tersembunyi dari pandangan kerana 
saking banyaknya belalang- belalang itu. Belalang itu memakan makanan 
orang-orang Mesir.
Melihat 
keadaan demikian, mereka pun pergi ke Musa dan meminta kepadanya agar berdoa 
kepada Tuhannya agar menyingkirkan seksaan ini dari mereka dan mereka berjanji 
untuk melepaskan padanya Bani Israil. Nabi Musa pun lagi-lagi berdoa kepada 
Tuhannya sehingga Allah s.w.t menyingkirkan azab itu dari mereka. Dan 
belalang-belalang itu kembali ke tempat asalnya. Mereka dapat menanami kembali 
bumi dengan baik. Lalu Nabi Musa meminta kepada mereka untuk melepaskan Bani 
Israil namun mereka menunda-nundanya sehingga Nabi Musa mengetahui bahawa 
sebenarnya mereka tidak serius untuk memenuhi janji mereka.
Kemudian 
datanglah seksaan Allah s.w.t yang lain, yaitu dikirim-Nya berbagai macam hama. 
Tersebarlah hama yang membawa penyakit. Lagi- lagi mereka datang kepada Nabi 
Musa dan mengulangi janji mereka dan Nabi Musa pun berdoa kepada Allah s.w.t. 
Kali ini mereka pun tetap mengingkari janji mereka. Lalu datanglah seksaan Allah 
s.w.t yang lain dalam bentuk dikirim-Nya katak di mana bumi dipenuhi dengan 
katak. Katak itu melompat-lompat ke sana-sini dan memenuhi makanan orang- orang 
Mesir serta berada di rumah mereka sehingga mereka sangat terganggu dengan 
kehadiran katak-katak liar itu. Lagi-lagi mereka menemui Nabi Musa dan kembali 
mengulangi janji mereka dan meminta padanya agar ia berdoa kepada Tuhannya agar 
Allah s.w.t menyingkirkan azab dari mereka. Tetapi mereka pun tetap mengingkari 
janji mereka. 
Selanjutnya, Allah s.w.t menurunkan azab yang lain yaitu 
darah di mana sungai Nil berubah menjadi darah sehingga tidak seorang pun dapat 
meminumnya. Kita ketahui bahawa mukjizat-mukjizat pertama berupa sesuatu yang 
biasa terjadi pada tanaman. Berkurangnya air Nil atau bertambahnya air tersebut 
atau serangan belalang atau hama dan katak, semua ini adalah bukan hal baru bagi 
orang-orang Mesir. Yang baru adalah kejadian ini terjadi dengan sangat tiba-tiba 
dan sangat mencekam. Sedangkan mukjizat atau azab yang lain adalah azab yang 
tidak biasa terjadi di daerah Mesir, yaitu azab yang belum pernah terjadi 
sebelumnya di mana air sungai Nil berubah menjadi darah.
Perubahan sungai itu menjadi darah hanya terjadi di 
kalangan orang- orang Mesir sedangkan Musa dan kaumnya dapat meminum airnya 
seperti biasanya. Namun ketika seorang Mesir memenuhi tempat gelasnya dengan air 
maka ia akan mendapati bahawa gelasnya penuh dengan darah. Melihat peristiwa 
tersebut, orang-orang Mesir tergoncang sebagaimana istana Fir'aun juga 
tergoncang melihat seksa yang mengerikan dan baru ini. Lagi-lagi mereka menuju 
ke Nabi Musa dan meminta kepadanya agar berdoa kepada Tuhannya dan mereka 
berjanji pada kali ini untuk membebaskan orang-orang Bani Israil. Nabi Musa pun 
berdoa kepada Tuhannya sehingga azab itu disingkirkan dari orang-orang Mesir. 
Meski demikian. istana Fir'aun tidak mengizinkan Musa untuk menemui kaumnya dan 
pergi bersama mereka. Lalu bagaimana sikap Fir'aun sendiri? Fir'aun tetap 
menunjukkan pembangkangnya dan kesombongannya. Fir'aun mengumumkan di 
tengah-tengah kaumnya bahawa dia tuhan. Bukankah - kata Fir'aun - dia memiliki 
kerajaan Mesir dan sungai-sungai ini mengalir di bawah kekuasaannya? Fir'aun 
memberitahu bahawa Musa adalah tukang sihir yang bohong dan ia hanya seorang 
fakir yang tidak mampu menggunakan satu kalung emas dan satu gelang 
emas.
Allah 
s.w.t berfirman:
"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Musa dengan membawa 
mukjizat-mukjizat Kami kepada Fir'aun dan pemuka-pemuka kaumnya. Maka Musa 
berkata: 'Sesungguhnya aku adalah dari utusan Tuhan seru sekalian alam. Maka 
tatkala dia datang kepada mereka dengan membawa mukjizat-mukjizat Kami dengan 
serta merta mereka mengetawakannya. Dan tidakkah Kami perlihatkan kepada mereka 
sesuatu mukjizat kecuali mukjizat itu lebih besar dari mukjizat-mukjizat 
sebelumnya. Dan Kami timpakan kepada mereka azab supaya mereka kembali (kejalan 
yang benar). Dan mereka berkata: 'Hai ahli sihir berdoalah kepada Tuhanmu untuk 
(melepaskan) kami sesuai dengan apa yang telah dijanjikan-Nya kepadamu; 
sesungguhnya kami (jika doamu dikabulkan) benar-benar akan menjadi orang yang 
mendapat petunjuk. Maka tatkala Kami menghilangkan azab itu dari mereka, dengan 
serta merta mereka memungkiri (janjinya). Dan Fir'aun berseru kepada kaumnya 
(seraya) berkata: 'Hai kaumku, bukankah kerajaan Mesir ini kepunyaanku dan 
(bukankah) sungai-sungai ini mengalir di bawahku; maka apakah kamu tidak 
melihat(nya)?' Bukankah aku lebih baik dari orang yang hina ini dan yang hampir 
tidak dapat dijelaskan (perkataannya)? Mengapa tidak dipakaikan kepadanya gelang 
dari emas atau malaikat datang bersama-sama dia untuk mengiringkannya.' Maka 
Fir'aun mempengaruhi kaumnya dengan (perkataannya itu) lalu mereka patuh 
kepadanya. Sesungguhnya mereka adalah kaum yang fasik." (QS. az-Zukhruf: 
46-54)
Perhatikanlah ungkapkan Al-Quran: Maka Fir'aun mempengaruhi 
kaumnya dengan (perkataannya itu) lalu mereka patuh kepadanya. Fir'aun memenjara 
akal mereka, membelenggu kebebasan mereka, dan menutup masa depan mereka yang 
cerah. Fir'aun menodai kemanusiaan mereka sehingga mereka mentaatinya. Bukankah 
ketaatan ini aneh? Namun keanehan ini hilang ketika kita mengetahui bahawa 
mereka adalah orang- orang yang fasik. Kefasikan menjadikan seseorang tidak 
peduli dengan masa depannya dan kepentingannya serta urusannya. Pada akhirnya, 
ia akan mendapati kehancuran. Demikianlah yang terjadi pada kaum 
Fir'aun.
