Yakub atau Israil tinggal di Mesir sejak ia datang untuk bertemu dengan
anaknya, Yusuf. Ketika beliau wafat mereka menguburnya di tempat di
mana ia dilahirkan di Palestina. Anak-anak Israil lebih memilih untuk
hidup di Mesir di sisi Yusuf. Keadaan Mesir, kebaikannya yang banyak,
kelayakan tanahnya, dan keharmonisan iklimnya merupakan daya tarik
tersendiri bagi mereka untuk tinggal di dalamnya. Anak-anak Israil
tinggal di Mesir dalam tempo yang lumayan. Mereka menikah sehingga
jumlah mereka bertambah banyak. Berlalulah tahun demi tahun dan
kemudian Nabi Yusuf meninggal. Nabi Yusuf telah mengubah Islam saat
beliau memegang tampuk kekuasaan. Nabi Yusuf memperjuangkan Islam
dan setiap nabi yang diutus oleh Allah s.w.t pasti memperjuangkan
agama Islam sejak Nabi Adam as sampai Nabi Muhammad saw. Pengertian
Islam di sini ialah, mengesakan Allah s.w.t dan hanya semata-mata
menyembah-Nya, meminta pertolongan kepada-Nya, dan berdoa kepada-
Nya. Islam juga bererti menyerahkan niat dan amal hanya semata-mata
kepada Allah s.w.t. Demikianlah yang kita fahami atau yang kita maksud
dari kata al-Islam, bukan sistem sosial yang dibawa oleh Nabi yang
terakhir, yaitu Nabi Muhammad saw. Sistem ini merupakan kepanjangan
dari sistem-sistem sosial yang dibawa para nabi. Jadi, esensi akidah satu
dan tidak berbeza dari Nabi Adam sampai Nabi Muhammad saw.
Ketika Nabi Yusuf menjadi penguasa di Mesir dan ketua para menteri
agama di Mesir berubah menjadi agama tauhid atau Islam. Nabi Yusuf as
menyeru manusia untuk memeluk Islam saat beliau ada di dalam penjara
ketika beliau mengatakan:
"Manakah yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah
Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa (QS.Yusuf: 39)
Dan beliau berdoa pada suatu hari ketika mimpinya terwujud:
"Wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan
orang-orang yang soleh. " (QS. Yusuf: 101)
Dan ketika Nabi Yusuf meninggal, Mesir mengubah sistem tauhid ke
sistem multi tuhan untuk kedua kalinya. Menurut dugaan kuat bahawa hal
ini terwujud dengan adanya campur tangan kelompok-kelompok elit yang
berkuasa. Kelompok-kelompok elit ini - ketika di bawah agama tauhid -
mereka tidak mendapatkan suatu perlakukan istimewa atau dibezakan
dengan masyarakat umum, sehingga kerananya mereka mempunyai
kepentingan untuk mengembalikan sistem penyembahan multi tuhan.
Kemudian masyarakat mengikuti sistem penyembahan Fir'aun. Dan
akhirnya, Mesir dipimpin keluarga-keluarga Fir'aun dan mereka
mengklaim bahawa mereka adalah tuhan atau wakil-wakil tuhan atau
orang-orang yang berbicara atas nama tuhan.
Pada dasarnya, masyarakat Mesir adalah masyarakat yang beradab.
Mereka disibukkan dengan pembangunan peradaban. Mereka memiliki
kecenderungan keagamaan yang kuat. Dan barangkali kelompok-
kelompok dari masyarakat Mesir meyakini bahawa Fir'aun bukan tuhan
namun kerana mereka mendapat tantangan keras dari Fir'aun dan Fir'aun
tidak ingin dari kaumnya kecuali agar mereka mentaatinya sehingga
mereka pun terpaksa menyembunyikan keimanan dalam diri mereka.
Jadi, tuhan-tuhan berhala banyak sekali di Mesir. Hal yang bisa difahami
adalah, bahawa Fir'aun menguasai semua macam tuhan dan ia
mengisyaratkan dengannya dan berbicara atas namanya. Yang demikian
ini adalah sangat jelas di Mesir. Ketika terdapat sistem multi tuhan di
Mesir - meskipun masyarakatnya meyakini tuhan utama, yaitu Fir'aun -
kelompok elit yang berkuasa membatasi untuk hanya menyembah Fir'aun
dan melaksanakan perintah-perintahnya serta membenarkan tindakan
semena-menanya. Kita akan mengetahui dan kita akan membuka
lembaran-lembaran Nabi Musa as bagaimana masyarakat Mesir hidup di
zamannya. Majoriti masyarakat saat itu mendapatkan kehinaan yang luar
biasa dan diperlakukan secara lalim. Mereka harus taat sepenuhnya
kepada Fir'aun. Mereka selalu diancam oleh algojo-algojo Fir'aun dan
para tenteranya.
Allah s.w.t menceritakan Fir'aun yang hidup di zaman Nabi Musa dalam
firman-Nya:
"Maka dia mengumpulkan (pembesar-pembesarnya) lalu berseru
memanggil kaumnya (seraya berkata): 'Akulah Tuhanmu yang paling
tinggi.'" (QS. an-Nazi'at: 23-24)
Manusia saat itu benar-benar tunduk terhadap pernyataan orang-orang
kafir. Mereka mentaati - barangkali itu kerana terpaksa - perkataan
Fir'aun. Mesir kembali menggunakan sistem multi tuhan setelah
sebelumnya disinari oleh tauhid yang disuarakan oleh Nabi Yusuf.
Sementara itu, anak-anak Yakub atau anak-anak Israil mereka telah
menyimpang dari tauhid. Mereka mengikuti orang-orang Mesir. Sedikit
sekali dari keluarga mereka yang masih mempertahankan agama tauhid
secara tersembunyi.
Datanglah suatu masa atas Bani Israil di mana mereka semakin banyak
dan semakin menyebar. Mereka mengerjakan berbagai macam pekerjaan,
dan mereka memenuhi pasar-pasar Mesir. Berlalulah hari demi hari. Mesir
diperintah oleh seorang raja yang bengis di mana orang-orang Mesir
menyembahnya. Raja yang jahat ini melihat Bani Israil semakin banyak
dan semakin berkembang serta mengambil posisi-posisi penting. Raja
mendengar pembicaraan Bani Israil tentang berita yang samar di mana
dalam berita itu dikatakan bahawa salah seorang anak Bani Israil akan
menjatuhkan Fir'aun Mesir dari singgahsananya. Barangkali berita itu
berasal dari suatu mimpi dari mimpi-mimpi hidup atau mimpi nyata yang
mengelilingi hati kelompok minoriti yang tertindas, dan mungkin itu
merupakan berita gembira yang tersebut dalam kitab-kitab mereka. Apa
pun halnya, berita ini telah sampai di telinga Fir'aun.
Kemudian Fir'aun mengeluarkan perintah yang aneh, yaitu jangan sampai
seorang pun dari Bani Israil yang melahirkan anak. Maksud dari perintah
ini adalah, hendaklah setiap anak yang lahir dari jenis laki-laki dibunuh.
Aturan ini mulai diterapkan. Tapi para pakar ekonomi berkata kepada
Fir'aun: Orang-orang tua dari Bani Israil akan mati sesuai dengan ajal
mereka, sedangkan anak-anak kecilnya disembelih maka ini akan berakhir
pada hancurnya dan binasanya Bani Israil namun Fir'aun akan kehilangan
kekayaan dan aset manusia yang dapat bekerja untuknya atau menjadi
budak-budaknya dan wanita-wanita tidak dapat lagi dimilikinya. Maka
yang terbaik adalah, hendaklah dilakukan suatu proses sebagai berikut:
Anak laki-laki disembelih pada tahun yang pertama dan hendaklah
mereka dibiarkan pada tahun berikutnya. Fir'aun sependapat dengan
fikiran ini kerana itu dianggap lebih menguntungkan dari sisi ekonomi.
Ibu Musa mengandung Harun pada tahun di mana anak-anak kecil tidak
dibunuh maka ia melahirkannya secara terang-terangan. Ketika datang
tahun yang ditetapkan di dalamnya bahawa anak-anak kecil harus
dibunuh, ia melahirkan Musa. Saat melahirkan Musa, sang ibu merasakan
ketakutan yang luar biasa. la mencemaskan bahawa jangan-jangan
anaknya akan dibunuh. Maka si ibu menyusuinya secara sembunyi-
sembunyi. Kemudian datanglah suatu malam yang penuh berkah di mana
Allah s.w.t mewahyukan kepadanya:
"Dam Kami ilhamkan kepada ibu Musa: 'Susuilah dia dan apabila khuatir
terhadapnya maka jatuh kalah ia ke dalam sungai (Nil). Dan janganlah
kamu khuatir dan janganlah (pula) bersedih hati, kerana sesungguhnya
Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah
seorang) dari para rasul.'" (QS. al-Qashash: 7)
Mendengar wahyu Allah s.w.t itu dan mendengar panggilan yang penuh
kasih sayang dan suci ini, ibu Musa langsung mentaatinya. Ia
diperintahkan untuk membuat peti kecil bagi Musa. Setelah
menyusuinya, ia meletakkannya di peti itu. Kemudian ia pergi ke tepi
sungai Nil dan membuangnya di atas air. Hati sang ibu adalah hati yang
paling pengasih di dunia. Hatinya dipenuhi penderitaan saat ia
melemparkan anaknya di sungai Nil, tetapi ia menyedari bahawa Allah
s.w.t lebih Pengasih terhadap Musa dibandingkan dengan dirinya. Allah
s.w.t lebih mencintainya dibandingkan dengan dirinya. Allah s.w.t adalah
Tuhannya dan Tuhan sungai Nil.
Belum lama peti itu menyentuh sungai Nil sehingga sang Pencipta
mengeluarkan perintah kepada arus sungai agar menjadi tenang dan
bersikap lembut terhadap bayi yang dibawanya yang pada suatu hari
akan menjadi Nabi. Sebagaimana Allah s.w.t memerintahkan kepada api
agar menjadi dingin dan membawa keselamatan bagi Nabi Ibrahim,
begitu juga Allah s.w.t memerintahkan kepada sungai Nil agar membawa
Musa dengan tenang dan penuh kelembutan sehingga menyerahkannya ke
istana Fir'aun. Air sungai nil membawa peti yang mulia ini ke istana
Fir'aun. Di sana ombak menyerahkannya kepada tepi pantai kemudian ia
mewasiatkan kepada tepi pantai itu. Dan angin berkata kepada rumput
yang tidur di sisi peti: Jangan engkau banyak bergerak kerana Musa
sedang tidur. Rumput itu pun mentaati perintah angin dan Musa tetap
tidur.
