Sabtu, 2 Julai 2011

ISLAM DI SELATAN THAILAND.

Muslim di Thailand mempunyai sejarah tersendiri yang bisa dibilang tragis dan berliku. Mulai dari abad ke-13 dimana Agama Islam menapakkan kakinya di kerajaan Pattani dan kemudian menjadi mayoritas di wilayah tersebut. Masyarakat muslim Thailand saat ini telah menjadi bagian integral dari keseluruhan pemerintahan dan komunitas Thailand dari beberapa abad yang lalu. Secara historis, kultur dan ekonomi, masyarakat minoritas muslim di Thailand selatan telah mengalami peningkatan yang signifikan dari waktu ke waktu. Akan tetapi mereka tetap berusaha menjadi bagian komunitas yang dipahami.
Hal itu berangkat daari background masyarakat muslim sendiri, yaitu komunitas melayu Pattani yang dari awalnya berdiri sendiri dan kemudian dikuasai oleh Siam atau Thailand. Dan saat ini, dimana modernisme merambah semua negara dan Thailand menjadi negara demokrasi, muslim Thailand mulai dipandang positif oleh komunitas yang lainnya. Hal ini memunculkan era baru antara muslim-pemerintah yang memberikan ruang lebih luas bagi umat muslim Thailand merambah dunia politik dan ekonomi. Hal ini tampak dari pertumbuhan masjid di Thailand yang berkembang pesat; Bangkok 159 masjid, Krabi 144 masjid, Narathiwat 447 masjid, Pattani 544 masjid, Yala 308 masjid, Songkhla 204 masjid, Satun 147 masjid.[*] Dan beberapa masjid di berbagai kota di thailand. Biarpun begitu, minoritas muslim Thailand masih jauh dari kelapangan dalam hidup. Karena mereka tetap menjadi minoritas yang mendapatkan tekanan dan diskriminasi yang tak henti henti.
Minoritas Muslim Thailand Selatan
Thailand merupakan salah satu negara di antara negara-negara di kawasan asia tenggara. Secara geografis, kawasan asia tenggara merupakan kawasan antara benua Australia dan daratan China, daratan India sampai laut China. Dengan begitu, Thailand cukup mudah untuk dijangkau para pelancong dari zaman ke zaman untuk mencari penghidupan maupun penyebaran agama.
Mayoritas penduduk Thailand beragama Budha, hanya sedikit yang beragama Islam dan Konghucu. Akan tetapi umat Islam di Thailand merupakan minoritas yang berkembang cepat dan merupakan minoritas terbesar setelah China, The Muslims are a significant minority group in Thailand. They are the second largest minority next to the Chinese.[1] Seperti halnya kaum minoritas di negara-negara yang lain, kawasan Thailand bagian selatan yang merupakan basis masyarakat melayu-muslim adalah daerah konflik agama dan persengketaan wilayah dengan latar belakang ras dan agama yang berkepanjangan. Lebih lebih ketika kerajaan melayu dihapuskan pada tahun 1902, masyarakat melayu Pattani dalam keadaan sangat tertekan. Khususnya pada pemerintahan Pibul Songgram (1939-44), orang Melayu telah menjadi mangsa dasar asimilasi kebudayaan.[2] Bahkan sampai saat inipun masyarakat muslim minoritas Pattani Thailand menghadapi diskriminasi komplek dan teror yang berlarut-larut. Sehingga kehidupan sosial maupun politik menjadi sangat terbatas. Hal ini senada dengan apa yang dikatakan Nik Anuar,
“Sengketa di perbatasan negeri berlaku di merata dunia sepanjang masa. Bukan sedikit tentera dan orang awam terkorban sebelum Bukit Golan jatuh ke tangan Israel, India dan Pakistan berbelah hingga ke saat ini bagi mengesahkan hak atas Kashmir. Demikian juga halnya dengan isu Patani, Mindanao, Aceh, Timor Timur, Pulau Batu Putih, Pulau Layang-layang dan Spratly yang turut dituntut oleh Malaysia. Bukit Golan yang subur, Kashmir yang indah kepada pelancong, Spratly yang strategik bagi dan dikatakan sarat dengan petroleum di perut buminya, tapak Masjid Babri kerana sentimen agama terdahulu – semua ini menjadi alasan bagi sengketa, perbalahan dan perebutan.”