Allah 
s.w.t berfirman:
"Maka tatkala mereka membuat Kami murka, Kami menghukum 
mereka lalu Kami tenggelamkan mereka semuanya (di laut), dan Kami jadikan mereka 
sebagai pelajaran dan contoh bagi orang-orang yang kemudian." (QS. az-Zukhruf: 
55-56)
Tampak 
jelas bahawa Fir'aun tidak beriman kepada Musa. Fir'aun tidak menghentikan usaha 
untuk menyeksa Bani Israil dan ia tetap merendahkan kaumnya. Maka melihat 
kenyataan yang demikian, Musa dan Harun berdoa buruk untuk 
Fir'aun:
"Musa berkata: 'Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau telah 
memberi kepada Fir'aun dan pemuka-pemuka kaumnya dengan perhiasan dan harta 
kekayaan dalam kehidupan dunia, ya Tuhan kami, akibatnya mereka menyesatkan 
(manusia) dari jalan Engkau. Ya Tuhan kami, binasakanlah harta benda mereka, dan 
kunci matilah hati mereka, maka mereka tidak beriman hingga mereka melihat 
seksaan yang pedih.' Allah berfirman: 'Sesungguhnya telah diperkenankan 
permohonan kamu berdua, sebab itu tetaplah kamu berdua pada jalan yang lurus dan 
janganlah sekali-kali mengikuti jalan orang-orang yang tidak mengetahui.'" (QS. 
Yunus: 88-89)
Kemudian 
datanglah izin kepada Nabi Musa untuk meninggalkan Mesir dengan disertai oleh 
kaumnya yang mengikutinya. Sikap kaum Nabi Musa sangat aneh. Tidak semua kaumnya 
beriman kepadanya. Allah s.w.t berfirman:
"Maka tidak ada yang beriman kepada Musa, melainkan pemuda- 
pemuda dari kaumnya (Musa) dalam keadaan takut bahawa Fir'aun dan pemuka-pemuka 
kaumnya akan menyeksa mereka. Sesungguhnya Fir'aun itu sewenang-wenang di muka 
bumi. Dan sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang melampaui batas." (QS. 
Yunus: 83)
Selesailah urusan. Allah s.w.t telah menetapkan untuk 
membuat suatu keputusan hukum terhadap Fir'aun. Allah s.w.t memerintahkan kepada 
Musa untuk keluar dan mengizinkan Bani Israil untuk pergi. Mereka 
bersiap-bersiap untuk keluar dan pergi bersama Musa. Mereka membawa 
perhiasan-perhiasan mereka lalu datanglah malam kepada mereka. Nabi Musa 
berjalan bersama mereka dan menyeberangi Laut Merah dan menuju ke negeri Syam. 
Sementara itu, utusan Fir'aun dan intelejennya bergerak. Sampailah berita kepada 
Fir'aun bahawa Musa telah pergi beserta kaumnya. Fir'aun mengeluarkan 
perintahnya di segenap penjuru kota agar pasukan yang besar berkumpul. Fir'aun 
menyampaikan alasan yang aneh di balik pengumpulan tentera itu sebagaimana 
disampaikan oleh Al-Quran:
"Dan sesungguhnya mereka membuat hal-hal yang menimbulkan 
amarah kita. " (QS. asy-Syu'ara': 55)
Fir'aun 
telah naik pitam melihat aksi Musa. "Secara peribadi aku telah marah padanya. 
Jumlah mereka sedikit namun kemarahan kita terhadap mereka sungguh banyak. Kalau 
demikian, ini adalah peperangan." Fir'aun benar-benar seorang penjahat kelas 
kakap. Ia tidak berusaha menyembunyikan niatnya di balik kata-kata besarnya. 
Misalnya, secara diplomasi ia dapat mengatakan bahawa keamanan kerajaan terancam 
atau sistem ekonomi akan hancur jika para pekerja ini yang digaji dengan sangat 
murah ini akan keluar. Fir'aun tidak mengatakan semua itu tetapi ia hanya 
menyatakan bahawa ia sedang emosi. Nabi Musa membuatnya naik pitam dan ini sudah 
cukup untuk mengeluarkan perintah agar para tentera dikumpulkan. Manusia 
membenarkan tindakan Fir'aun untuk seribu kalinya setelah membohongkannya. Tiada 
seorang pun yang menentangnya dan tidak ada seorang pun yang mempersoalkan sebab 
kenapa di balik pengumpulan tentera itu.
Akhirnya, bergeraklah tentera Fir'aun dengan membawa 
persenjataan yang lengkap dan mereka berusaha mengejar Nabi Musa. Fir'aun duduk 
di atas kenderaan perangnya dan mengawasi tentera di sekitamya sambil tersenyum. 
Barangkali ia membayangkan, jika sejak semula ia melakukan itu maka gerak-geri 
Musa akan dapat dipatahkannya dan ia dapat membunuhnya. Alhasil, ia sekarang 
berada di jalan untuk menangkap Musa dan membunuhnya dan menyelesaikan masalah 
seluruhnya.
Nabi 
Musa berdiri di depan Laut Merah. Tampak dari kejauhan bahawa debu yang 
ditebarkan oleh tentera Fir'aun mulai mendekat. Lalu setelah itu tampak 
panji-panji tentera. Melihat hal itu, kaum Nabi Musa merasakan ketakutan. Mereka 
menghadapi situasi sangat sulit dan berbahaya: di depan mereka ada laut 
sementara di belakang mereka ada musuh. Mereka tidak memiliki kesempatan sedikit 
pun untuk berperang dengan pasukan Fir'aun kerana mereka hanya terdiri dari 
wanita-wanita, anak-anak kecil, dan orang-orang lelaki yang tidak bersenjata. 
Fir'aun akan menyembelih mereka semuanya.
Tiba-tiba terdengarlah teriakan dari kaum Nabi Musa: 
"Fir'aun akan menyusul kita dan menangkap kita." Nabi Musa berusaha menenangkan 
mereka sambil berkata: "Tidak. Sesungguhnya Tuhanku bersamaku dan Dia pun akan 
membimbingiku." Kita tidak mengetahui bagaimana perasaan Nabi Musa saat itu atau 
apa yang difikirkannya. Yang jelas, ia tidak mendapat kepercayaan seperti ini 
kecuali setelah Allah s.w.t mewahyukan kepadanya agar ia memukulkan tongkatnya 
ke lautan itu. Kemudian Nabi Musa pun memukulkan tongkat yang dibawanya kepada 
lautan itu.
Demikianlah bahawa kehendak Allah s.w.t pasti terlaksana 
meskipun harus bertentangan dengan logik manusia. Allah s.w.t ingin menunjukkan 
mukjizat, kemudian Allah s.w.t mewahyukan kepada Musa untuk memukulkan 
tongkatnya kepada lautan. Pemukulan tongkat terhadap lautan hanya sekadar sebab 
yang kemudian diikuti dengan terbelahnya lautan. Belum sampai Nabi Musa 
mengangkat tongkatnya sehingga malaikat Jibril turun ke bumi lalu Nabi Musa 
memukulkan tongkatnya ke lautan. Tiba-tiba laut itu terbelah menjadi dua 
bahagian: satu bahagian menjadi kering kontang di mana di sebelah kanannya 
terdapat ombak dan di sebelah kirinya juga terdapat ombak. Nabi Musa bersama 
kaumnya berjalan sehingga mereka dapat melewati lautan. Ini adalah mukjizat yang 
sangat besar. Ombak bergelombang: meninggi dan menurun sehingga tampak ada 
tangan tersembunyi yang mencegahnya agar jangan sampai menenggelamkan Nabi Musa 
atau bahkan membasahinya sekalipun.
Demikianlah Nabi Musa dan kaumnya berhasil melewati lautan. 
