Tahun
 1925, pada masa pemerintahan Hindia Belanda Prof. Komans dan Dr. De 
Groot berhasil melakukan komunikasi radio dengan menggunakan stasiun 
radio di Malabar, Jawa Barat. Kejadian ini kemudian diikuti dengan 
berdirinya Batavia Radio Vereniging dan Nirom.
Tahun 1930 amatir radio di Indonesia telah membentuk organisasi yang menamakan dirinya NIVERA (Nederland Indische Vereniging Radio Amateur)
 yang merupakan organisasi amatir radio pertama di Indonesia. Berdirinya
 organisasi ini disahkan oleh pemerintah Hindia Belanda.
Masa
 penjajahan Jepang tidak banyak catatan kegiatan amatir radio yang dapat
 dihimpun. Kegiatan radio dilarang oleh pemerintahan jajahan Jepang 
namun banyak di antaranya yang melakukan kegiatannya dibawah tanah 
secara sembunyi-sembunyi dalam upaya mendukung perjuangan kemerdekaan 
Indonesia.
Tahun
 1945 tercatat seorang amatir radio bernama Gunawan berhasil menyiarkan 
naskah proklamasi kemerdekaan indonesia dengan menggunakan perangkat 
pemancar radio sederhana buatan sendir. Tindakan itu sangat dihargai 
oleh Pemerintah Indonesia. Radio milik gunawan menjadi benda yang tidak 
ternilai harganya bagi sejarah perjuangan kemerdekaan Imdonesia dan 
sekarang disimpan di Museum Nasional Indonesia.
Akhir
 tahun 1945 sudah ada organisaasi yang menamakan dirinya PRAI 
(Persatoean Radio Amatir Indonesia). Dan pada periode tahun 1945 banyak 
para amatir radio muda yang membuat sendiri perangkat radio transceiver yang dipakai untuk berkomunikasi antar Pulau Jawa dan Sumatera tempat pemerintah semantar RI berada.
Antara
 tahun 1945 sampai dengan tahun 1950 amatir radio juga banyak berperan 
sebagai radio laskar. Periode tahun 1950 hingga 1952 amatir Indonesia 
membentuk PARI (Persatuan Amatir Radio Indonesia). Namun pada tahun 
1952, pemerintah yang mulai reprensif mengeluarkan ketentuan bahwa 
pemancar radio amatir dilarang mengudara kecuali pemancar radio milik 
pemerintah dan bagi stasiun yang melanggar dikenakan sanksi subverdif. 
Kegiatan amatir radio terpaksa dibekukan pada kurun waktu antara tahun 
1952-1965. Pembekuan tersebut diperkuat dengan UU No. 5 tahun 1964 yang 
mengenakan sanksi terhadap mereka yang memiliki radio pemancar tanpa 
seijin pihak yang berwenang. Namun ditahun 1966, seiring dengan 
runtuhnya Orde Lama, antusias amatir radio untuk mulai mengudara kembali
 tidak dapat dibendung lagi.
Tahun
 1966 mengudara radio Ampera yang merupakan sarana perjuangan 
persatuan-persatuan aksi dalam perjuangan Orde Baru. Muncul pula 
berbagai stasiun radio laskar Ampera dan stasiun radio lainnya yang 
melakukan kegiatan penyiaran. Stasiun-stasiun radio tersebut menamakan 
dirinya sebagai radio amatir. Peda periode tahun 1966-1967,diberbagai 
daerah terbentuklah organisasi-organisasi amatir radio. Pada 9 Juli 
1968, berdirilah Organisasi Radio Amatir Republik Indonesia (ORARI).
R R I
Rapat
 yang dihadiri para tokoh yang sebelumnya aktifmengoperasikan beberapa 
stasiun radio Jepang sepakat mendirikan Radio Republik Indonesia (RRI) 
pada tanggal 11 September 1945 di enam kota. Rapat juga sepakat memilih 
Dokter Abdulrahman Saleh sebagai pemimpin umum RRI yang pertama. Selain 
itu, rapat juga menghasilkan siatu deklarasi yang terkenal dengan 
sebutan piagam 11 September 1945, yang berisi 3 butir komitmen tugas dan
 fungsi Rri tang kemudian dikenal dengan Tri Prasetya RRI yang antara 
lain merefleksikan komitmen RRI untuk bersikap netral untuk tidak 
memihak kepada salah satu aliran, keyakinan, partai, atau golongan.