Pada hari itu, matahari menyinari istana Fir'aun. Isteri Fir'aun keluar
berjalan-jalan di kebun istana sebagaimana biasanya. Kita tidak
mengetahui apa gerangan yang menjadikannya berjalan-jalan dan
menempuh jarak yang lebih jauh dari yang biasa di tempuhnya.
Isteri Fir'aun berbeza sekali dengan Fir'aun. Fir'aun adalah seorang kafir
sementara isterinya adalah seorang yang beriman. Fir'aun adalah seorang
yang keras kepala sementara isterinya adalah seorang yang penyayang.
Fir'aun adalah seorang penjahat sementara isterinya adalah seorang yang
lembut dan penuh cinta. Di samping itu, isterinya merasakan kesedihan
yang dalam kerana ia belum mampu melahirkan anak. Ia merindukan
untuk mendapatkan anak. Isteri Fir'aun berhenti di sisi kebun kemudian
bau harum yang datang dari pohon itu menyebarkan perasaan sedih akan
rasa kesendirian. Pada saat yang sama, wanita-wanita yang
membantunya sudah memenuhi tempat-tempat air yang diambil dari
sungai. Tiba-tiba mereka mendapati peti di sisi kaki mereka. Mereka
membawa peti itu seperti semula ke isteri Fir'aun. Ia memerintahkan
untuk membukanya lalu mereka pun membukanya. Betapa terkejutnya
isteri Fir'aun ketika melihat Musa di dalamnya. Maka ia pun merasakan
bahawa ia mencintainya seperti anaknya sendiri. Allah s.w.t menaruh
dalam hatinya rasa cinta kepada Musa sehingga air matanya berlinang.
Kemudian ia membawa peti mati itu. Isteri Fir'aun membolak-balikkan
Musa sambil menangis. Musa terbangun dan ia pun menangis. Musa
tampak lapar ia membutuhkan air susu pagi dan tetap menangis. Fir'aun
duduk di atas meja makan. Ia menantikan isterinya namun yang ditunggu
belum hadir. Fir'aun mulai marah dan mencarinya. Tiba-tiba ia
dikejutkan dengan kedatangan isterinya dengan membawa Musa. Isteri
Fir'aun tampak sangat menyayanginya. Ia terus menciuminya dan air
matanya berlinangan. Fir'aun bertanya, "dari mana datangnya anak kecil
ini?" Kemudian mereka menceritakan kepadanya bahawa mereka
menemukannya di sebuah peti di tepi sungai. Fir'aun berkata: "Ini adalah
salah satu anak Bani Israil. Sesuai dengan peraturan, anak-anak yang lahir
tahun ini harus dibunuh." Mendengar keputusan Fir'aun itu, isteri Fir'aun
berteriak dan ia mendekap Musa lebih keras:
"Dan berkatalah isteri Fir'aun: '(Ia) adalah penyejuk mata hati bagiku
dan bagimu. Janganlah kamu membunuhnya, mudah-mudahan ia
bermanfaat kepada kita atau kita ambil ia jadi anak.'" (QS. al-
Qashash: 9)
Fir'aun tampak kehairanan sekali melihat aksi isterinya yang mendekap
anak kecil yang mereka temukan di tepi sungai. Fir'aun tampak
tercengang kerana isterinya menangis dengan gembira di mana Fir'aun
tidak pernah mendapati isterinya menangis kerana gembira seperti ini.
Fir'aun mulai mengetahui bahawa isterinya menyayangi anak ini seperti
anaknya sendiri. Fir'aun berkata dalam dirinya: Barangkali ia ingat
bahawa ia tidak mampu melahirkan anak dan menginginkan anak ini.
Akhirnya, Fir'aun sepakat atas apa yang dikatakan oleh isterinya. Fir'aun
memenuhi keinginannya dan menyetujuinya untuk mendidik anak ini di
istananya.
Ketika mendengar persetujuan Fir'aun, tampaklah keceriaan yang luar
biasa pada wajah isterinya. Fir'aun belum pernah menyaksikan keceriaan
seperti ini. Fir'aun telah menghadirkan berbagai macam hadiah
kepadanya, juga perhiasan dan budak tetapi ia belum pernah tersenyum
meskipun sekali. Fir'aun menyangka bahawa isterinya tidak mengerti erti
sebuah senyuman. Dan sekarang, Fir'aun melihat sendiri wajahnya
dipenuhi dengan senyum keceriaan. Sementara itu, Musa mulai menangis
kerana lapar. Isteri Fir'aun mengetahui bahawa Musa sedang lapar. Ia
berkata kepada Fir'aun: "Anakku yang kecil sedang lapar." Fir'aun
berkata: "Datangkanlah kepadanya para wanita yang menyusui."
Kemudian didatangkanlah kepadanya seorang wanita yang menyusui dari
istana. Wanita itu mencuba untuk menyusui Musa tetapi apa yang
terjadi? Musa menolaknya. Lalu didatangkan wanita yang kedua sampai
ketiga dan sampai kesepuluh tetapi Musa tetap menangis dan tidak ingin
menyusu kepada seorang pun di antara mereka. Melihat kenyataan itu,
isteri Fir'aun menangis kerana tidak tahan melihat penderitaan anak kecil
itu. Ia tidak mengetahui apa yang harus dilakukannya.
Bukan hanya isteri Fir'aun satu-satunya yang merasa sedih dan menangis,
ibu Musa adalah wanita lain yang merasa sedih dan menangis. Ketika ia
melemparkan Musa ke sungai Nil, ia merasa bahawa ia sedang
melemparkan buah hatinya di sungai. Lalu peti yang dilemparkan itu
hilang dibawa oleh air sungai dan beritanya pun tersembunyi. Dan ketika
datang waktu pagi, ibu Musa merasakan kesedihan yang selalu
menghantuinya. Hampir saja ia pergi ke istana Fir'aun untuk
mendapatkan berita tentang anaknya kalau bukan kerana Allah s.w.t
menarah kedamaian dalam hatinya sehingga ia menyerahkan urusan
anaknya kepada Allah s.w.t. Alhasil, ia berkata kepada saudara
perempuan Musa: "Pergilah dengan tenang ke istana Fir'aun dan
berusahalah untuk mendapatkan berita tentang Musa dan hendaklah
engkau hati-hati agar jangan sampai mereka mengetahuimu." Kemudian
saudara perempuan Musa pergi dengan tenang. Akhirnya, ia
mendengarkan kisah tentang Musa secara sempurna. Ia melihat Musa dari
kejauhan dan mendengarkan suara tangisannya. Ia melihat mereka dalam
keadaan kebingungan di mana mereka tidak mengetahui bagaimana
menyusuinya. Ia mendengar bahawa Musa menolak setiap wanita yang
mencuba menyusuinya.
Saudara perempuan Musa berkata kepada para pengawal Fir'aun: "Apakah
kalian mahu aku tunjukkan suatu keluarga yang dapat menyusuinya dan
dapat mengasuhnya." Isteri Fir'aun menjawab: "Seandainya engkau dapat
membawa kepada kami wanita yang dapat menyusuinya dan dapat
mengasuhnya nescaya kami akan memberimu hadiah yang besar. Yakni
sesuatu yang engkau inginkan akan kami penuhi." Lalu saudara
perempuan Musa itu kembali dan menghadirkan ibunya. Si ibu
menyusuinya dan Musa pun menyusu dengan tenang. Melihat hal itu,
Isteri Fir'aun sangat gembira dan berkata: "Bawalah dia sehingga masa
penyusuannya selesai, lalu kembalikanlah dia kepada kami dan kami akan
memberimu suatu balasan yang besar atas penyusuan dan pendidikan
yang engkau berikan."
Demikianlah Allah s.w.t mengembalikan Musa kepada ibunya agar ia
merasa gembira dan hatinya menjadi tenang dan tidak bersedih serta
agar ia mengetahui bahawa janji Allah s.w.t benar dan bahawa perintah-
Nya dan ketentuan-Nya pasti terlaksana meskipun banyak rintangan dan
tantangan. Allah s.w.t berfirman:
"Dan menjadi kosonglah hati ibu Musa. Sesungguhnya hampir saja ia
menyatakan rahsia tentang Musa, seandainya tidak Kami teguhkan
hatinya, supaya ia termasuk orang-orang yang percaya (kepada janji
Allah). Dan berkatalah ibu Musa kepada saudara Musa yang
perempuan: 'Ikutilah dia.' Maka kelihatanlah olehnya Musa dari jauh,
sedang mereka tidak mengetahuinya, dam Kami cegah Musa dari
menyusu kepada perempuan-perempuan yang mahu menyusui(nya)
sebelum itu; maka berkatalah saudara Musa: 'Maukah kamu aku
tunjukkan kepadamu ahlu bait yang akan memeliharanya untukmu
dan mereka dapat berlaku baik kepadanya?'. Maka Kami kembalikan
Musa kepada ibunya, supaya senang hatinya dan tidak berduka cita
dan supaya ia mengetahui bahawa janji Allah itu adalah benar, tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahuinya." (QS. al-Qashash: 10-13)
Ibu Musa menyempurnakan penyusuan lalu menyerahkannya ke rumah
Fir'aun. Saat itu Musa disenangi dan disukai semua orang. Allah s.w.t
berfirman:
Dan Aku telah melimpahkan kepadamu kasih sayang yang datang dari-
Ku; dan supaya kamu diasuh di bawah pengawasan-Ku." (QS.Thaha:
39)
Tiada seorang pun yang melihat Musa kecuali ia akan mencintainya. Musa
dididik di istana terbesar di bawah bimbingan dan penjagaan Allah s.w.t.
Pendidikan Musa dimulai di rumah Fir'aun di mana di dalamnya terdapat
ahli pendidikan dan para pengajar. Mesir saat itu merupakan negara yang
besar di dunia dan Fir'aun sebagai raja yang paling kuat. kerana itu,
secara sederhana Fir'aun mampu mengumpulkan para pakar pendidikan
dan para cendekiawan. Demikianlah hikmah Allah s.w.t berkehendak agar
Musa terdidik di bawah pendidikan yang besar dan ditangani pakar-pakar
pendidikan yang terlatih. Ironisnya, hal ini terjadi di rumah musuhnya
yang pada suatu hari nanti akan hancur di tangannya, sebagai bentuk
pelaksanaan dari perintah Allah s.w.t.