Sementara itu, Fir'aun sampai ke lautan. Ia menyaksikan mukjizat ini. Ia melihat 
lautan terdapat jalan kering yang terbelah menjadi dua. Fir'aun saat itu 
merasakan ketakutan tetapi lagi-lagi keras kepalanya dan pembangkangnya tetap 
menyalakan api peperangan sehingga ia menyuruh pasukannya untuk maju. Ketika 
Musa selesai menyeberangi lautan, ia menoleh ke lautan dan ia ingin memukulkan 
dengan tongkatnya sehingga kembali sebagaimana mestinya, tetapi Allah s.w.t 
mewahyukan kepadanya agar ia membiarkan lautan seperti semula. Seandainya ia 
memukulkan tongkatnya kepada lautan dan laut itu kembali seperti semula nescaya 
Nabi Musa akan selamat dan Fir'aun pun akan selamat, sedangkan Allah s.w.t telah 
berkehendak untuk menenggelamkan Fir'aun. Oleh kerana itu, Musa diperintahkan 
untuk membiarkan lautan seperti semula. Allah s.w.t mewahyukan 
kepadanya:
"Dan biarlah laut itu tetap terbelah. Sesungguhnya mereka 
adalah tentera yang akan ditenggelamkan." (QS. ad-Dukhan: 
24)
Fir'aun 
bersama tenteranya sampai di tengah lautan. Ia sudah melewati separuhnya dan ia 
akan sampai ke tepi yang lain. Kemudian Allah s.w.t memerintahkan kepada Jibril. 
Lalu Jibril menggerakkan ombak sehingga ombak itu menerpa Fir'aun dan 
menenggelamkannya beserta tenteranya. Fir'aun dan tenteranya tenggelam. 
Pembangkang telah tenggelam sedangkan keimanan kepada Allah s.w.t telah 
selamat.
Ketika 
tenggelam, Fir'aun melihat tempatnya di neraka. Kini. ia sedar dan tabir telah 
terkuak di depannya. Fir'aun telah menjemput sakaratul maut. Ia telah menyedari 
bahawa Musa adalah seorang yang benar dan ia telah menyia-nyiakan dirinya dengan 
menentangnya dan berusaha memeranginya. Fir'aun berusaha menunjukkan 
keimanannya.
"Hingga bila Fir'aun itu hampir tenggelam berkatalah dia: 
'Saya percaya bahawa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani 
Israil, dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).'" (QS. 
Yunus: 90)
Taubat 
Fir'aun tidak berguna dan tidak diterima; taubat yang justru disampaikan ketika 
ia menyaksikan azab dan akan memasuki pintu kematian. Jibril berkata 
kepadanya:
"Apakah 
sekarang (baru kamu percaya), padahal sesungguhnya kamu telah derhaka sejak 
dahulu, dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerosakan." (QS. Yunus: 
91)
Yakni, 
tidak ada taubat bagimu. Sungguh telah selesai waktu taubat bagimu dan engkau 
telah binasa. Selesailah urusan ini dan tiadalah keselamatan bagimu. Yang 
selamat hanyalah tubuhmu dan engkau akan dilemparkan oleh ombak ke tepi sehingga 
tubuhmu sebagai bukti kebesaran Allah s.w.t bagi orang-orang yang hidup 
sesudahmu:
"Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu 
dapat menjadi peringatan bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya 
kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami." (QS. Yunus: 
92)
Apa yang 
terjadi pada Fir'aun merupakan sunatullah yang abadi yang terjadi sebagai 
pelajaran bagi hamba-hamba Allah s.w.t.
Allah 
s.w.t berfirman:
"Maka tatkala mereka melihat azab Kami, mereka berkata: 
'Kami beriman hepada Allah saja dan kami kafir kepada sembahan- sembahan yang 
telah kami persekutukan dengan Allah.'" (QS. al- Mu'min: 
84)
Allah 
s.w.t menceritakan sikap Fir'aun bersama Musa dalam 
firman-Nya:
"Dan Kami wahyukan (perintahkan) kepada Musa: 'Pergilah di 
malam hari dengan membawa hamba-hamba-Ku (Bani Israil), kerana sesungguhnya kamu 
sekalian akan disusuli. Kemudian Fir'aun mengirimkan orang yang mengumpulkan 
(tenteranya) ke kota-kota. (Fir'aun berkata): 'Sesungguhnya mereka (Bani Israil) 
benar-benar golongan kecil-kecil, dan sesungguhnya mereka membuat hal-hal yang 
menimbulkan amarah kita, dan sesungguhnya kita benar-benar golongan yang selalu 
berjaga-jaga.' Maka Kami keluarkan Fir'aun dari kaumnya dari taman-taman dan 
mata air, dan (dari) perbendaharaan dan kedudukan yang mulia, demikianlah halnya 
dan Kami anugerahkan semuanya (itu) kepada Bani Israil. Maka Fir'aun dan bala 
tenteranya dapat menyusuli mereka di waktu matahari terbit. Maka setelah kedua 
golongan itu saling melihat, berkatalah pengikut- pengikut Musa: 'Sesungguhnya 
kita benar-benar akan disusul.' Musa menjawab: 'Sekali-kali kita tidak akan 
tersusul; sesungguhnya Tuhanku besertaku, kelak Dia akan memberi petunjuk 
kepadaku.' Dan di sanalah Kami dekatkan golongan yang lain. Dan Kami selamatkan 
Musa dan orang-orang yang besertanya semuanya. Dan Kami tenggelamkan golongan 
yang lain itu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar merupakan suatu 
tanda yang besar (mukji- zat) dan tetapi adalah kebanyakan mereka tidak beriman. 
Dan sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha 
Penyayang." (QS. asy-Syu'ara': 52-68)
Tersingkaplah kejahatan dan kelaliman Fir'aun. Ombak lautan 
menggiring tubuhnya ke tepi. Kami tidak mengetahui tepi mana yang dimaksud, yang 
menggiring tubuh seseorang yang mengaku dirinya sebagai tuhan; seseorang yang 
tidak ada seorang pun yang berani menentangnya. Diduga kuat bahawa ombak 
menggiring jasadnya ke tepi barat lalu orang-orang Mesir melihatnya dan 
mengetahui bahawa tuhan mereka yang mereka sembah, yang mereka taati adalah 
sekadar seseorang yang tidak mampu menjauhkan kematian dari 
lehernya.
Setelah 
itu, orang-orang Mesir mengetahui kebenaran secara sempurna. Al-Quran al-Karim 
tidak menceritakan kepada kita apa yang mereka perbuat setelah jatuhnya rejim 
Fir'aun dan setelah tenteranya tenggelam; Al-Quran tidak menceritakan kepada 
kita bagaimana reaksi mereka setelah Allah s.w.t menghancurkan apa yang 
diperbuat oleh Fir'aun dan kaumnya dan apa yang mereka bangun; Al-Quran tidak 
menyinggung semua itu; Al-Quran justru memfokuskan keadaan Musa dan Harun dan 
bagaimana peristiwa yang dialami Bani Israil bersama kedua nabi 
itu.
Fir'aun 
Mesir telah mati. Ia tenggelam di hadapan mata orang-orang Mesir dan Bani 
Israil. Meskipun ia telah mati, tetapi pengaruhnya tetap membekas pada jiwa 
orang-orang Mesir dan Bani Israil. Sungguh sangat sulit untuk menghilangkan 
pengaruh kehinaan yang sekian lama atau sekian tahun tertanam dalam jiwa dan 
kemudian jiwa itu menjadi mulia. Fir'aun telah menanamkan pada jiwa Bani Israil 
sesuatu yang akan kita ketahui dari ayat-ayat Al-Quran. Fir'aun telah 
membiasakan mereka untuk mendapatkan kehinaan. Fir'aun telah menghancurkan jiwa 
mereka dari dalam. Fir'aun telah merosak suasana rohani mereka yang bersih. 
Fir'aun telah merosak fitrah mereka sehingga mereka menyeksa Musa dan menyakiti 
Musa dengan sikap penentangan dan kebodohan.
Mukjizat 
pembelahan lautan masih segar di fikiran mereka. Pasir-pasir laut yang basah 
masih membekas dan masih terdapat dalam sandal- sandal Bani Israil ketika mereka 
lewat di depan kaum yang menyembah berhala. Seharusnya mereka menampakkan 
kemarahan mereka atas kelaliman terhadap akal, dan mereka memuji kepada Allah 
s.w.t kerana mereka mendapatkan petunjuk pada jalan keimanan dan kebenaran. 