Dewasa
 ini, stasiun RRI mempunyai 52 stasiun penyiaran dan stasiun penyiaran 
khusus yang ditujukan keluar negeri dalam 10 bahasa. Kecuali di Jakarta,
 RRI di daerah hampir selulurhnya menyelenggarakan siaran dalam 3 
program yaitu Program Daerah yang menlayani segmen masyarakat yang luas 
sampai pedesaan. Program Kota (Pro II) yang melayani masyarakat di 
perkotaan dan Program III (Pro III) yang menyajikan Berita dan Informasi
 (News Chanel) kepada masyarakat luas.
Televisi
Siaran
 televisi di indonesia di,ulai pada tahun 1962 saat TVRI menayangkan 
secara langsung upacara hari ulang tahun kemerdekaan Indonesia ke-17 
pada 17 Agustus 1962. Siaran itu masih terhitung siaran percobaab. 
Siaran resmi TVRI baru dimulai 24 Agustus 1962 jam 14.30 WIB yang 
menyiarkan secara langsung upacara pembukaan Asean Games IV dari stadion
 utama Gelora Bung Karno.
Sejak itu pula Televisi Republik Indonesia yang disingkat TVRI dipergunakan sebagai panggilan stasiun (stasiun call) hingga sekarang. Selama tahun 1962-1963 TVRI berada diudara rata-rata satu jam sehari dengan segala kesederhanaannya.
Sejalan
 dengan kepentingan pemerintah dan keinginan rakyat Indonesia yang 
tersebar diberbagai wilayah agar dapat menerima siaran televisi, maka 
pada tanggal 16 Agustus 1976 Presiden Soeharto meresmikan penggunaan 
saatelit Palapa untuk telekomunikasi dan siaran televisi. Dalam 
perkembangannya, satelit Palapa A sebagai generasi pertama diganti 
dengan Palapa A2, selanjutnya Palapa B. Palapa B2, B2P, B2R dan Palapa 
B4 diluncurkan tahun 1922.
TVRI
 yang berada di bawah Departemen Penerangan pada saat itu, kini 
siarannya sudah dapat menjangkau semua rakyat Indonesia yang berjumlah 
sekitar 210 juta jiwa. Sejak tahun 1989 TVRI mendapatkan saingan siaran 
televisi lainnya, yakni Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI) yang 
bersifat komersial. Secara berturut-turut berdiri stasiun televisi, 
Surya Citra Televisi (SCTV), Televisi Pendidikan Indonesia (TPI), 
Andalas Televisi (ANTV), Indosiar, TV7, Lativi, Metro TV, JakTV, Bali 
TV, dan lain-lain.
Setelah
 Undang-undang Penyiaran disahkan pada tahun 2002, jumlah televisi baru 
di Indonesia diperkirakan akan terus bermunculan, khususnya di daerah, 
yang terbagi kedalam empat kategori yaitu televisi publik, swasta, 
berlangganan dan komunitas. Hingga Juli 2002, jumlah orang yang memiliki
 pesawat televisi di Indonesia mencapai 25 juta. Kini penonton televisi 
Indonesia benar-benar memiliki banyak pilihan untuk menikmati berbagai 
program televisi.
Televisi
 merupakan medium favorit bagi para pemasang iklan di Indonesia. Media 
televisi merupakan industri yang padat modal, padat teknologi, dan padat
 sumber daya manusia. Namun sayangnya kemunculan berbagai stasiun 
televisi di Indonesia tidak diimbangkan dengan tersedianya sumber daya 
manusia yang memadai. Pada umumnya televisi dibangun tanpa pengetahuan 
pertelevisian yang memadai dan hanya berdasarkan semangat dan modal yang
 besar saja. [1]
Satu
 hal yang perlu diingat, meskipun 11 stasiun televisi sudah beroperasi, 
tetapi televisi siaran tidak akan pernah menggeser kedudukan radio 
siaran, karena radio siaran memiliki karakteristik tersendiri. Televisi 
siaran dan Radio siaran, juga media lainnya berperan saling mengisi. 
Televisi siaran hanya menggeser radio siaran dalam porsi iklan.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Tiada ulasan:
Catat Ulasan