Musa tumbuh di rumah Fir'aun. Beliau mempelajari ilmu hisab, ilmu
bangunan, ilmu kimia, dan bahasa. Beliau tidur di bawah bimbingan
agama. Oleh kerana itu, Musa tidak mendengar omongan kosong yang
dikatakan oleh pendidik tentang ketuhanan Fir'aun. Jarang sekali ia
mendengar bahawa Fir'aun adalah tuhan. Beliau pun menepis pernyataan
dan anggapan ini. Beliau tinggal bersama Fir'aun di satu rumah. Beliau
mengetahui lebih daripada orang lain bahawa Fir'aun hanya sekadar
manusia biasa tetapi ia orang yang lalim. Musa mengetahui bahawa ia
bukanlah anak dari Fir'aun. Beliau adalah salah seorang dari Bani Israil.
Beliau menyaksikan bagaimana pengawal-pengawal Fir'aun dan para
pengikutnya menindas Bani Israil. Akhirnya, Musa tumbuh besar dan
mencapai kekuatannya.
Ketika para pengawal lalai darinya, Musa memasuki kota. Musa berjalan-
jalan di sekitar kota. Kemudian Musa mendapati seorang lelaki dari
pengikut Fir'aun yang sedang berkelahi dengan seseorang dari Bani Israil.
Lalu seseorang yang lemah dari kedua orang itu meminta tolong
kepadanya. Musa pun turut campur dalam urusan itu. Musa mendorong
dengan tangannya seorang lelaki yang berbuat aniaya itu. Ternyata Musa
membunuhnya. Saat itu Musa memang terkenal sebagai orang yang kuat
sampai pada batas di mana dengan sekali pukul saja untuk melerai
musuhnya, ia justru membunuhnya. Tentu Musa tidak sengaja untuk
membunuh orang laki-laki itu. Tetapi apa yang terjadi? Lelaki itu
tersungkur dan kemudian mati. Musa berkata kepada dirinya: Ini adalah
perbuatan setan. Sesungguhnya ia adalah musuh yang menyesatkan dan
nyata. Kemudian Musa berdoa kepada Tuhannya dan berkata: "Ya
Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku maka ampunilah
aku." Allah s.w.t pun mengampuninya. Dia Maha Pengampun dan Maha
Penyayang. Allah s.w.t berfirman:
"Dan setelah Musa sudah cukup umur dan sempurna akalnya, Kami
berikan kepadanya hikmah kenabian dan pengetahuan. Dan
demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat
baik. Dan Musa masuk ke kota (Memphis) ketika penduduknya sedang
lemah, maka didapatinya di dalam kota itu dua orang laki-laki yang
berkelahi; yang seorang dari golongannya (Bani Israil) dan seorang
lagi dari musuhnya (kaum Fir'aun). Maka orang yang dari golongannya
meminta pertolongan darinya, untuk mengalahkan orang yang dari
musuhnya lalu Musa meninjunya, dan matilah musuhnya itu. Musa
berkata: 'Ini adalah perbuatan setan. Sesungguhnya setan itu adalah
musuh yang menyesatkan lagi nyata (permusuhannya). Musa berdoa:
'Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri
kerana itu ampunilah aku.' Maka Allah mengampuninya,
sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Musa berkata: 'Ya Tuhanku, demi nikmat yang telah Engkau
anugerahkan kepadaku, aku sekali-kali tiada akan menjadi penolong
bagi orang-orang yang berdosa.'" (QS. al-Qashash: 14-17)
Kemudian Nabi Musa menjadi takut di tengah-tengah kota dan merasa
terancam. Dalam ayat itu digambarkan bagaimana Nabi Musa merasakan
ketakutan di mana ia mengkhuatirkan kejahatan akan datang padanya
pada setiap langkahnya, dan ia begitu sensitif melihat gerak-geri di
sekitarnya. Nabi Musa saat itu menampakkan kegoncangan jiwa yang
dahsyat. Sebenarnya Nabi Musa hanya ingin mempertahankan dirinya saat
menolong seseorang dari Bani Israil. Ketika itu Nabi Musa mendorong
dengan tangannya dan bertujuan memisahkan orang Mesir dari orang
Israil tetapi ia justru membunuhnya.
Dalam undang-undang positif dinyatakan bahawa pembunuhan semacam
ini dianggap sebagai pembunuhan kerana keteledoran atau kerana
kesalahan bukan kerana faktor kesengajaan sehingga kerananya yang
bersangkutan tidak akan mendapatkan suatu hukuman yang berat.
Biasanya orang yang melakukan pembunuhan tanpa sengaja akan
mendapatkan keputusan yang meringankannya kerana ia membunuh
tanpa kesengajaan. Tentu kejadian semacam ini tidak dapat dianggap
sebagai pembunuhan dengan sengaja kerana yang bersangkutan tidak
ingin mencelakakan orang lain. Nabi Musa tidak memukul orang itu. Yang
ia lakukan hanya mendorongnya. Atau dengan kata lain, Nabi Musa hanya
sekadar menyingkirkan orang tersebut. Kita akan mengetahui bahawa
Nabi Musa adalah cermin lain dari Nabi Ibrahim. Kedua-duanya dari
kalangan ulul azmi, tetapi Nabi Ibrahim adalah cermin kesabaran dan
kelembutan sementara Nabi Musa adalah cermin dari kekuatan dan
keperkasaan.
Musa menjadi takut dan terancam di tengah-tengah kota. Beliau berjanji
di kemudian hari bahawa beliau tidak akan lagi menjadi sahabat orang-
orang yang berbuat jahat. Beliau tidak akan lagi terlibat dalam
pertengkaran dan permusuhan antara sesama penjahat. Di tengah-tengah
perjalanannya, Musa dikejutkan ketika melihat orang yang ditolongnya
kelmarin saat ini lagi-lagi memanggilnya dan minta tolong padanya. Lagi-
lagi orang itu terlibat permusuhan dan pertengkaran dengan seorang
Mesir. Musa mengetahui bahawa orang Israil ini berbuat aniaya. Musa
mengetahui bahawa ia termasuk salah seorang preman di situ. Akhirnya,
Musa berteriak di depan wajah orang Israil itu sambil berkata: "Sungguh
ternyata engkau adalah orang yang jahat."
Musa mengatakan demikian sambil mendorong keduanya dan ia melerai
pertengkaran itu. Orang Israil itu mengira bahawa Musa akan
mencelakakannya maka ia diliputi rasa takut. Sambil meminta kasih
sayang kepada Musa, ia berkata: "Wahai Musa apakah engkau akan
membunuhku sebagaimana engkau membunuh orang yang kelmarin.
Apakah engkau ingin menjadi seorang penguasa di muka bumi dan tidak
ingin menjadi orang yang memperbaiki bumi." Ketika mendengar orang
Israil yang mengatakan demikian, Musa berhenti dan amarahnya mereda.
Musa mengingat apa yang dilakukannya kelmarin dan bagaimana ia
meminta ampun dan bertaubat serta berjanji untuk tidak menjadi
pembantu orang-orang yang berbuat jahat. Musa kemudian kembali dan
meminta ampun kepada Tuhannya.
Orang Mesir yang berkelahi dengan orang Israil itu mengetahui bahawa
Musa adalah pembunuh orang Mesir yang mayatnya mereka temukan
kelmarin. Petugas keamanan Mesir tidak berhasil menyingkap kasus
pembunuhan itu. Akhirnya, rahsia Musa tersingkap lalu seorang lelaki
Mesir yang beriman datang dari penjuru kota. Ia membisikkan kepada
Musa bahawa ada suatu rencana untuk membunuhnya. Ia menasihati Musa
agar meninggalkan Mesir secepatnya.
Allah s.w.t berfirman:
"kerana itu, jadilah Musa di kota itu merasa takut menunggu-nunggu
dengan khuatir (akibat perbuatannya), maka tiba-tiba orang yang
meminta pertolongan kelmarin berteriak meminta pertolongan
kepadanya. Musa berkata kepadanya: 'Sesungguhnya kamu benar-
benar orang yang sesat yang nyata (kesesatannya). Maka tat-kala
Musa memegang dengan keras orang yang menjadi musuh keduanya,
musuhnya berkata: 'Hai Musa apakah kamu bermaksud untuk
membunuhku, sebagaimana kamu kelmarin telah membunuh seorang
manusia? Kamu tidak bermaksud melainkan hendak menjadi orang
yang berbuat sewenang-wenang di negeri (ini), dan tiadalah kamu
hendak menjadi salah seorang dari orang-orang yang mengadakan
perdamaian.' Dan datanglah seorang laki-laki dari ujung kota tergesa-
gesa seraya berkata: 'Hai Musa, sesungguhnya pembesar sedang
berunding tentang kamu. Sesungguhnya aku termasuk orang-orang
yang memberi nasihat kepadamu.'" (QS. al-Qashash: 18-20)
Allah menyembunyikan kepada kita nama laki-laki yang datang
mengingatkan Musa itu. Tetapi menurut hemat kami, ia adalah seorang
lelaki Mesir yang tentu memiliki jabatan penting. Sesuai dengan ayat
tersebut, ia mengetahui adanya persengkongkolan untuk menyingkirkan
Musa dari kedudukan yang tinggi. Seandainya ia orang yang biasa-biasa
saja maka orang itu tidak mengenalnya. Orang itu mengetahui bahawa
Musa tidak berhak untuk mendapatkan hukum bunuh atas dosanya. Musa
membunuh kerana faktor kesalahan, bukan kerana faktor kesengajaan.
Kesalahan semacam itu menurut undang-undang Mesir yang dahulu
dihukum dengan penjara. Lalu, mengapa timbul keinginan untuk
membunuh Musa? Kalau kita memperhatikan nasihat orang Mesir itu
terhadap Musa maka kita akan menemukan jawapannya. Yaitu
perkataannya: "Para pembesar merencanakan persekongkolan untuk
menyingkirkanmu."
