Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammāsambuddhassa
Paṇḍupalāso va dāni ’si, yamapurisāpi ca ta   ṁ upaṭṭhitā
Uyyogamukhe ca tiṭṭhasi, pātheyyam’pi ca te na vijjati.
Sekarang
 ini engkau bagaikan daun kering dan layu, para utusan raja kematian 
(yama) telah menantimu. Engkau telah berdiri di ambang pintu 
keberangkatan, namun tidak kau miliki bekal untuk perjalanan nanti.
(Dhammapada 235)
 Akhir-akhir ini
 kita sering sekali mendengar tentang kematian akibat bunuh diri. Kasus 
bunuh diri bukan saja terjadi di negara Indonesia saja, tetapi di negara
 lain juga terjadi, seperti yang telah diberitakan di surat-surat kabar.
 Di Seoul, Korea Selatan, makin banyak warga yang memilih bunuh diri. 
Kasus bubuh diri yang mencapai rekor tertinggi sepanjang sejarah itu, 
terjadi akibat depresi gara-gara kondisi perekonomian yang sulit serta 
perubahan drastis masyarakat. Di Korea, tingkat bunuh diri pada tahun 
2005 adalah rekor tertinggi nasional sekaligus menjadi yang tertinggi di
 antara anggota organisasi kerjasama ekonomi dan pembangunan menurut 
pejabat Biro Pusat Statistik (BPS).
Data
 BPS menunjukkan, dari total jumlah kematian yang mencapai 245.511 pada 
tahun 2005 itu, 12.047 diantaranya mati akibat bunuh diri. Bunuh diri 
biasanya dilakukan oleh orang yang berusia lanjut. Media lokal 
menyebutkan: karena kesulitan ekonomi dan penyakit sering mendorong 
orang yang berusia lanjut memilih bunuh diri. 
Menurut
 menteri kesehatan dan kesejahteraan Korea Selatan, tingkat bunuh diri 
di negaranya melonjak drastis dibanding anggota organisasi kerjasama 
ekonomi dan pembangunan (OECD) dalam 10 tahun terakhir. Statistik 
kesehatan (OECD) pada tahun 2002 menunjukkan bahwa 18,1% dari 100.000 
orang Korea mati bunuh diri. Jumlah itu termasuk peringkat keempat bunuh
 diri di antara 29 negara. Peringkat pertama Hungaria, kedua Meksiko, 
ketiga Jepang, dan keempat Korea. 
Sedangkan
 pada tahun 2005, Korea mencapai peringkat kesatu bunuh diri dengan 
jumlah total 26,1 % dari 100.000 orang mati bunuh diri. 
Bunuh
 diri merupakan salah satu masalah sosial yang amat sukar dicari 
penyelesaiannya. Sejak jaman dahulu hingga sekarang, manusia telah 
mengenal cara-cara bunuh diri untuk mengakhiri hidupnya. Pada jaman 
dahulu, manusia melakukan bunuh diri karena gagal dalam melaksanakan 
tugas atau kalah dalam perang, dan sebagainya. Selain itu juga akibat 
dari tekanan ekonomi dan keterasingan yang semakin kuat sehingga orang 
makin mudah merasa kesepian di tengah keramaian. Akibatnya, bagi 
orang-orang depresi tersebut bunuh diri menjadi jalan keluarnya. 
Adapun ciri-ciri orang yang ingin bunuh diri secara umum adalah sebagai berikut:
- Mengancam akan bunuh diri
- Pernah melakukan usaha bunuh diri
- Memberi pernyataan untuk mati
- Perubahan perilaku secara mendadak
- Tidak mau menjalani pengobatan sesuai petunjuk dokter
- Mudah marah
- Depresi dengan menangis
- Tidak dapat tidur
- Selera makan berkurang
Ada
 banyak teori mengenai orang bunuh diri. Bunuh diri ini terjadi jika 
hubungan individu dan masyarakat terputus sama sekali. Umumnya, bunuh 
diri ini diakibatkan oleh faktor stres atau tekanan hidup maupun tekanan
 ekonomi. Di Indonesia, kasus bunuh diri dikarenakan kondisi negara yang
 kacau sehingga rakyat jelata semakin miskin dan terbelenggu oleh 
kemiskinan tiada akhir. Dalam kondisi ini, bunuh diri merupakan tuntutan
 norma masyarakat yang mengaggap hal ini sebagai perbuatan terhormat. 
