Al-Hamdulillah,
 segala puji milik Allah atas nikmat-nikmat-Nya yang zahir dan yang 
batin. Shalawat dan salam teruntuk Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya.
Ikut-ikutan kepada orang kafir penyakit 
kronis umat Islam, khususnya yang hidup di akhir zaman. Bahkan 
ikut-ikutan ini dalam acara ibadah dan tradisi keagamaan mereka.
Dari Abu Sa'id al-Khudri Radhiyallahu 'Anhu, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
لَتَتَّبِعُنَّ
 سَنَنَ مَنْ قَبْلَكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى 
لَوْ سَلَكُوا جُحْرَ ضَبٍّ لَسَلَكْتُمُوهُ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ 
الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَنْ
"Pasti kamu akan mengikuti kebiasaan
 orang-orang sebelum kalian sejengkal-demi sejengkal dan sehasta demi 
sehasta, sampai jika mereka itu masuk ke lubang biawak (lubang sangat 
sempit sekalipun, -pen), pasti kalian pun akan mengikutinya.” Kami (para
 sahabat) berkata, “Wahai Rasulullah, apakah yang diikuti itu adalah 
Yahudi dan Nashrani?” Beliau menjawab, “Lantas siapa lagi?” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Dalam redaksi lain milik Al-Bukhari,
فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَفَارِسَ وَالرُّومِ فَقَالَ وَمَنْ النَّاسُ إِلَّا أُولَئِكَ
"Dikatakan kepada beliau: Ya Rasulallah, seperti orang Persia dan Romawi. Beliau menjawab, "Siapa orang lagi selain mereka"."
Sebagian ulama menyebutkan, bahwa 
ikut-ikutan umat kepada Yahudi dan Nasrani dalam masalah keagamaan. 
Sedangkan ikut-ikutan kepada Persia dan Romani dalam urusan keduniaan, 
seperti politik, ekonomi, kehidupan sosial, dan lainnya.
Fenomena umat yang gemar berimitasi dan 
membebek kepada orang kafir tidak lepas dari hilangnya jati diri 
keislaman mereka dan lemahnya kebanggaan terhadap agamanya. Ini 
disebabkan karena lemahnya umat dan keterbelakangan negara-negara muslim
 dalam bidang ekonomi dan social. Di sisi lain, kondisi negara-negara 
kafir yang maju dalam berbagai bidang membuat mereka silau.
Allah Ta'ala ingatkan kaum muslimin,
فَلَا 
تُعْجِبْكَ أَمْوَالُهُمْ وَلَا أَوْلَادُهُمْ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ 
لِيُعَذِّبَهُمْ بِهَا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَتَزْهَقَ أَنْفُسُهُمْ 
وَهُمْ كَافِرُونَ
"Maka janganlah harta benda dan 
anak-anak mereka menarik hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki dengan 
(memberi) harta benda dan anak-anak itu untuk menyiksa mereka dalam 
kehidupan di dunia dan kelak akan melayang nyawa mereka, sedang mereka 
dalam keadaan kafir." (QS. Al-Taubah: 55)
Sebenarnya, lemahnya kondisi kaum 
muslimin dan kuatnya kekuatan tidak bisa dijadikan pembenaran membebek 
kepada kaum kuffar dan menyerupai mereka sebagaimana yang diserukan kaum
 munafikin. Semua itu dikarenakan teks-teks syar’i yang mengharamkan 
tasyabbuh (menyerupai) dengan orang kafir dan larangan membebek kepada 
mereka tidak membedakan antara kondisi lemah dan kuat. Dan juga karena 
seorang muslim -dengan segenap kemampuannya- harus merasa mulia dengan 
agamanya dan terhormat dengan ke-Islamnya, sehingga pun saat mereka 
lemah dan terbelakang.
وَلَا تَهِنُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَنْتُمُ الْأَعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
"Janganlah kamu bersikap lemah, dan 
janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang 
paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman." (QS. Ali Imran: 139)
Allah Subhanahu wa Ta'ala menyeru agar 
seorang muslim bangga dan terhormat dengan agamanya. Dia 
menggolongkannya sebagai perkataan terbaik dan kehormatan yang termulia 
dalam firmannya,
وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلاً مِّمَّن دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحاً وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
"Siapakah yang lebih baik 
perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal 
yang shaleh dan berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang 
berserah diri?"." (QS. Fushilat: 33)
Untuk menguatkan ini Allah perintahkan 
agar berdoa kepada-Nya minimal 17 kali dalam sehari semalam supaya 
diberi petunjuk kepada Islam dan menjauhkan diri dari jalan hidup orang 
kafir.
اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ
"Tunjukilah kami jalan yang lurus. 
(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada 
mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka
 yang sesat." (QS. Al-Fatihah: 6-7)
Selain itu, banyak sekali kita temukan 
nash Al-Qur’an dan Sunnah menjelaskan di balik kemajuan mereka bahwa 
mereka berada dalam kesesatan, maka siapa yang mengikuti mereka berarti 
mengikuti mereka dalam kesesatan.
ثُمَّ جَعَلْنَاكَ عَلَى شَرِيعَةٍ مِّنَ الْأَمْرِ فَاتَّبِعْهَا وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاء الَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ
"Kemudian Kami jadikan kamu berada 
di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama) itu, maka ikutilah
 syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak 
mengetahui." (QS. Al-Jatsiyah: 18)
وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءهُم بَعْدَ مَا جَاءكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللّهِ مِن وَلِيٍّ وَلاَ وَاقٍ
"Dan seandainya kamu mengikuti hawa 
nafsu mereka setelah datang pengetahuan kepadamu, maka sekali-kali tidak
 ada pelindung dan pemelihara bagimu terhadap (siksa) Allah." (QS. Al-Ra’du: 37)
Akibat Buruk Ikut-ikutan Budaya Kafir
Akibat buruk yang menimpa umat yang 
menyimpang dari kebenaran Islam, merubah dan menyimpangkannya lalu 
membenarkan yang batil dan mengikutinya adalah akan diusir dari telaga 
Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam nanti di akhirat. Yaitu saat 
orang-orang yang istiqamah minum darinya untuk menghilangkan dahaga 
mereka yang sangat. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
أَنَا 
فَرَطُكُمْ عَلَى الْحَوْضِ فَمَنْ وَرَدَهُ شَرِبَ مِنْهُ وَمَنْ شَرِبَ 
مِنْهُ لَمْ يَظْمَأْ بَعْدَهُ أَبَدًا لَيَرِدُ عَلَيَّ أَقْوَامٌ 
أَعْرِفُهُمْ وَيَعْرِفُونِي ثُمَّ يُحَالُ بَيْنِي وَبَيْنَهُمْ قَالَ 
إِنَّهُمْ مِنِّي فَيُقَالُ إِنَّكَ لَا تَدْرِي مَا بَدَّلُوا بَعْدَكَ 
فَأَقُولُ سُحْقًا سُحْقًا لِمَنْ بَدَّلَ بَعْدِي
"Aku adalah pendahulu kalian menuju 
telaga. Siapa saja yang melewatinya, pasti akan meminumnya. Dan 
barangsiapa meminumnya, niscaya tidak akan haus selamanya. Nanti akan 
lewat beberapa orang yang melewati diriku, aku mengenali mereka dan 
mereka mengenaliku, namun mereka terhalangi menemui diriku." Beliau 
melanjutkan, "Sesungguhnya mereka termasuk umatku." Maka dikatakan, 
"Sesungguhnya kamu tidak mengetahui perkara yang telah mereka rubah 
sepeninggalmu." Kemudian aku (Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam) 
bersabda: "jauhlah, jauhlah! bagi orang yang merubah (ajaran agama) 
sesudahku." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Fenomena merubah dan meninggalkan agama Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam
 dalam hadits di atas -di antaranya- adalah dengan mengikuti musuh-musuh
 Allah Ta'ala dalam perkara besar dan kecil. Lebih parah hal ini diberi 
slogan atas nama modernitas dan kemajuan, kebudayaan dan peradaban, atas
 nama HAM dan persaudaraan, dan slogan-slogan menipu lainnya.
Umat Islam yang masih lurus dan memiliki
 kecintaan tinggi kepada agamanya berusaha menetralisir racun yang sudah
 menyebar di tubuh umat secara merata. Mereka memberikan pencerahan dan 
penyadaran. Harapannya, umat sadar dan tahu akan kekeliruannya. Supaya 
mereka kembali kepada ajaran agamanya dan manjauhkan diri dari tradisi 
dan budaya kafir, khususnya yang memiliki hubungan dengan ritual 
keagamaan mereka, seperti perayaan tahun baru dan semisalnya
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Tiada ulasan:
Catat Ulasan