Al-Mala' adalah para penguasa atau para pembesar yang
bertanggungjawab pada keamanan. Mereka menyiapkan persekongkolan
untuk menyingkirkan Musa. Apa yang dilakukan oleh Musa - kalau
memang dianggap sebagai suatu kesalahan - adalah kejahatan biasa yang
hanya dituntut dengan hukuman penjara. Lalu siapakah yang membuat
rencana yang demikian, dan siapakah yang mendorong untuk melakukan
persekongkolan untuk membunuhnya? Kami kira bahawa kepala
keamanan Mesir tidak menyukai Musa. Ia mengetahui bahawa Musa
adalah anggota Bani Israil. Ia mengetahui bahawa sampainya peti di
istana Fir'aun merupakan suatu rekayasa yang dirancang oleh musuh-
musuhnya yang menginginkan kedudukannya. Ini bererti kerana
keteledorannya dan ketelodaran anak-anak buahnya. Berapa kali orang
itu menasihati dan menganjurkan agar Musa dibunuh tetapi Fir'aun justru
menampik fikiran itu. Dan ketika datang saat yang ditentukan untuk
membunuh Musa, Fir'aun justru tunduk terhadap Isterinya yang sangat
mencintai Musa.
Akhirnya, kesempatan emas ada di depannya. Para pembantunya
mengatakan kepadanya bahawa Musalah yang membunuh orang Mesir
yang mereka temukan jasadnya kelmarin. Selesailah urusan ini.
Kemudian datanglah perintah dan kesempatan untuk membunuh Musa.
Orang-orang yang membenci Musa mulai mendapatkan angin
kegembiraan di mana mereka akan melihat Musa terbunuh, tetapi Allah
s.w.t mengirim seorang Mesir yang baik untuk mengingatkan Musa agar
berlari dari kejaran orang-orang yang lalim.
Allah s.w.t berfirman:
"Maka keluarlah Musa dari kota itu dengan rasa takut menunggu-
nunggu dengan khuatir, dia berdoa: 'Ya Tuhanku, selamatkanlah aku
dari orang-orang yang lalim itu.'" (QS. al-Qashash: 21)
Musa meninggalkan kota dan menjadi orang yang terusir. Musa segera
keluar dalam keadaan takut dan sambil waspada Musa selalu berdoa
dalam hatinya: "Ya Tuhanku, selamatkanlah aku dari orang-orang yang
lalim." Kaum itu memang benar-benar orang-orang yang lalim. Mereka
ingin menerapkan hukuman bagi pembunuh dengan sengaja atas Musa,
padahal Musa tidak melakukan selain berusaha memisahkan orang yang
berkelahi tetapi dengan tidak sengaja ia membunuhnya. Musa segera
keluar dari Mesir. Beliau tidak lagi pergi ke istana Fir'aun dan tidak
mengganti pakaiannya, dan beliau tidak membawa makanan untuk
perjalanan. Beliau tidak membawa binatang tunggangan yang dapat
menghantarkannya. Beliau tidak pergi bersama suatu kafilah. Beliau
langsung pergi ketika mendapatkan khabar dari seorang mukmin yang
mengingatkannya dari ancaman Fir'aun.
Musa melalui jalan yang tidak lazim dilalui orang biasa. Musa memasuki
gurun dan ia menuju ke suatu tempat yang di situ Allah s.w.t
membimbingnya. Ini adalah pertama kalinya beliau keluar dan
mengharungi gurun pasir sendirian. Kemudian sampailah Musa di suatu
tempat yang bernama Madyan. Musa istirahat dan duduk-duduk di dekat
sumur yang besar di mana di situ orang-orang mengambil air untuk
memberi minum kepada binatang-binatang tunggangan mereka dan
binatang-binatang gembalaan mereka. Musa tidak membawa makanan
selain daun-daun pohon. Musa minum dari sumur-sumur yang
ditemukannya di tengah jalan. Sepanjang perjalanan Musa merasakan
ketakutan; jangan-jangan Fir'aun mengirim orang untuk menangkapnya.
Ketika Musa sampai di kota Madyan Musa berbaring di sisi pohon dan
istirahat. Musa merasa lapar dan keletihan. Sandal yang dipakainya
tampak mulai rosak. Beliau tidak mempunyai wang yang cukup untuk
membeli sandal baru, dan beliau juga tidak mempunyai wang yang cukup
untuk membeli makanan dan minuman.
Nabi Musa memperhatikan kumpulan pengembala yang sedang
mengambil air untuk kambing-kambing mereka. Musa ingat bahawa ia
sedang lapar dan haus. Ia berkata dalam dirinya: Aku tidak dapat
memenuhi perutku dengan air selama aku tidak memiliki wang yang
cukup untuk membeli makanan. Musa berjalan menuju tempat air.
Sebelum sampai, ia mendapati dua orang perempuan yang sedang
menyendirikan kambing-kambingnya agar jangan sampai tercampur
dengan kambing orang lain. Melalui ilham, Musa merasa bahawa kedua
wanita itu membutuhkan pertolongan. Musa lupa terhadap rasa hausnya,
lalu beliau menuju ke arah mereka dan bertanya, apakah ia dapat
membantu mereka? Lalu seorang gadis yang paling tua berkata: "Kami
menunggu sampai selesainya para gembala itu mengambil air untuk
binatang gembalaan mereka." Musa bertanya: "Mengapa kalian tidak
mengambil air sekarang?" Gadis yang paling kecil berkata: "Kami tidak
mampu untuk berdesak-desakan dengan kaum lelaki." Nabi Musa
kehairanan kerana mengetahui kedua gadis itu menggembala kambing.
Seharusnya yang mengembala kambing adalah kaum lelaki. Ini adalah
tugas yang berat dan sangat melelahkan. Musa bertanya: "Mengapa kalian
menggembala kambing?" Masih kata gadis yang paling kecil: "Orang tua
kami sudah tua di mana kesehatannya tidak dapat membantunya untuk
keluar dari rumah dan menggembala kambing setiap hari." Musa berkata:
"Kalau begitu, aku akan membantu kalian untuk mengambil air tersebut."
Musa berjalan menuju tempat air. Musa mengetahui bahawa para
penggembala meletakkan di atas bibir air suatu batu besar yang tidak
bisa digerakkan kecuali oleh sepuluh orang. Musa merangkul dan
mengangkatnya dari bibir sumur. Otot-otot Musa tampak menonjol saat
memindahkan batu itu. Musa adalah seorang lelaki yang kuat. Akhirnya,
Musa berhasil mengambilkan air bagi remaja puteri itu, dan kemudian ia
mengembalikan batu itu ke tempatnya. Musa kembali duduk di bawah
naungan pohon. Saat itu Musa lupa untuk minum. Perut Musa menempel
ke punggungnya kerana saking laparnya. Musa mengingat Allah s.w.t dan
memanggil-Nya dalam hatinya:
"Ya Tuhanku, sesungguhnya aku sangat memerlukan suatu kebaikan
yang Engkau turunkan kepadaku." (QS. al-Qashash: 24)
"Dan tatkala ia menghadap ke jurusan negeri Madyan ia berdoa (lagi):
'Mudah-mudahan Tuhanku memimpinku ke jalan yang benar.' Dan
tatkala ia sampai di sumber air negeri Madyan ia menjumpai di sana
sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia
menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang
sedang menambat (ternaknya) Musa berkata: 'Apakah maksudmu
(dengan berbuat begitu)?' Kedua wanita itu menjawab: 'Kami tidak
dapat meminumkan (ternak kami), sebelum pengembala-pengembala
itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami adalah orang tua
yang telah lanjut umurnya.' Maka Musa memberi minum ternak itu
untuk (menolong) keduanya, kemudian dia kembali ke tempat yang
teduh lalu berdoa: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya aku sangat
memerlukan suatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku.'" (QS.
al-Qashash: 22-24)
Marilah kita tinggalkan sejenak Nabi Musa yang sedang duduk di bawah
naungan pohon untuk kemudian kita melihat apa yang terjadi pada kedua
gadis itu. Kedua gadis itu kembali ke rumah ayahnya. Si ayah bertanya:
"Hari ini kalian kembali lebih cepat dari biasanya?" Gadis yang paling tua
berkata: "Sungguh hari ini kami sangat beruntung. Wahai ayah, kami
bertemu dengan seorang lelaki yang mulia yang mengambilkan air bagi
haiwan kami sebelum orang-orang lain mengambilnya." Si ayah berkata:
"Alhamdulillah." Gadis yang paling kecil berkata: "Saya kira wahai ayahku
dia datang dari tempat yang jauh dan tampak ia sedang lapar. Saya
melihat dia dalam keadaan kecapaian meskipun ia seorang lelaki yang
kuat."
Si ayah berkata kepada anak perempuannya: Pergilah engkau padanya
dan katakan, sesungguhnya ayahku memanggilmu untuk memberimu
upah atas jasamu mengambilkan air untukku. Kemudian anak perempuan
itu pergi menemui Musa dalam keadaan hatinya berdebar-debar.
Perempuan itu berdiri di depan Musa dan menyampaikan surat dari
ayahnya. Musa bangkit dari tempat duduknya dan pandangannya tertuju
ke bawah. Musa tidak bermaksud mengambilkan air untuk mereka dengan
tujuan mengharapkan upah dari mereka. Beliau membantu mereka hanya
semata-mata kerana Allah s.w.t. Beliau merasakan dalam dirinya bahawa
Allah s.w.t-lah yang mengarahkan beliau untuk membantu mereka.
Gadis itu berjalan di depan Musa kemudian bertiuplah angin dan
menyentuh pakaiannya sehingga Musa menundukkan pandangan matanya
kerana merasa malu. Musa berkata kepadanya: "Saya akan berjalan di
depanmu dan tunjukkanlah jalan kepadaku." Mereka pun sampai di
kediaman si ayah. Sebahagian ahli tafsir mengatakan bahawa si ayah ini
adalah Nabi Syu'aib. Beliau memperoleh usia yang panjang setelah
kematian kaumnya. Ada juga yang mengatakan bahawa si ayah adalah
putera dari saudara Syu'aib. Ada yang mengatakan bahawa ia adalah anak
dari pamannya, dan ada juga yang mengatakan bahawa ia adalah seorang
lelaki mukmin dari kaumnya. Yang jelas, ia adalah seorang tua yang
soleh. Orang tua itu menghidangkan kepada Nabi Musa makanan siang
dan bertanya kepadanya dari mana ia datang dan kemudian ke mana ia
akan pergi.
Musa mengungkapkan ceritanya. Orang tua itu berkata kepadanya,
jangan khuatir dan jangan takut. Engkau akan selamat dari orang-orang
yang lalim. Negeri ini tidak tunduk pada Mesir dan mereka tidak akan
sampai di sini. Mendengar ucapan itu, Musa menjadi tenang dan bangkit
untuk pergi. Salah seorang anak perempuan itu berkata kepada ayahnya
dengan berbisik: "Wahai ayahku, berilah dia upah." Sesungguhnya engkau
akan memberikan upah kepada seorang yang kuat dan jujur. Si ayah
bertanya kepadanya: "Bagaimana engkau mengetahui dia seorang lelaki
yang kuat?" Anak perempuannya menjawab: "Saya lihat sendiri ia
mengangkat batu yang tidak mampu diangkat oleh sepuluh orang lelaki."