Konflik berkepanjangan di Thailand selatan tak ada bedanya dengan konflik minoritas muslim di pulau Moro Philipina dengan organisasi MILF. Keadaan tertekan seperti ini perlu adanya atensi yang lebih dari semua umat islam dan membantu secara materi maupun moral demi mewujudkan komunitas muslim yang berdampingan damai dengan komunitas yang lainnya. Maka dari itu, penulis lewat artikel ini akan membahas secara singkat dan padat tentang sejarah panjang masuknya Islam di Thailand serta keadaan sosial dan politik minoritas muslim di daerah konflik, yaitu Thailand bagian selatan.
Sejarah masuknya Islam di Thailand selatan
Karena studi ini merupakan studi agama dalam cakupan kawasan, maka Sebelum memasuki ranah antropologi -dalam hal ini keadaan sosial-politik masyarakat muslim minoritas di Thailand selatan- diperlukan pendekatan dan penelitian dari ranah sejarah. Pasalnya, studi kawasan-keagamaan mempunyai cakupan yang komplek dari sebuah kultur politik, ekonomi, bahasa, adat, sosial dll.[3]
Islam tidak serta merta ada di negeri Siam (sekarang Thailand). Meskipun Islam merupakan agama mayoritas di Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam, akan tetapi Islam merupakan agama minoritas di daratan utama asia tenggara yang telah dihuni oleh Hindu dan Budha jauh sebelum Islam datang ke daerah tersebut sekitar abad ke-9, In mainland Southeast Asia, however, Islam has been a minority religion and Buddhism is a national religion. Historically the region had been dominated by Hinduism and Buddhism for centuries before the arrival of Islam around the ninth century.[4]
Hal ini sedikit bertentangan dengan apa yang dikemukakan Azyumardi Azra dalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Asia Tenggara, bahwa Islam masuk di Thailand diperkirakan pada Abad ke-10 atau ke-11.[5] di kawasan Thailand selatan atau tepatnya di daerah Pattani. Islampun masuk ke daerah kerajaan Pattani melalui pedagang-pedagang muslim dari Arab dan India[6] karena daerah Pattani merupakan daerah yang maju dan strategis untuk disinggahi.[7] yang mana mereka disebut sebagai khek Islam atau orang muslim sebelum kerajaan Siam (Thailand) dibentuk. Karena pada awalnya, Pattani merupakan daerah yang terpisah dari Siam (saat ini Thailand), Muslims have been in Thailand since before the formation of the Thai kingdoms in the ninth century. [8]
Pada mulanya, Pattani sendiri merupakan kerajaan yang terletak di sebelah selatan Thailand dengan mayoritas penduduk melayu yang dipimpin oleh penguasa muslim yang bernama Sulaiman. [9] Siam pada waktu itu berusaha untuk menguasai Pattani dengan mengirimkan pasukannya berkali kali akan tetapi selalu gagal. Hingga pada pemerintahan Sultan Muzhaffar, Pattani menuju zaman keemasannya[10] sehinnga menarik ketamakan Siam untuk kembali meguasaii Pattani dan akhirnya dapat menguasainya setelah perang bertahun tahun.
Dari sinilah permulaan pemberontakan kaum muslim Pattani untuk melepaskan diri dari Thailand yang telah menguasainya. Pasalnya, Siam bersikap keras dan menekan kaum minoritas muslim dengan menyuruh mengganti nama nama mereka dengan nama Thailand serta mengambi adat istiadatnya.[11]
Kehidupan Sosio-Politik Minoritas Muslim Thailand.