Tetapi mereka justru menoleh kepada Musa dan meminta kepadanya agar menjadikan 
tuhan lain bagi mereka yang dapat mereka sembah seperti orang-orang itu. Mereka 
merasa cemburu ketika melihat orang-orang yang menyembah berhala itu dan mereka 
pun menginginkan hal yang sama. Mereka merasakan kerinduan kepada hari-hari 
syirik yang lalu yang mereka dapati di bawah naungan Fir'aun. Nabi Musa 
mengetahui betapa bodohnya mereka.
Allah 
s.w.t berfirman:
"Dan Kami seberangkan Bani Israil ke seberang lautan itu, 
maka setelah mereka sampai pada suatu kaum yang tetap menyembah berhala mereka, 
Bani Israil berkata: 'Hai Musa, buatlah untuk kami sebuah tuhan (berhala) 
sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan (berhala).' Musa menjawab: 
'Sesungguhnya kamu ini adalah kaum yang tidak mengetahui (sifat-sifat Tuhan).' 
Sesungguhnya mereka itu akan dihancurkan kepercayaan yang dianutnya dan akan 
batal apa yang selalu mereka kerjakan. Musa menjawab: 'Patutkah aku mencari 
Tuhan untuk kamu yang selain daripada Allah, padahal Dialah yang telah 
melebihkan kamu atas segala umat. Dan (ingatlah hai Bani Israil), ketika Kami 
menyelamatkan kamu dari (Fir'aun) dan kaumnya, yang mengazab kamu dengan azab 
yang sangat jahat, yaitu mereka membunuh anak-anak lelakimu dan membiarkan hidup 
wanita-wanitamu. Dan pada yang demikian itu cubaan yang besar dari Tuhanmu. " 
(QS. al-A'raf: 138-141)
Musa 
berjalan bersama kaumnya di Saina', yaitu suatu gurun yang di dalamnya terdapat 
pohon yang dapat melindungi dari sengatan matahari dan di dalamnya terdapat 
makanan dan air. Kemudian rahmat Allah s.w.t turun kepada mereka di mana mereka 
mendapatkan al-Manna dan Salwa dan mereka dinaungi oleh awan. Al-Manna adalah 
makanan yang rasanya mendekati manis dan ia dihasilkan oleh sebahagian 
pohon-pohon yang berbuah di mana angin membawa kepada mereka rasa demikian ini 
dari daun-daun pohon. Allah s.w.t juga mengirim kepada mereka as-Salwa, yaitu 
salah satu burung yang bernama as-Saman.
Ketika 
mereka merasakan kehausan yang sangat saat di Saina' tidak ada setitis air pun 
maka Nabi Musa memukulkan dengan tongkatnya kepada batu sehingga batu itu 
memancarkan dua belas mata air. Bani Israil terbagi menjadi dua belas cucu maka 
Allah s.w.t mengirim air tersebut kepada setiap kelompok. Meskipun mereka 
mendapatkan kemuliaan dan kehormatan yang sedemikian rupa, tetapi lagi-lagi jiwa 
mereka yang sakit tidak dapat menyedarkan mereka untuk mensyukuri nikmat-nikmat 
ini. Mereka justru mendebat Nabi Musa dan mengatakan bahawa mereka bosan dengan 
makanan ini dan mereka ingin memiliki bawang merah dan bawang putih serta 
kacang-kacangan. Semua makanan ini adalah makanan tradisional Mesir. Bani Israil 
meminta kepada Nabi mereka untuk berdoa kepada Allah s.w.t dan mengeluarkan dari 
bumi makanan- makanan ini. Nabi Musa melihat bahawa mereka menganiaya diri 
mereka sendiri, dan Nabi Musa menyedari betapa mereka merindukan kehinaan mereka 
saat mereka bersama Fir'aun. Mereka berani menolak makanan- makanan yang baik 
dan makanan-makanan yang mulia, dan sebagai gantinya, mereka malah menginginkan 
makanan-makanan yang rendah mutunya. Allah s.w.t berfirman:
"Dan ingatlah ketika kamu berkata: 'Hai Musa, kami tidak 
bisa sabar (tahan) dengan satu macam makanan saja. Sebab itu, mohon-kanlah untuk 
kami kepada Tuhanmu, agar Dia mengeluarkan bagi kami dari apa yang ditumbuhkan 
bumi, yaitu: 'Sayur-sayuran, ketimunnya, bawang putihnya, kacang adasnya, dan 
bawang merahnya.' Musa berkata: 'Maukah kamu mengambil sesuatu yang rendah 
sebagai pengganti yang lebih baik? Pergilah kamu ke suatu kota, pasti kamu 
memperoleh apa yang kamu minta.' Lalu ditimpakanlah kepada mereka nista dan 
kehinaan, serta mereka mendapat kemurkaan dari Allah. Hal itu (terjadi) kerana 
mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi yang memang 
tidak dibenarkan. Demikianlah itu (terjadi) kerana mereka selalu berbuat derhaka 
dan melampaui batas. " (QS. al-Baqarah: 61)
Nabi 
Musa berjalan bersama kaumnya menuju Baitul Maqdis. Nabi Musa memerintahkan 
kaumnya untuk memasukinya dan memerangi siapa pun yang ada di dalamnya serta 
berusaha menguasai tempat itu. Demikianlah telah datang ujian terakhir kepada 
mereka setelah mereka menyaksikan mukjizat dan ayat-ayat Allah s.w.t serta 
hal-hal yang luar biasa. Telah datang saat ujian kepada mereka untuk berperang - 
kerana mereka sebagai orang-orang mukmin -  melawan kaum penyembah berhala. 
Namun kaum Nabi Musa menolak untuk memasuki tanah suci. Nabi Musa berusaha 
menyedarkan mereka dengan menceritakan bagaimana nikmat Allah s.w.t yang turun 
kepada mereka; bagaimana Allah s.w.t menjadikan di tengah-tengah mereka para 
nabi dan menjadikan mereka raja-raja yang mewarisi kerajaan Fir'aun; dan 
bagaimana mereka diberi suatu kekayaan dan anugerah yang tidak dapat didapatkan 
oleh seseorang pun di dalam dunia.
Kaum 
Nabi Musa takut kepada peperangan dan beralasan bahawa di dalamnya terdapat kaum 
yang perkasa dan mereka tidak akan masuk ke tanah suci sehingga orang-orang yang 
kuat itu keluar darinya. Kitab-kitab kuno mengatakan bahawa mereka keluar dalam 
jumlah enam ratus ribu. Nabi Musa tidak dapat mendapatkan seseorang pun di 
antara mereka yang siap melakukan peperangan kecuali dua orang. Kedua orang ini 
berusaha untuk menyedarkan kaum agar mereka memasuki tanah suci itu dan 
berperang. Mereka berdua berkata: "Sungguh hanya sekadar kalian memasuki pintu 
darinya maka kalian akan mendapatkan kemenangan." Tetapi Bani Israil menampakkan 
ketakutan dan tubuh mereka tampak gementar.
Pada 
kali yang lain - sesuai dengan tabiat mereka - mereka merindukan menyembah 
berhala ketika melihat ada kaum yang menyembah berhala. Mereka telah rosak dan 
mereka telah kalah dari dalam diri mereka; mereka telah biasa mendapatkan 
kehinaan sehingga mereka tidak mampu berperang. Yang tersisa hanyalah, mereka 
mampu untuk bersikap tidak sopan pada Nabi Musa as dan kepada Tuhannya. Kaum 
Nabi Musa berkata kepadanya dalam kalimat yang terkenal:
"Pergilah kamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu 
berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja." (QS. al-Maidah: 
24)
Mereka 
mengucapkan kata-kata tersebut dengan lantang dan jelas serta tanpa rasa malu. 