Si ayah bertanya lagi: "Bagaimana engkau mengetahui bahawa dia
seseorang yang jujur." Perempuan itu menjawab: "Ia menolak untuk
berjalan di belakangku dan ia berjalan di depanku sehingga ia tidak
melihatku saat aku berjalan, dan selama perjalanan saat aku berbincang-
bincang padanya, dia selalu menundukkan matanya ke tanah sebagai rasa
malu dan adab yang baik darinya."
Kemudian orang tua itu memandangi Musa dan berkata padanya: "Wahai
Musa, aku ingin menikahkanmu dengan salah satu puteriku. Dengan
syarat, hendaklah engkau bekerja menggembala kambing bersamaku
selama delapan tahun. Seandainya engkau menyempurnakan sepuluh
tahun maka itu adalah kemurahan darimu. Aku tidak ingin
menyusahkanmu. Sungguh insya-Allah engkau akan mendapatiku
termasuk orang-orang yang saleh." Musa berkata: "Ini adalah kesepakatan
antar aku dan engkau dan Allah s.w.t sebagai saksi atas kesepakatan kita,
baik aku melaksanakan pekerjaan selama delapan tahun mahupun
sepuluh tahun. Setelah itu, aku bebas untuk pergi ke mana saja."
Allah s.w.t berfirman:
"Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita
itu berjalan kemalu-maluan, ia berkata: 'Sesungguhnya bapakku
memanggil kamu agar ia memberi balasan terhadap (kebaikan) mu
memberi minum (ternak) kami.' Maka tatkala Musa mendatangi
bapaknya (Syu'aib) dan menceritakan kepadanya cerita (mengenai
dirinya), Syu'aib berkata: 'Janganlah kamu takut. Kamu telah selamat
dari orang-orang yang lalim itu.' Salah seorang dari kedua wanita itu
berkata: 'Wahai bapakku, ambillah ia sebagai orang yang bekerja
(pada kita), kerana sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu
ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat
dipercayai. Berkatalah dia (Syu'aib): 'Sesungguhnya aku bermaksud
menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas
dasar bahawa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu
cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu,
maka aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu Insya-Allah akan
mendapatiku termasuk orang-orang yang baik.' Dia (Musa) berkata:
'Itulah (perjanjian) antara aku dan kamu. Mana saja dari kedua waktu
yang ditentukan itu aku sempurnakan, maka tidak ada tuntutan
tambahan atas diriku (lagi). Dan Allah adalah saksi atas apa yang aku
ucapkan.'" (QS. al-Qashash: 25-28)
Ketika sampai pada kisah ini, banyak pena bertebaran untuk
mendapatkan jawapan dari pertanyaan-pertanyaan yang mencuba
menerobos kesamaran. Mereka bertanya tentang anak perempuan yang
menikahi Musa: apakah anak perempuan yang paling besar ataukah anak
perempuan yang paling kecil, dan Musa memilih masa bekerja delapan
tahun atau sepuluh tahun. Bahkan mereka menyampaikan berbagai
macam riwayat dan kisah yang mereka yakini kebenarannya. Kami sendiri
meyakini bahawa Musa menikah dengan salah satu anak perempuan dari
orang tua itu tetapi kita tidak mengetahui siapa dia dan siapa namanya.
Kami meyakini bahawa beliau menikah dengan gadis yang memanggilnya
untuk menemui ayahnya. Kemudian gadis itulah yang menganjurkan
ayahnya agar memberikan upah padanya.
Al-Quran al-Karim melalui konteks ayatnya menyingkap bentuk
kekaguman yang tersembunyi di balik gadis itu terhadap Musa. Barangkali
orang tuanya mengetahui bahawa anak perempuannya menaruh rasa
cinta kepada Musa, dan boleh jadi ketika berbicara tentang pernikahan
kepada Musa, ia menyerahkan sepenuhnya kebebasan Musa untuk
memilih. Mungkin Musa memilih sendiri gadis mana yang diminatinya.
Tetapi, siapa gadis yang dipilih oleh Musa: apakah gadis yang paling tua
atau gadis yang paling kecil? Yang jelas Al-Quran tidak menyebutkan hal
tersebut, meskipun ia hanya memberikan isyarat kepadanya dalam
firman-Nya:
"Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita
itu berjalan kemalu-maluan. " (QS. al-Qashash: 25)
Begitu juga Al-Quran al-Karim tidak menyebutkan waktu yang dihabiskan
oleh Musa saat ia bekerja: apakah sepuluh tahun atau beliau merasa
cukup dengan delapan tahun. Kami sendiri meyakini sesuai dengan
kebiasaan Musa dan kemurahannya serta kenabiannya serta
kedudukannya sebagai salah satu nabi ulul azmi bahawa beliau memilih
masa yang paling lama, yaitu sepuluh tahun. Pendapat itu juga didukung
oleh hadis Ibnu Abas.
Demikianlah Nabi Musa mengabdi kepada orang tua itu selama sepuluh
tahun penuh. Pekerjaan Nabi Musa terbatas pada keluar dari rumah di
waktu pagi untuk menggembala kambing. Kami kira bahawa sepuluh
tahun masa yang dihabiskan oleh Nabi Musa di Madyan merupakan suatu
ketentuan yang dirancang oleh Allah s.w.t. Musa berdasarkan agama
Yakub. Kakek beliau adalah Yakub dan Yakub sendiri adalah cucu dari
Ibrahim. Dengan demikian, Musa adalah cucu dari Ibrahim dan setiap nabi
yang datang setelah Ibrahim berasal dari sulbinya. Maka dari sini kita
memahami bahawa Musa berada di atas agama ayah-ayahnya dan datuk-
datuknya.
Nabi Musa berdasarkan Islam dan agama tauhid. Nabi Musa menghabiskan
masa sepuluh tahun itu dalam keadaan jauh dari kaumnya dan
keluarganya. Masa sepuluh tahun ini adalah masa yang paling penting
dalam kehidupannya. Ia merupakan masa persiapan yang besar. Pada
setiap malam Musa merenungkan bintang-bintang. Musa mengikuti
terbitnya matahari dan tenggelamnya. Pada setiap siang Musa
memikirkan tumbuh-tumbuhan: bagaimana ia membelah tanah dan
mekar. Musa memperhatikan air: bagaimana ia menghidupkan bumi
setelah bumi itu mati, lalu bumi itu menjadi tempat yang indah dan
subur. Musa memperhatikan alam yang luas dan ia tampak tercengang
dan kagum dengan ciptaan Allah s.w.t.
Sebenarnya pemikiran-pemikiran dan perenungan-perenungan tersebut
jauh-jauh hari sudah tersembunyi di dalam dirinya dan menetap di dalam
jiwanya. Bukankah Musa telah terdidik di istana Fir'aun. Ini bererti
bahawa beliau menjadi seorang Mesir yang mempunyai wawasan yang
luas; orang Mesir yang menunjukkan kekuatan fizikalnya; orang Mesir
dengan segala makanannya dan minumannya. Jadi, segala hal yang ada
pada Musa berbau Mesir. Musa siap-siap untuk menerima wahyu Ilahi dari
bentuk yang baru. Yaitu wahyu Ilahi yang langsung datang tanpa
perantara seorang malaikat di mana Allah s.w.t akan berbicara
dengannya tanpa perantara.
Oleh kerana itu, sebelum datangnya wahyu itu perlu adanya persiapan
mental dan moral, sedangkan persiapan fizik telah selesai dilaluinya di
Mesir. Musa tumbuh di istana yang paling besar yang dimiliki penguasa di
bumi dan di suatu pemerintahan yang paling kaya di bumi. Musa menjadi
seorang pemuda yang kuat di mana hanya sekadar memisahkan seseorang
yang berkelahi, ia justru membunuhnya. Setelah persiapan fizik yang
sangat kuat, kini Musa harus melewati persiapan mental yang seimbang.
Yaitu persiapan yang dilakukan melalui pengasingan yang sempurna di
mana beliau hidup di tengah-tengah gurun dan tempat penggembalaan
yang beliau belum pernah menginjakkan kakinya di sana. Beliau hidup di
tengah-tengah orang asing yang belum pernah beliau lihat sebelumnya.
Sering kali Musa mendapatkan kesunyian dan keheningan di balik
pengasingan itu. Allah s.w.t mempersiapkan hal tersebut kepada nabi-
Nya agar setelah itu beliau mampu memegang amanat yang besar dari
Allah s.w.t. Datanglah suatu hari atas Musa. Selesailah masa yang
ditentukan. Kemudian Musa merasakan kerinduan untuk kembali ke
Mesir. Dengan berlalunya waktu, hukuman yang harus dijalaninya dengan
sendirinya gugur. Musa mengetahui hal itu, tetapi beliau juga mengetahui
bahawa undang-undang di Mesir sebenarnya terletak pada kekuatan
penguasa; jika penguasa berkehendak maka Musa dapat menerima
hukuman dan jika tidak berkehendak maka dia akan memaafkannya,
meskipun yang bersangkutan berhak mendapatkan hukuman. Alhasil,
Musa menyedari hal itu, Musa tidak sepenuhnya yakin ia akan selamat
ketika beliau menginjakkan kakinya di Mesir seperti keyakinannya
bahawa beliau selamat di tempatnya sekarang. Meskipun demikian, rasa
rindunya untuk melakukan perjalanan kembali ke tempatnya mendorong
Musa segera menuju ke Mesir. Musa tepat mengambil keputusan.
Musa berkata kepada Isterinya: "Besok kita akan memulai perjalanan ke
Mesir." Isterinya berkata dalam dirinya: "Di dalam perjalanan terdapat
seribu macam bahaya tetapi ketenangan tetap menghiasai wajah Musa."
Isteri Musa tetap taat kepada Musa. Nabi Musa sendiri tidak mengetahui
rahsia tentang keputusannya yang cepat untuk kembali ke Mesir setelah
sepuluh tahun beliau pergi melarikan diri, lalu mengapa sekarang ia
kembali ke sana? Apakah beliau rindu kepada ibunya dan saudaranya?