Pada tahun 1982 diadakan pertemuan di Malaka yang diikuti oleh utusan beberapa negara Asia tenggara termasuk Thailand. Pada kesempatan itu, hadir 800 melayu muslim Thailand dan terdapat beberapa lulusan Al Azhar mesir. Mereka berceramah tentang kehidupan minoritas Muslim di Thailand. Secara geografis, umat Muslim di Thailand bertempat di empat wilayah selatan Thailand yaitu;
  1. Patani
  2. Yala
  3. Narathiwat
  4. Satun
Dengan jumlah penduduk melayu muslim di Thailand 710.906, dan jumlah umat muslim keseluruhan di Patani lebih dari 3 juta jiwa. Sedangkan mayoritas penduduknya beragama Budha.[12] Kaum muslim di Thailand sendiri terbagi menjadi 2 bagian. Muslim melayu dan muslim non-melayu. Dengan persentase 80% : 20%.[13]
Dalam tatanan sosial, muslimin Thailand mendapatkan julukan yang kurang enak untuk didengar. Yaitu khaek yang berarti orang luar, pendatang atau tamu. Meskipun pada mulanya khaek merupakan term untuk makro-etnis bagi orang selain Thai, tapi lama kelamaan term tersebut dipakai pemerintah untuk mendeskripsikan kaum melayu-muslim diselatan Thailand.[14]
Hingga istilah Thai-Islam dibuat pada 1940-an. Akan tetapi istilah ini menimbulkan kontradiksi karena istilah “Thai” merupakan sinonim dari kata “Budha” sedangkan “Islam” identik dengan kaum muslim melayu pada waktu itu. Jadi bagaimana mungkin seseorang menjadi budha dan muslim pada satu waktu? Maka dari itu kaum muslim melayu lebih suka dipanggil Malay-Islam,
‘The problem is that, while the word “Thai” is synonymous with “Buddhism”, for the Malay-Muslims the word “Muslim” also means “Malay.” So how can they be both “Thai” and “Islam”? The category of “Thai-Islam”, therefore, has been regarded as insensitive, if not an insult, on the part of the Thai government by the Muslims, especially those in the South. They prefer to be called by the historically and politically correct term Malay-Muslims’ [15]
Dari problem rasial seperti di atas, timbullah pengelompokan kaum muslim di Thailand menjadi 2 golongan.
Pertama, assimilated group. Atau golongan yang terasimilasi atau berbaur dengan kaum mayoritas yaitu agama masyarakat Thai-Budha pada segala bidang tatanan kehidupan hanya saja tidak sampai pada masalah keagamaan.
Kedua, unassimilated group. Atau golongan yang tidak berbaur namun menyendiri di Thailand bagian selatan. Yang masih menunjukkan kultur melayu-Islam pada nama, bahasa dan adat. Golongan ini bertempat tinggal di daerah Yala, Narathiwat dan Pattani. Kecuali daerah Satun yang sudah terasimilasi dengan kelompok mayoritas Thai.[16]
Dalam kaca mata historis, kehidupan sosio-politik kaum muslim Thailand selatan khususnya di patani bisa dibagi menjadi tiga fase.
Fase kerajaan melayu Pattani.
Menurut A.Teeuw dan Wyatt kerajaan ini berdiri sendiri tanpa aturan dari kerajaan Siam atau Thailand. Fase ini dimulai sekitar abad ke-14. dimana kerajaan melayu patani telah dibentuk,
“A.Teeuw dan Wyatt berpendapat bahawa Patani telah ditubuhkan sekitar pertengahan abad ke-14 dan ke-15. Pendapat mereka berasaskan kepada tulisan Tomes Pires dan lawatan Laksamana Cheng Ho ke rantau ini dalam tahun 1404-1433 T.M. (Teeuw & Wyatt 1970,3). Mengikut Hikayat Patani pula, Kerajaan Melayu Patani berasal dari kerajaan Melayu yang berpusat di Kota Mahligai yang diperintah oleh Phya Tu Kerab Mahayana (Teeuw & Wyatt 1970,68).”[17]
Kehidupan Pattani di semenanjung Siam yang strategis menjadi tujuan pedagang-pedagang dari berbagai penjuru dunia, sehingga menjadikan patani daratan yang ramai dan sibuk. Sehingga dalam waktu yang singkat patani telah menjadi kerajaan yang kuat dan ramai dari segi ekonomi maupun politik. Hubungan patani dengan luar negeri yang baik menjadikannya selamat dari penjajahan negara Siam, Portugis dan Belanda.