Nabi Musa mengetahui bahawa kaumnya sangat jauh dari kebaikan. Fir'aun telah 
mati tetapi pengaruhnya tetap tertanam dalam jiwa mereka di mana untuk 
mengubatinya memerlukan waktu yang lama. Nabi Musa kembali kepada Tuhannya dan 
memberitahu-Nya bahawa ia tidak memiliki sesuatu pun kecuali dirinya dan 
saudaranya. Nabi Musa berdoa buruk kepada kaumnya agar Allah s.w.t memisahkan 
antara dirinya dan mereka. Allah s.w.t menurunkan keputusan-Nya kepada generasi 
ini yang telah rosak fitrahnya. Yaitu keputusan yang berupa: mereka disesatkan 
selama empat puluh tahun sehingga generasi ini mati atau mereka mencapai usia 
senja dan kemudian akan lahir generasi yang baru; generasi yang belum rosak 
jiwanya dan mereka akan dapat berperang dan memperoleh 
kemenangan.
Allah 
s.w.t berfirman:
"Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya: 'Hai 
kaumku, ingatlah nikmat Allah atasmu ketika Dia mengangkat nabi-nabi di 
antaramu, dan dijadikan-Nya kamu orang-orang merdeka, dan diberikannya kepadamu 
apa yang belum pernah diberikan-Nya kepada seseorang pun di antara umat-umat 
yang lain.' Hai kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan 
Allah bagimu, dan janganlah kamu lari ke belakang (kerana takut kepada musuh) 
maka kamu menjadi orang-orang yang rugi. Mereka berkata: 'Hai Musa, sesungguhnya 
di dalam negeri itu ada orang-orang yang gagah perkasa, sesungguhnya kami 
sekali-kali tidak akan memasukinya sebelum mereka keluar darinya. Jika mereka 
keluar darinya, pasti kami akan memasukinya.' Berkatalah dua orang di antara 
orang-orang yang takut (kepada Allah) yang Allah telah memberi nikmat atas 
keduanya: 'Serbulah mereka dengan melalui pintu gerbang (kota) itu, maka bila 
kamu memasukinya nescaya kamu akan menang. Dan hanya kepada Allah hendaklah kamu 
bertawakal, jika kamu benar-benar orang yang beriman.' Mereka berkata: 'Hai 
Musa, kami sekali-kali tidak memasukinya selama-lamanya selagi mereka ada di 
dalamnya, kerana itu pergilah kamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu 
berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja.' Berkata Musa: 'Ya 
Tuhanku, aku tidak menguasai kecuali diriku sendiri dan saudaraku. Sebab itu 
pisahkanlah antara kami dengan orang-orang yang fasik itu. 'Allah berfirman: 
'(Jika demikian), maha sesungguhnya negeri itu diharamkan atas mereka selama 
empat puluh tahun, (selama itu) mereka akan berputar-putar kebingungan di bumi 
(padang Tiih) itu. Maka janganlah kamu bersedih hati (memikirkan nasib) 
orang-orang yang fasik itu." (QS. al-Maidah: 20-26)
Dimulailah hari-hari kesesatan. Mereka melewati tempat yang 
tertutup. Mereka memulai dari tempat yang mereka akhiri dan sebaliknya. Alhasil, 
mereka berjalan tanpa tujuan sepanjang siang-malam, pagi-sore. Mereka memasuki 
daratan di daerah Saina'. Nabi Musa kembali ke tempat yang beliau bertemu di 
dalamnya untuk pertama kalinya dengan kalimat- kalimat Allah s.w.t. Bani Israil 
turun dari at-Thur, dan Nabi Musa mendaki gunung sendirian. Di sana diturunkan 
Taurat dan Tuhannya berdialog dengannya. Sebelum Nabi Musa naik untuk bertemu 
dengan Tuhannya, ia menjadikan saudaranya, Harun, sebagai khalifahnya untuk 
kaumnya. Harun diangkatnya sebagai wakilnya yang bertanggungjawab untuk mengurus 
kaumnya. Dan Musa pun pergi menuju Tuhannya.
Allah 
s.w.t berfirman:
"Dan telah Kami jadikan kepada Musa 
(memberikan Taurat) sesudah berlalu waktu tiga puluh malam, dan Kami sempurnakan 
jumlah malam itu dengan sepuluh (malam lagi), maka sempurnakanlah waktu yang 
telah ditentukan Tuhannya empat puluh malam. Dan berkata Musa kepada saudaranya 
yaitu Harun: 'Gantikanlah aku dalam (memimpin) kaumku, dan perbaikilah, dan 
janganlah kamu mengikuti jalan orang-orang yang membuat kerosakan'" (QS. 
al-A'raf: 142)
Orang-orang dahulu mengatakan bahawa Nabi Musa berpuasa 
selama tiga puluh hari sepanjang malam dan siang tanpa mencecah makanan sedikit 
pun kemudian Nabi Musa tidak ingin untuk berdialog kepada Tuhannya sementara 
mulutnya dalam keadaan seperti mulut orang yang berpuasa. Lalu beliau memakan 
sedikit dari tanaman bumi dan beliau mengunyahnya. Tuhannya berkata kepadanya: 
"Mengapa engkau berbuka?" Musa menjawab: "Ya Tuhanku, aku tidak ingin berbicara 
denganmu kecuali mulutku dalam keadaan baik baunya." Allah s.w.t menjawab: 
"Tidakkah engkau mengetahui wahai Musa bahawa mulut orang yang berpuasa di 
sisi-Ku lebih baik daripada bau misik. Kembalilah engkau berpuasa selama sepuluh 
hari kemudian datanglah kepada-Ku." Nabi Musa as pun melaksanakan 
perintah-Nya.
Kami 
tidak mengetahui secara pasti, mengapa Nabi Musa berpuasa selama empat puluh 
malam, bukan tiga puluh hari. Yang kita ketahui bahawa Allah s.w.t menambah 
sepuluh hari yang lain. Setelah itu, turunlah Taurat; turunlah kepadanya sepuluh 
wasiat:
1. Perintah untuk hanya menyembah kepada Allah s.w.t dan 
tidak menyekutukan-Nya.
2.  Larangan untuk bersumpah bohong atas nama Allah 
s.w.t.
3.  Menjaga kehormatan pada hari Sabtu. Dengan 
pengertian, memfokuskan hari Sabtu sebagai hari ibadah.
4.   Perintah untuk menghormati ayah dan 
ibu.
5.   menyedari bahawa Allah s.w.t yang dapat 
memberi dan membagi.
6.   Janganlah engkau 
membunuh.
7.   Janganlah engkau 
berzina.
8.   Janganlah engkau 
mencuri.
9.   Janganlah memberikan kesaksian yang 
palsu.
10. Jangan engkau merasa tertipu atau terpikat kepada rumah 
temanmu atau Isterinya atau budaknya atau sapinya atau 
keledainya.
Para 
ulama salaf mengatakan bahawa kandungan sepuluh wasiat ini telah terdapat dalam 
dua ayat dalam Al-Quran, yaitu dalam firman-Nya:
"Katakanlah: 'Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas 
kamu oleh Tuhanmu, yaitu: Janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, 
berbuat baiklah terhadap kedua ibu dan bapakmu, dan janganlah kamu membunuh 
anak-anak kamu kerana takut kemiskinan. Kami akan memberi rezeki kepadamu dan 
kepada mereka; dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik 
yang tampak di antaranya mahupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh 
jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang 
benar.' Demikian itu yang diperintahkan oleh Tuhanmu kepadamu supaya kamu 
memahaminya. Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara 
yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. Dan sempurnakan takaran dan 
timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan 
dengan kesanggupannya. Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku 
adil kendatipun dia adalah kerabat(mu), dan penuhilah janji Allah. Yang demikian 
itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat. " (QS. al-An'am: 151- 
152)
Allah 
s.w.t menceritakan kepada kita bagaimana keadaan Musa ketika ia pergi untuk 
menemui janji dengan Tuhannya. Musa ketika berpuasa selama empat puluh malam 
bermaksud untuk lebih mendekat kepada Tuhannya. Ketika Allah s.w.t berdialog 
dengannya, maka Musa merasakan cinta yang semakin bergelora kepada Tuhannya. 