Apakah beliau berfikir untuk mengunjungi Isteri Fir'aun yang telah
mendidiknya layaknya ibunya dan sangat mencintainya layaknya ibunya
sendiri? Tidak ada seorang pun yang mengetahui apa yang terlintas dalam
diri Musa saat beliau berkeinginan untuk kembali ke Mesir. Hanya saja,
yang kita ketahui bahawa Nabi Musa terbimbing dengan ketetapan-
ketetapan Ilahi sehingga beliau tidak melangkahkan kakinya kecuali
berdasarkan ketetapan tersebut.
Musa keluar bersama keluarganya dan melakukan perjalanan. Bulan
bersembunyi di balik gumpalan awan yang tebal, dan kegelapan
rnenyelimuti sana-sini. Sementara itu, petir menyambar sangat keras dan
langit menurunkan hujan. Cuaca tampak tidak bersahabat. Di tengah-
tengah perjalanannya, Musa tersesat. Musa mendapatkan dua potongan
batu kemudian beliau memukulkan kedua-nya dan menggesek-gesekan
keduanya agar mendapatkan api darinya sehingga beliau dapat berjalan.
Tetapi sayang, beliau tidak mampu melakukan hal itu. Angin yang
bertiup kencang memadamkan api kecil itu.
Nabi Musa berdiri dalam keadaaan bingung dan tubuhnya tampak
menggigil di tengah-tengah keluarganya. Kemudian Nabi Musa
mengangkat kepalanya dan menyaksikan sesuatu dari jauh. Sesuatu yang
beliau saksikan adalah api yang sangat besar yang menyala-nyala dari
kejauhan. Maka hati Musa dipenuhi dengan rasa gembira. Ia berkata
kepada keluarganya: "Aku melihat api di sana." Lalu beliau
memerintahkan kepada mereka untuk tinggal di tempatnya sehingga
beliau pergi ke api itu. Barangkali di sana beliau mendapatkan suatu
berita atau akan menemukan seseorang yang dapat memberinya
petunjuk sehingga beliau tidak tersesat, atau beliau dapat membawa
sebahagian api yang menyala sehingga tubuh mereka menjadi hangat.
Keluarganya melihat api yang diisyaratkan oleh Musa tetapi sebenarnya
mereka tidak melihat sesuatu pun. Mereka tetap mentaatinya dan duduk
sambil menunggu kedatangan Musa. Musa bergerak menuju ke tempat
api. Musa segera berjalan untuk menghangatkan tubuhnya, sementara
tangan kanannya memegang tongkatnya dan tubuhnya tampak basah
kuyup kerana hujan. Nabi Musa tetap berjalan sampai ia mencapai suatu
lembah yang bernama Thua'. Beliau menyaksikan sesuatu yang unik di
lembah ini. Di lembah itu tidak ada rasa dingin dan tidak ada angin yang
bertiup. Yang ada hanya keheningan. Nabi Musa mendekati api. Belum
lama beliau mendekatinya sehingga beliau mendengar suara panggilan:
"Maka tatkala dia tiba di (tempat) api itu, diserulah dia: 'bahawa telah
diberkati orang-orang yang berada di dekat api itu, dan orang-orang yang
berada di sekitarnya. Dan Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam." (QS.
an-Naml: 8)
Tiba-tiba Nabi Musa berhenti dan badannya menggigil. Suara itu tampak
terdengar dan datang dari segala tempat dan tidak berasal dari tempat
tertentu. Musa melihat api dan beliau kembali merasa menggigil. Beliau
mendapati suatu pohon hijau dari duri dan setiap kali pohon itu terbakar
dan berkobar api darinya maka pohon itu justru semakin hijau.
Seharusnya pohon itu berubah warnanya menjadi hitam saat terbakar,
tetapi anehnya api justru meningkatkan warna hijaunya. Musa tetap
menggigil meskipun beliau merasakan kehangatan dan tampak mulai
berkeringat.
Lembah yang di situ Musa berdiri adalah lembah Thua'. Musa meletakkan
kedua tangannya di atas kedua matanya kerana saking dahsyatnya
cahaya. Beliau melakukan yang demikian itu sebagai usaha untuk
melindungi kedua matanya. Kemudian Musa bertanya dalam dirinya: Ini
cahaya atau api? Tiba-tiba beliau tersungkur ke tanah sebagai wujud rasa
takut, lalu Allah s.w.t memanggil:
"Wahai Musa." (QS. Thaha: 11)
Musa mengangkat kepalanya dan berkata: "Ya." Allah berkata:
"Sesungguhnya Aku adalah Tuhanmu." (QS. Thaha: 12)
Musa semakin menggigil dan berkata: "Benar wahai Tuhanku."
Allah s.w.t berkata: "Maka lepaskanlah kedua sandalmu sesungguhnya
engkau berada di lembah yang suci yang bernama Thua'." Musa tertunduk
dan rukuk sementara tubuhnya tampak gementar dan beliau mulai
melepas sandalnya Allah s.w.t berkata:
Maka tinggalkanlah kedua terompahmu; sesungguhnya kamu berada
di lembah yang suci, Thuwa'. " (QS. Thaha: 12)
Musa rukuk dan melepas kedua sandalnya. Kemudian Allah s.w.t kembali
berkata:
"Dan Aku telah memilih kamu, maka dengarkanlah apa yang akan
diwahyukan (kepadamu). Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak
ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah
salat untuk mengingat Aku. Sesungguhnya hari kiamat itu akan
datang. Aku merahsiakan (waktunya) agar supaya tiap-tiap diri itu
dibalas dengan apa yang diusahakan. Maka sekali-kali janganlah kamu
dipalingkan darinya oleh orang yang tidak beriman kepadanya dan
oleh orang yang mengikuti hawa nafsunya, yang menyebabkan kamu
binasa." (QS. Thaha: 13-16)
Musa semakin gementar saat beliau menerima wahyu Ilahi dan saat
berdialog dengan Allah s.w.t. Allah s.w.t yang Maha Pengasih dan Maha
Penyayang berkata:
"Apakah itu yang ada di tangan kananmu, hai Musa?" (QS. Thaha: 17)
Bertambahlah kehairanan Nabi Musa. Allah s.w.t adalah Zat yang
mengajaknya berbicara dan tentu Dia lebih mengetahui daripada Musa
tentang apa yang dipegangnya, lalu mengapa Allah s.w.t bertanya
kepadanya jika memang Dia lebih mengetahui darinya. Tak ragu lagi
bahawa di sana ada hikmah yang tinggi. Musa menjawab pertanyaan itu
dengan suaranya yang tampak mengigil:
"Ini adalah tongkatku, aku bertelekan padanya, dan aku pukul (daun)
dengannya untuk kambingku, dan bagiku ada lagi keperluan yang lain
padanya." (QS. Thaha: 18)
Allah berfirman:
"Lemparkanlah ia, hai Musa!" (QS. Thaha: 19)
Musa
melemparkan tongkatnya dari tangannya dan rasa hairannya semakin menjadi-jadi.
Tiba-tiba Musa dikejutkan ketika melihat tongkat itu menjadi ular yang besar.
Ular itu bergerak dengan cepat. Musa tidak mampu lagi menahan rasa takutnya.
Musa merasa tubuhnya bergetar kerana rasa takut. Musa membalikkan tubuhnya
kerana takut dan ia mulai lari. Belum lama ia lari, belum sampai dua langkah,
Allah s.w.t memanggilnya:
"Hai Musa, janganlah kamu takut, sesungguhnya orang yang
menjadikan rasul, tidak takut di hadapanku. " (QS. an-Naml:
10)
"Hai Musa datanglah kepada-Ku dan janganlah kamu takut.
Sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang aman. " (QS. al- Qashash:
31)
Musa
kembali memutar badannya dan berdiri. Tongkat itu tampak bergerak dan ular itu
pun tetap bergerak. Allah s.w.t berkata kepada Musa:
"Peganglah ia dan janganlah takut, Kami akan
mengembalikannya kepada keadaannya semula. " (QS. Thaha:
21)
Musa
menghulurkan tangannya ke ular itu dalam keadaan menggigil. Musa belum sempat
menyentuhnya sehingga ular itu menjadi tongkat. Demikianlah perintah Allah s.w.t
terjadi dengan cepat. Kemudian Allah s.w.t memerintahkan
kepadanya:
"Masukanlah tanganmu ke leher bajumu, nescaya ia keluar
putih tidak bercacat bukan kerana penyakit, dan dekapkanlah kedua tanganmu (ke
dada)mu bila ketakutan. " (QS. al-Qashash: 32)
Musa
meletakkan tangannya di kantongnya lalu ia mengeluarkannya dan tiba-tiba tangan
itu bersinar bagaikan bulan. Kembali rasa kagum Musa bertambah. Lalu ia
meletakkan tangannya di dadanya sebagaimana diperintahkan Allah s.w.t padanya
sehingga rasa takutnya benar-benar hilang.
Musa
merasa tenang dan terdiam. Kemudian Allah s.w.t memerintahkan kepadanya -
setelah beliau melihat kedua mukjizat ini, yaitu mukjizat tangan dan mukjizat
tongkat - untuk pergi menemui Fir'aun dan berdakwah kepadanya dengan penuh
kelembutan dan kasih sayang dan Allah s.w.t memerintahkan kepadanya untuk
mengeluarkan Bani Israil dari Mesir. Musa menampakkan rasa takutnya kepada
Fir'aun. Musa berkata bahawa ia telah membunuh seseorang di antara mereka dan
beliau khuatir mereka akan membunuhnya dan membalasnya. Musa meminta kepada
Allah s.w.t dan memohon kepada-Nya agar mengirim saudaranya Harun bersamanya.
Allah s.w.t menenangkan Musa dengan mengatakan bahawa Dia akan selalu bersama
mereka berdua. Dia mendengar dan menyaksikan gerak-geri dan perbuatan mereka.
Meskipun Fir'aun terkenal dengan kejahatannya dan kekuatannya, namun kali ini
Fir'aun tidak akan mampu mengganggu atau menyakiti mereka. Allah s.w.t
memberitahu Musa bahawa Dia-lah yang akan menang. Musa berdoa dan memohon kepada
Allah s.w.t agar melapangkan hatinya dan memudahkan urusannya serta memberinya
kekuatan dalam berdakwah di jalan-Nya.