Islam masuk di kerajaan Melayu-Pattani sekitar abad ke-13. historically, the muslim presence in traditional thai polity is traceable to the 13th century in the Sukhothai era. It was, however, during the Ayutthayant period that muslim asserted their dominan position.[18] Nik Anuar Nik Mahmud menambahkan bahwa Islam masuk ke kerajaan patani pada abad ke-13 dan lebih awal dari malaka, Islam telah bertapak di Patani lebih awal daripada Melaka (Mills 1930). Dalam hal ini, Teeuw danWyatt berkeyakinan bahawa Islam telah bertapak di Kuala Berang, Terengganu, iaitupada sekitar 1386- 87 T.M. (Teeuw & Wyatt 1970, 4).[19]
Keadaan yang seperti ini menjadikan kerjaan melayu patani menjadi tuan para pedagang-pedagang muslim maupun non-muslim dari belahan bumi barat dan menancapkan ajaran agama Islam pada sekitar abad ke-13.
Fase kerajaan Melayu-Pattani dalam kekuasaan kerajaan Siam
Fase ini dibagi menjadi beberapa bagian dimana kerajaan melayu Pattani mendapatkan hak otonomi dari kerajaan Siam sebelum tahun 1808 M. Dan lambat laun mendapat pengaruh dari Sukhotai. Penjelasan struktur melayu patani di bawah kekuasan Thailand ada pada tabel berikut ini,
Pre-1808
Patani was an autonomous state and gradually came under Sukhothai influence as a vassal state and under Ayutthaya control as a tributary state.
1808
Bangkok ruled and divided Patani into 7 muang [states]: (1) Patani (2) Nongchik (3)Yaring (4) Raman (5) Yala (6) Saiburi (7) Rangae
1832 and 1838
Revolts in the “Seven States”
1901
Bangkok under Rama V launched a central administration of the provinces and issued the “Regulations Concerning the Administration of the Area of the Seven Provinces” which aimed at increasing centralized Thai control over the area.
1902
Raja of Patani, Abdul Kadir, led a rebellion against the Thai Reform.
1906
The “Seven States” were made into a Circle[monthon] Patani
1909
The Anglo-Siamese Agreement established the present border between Thailand and Malaysia.
1932
Revolution overthrew the monarchy
1933
Abolished the Circle system; re-organization of the southernmost area into (1) Pattani Province (2) Yala Province (3) Narathiwat Province and (4) Satun Province



















Dari tabel di atas terlihat jelas bahwa muslim Pattani menjadi minoritas yang sepenuhnya diatur dibawah kekuasaan Thailand. Hingga pada akhirnya muslim Thailand yang berada di wilayah selatan Thailand dibagi dalam empat propinsi, Patani, Yala, Narathiwat dan Patun.[20]
Fase modern muslim Thailand selatan.