Kami tidak mengetahui perasaan apa yang ada di hati Musa ketika ia meminta 
kepada Tuhannya agar dapat melihatnya. Seringkali cinta yang ada di dalam 
manusia mendorong dirinya untuk meminta sesuatu yang mustahil. Lalu bagaimana 
bayangan Anda terhadap cinta yang berhubungan dengan cinta kepada Allah s.w.t. 
Ia adalah hakikat cinta. Kedalaman perasaan Nabi Musa kepada Tuhannya dan 
kecintaannya kepada sang Pencipta, semua ini mendorongnya untuk meminta kepada 
Allah s.w.t agar dapat melihatnya.
Allah 
s.w.t berfirman:
"Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada 
waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, 
berkatalah Musa: 'Ya Tuhanku, tampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat 
melihat kepada Engkau.'" (QS. al- A'raf: 143)
Demikianlah dorongan cinta dari para pencinta sejati. Musa 
bertanya dan meminta kepada Tuhannya sesuatu yang menakjubkan tetapi Allah s.w.t 
menjawabnya:
"Tuhan berfirman: 'Kamu sekali-kali tidak sanggup 
melihat-Ku." (QS. al-A'raf: 143)
Seandainya Allah s.w.t hanya mengatakan demikian maka ini 
pun sebagai bentuk keadilan dari-Nya, tetapi keadaan di sini adalah keadaan 
cinta Ilahi dari Musa. Dorongan cinta yang dibalas dengan dorongan cinta. 
Demikianlah Nabi Musa mendapatkan rahmat dari Tuhannya. Allah s.w.t 
memberitahunya bahawa ia tidak akan mampu melihat-Nya kerana tak satu pun dari 
makhluk yang tidak dapat "menangkap cahaya" dari Allah s.w.t. Allah s.w.t 
memerintahkannya agar melihat gunung, dan jika gunung itu masih menetap di 
tempatnya maka ia akan dapat melihat Tuhannya.
Allah 
s.w.t berfirman:
"Tetapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di 
tempatnya (sebagai sediakala) nescaya kamu dapat melihat-Ku. Tatkala Tuhannya 
menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan 
Musa pun jatuh pengsan. (QS. al-A'raf: 143)
Tiada 
seorang pun yang dapat "menangkap" cahaya Allah s.w.t. Nabi Musa mengetahui 
hakikat ini dan menyaksikan sendiri. Ash'aq adalah al-Maut (kematian) atau 
al-Ighma' (keadaan tidak sedarkan diri atau pengsan). Kami tidak mengetahui 
bagaimana keadaan yang dialami Nabi Musa ketika ia kehilangan kehidupannya atau 
kesedarannya.
"Maka setelah Musa sedar kembali, dia berkata: 'Maha Suci 
Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman.'" 
(QS. al-A'raf: 143)
Para 
mufasir klasik cukup serius meneliti dan memperbincangkan ayat- ayat ini. 
Misalnya, mereka bertanya-tanya: bagaimana Nabi Musa meminta kepada Allah s.w.t 
agar dapat melihat-Nya, padahal ia tahu bahawa itu adalah hal yang tidak mungkin 
atau mustahil. Mereka berselisih pendapat dalam hal itu dan saling adu 
argumentasi. Mu'tazilah memiliki pendapat yang lain dan Ahlusunah pun memiliki 
pendapat yang lain lagi. Pokok pembicaraan semuanya berkisar pada: bagaimana 
seorang nabi tidak mengetahui - padahal ia adalah makhluk Allah s.w.t yang 
paling dekat dengan-Nya -  bahawa melihat Allah s.w.t adalah hal yang 
sangat mustahil?
Kami 
kira bahawa sikap Nabi Musa tersebut menggambarkan puncak cinta dan kedalaman 
dari hatinya, yang ini merupakan gambaran yang tinggi dari sejarah yang dilalui 
oleh Nabi Musa. Kita sekarang berada di hadapan puncak cinta kepada Allah s.w.t. 
Dan seorang pencinta tidak menginginkan selain melihat "wajah" kekasihnya. 
Menurut logik akal bahawa melihat Allah s.w.t adalah hal yang mustahil, tetapi 
kapan cinta pernah peduli dengan logik itu. Nabi Musa terdorong untuk 
mendapatkan pengalaman baru yaitu suatu pengalaman yang kayaknya ia sengaja 
melakukannya untuk mewakili kita semua. Nabi Musa nekad dan mendorong kita untuk 
meminta. Ia lebih dahulu merasakan keadaan tidak sedarkan diri dan ia telah 
membuktikan kepada kita dengan tubuhnya yang mulia dan rohnya yang suci bahawa 
tak seorang pun dapat "menangkap" cahaya Allah s.w.t. Nabi Musa dalam keadaan 
tak sedarkan diri lalu ketika bangun ia memuja-muja Allah s.w.t dan bertaubat 
serta meminta ampun kepadaNya:
"Dia berkata: 'Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada 
Engkau.'" (QS. al-A'raf: 143)
Mengapa 
Nabi Musa bertaubat? Orang-orang sufi berkata: Ia bertaubat dari dorongan cinta 
yang besar di mana ia meminta sesuatu yang mustahil, padahal ia menyedari itu 
adalah mustahil. Ini adalah tafsiran yang memuaskan yang didukung oleh konteks 
ayat-ayat tersebut. Perhatikanlah ayat-ayat (tanda-kebesaran) Allah s.w.t dan 
bagaimana Dia mengingatkan Musa terhadap apa-apa yang diterimanya dari berbagai 
macam nikmat. Allah s.w.t berkata kepada Musa:
"Hai Musa, sesungguhnya Aku memilih (melebihkan) kamu dari 
manusia yang lain (di masamu) untuk membawa risalah-Ku dan untuk berbicara 
langsung dengan-Ku. Sebab itu, berpegang teguhlah kepada apa yang Aku berikan 
kepadamu dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur. Dan telah Kami 
tuliskan untuk Musa pada luh-luh (Taurat) segala sesuatu sebagai pelajaran dan 
penjelasan bagi segala sesuatu; maka (Kami berfirman): 'Berpeganglah kepadanya 
dengan teguh dan suruhlah kaummu berpegang kepada (perintah-perintahnya) dengan 
sebaik-baiknya.'" (QS. al-A'raf: 144-145)
Ahli 
tafsir memperhatikan firman Allah s.w.t kepada Musa: "Sesungguhnya Aku memilih 
(melebihkan) kamu dari manusia yang lain (di masamu) untuk membawa risalah-Ku 
dan untuk berbicara langsung dengan-Ku."
Kemudian 
dilakukanlah perbandingan antara Nabi Musa dan nabi-nabi yang lain. Dikatakan 
bahawa pemilihan ini dikhususkan hanya kepadanya dan di zamannya saja, dan tidak 
berlaku di zaman sebelumnya kerana ada Nabi Ibrahim di zaman itu, sedangkan Nabi 
Ibrahim lebih baik dari Nabi Musa. Begitu juga pemilihan ini tidak berlaku pada 
zaman setelahnya kerana ada Nabi Muhammad bin Abdullah saw dan ia lebih baik 
dari mereka berdua.