Allah
s.w.t berfirman:
"Apakah telah sampai kepadamu kisah Musa ? Ketika ia
melihat api, lalu berkatalah ia kepada keluarganya: 'Tinggallah kamu (di sini),
sesungguhnya aku melihat api, mudah-mudahan aku dapat membawa sedikit darinya
kepadamu atau aku akan mendapat petunjuk di tempat api itu. Maka ketika ia
datang ke tempat api itu ia dipanggil: Hai Musa, sesungguhnya Aku adalah
Tuhanmu. Maka tinggalkanlah kedua terompahmu; sesungguhnya kamu berada di lembah
yang suci, Thuwa'. Dan Aku telah memilih kamu, maka dengarkanlah apa yang akan
diwahyukan (kepadamu). Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang
hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah salat untuk mengingat Aku.
Sesungguhnya hari kiamat itu akan datang. Aku merahsiakan (waktunya) agar supaya
tiap-tiap diri itu dibalas dengan apa yang diusahakan. Maka sekali-kali
janganlah kamu kamu dipalingkan darinya oleh orang yang tidak beriman kepadanya
dan oleh orang yang mengikuti hawa nafsunya, yang menyebabkan kamu binasa.
Apakah itu yang ada di tangan kananmu, hai Musa, 'Ini adalah tongkatku, aku
bertelehan padanya, dan aku pukul (daun) dengannya untuk kambingmu, dan bagiku
ada lagi keperluan yang lain padanya.' Allah berfirman: Lemparkanlah ia, hai
Musa!' Lalu dilemparkanlah tongkat itu, maka tiba-tiba ia menjadi seekor ular
yang merayap dengan cepat. Peganglah ia dan janganlah takut, Kami akan
mengembalikannya kepada keadaannya semula, dan kepitkanlah tanganmu ke ketiakmu,
nescaya ia ke luar menjadi putih cemerlang tanpa cacat, sebagai mukjizat yang
lain (pula), untuk Kami perlihatkan kepadamu sebahagian dari tanda-tanda
kekuasaan Kami yang besar. Pergilah kepada Fir'aun; sesungguhnya ia telah
melampaui batas. Berkata Musa: 'Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, dan
mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidah, supaya mereka
mengerti perkataanku, dan jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku,
(yaitu) Harun saudaraku, teguhkanlah dengan dia kekuatanku, dan jadikanlah dia
sekutu dalam urusanku, supaya kami banyak bertasbih kepada Engkau, dan banyak
mengingat Engkau. Sesungguhnya Engkau adalah Maha Melihat (keadaan) kami.' Allah
berfirman: 'Sesungguhnya telah diperkenankan permintaanmu, hai Musa.' Dan
sesungguhnya Kami telah memberi nikmat kepadamu pada kali yang lain, yaitu
ketika Kami mengilhamkan kepada ibumu suatu yang diilhamkan, yaitu: Letakkanlah
ia (Musa) di dalam peti, kemudian lemparkanlah ia ke sungai (Nil), maka pasti
sungai itu membawanya ke tepi, supaya diambil oleh (Fir'aun) musuh-Ku dan
musuhnya.' Dan Aku telah melimpahkan kepadamu kasih sayang yang datang dari-Ku;
dan supaya kamu diasuh di bawah pengawasan-Ku. (Yaitu) ketika saudaramu yang
perempuan berjalan, lalu ia berkata kepada (keluarga Fir'aun): 'Bolehkah saya
menunjukkan kepadamu orang yang akan memeliharanya?' Maka Kami mengembalikanmu
kepada ibumu, agar senang hatinya dan tidak berduka cita. Dan kamu pernah
membunuh seorang manusia, lalu Kami selamatkan kamu dari kesusahan dan Kami
telah mencubamu dengan beberapa cubaan; maka kamu tinggal beberapa tahun di
antara penduduk Madyan, kemudian kamu datang menurut waktu yang ditetapkan hai
Musa, dan Aku telah memilihmu untuk diri-Ku. " (QS. Thaha:
9-41)
Kita tidak
mengetahui apa yang kita akan katakan dan apa yang kita komentar berkaitan
dengan firman Allah s.w.t kepada salah seorang hamba-Nya: "Dan Aku telah
memilihmu untuk diri-Ku." Allah s.w.t telah memilih Musa. Itu adalah salah satu
puncak kemuliaaan di mana tidak ada seseorang pun di zaman itu yang mampu
mencapainya selain Musa. Nabi Musa kembali untuk menemui keluarganya setelah
Allah s.w.t memilihnya sebagai Rasul atau utusan untuk berdakwah ke Fir'aun.
Akhirnya, Nabi Musa beserta keluarganya berjalan menuju ke Mesir. Hanya Allah
s.w.t yang mengetahui fikiran-fikiran apa yang terlintas di dalam diri Musa saat
beliau mengayunkan langkahnya menuju ke Mesir.
Selesailah
masa-masa perenungan dan dimulailah hari-hari kedamaian dan kebahagiaan, dan
akhirnya datanglah hari-hari yang sulit. Demikianlah Nabi Musa memikul amanat
kebenaran dan pergi untuk menyampaikannya kepada salah satu penguasa yang paling
bengis dan paling kejam dan paling jahat di zamannya. Nabi Musa mengetahui
bahawa Fir'aun adalah orang yang jahat. Fir'aun akan berusaha memberhentikan
langkah dakwahnya dan Fir'aun akan menentangnya tetapi Allah s.w.t
memerintahkannya untuk pergi ke Fir'aun dan berdakwah kepadanya dengan
kelembutan dan kasih sayang. Allah s.w.t mewahyukan kepada Musa bahawa Fir'aun
tidak akan beriman tetapi Nabi Musa tidak peduli dengan hal itu. Beliau
diperintahkan untuk melepaskan Bani Israil yang sedang diseksa oleh
Fir'aun.
Allah
s.w.t berkata kepada Musa dan Harun:
"Maka datanglah kamu berdua kepadanya (Fir'aun) dan
katakanlah: 'Sesungguhnya kami berdua adalah utusan Tuhanmu, maka lepaskanlah
Bani Israil bersama kami dan janganlah kamu menyeksa mereka." (QS. Thaha:
47)
Inilah
tugas yang ditentukan, yaitu tugas yang akan berbenturan dengan ribuan
tantangan. Fir'aun menyeksa Bani Israil dan menjadikan mereka budak-budak dan
memaksa mereka untuk bekerja di luar kemampuan mereka. Fir'aun juga menodai
kehormatan wanita-wanita mereka dan menyembelih anak laki-laki mereka. Nabi Musa
mengetahui bahawa rejim Mesir berusaha untuk memperbudak Bani Israil dan
mengeksploitasi mereka di luar kemampuan mereka demi kepentingan penguasa.
Tetapi Nabi Musa tetap memperlakukan dan menghadapi Fir'aun dengan penuh
kelembutan dan kasih sayang sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah s.w.t
padanya:
"Pergilah kamu berdua kepada Fir'aun, sesungguhnya dia
telah melampaui batas; maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata
yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut." (QS. Thaha:
43-44)
Musa
bercerita kepada Fir'aun tentang siapa sebenarnya Allah s.w.t, tentang
rahmat-Nya, tentang syurganya, dan tentang kewajipan mengesakan-Nya dan
menyembah-Nya. Beliau berusaha mem-bangkitkan aspek-aspek kemanusiaan Fir'aun
melalui pembicaraan tersebut. Fir'aun mendengarkan apa yang dikatakan oleh Musa
dengan penuh kebosanan. Fir'aun membayangkan bahawa seseorang yang di hadapannya
adalah orang gila yang nekad untuk menentang dan menggoyang kedudukannya.
Kemudian Fir'aun mengangkat tangannya dan berbicara: "Apa yang engkau inginkan,
hai Musa?" Musa menjawab: "Aku ingin agar engkau membebaskan Bani Israil."
Fir'aun bertanya: "Mengapa aku harus membebaskan mereka bersamamu sementara
mereka adalah budak- budakku?" Musa menjawab: "Mereka adalah hamba-hamba Allah
s.w.t, Tuhan Pengatur alam semesta." Dengan nada mengejek Fir'aun bertanya:
"Bukankah engkau mengatakan bahawa namamu Musa?" Musa menjawab: "Benar." Fir'aun
berkata: "Bukankah engkau yang kami temukan di sungai Nil saat engkau masih
kecil yang tidak mempunyai daya dan kekuatan? Bukankah engkau Musa yang aku
didik di istana ini, lalu engkau memakan makanan kami dan meminum air kami, dan
engkau menikmati kebaikan- kebaikan dari kami? Bukankah engkau yang membunuh
seseorang lalu setelah itu engkau lari? Tidakkah engkau ingat semua itu?
Bukankah mereka mengatakan bahawa pembunuhan merupakan suatu kekufuran? Kalau
begitu, engkau seorang kafir dan engkau seorang pembunuh. Jadi engkau adalah
Musa yang lari dari hukum Mesir. Engkau adalah seseorang yang lari dan
menghindari keadilan. Lalu sekarang engkau datang kepadaku dan berusaha
berbicara denganku. Engkau berbicara tentang apa hai Musa. Sungguh aku telah
lupa."
Musa
mengerti bahawa Fir'aun mengingatkan padanya tentang masa lalunya dan Fir'aun
berusaha menunjukkan kepadanya bahawa ia telah mendidiknya dan berlaku baik
padanya. Musa juga memahami bahawa Fir'aun mengancamnya dengan pembunuhan. Musa
memberitahu Fir'aun, bahawa ia bukan seorang kafir ketika membunuh seorang Mesir
tetapi saat itu beliau melakukannya dengan tidak sengaja. Musa memberitahu
Fir'aun bahawa ia lari dari Mesir kerana khuatir akan pembalasan mereka.