Dimana masuknya pengaruh pengaruh barat pada awal abad ke-19 telah merubah Siam menjadi modern pada berbagai bidang, ekonomi, politik dan pendidikan. After years under colonial rule-both direct and indirect in the case of Siam or Thailand-the society and politics of the region had been shaped largely by modernization, including an invention of a centralized administrative government, a modern education system and a modern economy. [21]
Hal serupa telah memberi pengaruh pada generasi muda muslim Thailand selatan yang selama ini dalam kekuasaan Thailand dan menumbuhkan semangat nasionalisme dalam diri mereka untuk menjadi merdeka dan berdiri sendiri dari kekangan Thailand, Thus, it can be said that the Western impact that drove Siam to secure its independence and modernization also gave the Malay-Muslim states an opportunity to assert its own autonomous state and religion vis-à-vis the modernized Thai nation-state [22]
Dimulailah perjuangan utuk menuntut kemerdekaan bagi wilayah muslim Thailand pattani dan empat wilayah lainnya di Thailand selatan. Kesempatan untuk merdeka semakin terbuka lebar ketika terjadi terjadi perang pasifik dengan Thailand dan Jepang melawan Britain dan Amerika. Setelah kekalahan Britain di melayu dan kekalahan Amerika di Hawai, pada 21 Disember 1941, Pibul Songgram berpihak kepada Jepang. Sebagai imbalan, Jepang berjanji akan menyerahkan wilayah melayu utara, Kelantan, Kedah, Trengganu dan Perlis Kepada Thailand.
Pada 25 januari 1941, Thailand mengobarkan perang melawan Britain, akan tetapi berbeda dengan Amerika yang membiarkan kedua negara tersebut bertikai. Hal ini dimanfaatkan oleh Pattani dan wilayah muslim Thailand selatan untuk memanfaatkan Britain membantu mereka merdeka dari belenggu Thailand dan dipimpin oleh Tengku Muhyidin. [23]
Akan tetapi Britain mempunyai kehendak lain dibalik perseteruannya dengan Thailand sehingga tengku Muhyidin sadar bahwasanya dirinya telah menajadi mangsa percaturan politik Britain-Thailand.
Kegagalan tengku Muhyidin dalam membebaskan wilayah selatan Thailand telah menggalakkan ulama muslim untuk turun berjuang di wilayah terbuka. Akan tetapi mereka sadar bahwa keadaan politik yang ada menjadikan mereka sulit untuk mendapatkan kemerdekaan. Lebih lebih ketika Britain dan Amerika mengakui kedaulatan Thailand pada 1 janurai 1941. Hal ini menyisakan satu solusi bagi umat muslim di Thailand selatan, yaitu menuntut otonomi penuh bagi empat wilayah Thailand selatan dari penguasa thailand. [24]
Perjuangan belum berakhir.
Kegagalan merebut kemerdekaan bagi wilalyah muslim di Thailand selatan telah memunculkan gerakan gerakan baru yang lebih besar. Pada tahun 1950 dan seterusnya hubungan melayu muslim Thailand selatan dengan penguasa Thailand diliputi ketidakpercayaan, kecurigaan dan kesalahpahaman yang berlarut larut. Hal itu dikarenakan ketidak setujuan komunitas muslim pada aturan aturan dan proses asimilasi yang dilakukan oleh pemerintah Thailand kepada komunitas muslim,
“From the late 1950s to the present, relations between the Malay-Muslims of the South and Thai authorities have been relatively the same. Mistrust, patronizing and misunderstanding on the part of the government officials are still prevalent. Fear, resentment and disapproving of Thai rule and power are also rampant among the Malay-Muslims. Similar policies aimed at integration and assimilation of the Muslims are still being prescribed to the local offices.” [25]
Pada tahun 1970, diberlakukan operasi pembersihan gerakan anti-pemerintah diwilayah muslim Thailand selatan. Keadaan menekan tersebut menimbulkan reaksi keras dari komunitas muslim dengan bermunculannya gerakan pemberontakan dan pembebasan wilayah muslim Thailand selatan; Barisan Nasional Pembebasan Pattani (BNPP), Barisan Revolusi Nasional (BRN), Bertubuhan perpaduan Pembebasan Pattani (PPPP) atau PULO. Yang menjadi motor pergerakan pembebasan muslim Pattani dan wilayah muslim lainnya.