Kami 
ingin menghindari perdebatan ini, bukan kerana kami percaya bahawa semua nabi 
sama. Memang Allah s.w.t memberitahu kita bahawa Dia mengutamakan sebahagian 
nabi atau sebahagian yang lain dan mengangkat darjat sebahagian mereka atau 
sebahagian yang lain, tetapi pengutamaan ini adalah hal yang tidak boleh kita 
sentuh. Hendaklah kita beriman kepada seluruh nabi dan kita harus menunjukkan 
penghormatan kita kepada mereka semua. Adalah bukan hal yang sopan jika kita 
mencuba membanding-bandingkan di antara para nabi. Yang utama adalah, hendaklah 
kita meyakini dan mengimani mereka semua. Akhirnya, selesailah perjumpaan Musa 
dengan Tuhannya. Kemudian Nabi Musa kembali kepada kaumnya dalam keadaan marah 
dan jengkel. Di alam wujud tidak ada seorang manusia yang memiliki kelembutan 
dan kerelaan hati yang begitu besar seperti Nabi Musa, tetapi ia diberitahu oleh 
Tuhannya bahawa kaumnya telah menyimpang dari jalannya. Oleh kerana itu, ia 
kembali dalam keadaan marah dan jengkel kepada mereka. Allah s.w.t 
berfirman:
"Mengapa kamu datang lebih cepat daripada kaummu, hai Musa? 
Berkata Musa: 'Itulah mereka sedang menyusuli aku dan aku bersegera kepada-Mu, 
ya Tuhanku, agar supaya Engkau redha (kepadaku). Allah berfirman: 'Maka 
sesungguhnya, Kami telah menguji kaummu sesudah kamu tinggalkan, dan mereka 
telah disesatkan oleh Samiri. Kemudian Musa kembali kepada kaumnya dengan marah 
dan bersedih hati. " (QS. Thaha: 83-86)
Musa 
turun dari gunung dan membawa papan Taurat. Rasa-rasanya hatinya mendidih dan 
jengkel. Kita dapat membayangkan bagaimana emosi yang membakar Nabi Musa saat ia 
mengayunkan langkahnya menuju kaumnya. Betapa tidak, belum lama Nabi Musa 
meninggalkan kaumnya dan menemui Tuhannya, mereka mendapatkan fitnah melalui 
Samiri. Fitnah ini adalah, bahawa Bani Israil -  ketika keluar dari Mesir - 
membawa banyak dari harta perhiasan orang-orang Mesir dan emas-emas mereka. 
Mereka mengambilnya untuk mereka memanfaatkan dalam pesta perayaan mereka. 
Kemudian mereka selamat kerana mukjizat pembelahan lautan di mana lautan 
menenggelamkan Fir'aun dan tenteranya sehingga harta mereka yang berupa emas 
dimiliki oleh Bani Israil.
Harun 
mengetahui bahawa emas tersebut bukan milik mereka lalu Harun memintanya dari 
mereka dan menimbunnya di tanah. Bani Israil tidak memerlukannya kerana saat ini 
mereka sedang tersesat. Mereka berjalan di tengah-tengah gurun sehingga tidak 
bermanfaat bagi mereka emas- emas itu. Harun, saudara kandung Musa, menggali 
tanah dan meletakkan emas-emas itu lalu menimbunkan di atasnya tanah. Samiri 
melihat apa yang dilakukan oleh Harun. Setelah itu, dia mengeluarkannya dan 
membuat sebuah patung sapi yang menyerupai sapi Ibis sesembahan orang-orang 
Mesir. Samiri adalah seorang pemahat yang mahir. Dia mampu membuat anak sapi 
yang menarik di mana ketika dia meletakkannya di arah angin maka akan masuk 
darinya udara dari celah bahagian belakangnya lalu keluar dari hidungnya. Samiri 
membuat suara yang menyerupai suara sapi yang sebenamya.
Konon, 
rahsia kehebatan sapi ini adalah kerana Samiri telah mengambil segenggam tanah 
yang dilalui Jibril ketika ia turun ke bumi dalam peristiwa mukjizat pembelahan 
laut. Yakni Samiri melihat sesuatu yang tidak dilihat oleh kaum Nabi Musa. 
Kemudian dia mengambil segenggam tanah dari bekas yang dilalui seorang utusan 
(Jibril) dan meletakkannya bersama emas. Samiri membuat darinya anak sapi. 
Jibril as tidak berjalan di atas sesuatu kecuali sesuatu itu menjadi hidup. 
Ketika Samiri menambahkan tanah itu ke emas lalu membuat darinya anak sapi maka 
anak sapi itu dapat bersuara seperti anak sapi yang sebenarnya. Demikianlah 
kisah Samiri. Kita mengetahui sekarang bahawa jika tanah ditambahkan ke emas dan 
melebur maka tanah itu akan terpisah dari emas dan akan meninggalkan bekas 
(lubang) di tempat terpisahnya itu. Diduga kuat bahawa Samiri menggunakan tanah 
itu seperti tanah yang lain dalam usaha untuk mengeringkan bahagian dalam dari 
anak sapi di mana patung itu berubah menjadi patung yang mempunyai 
suara.
Setelah 
itu, Samiri keluar menemui Bani Israil dengan membawa apa yang dibuatnya. Mereka 
bertanya kepadanya: "Apa ini, hai Samiri?" Ia menjawab: "Ini adalah tuhan kalian 
dan tuhan Musa." Mereka berkata: "Bukankah Musa sedang menemui Tuhannya?" Samiri 
menjawab: "Musa telah lupa ia pergi untuk menemui tuhannya di sana, padahal 
sebenarnya tuhannya ada di sini." Akhirnya, Bani Israil menyembah anak sapi 
ini.
Barangkali pembaca akan merasa hairan terhadap fitnah ini. 
Bagaimana akal kaum itu dapat tunduk sampai pada keadaan seperti ini? Bukankah 
mereka telah menyaksikan mukjizat yang besar? Bagaimana mereka dengan mudah 
menyembah berhala? Kebingungan tersebut segera hilang ketika kita lihat keadaan 
kejiwaan kaum yang menyembah anak sapi itu. Mereka telah terdidik di Mesir pada 
saat mereka menyembah berhala dan sangat mengkultuskan anak sapi Ibis. Mereka 
terdidik di bawah kehinaan dan perbudakan sehingga jiwa mereka menjadi ternoda 
dan fitrah mereka menjadi tercemar. Mereka menyaksikan mukjizat-mukjizat dari 
Allah s.w.t tetapi mukjizat itu berbenturan dengan jiwa-jiwa yang putus asa. 
Mukjizat ini tidak mampu memuaskan mereka untuk mempercayai kebenaran. Mereka 
masih saja dihinggapi keinginan untuk menyembah berhala. Mereka adalah para 
penyembah berhala seperti tokoh-tokoh Mesir yang dahulu. Oleh kerana itu, mereka 
menyembah anak sapi. Sikap mereka ini tidak terlalu mengagetkan kita. Sebab, 
setelah mereka menyaksikan mukjizat pembelahan lautan, mereka melihat suatu kaum 
yang menyembah berhala, lalu mereka minta kepada Nabi Musa agar menjadikan tuhan 
bagi mereka seperti kaum yang menyembah berhala itu.