Kasus bunuh diri biasanya terjadi pada semua tahap usia, dengan kasus 
yang berbeda-beda. Pada remaja, misalnya karena putus cinta, kesulitan 
menghadapi lingkungan, maupun pergaulan. Pada orang tua, dikarenakan 
penyakit berat maupun kesepian karena tidak mendapat perhatian. 
Menurut pandangan agama Buddha, dalam Kodhana Sutta, Avyakata Vagga, Aṅguttara Nikāya VII,
 Sang Buddha mengidentifikasi kecenderungan-kecenderungan penyebab bunuh
 diri adalah ketidakseimbangan pikiran. Ada beberapa orang di masyarakat
 serta hal-hal lainnya membuat mereka menjadi rendah diri, mudah kecewa,
 dan putus asa. Biasanya orang yang bunuh diri itu tidak memahami ajaran
 Sang Buddha tentang dukkha. 
Dalam Pañcasīla Buddhis diterangkan bahwa bunuh diri termasuk pelanggaran sila pertama yaitu membunuh. Jadi, di dalam Pañcasīla Buddhis,
 sasaran pembunuhan makhluk hidup itu selain makhluk hidup lain juga 
termasuk diri sendiri. Oleh karena itu bunuh diri termasuk pelanggaran 
sila pertama, di mana pelakunya akan terlahir kembali di alam yang 
rendah sebagaimana yang tertulis dalam Jātaka Aṭṭhakathā: 
’makhluk yang bunuh diri dengan senjata, minum racun, gantung leher, 
terjun ke tebing dengan didasari kemarahan, akan terlahir di alam neraka
 dan alam rendah lainnya.’ Dari kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa
 kamma ditentukan oleh niat. Orang yang bunuh diri umumnya karena 
kebencian dan tidak tahan karena menghadapi penderitaan hidup. Hal ini 
akan membuat kembali ia lahir di alam rendah. 
Sesungguhnya
 setiap orang mempunyai kecenderungan untuk bunuh diri, tergantung 
seberapa besar mental kepribadian seseorang yang dimilikinya. Orang yang
 kepribadiannya kaku lebih mudah melakukan bunuh diri jika ada 
perubahan-perubahan yang tidak menyenangkan terjadi pada dirinya, 
dibandingkan dengan orang yang kepribadiannya fleksibel. 
Kepribadian
 bisa diajarkan sejak masa kanak-kanak. Anak diajarkan untuk bisa 
mengatasi masalah sendiri, tidak tergantung dengan orangtua atau orang 
lain, serta jangan selalu memenuhi keinginan anak. Hal ini agar anak 
terbiasa menerima kegagalan dan dapat mencari jalan keluar dari masalah 
tersebut. 
Perbaikan
 kehidupan masyarakat seperti ekonomi, keamanan, perbaikan jaminan, 
pelayanan sosial, langsung atau tidak langsung merupakan pencegahan 
untuk bunuh diri. 
Akan
 tetapi, dari semua cara tersebut, cara yang paling jitu dan efektif 
adalah sebagai warga masyarakat yang baik perlu menjalankan kepekaan 
terhadap kesulitan-kesulitan orang di sekitar kita, yaitu menyapa 
orang-orang yang sedang bersedih, mendengarkan keluhan-keluhan mereka, 
sadarkan dirinya bahwa kesulitan itu timbul dari cara berpikir yang 
salah. Oleh karena itu, dengan memperbaiki cara berpikir dan berusaha 
mencari hikmah atas segala semua kesulitan yang sedang dihadapi, maka 
biasanya bunuh diri dapat dicegah karena orang itu akan bangkit semangat
 untuk memperbaiki kualitas dirinya. 
Sang
 Buddha bersabda: ’sungguh sulit untuk dapat dilahirkan sebagai manusia,
 sungguh sulit kehidupan manusia, sungguh sulit untuk dapat mendengarkan
 ajaran benar, begitu pula, sungguh sulit munculnya seorang Buddha.’ (Dhammapada 182). Maka, sungguh menyedihkan apabila kehidupan yang berharga ini hancur dengan cara yang bodoh.
Oleh
 karena itu, hendaknya kita sebagai umat Buddha yang baik, mulai 
sekarang bekalilah diri kita dengan keyakinan yang kuat sesuai dengan 
ajaran yang telah diajarkan oleh Sang Buddha, agar kita tidak terjatuh 
di dalam penderitaan. 
Sumber: Dhammapada & Aṅguttara Nikāya VII
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Tiada ulasan:
Catat Ulasan