Akan tetapi, Pergolakan menahun antara muslim minoritas dengan pemerintah, menurut Patrick Jory, sebenarnya adalah perseteruan dua etnis, Melayu-Pattani dengan etnis “Thai” sebagai mayoritas. Akan tetapi mengapa pada saat ini menggunakan label agama “Islam”? Masih menurut Patrick Jory, bahwa pada masa kolonial, pemerintah berusaha untuk menghilangkan istilah “Malay” (melayu) pada masyarakat Thailand selatan dan menggantinya menjadi “Thai-Muslim” atau “Thai-Islam”. Karena identitas melayu akan memberikan kekuatan menumbuhkan semangat nasionalisme dan berusaha berpisah dari pemerintah Thailand, it feared that with the new, post-colonial logicof nation-based states, recognition of the people of the region as “malay” might give credibility to demands for the separate malay state.[26] Dan diharapkan dengan pergantian linguistik tersebut, gerakan asimilasi malay-muslim dengan thai-budha akan tercapai, the government has attempted to replace it with the religious label “Thai-Muslim” in the hope that this linguistic change would contribute to the overall goal of assimilation.[27]
Terlepas dari konflik etno-religious yang terjadi, umat muslim di Thailand selatan di masa kontemporer ini telah mengalami peningkatan yang signifikan di berbagai bidang. Meskipun tetap berada dalam tekanan dan diskriminasi dari pemerintah Thailand. Muslim di thailand bukanlah komunitas baru dan juga bukan komunitas yang dipinggirkan. Maka dari itu muslim di thailand saat ini adalah bagian tak terpisahkan dari masyarakat Thailan secara keseluruhan dan tetap menjadi minoritas di berbagai bidang, sosial maupun politik. The muslims today just as the past continue to be numerically and politically significant as national minority in modern-day Thailand. [28]
Epilog.
Muslim di Thailand mempunyai sejarah tersendiri yang bisa dibilang tragis dan berliku. Mulai dari abad ke-13 dimana Agama Islam menapakkan kakinya di kerajaan Pattani dan kemudian menjadi mayoritas di wilayah tersebut. Masyarakat muslim Thailand saat ini telah menjadi bagian integral dari keseluruhan pemerintahan dan komunitas Thailand dari beberapa abad yang lalu. Secara historis, kultur dan ekonomi, masyarakat minoritas muslim di Thailand selatan telah mengalami peningkatan yang signifikan dari waktu ke waktu. Akan tetapi mereka tetap berusaha menjadi bagian komunitas yang dipahami.
Hal itu berangkat daari background masyarakat muslim sendiri, yaitu komunitas melayu Pattani yang dari awalnya berdiri sendiri dan kemudian dikuasai oleh Siam atau Thailand. Dan saat ini, dimana modernisme merambah semua negara dan Thailand menjadi negara demokrasi, muslim Thailand mulai dipandang positif oleh komunitas yang lainnya. Hal ini memunculkan era baru antara muslim-pemerintah yang memberikan ruang lebih luas bagi umat muslim Thailand merambah dunia politik dan ekonomi. Hal ini tampak dari pertumbuhan masjid di Thailand yang berkembang pesat; Bangkok 159 masjid, Krabi 144 masjid, Narathiwat 447 masjid, Pattani 544 masjid, Yala 308 masjid, Songkhla 204 masjid, Satun 147 masjid.[29] Dan beberapa masjid di berbagai kota di thailand. Biarpun begitu, minoritas muslim thailand masih jauh dari kelapangan dalam hidup. Karena mereka tetap menjadi minoritas yang mendapatkan tekanan dan diskriminasi yang tak henti henti. (scribd.com)

Tiada ulasan:

Catat Ulasan


















KETURUNAN SIAM MALAYSIA.

Walaupun saya sebagai rakyat malaysia yang berketurunan siam malaysia,saya tetap bangga saya adalah thai malaysia.Pada setiap tahun saya akan sambut perayaan di thailand iaitu hari kebesaraan raja thai serta saya memasang bendera kebangsaan gajah putih.

LinkWithin