Indonesia merupakan negara demokratis. 
Karena itu di Indonesia, kita berhak memutuskan keyakinan kita 
sendiri-sendiri. Sebagai warga yang baik dan memiliki perbedaan 
keyakinan dengan warga lain, kita harus saling menghormati, menolong, 
mengasihi dan menciptakan kerukunan antar umat beragama. Nah, 
bagaimana Cara agama Buddha memandang agama lain?
Akhir-akhir ini, banyak terjadi dialog 
dan interaksi antara umat Buddha dengan pemeluk agama lainnya. Mereka 
saling menghargai. Dalai lama sering bertemu dengan Paus. Pada suatu 
pertemuan yang dilaksanakan di Assisi, Italia dimana Sri Paus mengundang
 semua pemimpin-pemimpin agama di dunia, sekitar 150 wakil agama hadir. 
Dalai lama duduk dekat Sri Paus dan diberi kehormatan untuk memberikan 
pidato yang pertama. Pemimpin-pemimpin agama yang lain juga menunjukkan 
penghargaan yang tertinggi terhadap Buddhisme. Pada konferensi itu, 
mereka mendiskusikan topik yang umum pada setiap agama, seperti 
moralitas, cinta dan kasih sayang. Orang-orang yang sangat bersemangat 
dengan kerja sama, keserasian dan penghargaan yang setara yang dirasakan
 oleh para pemimpin agama yang berlainan.
Tentu saja, jika kita mendiskusikan 
aspek metafisik dan teologi, di sana akan terdapat perbedaan-perbedaan. 
Tidak ada jalan untuk menyatukan perbedaan-perbedaan itu. Tetapi hal itu
 tidak berarti kita harus bedebat dengan sikap seolah-olah “Ayahku lebih
 kuat daripada Ayahmu,” itu adalah sifat kekanak-kanakan. Adalah lebih 
baik untuk melihat segala sesuatunya dengan sewajarnya. Semua agama di 
dunia adalah untuk mencari kemajuan perdamaian dunia dan untuk membuat 
hidup menjadi lebih baik dengan jalan mengajarkan kepada orang-orang 
untuk mengikuti tingkah laku yang etis. Dengan cara ini, orang-orang 
tidak menjadi terperangkap pada sisi material dari kehidupan, dan hidup 
mereka dapat diseimbangkan antara kemajuan material dan spritual.
Adalah baik jika semua agama bekerja 
sama untuk memajukan situasi dunia. Kita membutuhkan tidak hanya 
kemajuan material, tetapi juga kemajuan spiritual. Jika kita hanya 
menekankan aspek material dari kehidupan, maka berarti membuat “bom” 
untuk membunuh setiap orang yang merupakan hasil anggapan terbaik. 
Tetapi jika berpikir dengan cara humanistik atau spiritual, maka kita 
akan waspada terhadap rasa takut dan problem-problem lain yang muncul 
sebagai akibatnya, dan kita mencari keseimbangan antara keduanya. Jika 
kita hanya berkembang secara spritual dan tidak mempedulikan sisa 
material, maka manusia akan lapar, dan hal itu juga tidak akan baik. 
Kita membutuhkan keseimbangan.
Sekarang terdapat banyak interaksi 
antara agama-agama di dunia dan banyak hal yang dapat 
digotong-royongkan. Sebagai contoh, banyak terdapat interaksi antara 
umat Buddha dan Kristen. Umat Katolik dan sebagainya belajar 
teknik-teknik konsentrasi dan meditasi dari Buddhisme. Banyak 
pendeta-pendeta Kristen, pastur-pastur, rahib, dan suster datang ke 
Dharmasala, India, untuk belajar teknik-teknik konsentrasi dan meditasi 
dan bagaimana mengembangkan cinta dengan tujuan untuk membawanya ke 
tradisi agama mereka. Beberapa umat Buddha telah mengajar di 
seminari-seminari (sekolah tinggi) katolik.
Buddhisme sarat kaya akan teknik-teknik 
mengembangkan cinta kasih. Hal ini tidak berarti bahwa mereka semua akan
 menjadi Buddhis, karena tak seorangpun yang dapat mengubah orang lain. 
Teknik-teknik ini dapat diadaptasikan dalam agama mereka sendiri untuk 
membantu mereka menjadi umat kristiani yang lebih baik.
Umat Buddhis tertarik dalam beberapa hal
 dari kekristenan terutama yang berhubungan dengan pelayanan sosial. 
Beberapa tradisi Kristiani menekankan pada pastur dan susternya untuk 
terlibat dalam pengajaran, dalam pekerjaan dari rumah-rumah sakit, 
merawat orang-orang jompo, dan lain-lain. Walaupun beberapa dari layanan
 masyarakat ini telah berkembang di beberapa negara Buddhis, namun hal 
ini belumlah berkembang di semua negara Buddhis karena alasan-alasan 
sosial dan geografis. Ini adalah sesuatu yang dapat dipelajari oleh umat
 Buddha dari orang-orang Kristiani. Dalai Lama sangat terbuka dalam hal 
ini. Bukan berarti bahwa umat Buddha akan menjadi Kristiani. Tetapi, ada
 aspek-aspek tertentu dari pengalaman Kristiani yang dapat dipelajari 
umat Buddha. Dan ada hal-hal lain dari pengalaman umat Buddha yang dapat
 dipelajari oleh umat kristiani juga. Dengan cara ini, ada forum terbuka
 diantara semua agama di dunia, yang didasari oleh penghargaan yang 
tinggi terhadap satu dengan lainnya.
Sering kali interaski antara agama 
adalah para tingkat yang tertinggi, dimana orang-orangnya terbuka dan 
tidak mempunyai prasangka. Adalah pada tingkat yang lebih rendah dimana 
orang-orangnya merasa tidak aman dan mengembangkan mental yang rendah. 
Contohnya pada suatu Tim sepakbola yang berusaha 
mengalahkan/menyingkirkan tim lainnya. Maka terjadilah pertarungan antar
 tim. Hal ini sangat menyedihkan jika terjadi dalam lingkungan 
keagamaan, baik itu terjadi antar agama atau antar tradisi-tradisi 
(aliran) Buddhis yang berbeda.
Sang Buddha mengajarkan metode-metode 
yang bermacam-macam dan semuanya bekerja serasi untuk menarik 
orang-orang dari tipe yang berbeda-beda. Oleh karena itu, adalah sangat 
penting untuk tidak mempunyai sekte, baik terhadap agama lain maupun 
dalam Buddhisme itu sendiri. Jika kita melihat pada pemimpin-pemimpin 
besar, pada level yang tertinggi, kita melihat bahwa mereka tidak 
mempunyai sikap kompetitif atau prasangka buruk terhadap lainnya. Sikap 
yang demikian ini hendaknya dimiliki oleh semua umat Buddha dari seluruh
 lapisan.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Tiada ulasan:
Catat Ulasan