Jadi, 
masalahnya adalah masalah klasik. Pada hakikatnya, hasrat untuk menyembah 
berhala bererti menyembah berhala itu sendiri. Apa yang dilakukan Samiri adalah, 
ia memanfaatkan kerinduan kaum untuk menyembah berhala. Kemudian Samiri memilih 
agar anak sapi yang diciptakannya berbentuk emas kerana ia mengetahui bahawa 
umumnya Bani Israil lemah (mudah terpedaya) pada emas. Akhirnya, fitnah yang 
ditimbulkan oleh Samiri tersebar di sana sini. Harun sangat terpukul ketika 
mengetahui Bani Israil menyembah anak sapi dari emas. Mereka terbagi menjadi dua 
kelompok: minoriti dari mereka beriman dan mengetahui bahawa ini adalah tipu 
daya dan kebohongan semata, sedangkan majoriti mereka mengingkari Harun dan 
tetap melampiaskan kerinduan mereka untuk menyembah berhala. Harun berdiri di 
tengah- tengah kaumnya dan mulai menasihati mereka. Ia berkata kepada mereka: 
"Sesungguhnya kalian tertipu dengannya. Ini adalah fitnah (godaan). Samiri telah 
memanfaatkan kebodohan kalian dengan menciptakan anak sapi itu. Lembu itu bukan 
tuhan kalian dan bukan juga tuhan Musa:
"Sesungguhnya Tuhanmu ialah (Tuhan) Yang Maha Pemurah, maka 
ikutilah ahu dan taatilah perintahku." (QS. Thaha: 90)
Para 
penyembah anak sapi menolak nasihat Harun. Kelompok orang- orang yang bodoh itu 
tidak mahu lagi menerima nasihat. Harun kembali memperingatkan mereka dan 
menceritakan kembali kepada mereka bagaimana mukjizat-mukjizat Allah s.w.t dapat 
menyelamatkan mereka, dan bagaimana Allah s.w.t memuliakan dan menjaga mereka. 
Tetapi mereka menutup telinga dan menolak segala nasihatnya. Mereka justru 
melemahkan posisi Harun dan nyaris saja membunuhnya. Adalah jelas bahawa Harun 
lebih lemah daripada Musa, sehingga para kaum tidak takut lagi. Harun khuatir 
jika ia menggunakan kekuatan dan menghancurkan berhala-berhala yang mereka 
sembah, maka akan terjadi fitnah di tengah-tengah kaum dan akan tercipta perang 
saudara. Akhirnya, Harun memilih untuk menunda hal itu sampai kedatangan Musa. 
Harun mengetahui bahawa Musa seorang yang kuat yang mampu mengatasi fitnah ini 
tanpa harus menumpahkan darah. Sementara itu, Bani Israil terus menari di 
sekitar anak sapi. Samiri - mudah-mudahan Allah s.w.t melaknatnya - adalah 
penyebab fitnah ini, dan ia menari-nari serta berputar-putar di sekeliling 
berhala.
Al-Qurthubi dalam tafsirnya pada juz kesebelas menyebutkan 
fitnah yang timbulkan oleh Samiri. Qurthubi berkata: "Imam Abu Bakar 
at-Thurthusi ditanya: "Apa yang dikatakan oleh pemimpin kita al-Faqih tentang 
kelompok lelaki yang memperbanyak zikrullah dan menyebut Muhammad saw. 
Sebahagian mereka menari-nari sehingga pengsan. Mereka menghadirkan sesuatu dan 
memakannya. Apakah hadir bersama mereka boleh atau tidak? Berilah kami fatwa, 
mudah-mudahan engkau diberi pahala." Qurthubi menjawab pertanyaan ini dengan 
menukil penjelasan gurunya: "Mazhab sufi (yang beliau maksudkan adalah 
orang-orang yang menari-nari yang dipraktikkan oleh sebahagian aliran sufi untuk 
mengekspresikan zikir) berdasarkan kebodohan dan kesesatan serta sesuatu yang 
sia-sia. Islam hanya berdasarkan Kitab Allah s.w.t dan sunah Rasul-Nya. Praktik 
tari-tarian seperti itu adalah sesuatu yang pertama kali diciptakan oleh 
pengikut-pengikut Samiri ketika mereka menjadikan anak sapi sebagai tuhan 
mereka. Mereka menari-nari di sekitarnya dan berkumpul di situ. Itu adalah agama 
kekufuran dan penyembahan terhadap anak sapi."
Nabi saw 
duduk bersama sahabatnya dan seakan-akan di atas kepala mereka terdapat burung, 
kerana saking hormatnya mereka terhadap beliau. Hendaklah penguasa dan wakilnya 
mencegah orang-orang itu untuk hadir di masjid dan selainnya. Dan tidak 
diperkenankan bagi seorang pun yang beriman kepada Allah s.w.t dan hari kemudian 
untuk hadir bersama orang-orang itu atau membantu kebatilan mereka. Ini adalah 
pendapat mazhab Malik, Abu Hanifah, Syafi'i, Ahmad bin Hambal, dan lain-lain 
dari para imam kaum Muslim.
Demikianlah pernyataan al-Qurthubi berkaitan dengan masalah 
tersebut. Anda dapat membayangkan sejauh mana kecemerlangan fikirannya dan 
sejauh mana ketakwaannya. Selanjutnya, kita kembali kepada kisah Nabi Musa. Nabi 
Musa turun dari gunung untuk kembali menemui kaumnya. Kemudian ia mendengar 
teriakan kaum saat mereka menari-nari di sekitar anak sapi. Kaum itu berhenti 
ketika melihat Nabi Musa muncul di depan mereka. Dan tiba-tiba keheningan 
menyelimuti mereka. Nabi Musa berteriak dan berkata:
"Dan tatkala Musa telah kembali kepada kaumnya dengan marah 
dan sedih hati, berkatalah dia: 'Alangkah buruknya perbuatan yang kamu kerjakan 
sesudah kepergianku!'" (QS. al-A'raf: 150)
Musa 
berjalan menuju ke Harun, lalu ia meletakkan papan Taurat dengan tangannya di 
atas tanah. Tampaknya api kemarahan telah membakamya. Musa memegang Harun dari 
rambut kepalanya sampai rambut janggutnya sambil berkata:
"Hai Harun, apa yang menghalangi kamu ketika kamu melihat 
mereka telah sesat, (sehingga) kamu tidak mengikuti aku? Maka apakah kamu telah 
(sengaja) menderhakai perintahku?" (QS. Thaha: 92-93)
Musa 
bertanya, "Apakah Harun tidak mentaati perintahnya, bagaimana ia mendiamkan 
fitnah ini; bagaimana ia tetap bersama mereka dan tidak meninggalkan mereka 
serta berlepas diri dari perbuatan mereka; bagaimana ia tetap diam dan tidak 
berusaha melawan mereka, bukankah orang yang diam atau membiarkan suatu 
kesalahan itu bertanda bahawa ia merestuinya atau bahagian dari kesalahan itu?" 
Keheningan semakin meningkat ketika gelora api kemarahan Musa semakin membara. 
Harun berbicara kepada Musa dan meminta kepadanya untuk melepaskan kepalanya dan 
janggutnya kerana mereka berdua berasal dari ibu yang satu. Harun mengingatkan 
Musa akan kedekatan hubungannya melalui ibu, bukan melalui ayah agar hal itu 
lebih dapat membuat Musa merasa kasihan kepadanya:
"Harun menjawab: 'Hai putera ibuku, janganlah kamu pegang 
janggutku dan jangan (pula) kepalaku.'" (QS. Thaha: 94)
Harun 
memberi pengertian kepada Musa bahawa ia sama sekali tidak bermaksud menentang 
perintahnya, dan ia pun tidak menunjukkan sikap merestui penyembahan anak sapi, 
tetapi ia khuatir jika ia meninggalkan mereka dan pergi lalu Musa bertanya 
kepadanya, mengapa ia tidak tetap tinggal bersama mereka? Mengapa seorang yang 
bertanggungjawab kepada mereka justru meninggalkan mereka? Di samping itu, ia 
juga khuatir jika ia memerangi mereka dengan kekerasan maka terjadi peperangan 
di antara mereka. Lalu Musa akan bertanya kepadanya, mengapa ia membikin 
perpecahan di antara mereka dan mengapa ia tidak menunggu kembalinya 
Musa:
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Tiada ulasan:
Catat Ulasan