Pembunuhan yang dilakukan olehnya bersifat tidak sengaja. Musa tidak bermaksud
untuk membunuh seseorang. Musa telah memberitahu Fir'aun bahawa Allah s.w.t
telah memberinya hikmah dan menjadikannya salah seorang Rasul. Allah s.w.t
menceritakan sebahagian dialog antara Musa dan Fir'aun dalam surah as-Syuara'
sebagaimana firman-Nya:
"Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu menyeru Musa (dengan
firman-Nya): 'Datangilah kaum yang lalim itu, (yaitu) kaum Fir'aun. Mengapa
mereka tidak bertakwa? Berkata Musa: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya aku takut bahawa
mereka akan mendustakan aku. Dan (kerananya) sempitlah dadaku dan tidak lancar
lidahku maka utuslah (Jibril) kepada Harun. Dan aku berdosa terhadap mereka,
maka aku takut mereka akan membunuhku.' Allah berfirman: 'Janganlah takut
(mereka tidak akan dapat membunuhmu), maka pergilah kamu berdua dengan membawa
ayat-ayat Kami (mukjizat-mukjizat); sesungguhnya Kami bersamamu mendengarkan
(apa-apa yang mereka katakan). Maka datanglah kamu berdua kepada Fir'aun dan
katakanlah: 'Sesungguhnya kami adalah Rasul Tuhan semesta alam, lepaskanlah Bani
Israil (pergi) beserta kami.' Fir'aun menjawab: 'Bukankah kami telah mengasuhmu
di antara (keluarga) kami, waktu kamu masih kanak-kanak dan kamu tinggal bersama
kami beberapa tahun dari umurmu, dan kamu telah berbuat suatu perbuatan yang
telah kamu lakukan itu dan kamu termasuk golongan orang-orang yang tidak
membalas guna.' Berkata Musa: 'Aku telah melakukannya, sedang aku di waktu itu
termasuk orang-orang yang khilaf. Lalu aku lari meninggalkan kamu ketika aku
takut kepadamu, kemudian Tuhanku memberikan kepadaku ilmu serta Dia menjadikanku
salah seorang di antara rasul-rasul. " (QS. as-Syu'ara:
10-21)
Kemudian
bangkitlah emosi Nabi Musa ketika Fir'aun mengingatkan bahawa ia telah berbuat
baik kepada Musa. Musa bangkit dan berbicara kepadanya:
"Budi yang kamu limpahkan kepadaku itu adalah (disebabkan)
kamu telah memperbudak Bani Israil." (QS. asy-Syu'ara:
22)
Musa
ingin berkata kepadanya, apakah engkau mengira bahawa nikmat yang engkau berikan
kepadaku lalu engkau merasa telah berbuat baik padaku, di mana aku adalah salah
seorang lelaki dari kalangan Bani Israil? Apakah nikmat ini sebanding dengan
cara-caramu memperlakukan bangsa yang besar ini di mana engkau memperbudak
mereka; engkau memperkerjakan mereka dengan cara yang semena-mena. Jika ini
memang demikian maka logik mengatakan bahawa kita seimbang: tiada yang berhutang
dan tiada yang meminjam. Jika tidak demikian maka siapa yang memberikan bahagian
yang lebih besar?
Alhasil
masalahnya adalah dakwah di jalan Allah s.w.t, yaitu satu urusan yang aku tidak
membawa kepadamu dari diriku sendiri. Aku bukan utusan dari bangsa Bani Israil.
Aku bukan juga utusan dari diriku sendiri tetapi aku adalah seorang utusan dari
Allah s.w.t. Aku adalah utusan Tuhan Pengatur alam semesta. Sampai pada tahap
ini Fir'aun mulai memasuki pembicaraan lebih serius: Fir'aun
bertanya:
"Siapakah Tuhan semesta alam itu?"
(QS. asy-Syu'ara': 23) Musa Menjawab:
"Tuhan Pencipta langit dan bumi dan apa-apa yang di
antaranya keduanya (itulah Tuhanmu), jika kamu sekalian (orang-orang)
mempercayai-Nya." (QS. asy-Syu'ara': 24)
Berkata Fir'aun kepada orang-orang sekelilingnya: "Apakah kamu tidak mendengarkan?" (QS. asy-Syu'ara':
25)
Musa
berkata dan tidak mempedulikan ejekan Fir'aun itu:
"Tuhan kamu dan Tuhan nenek-nenek moyang kamu yang dahulu.
" (QS. asy-Syu'ara': 26)
Fir'aun
berkata kepada mereka yang datang bersama Musa dari Bani Israil: "Sesungguhnya
Rasulmu yang diutus kepada kamu sekalian benar- benar orang gila." Musa kembali
berkata dan tidak memperhatikan tuduhan Fir'aun dan
ejekannya:
"Tuhan yang menguasai timur dan barat dan apa yang ada di
antara keduanya: (Itulah Tuhanmu) jika kamu mempergunakan akal. " (QS.
asy-Syu'ara': 28)
Allah
s.w.t menceritakan sebahagian dialog yang terjadi antara Fir'aun dan Musa dalam
surah as-Syu'ara':
"Fir'aun bertanya: 'Siapakah Tuhan semesta alam itu?' Musa
Menjawab: 'Tuhan Pencipta langit dan bumi dan apa-apa yang di antara keduanya
(itulah Tuhanmu), jika kamu sekalian (orang-orang) mempercayai-Nya.' Berkata
Fir'aun kepada orang-orang sekelilingnya: 'Apakah kamu tidak mendengarkan?' Musa
berkata: "Tuhan kamu dan Tuhan nenek-nenek moyang kamu yang dahulu.' Fir'aun
berkata: 'Sesungguhnya Rasulmu yang diutus kepada kamu sekalian benar-benar
orang gila.' Musa berkata: 'Tuhan yang menguasai timur
dan barat dan apa yang ada di antara keduanya: (Itulah Tuhanmu) jika kamu
mempergunakan akal.'" (QS. asy-Syu'ara': 23-28)
Allah
s.w.t mengingatkan dalam surah Thaha sebahagian dari peristiwa pertemuan antara
Fir'aun dan Nabi Musa. Allah s.w.t berfirman:
"Maka datanglah kamu kedua kepadanya (Fir'aun) dan
katakanlah: 'Sesungguhnya kami berdua adalah utusan Tuhanmu, maka lepaskanlah
Bani Israil bersama kami dan janganlah kamu menyeksa mereka. Sesungguhnya kami
telah datang kepadamu dengan membawa bukti (atas kerasulan kami) dari Tuhanmu.
Dan keselamatan itu dilimpahkan kepada orang yang mengikuti petunjuk.
Sesungguhnya telah diwahyukan kepada kami bahawa seksa itu (ditimpakan) atas
orang-orang yang mendustakan dan berpaling.' Berkata Fir'aun: 'Maka siapakah
Tuhanmu berdua, hai Musa.' Musa berkata: 'Tuhan kami ialah (Tuhan) yang telah
memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian memberinya
petunjuk.' Berkata Fir'aun: 'Maka bagaimanakah keadaan-keadaan umat-umat yang
dahulu? Musa menjawab: 'Pengetahuan tentang itu ada di sisi Tuhanku, di dalam
sebuah kitab. Tuhan kami tidak akan salah dan tidak akan salah (pula) lupa.'"
(QS. Thaha: 47-52)
Kita
perhatikan bahawa Fir'aun tidak bertanya kepada Nabi Musa tentang Tuhan Pengatur
alam atau Tuhan Musa dan Harun dengan maksud bertanya sesungguhnya atau
pertanyaan yang bermaksud untuk mengetahui kebenaran tetapi perkataan yang
dilontarkan Fir'aun semata- mata hanya untuk mengejek. Nabi Musa as menjawabnya
dengan jawapan yang sempurna dan mengena. Nabi Musa berkata: "Sesungguhnya Tuhan
kami adalah Dia yang memberi sesuatu ciptaannya kemudian Dia membimbing
ciptaannya. Dialah sang Pencipta. Dia menciptakan berbagi macam makhluk dan Dia
juga yang membimbingnya sesuai dengan kebutuhannya sehingga makhluk-makhluk
tersebut dapat menjalani kehidupan dengan baik. Allah s.w.t-lah yang mengarahkan
segala sesuatu; Allah s.w.t-lah yang menguasai segala sesuatu; Allah s.w.t-lah
yang mengetahui segala sesuatu; Allah s.w.t-lah yang menyaksikan segala
sesuatu." Al-Quran al-Karim mengungkapkan semua itu dalam ungkapan yang
sederhana namun padat ertinya, yaitu dalam firman-Nya:
"Musa berkata: "Tuhan kami ialah (Tuhan) yang telah
memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian memberinya
petunjuk." (QS. Thaha: 50)
Kemudian
Fir'aun bertanya, "lalu bagaimana keadaan manusia-manusia yang hidup di
abad-abad pertama di mana mereka tidak menyembah Tuhanmu ini?" Fir'aun masih
ingkar dan mengejek dakwah Nabi Musa. Nabi Musa menjawab: "bahawa masa-masa yang
dahulu di mana mereka tidak menyembah Allah s.w.t adalah masalah yang semua itu
berada di sisi Allah s.w.t. Atau dalam kata lain, semua itu diketahui oleh Allah
s.w.t. Keadaan di masa-masa yang dahulu tercatat dalam kitab Allah s.w.t. Allah
s.w.t menghitung apa yang mereka kerjakan di dalam kitab. Allah s.w.t tidak
pernah lupa." Jawapan Nabi Musa tersebut berusaha menenangkan Fir'aun tentang
orang-orang yang hidup di masa-masa pertama. Jadi Allah s.w.t mengetahui segala
sesuatu dan mencatat apa saja yang dilakukan manusia dan Allah s.w.t tidak
menyia-nyiakan pahala mereka. Kemudian Nabi Musa kembali menyempurnakan dan
menyelesaikan pembicaraannya tentang sifat Tuhannya:
"Yang telah menjadikan bagimu bumi sebagai hamparan dan
yang telah menjadikan bagimu di bumi itu jalan-jalan, dan menurunkan dari langit
air hujan. Maka Kami tumbuhkan dengan air hujan itu berjenis-jenis dari
tumbuh-tumbuhan. Makanlah dan gembalakanlah binatang-binatangmu. Sesungguhnya
pada yang demikian itu, terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang
yang berakal. Dari bumi (tanah) itulah Kami menjadikan kamu dan darinya Kami
akan mengembalikan kamu dan darinya Kami akan mengeluarkan kamu pada kali yang
lain. " (QS. Thaha: 53-55)
Nabi
Musa menarik perhatian Fir'aun tentang tanda-tanda kebesaran Allah s.w.t di alam
semesta. Nabi Musa menunjukkan kepadanya bagaimana gerakan angin, hujan, dan
tumbuh-tumbuhan. Kemudian Nabi Musa juga menunjukkan bagaimana pengaruh semua
itu pada bumi. Musa memberitahu kepada Fir'aun bahawa Allah s.w.t menciptakan
manusia dari tanah dan setelah itu Dia akan mengembalikan padanya dengan
kematian lalu mengeluarkan manusia darinya di hari kebangkitan. Jadi, di sana
terjadi hari kebangkitan dan pada hari kiamat manusia akan menghadap kepada
Allah s.w.t. Tidak ada seseorang pun yang dikecualikan dari hal itu. Semua hamba
Allah s.w.t akan berdiri dihadapan-Nya pada hari kiamat, termasuk
Fir'aun.
Musa
datang kepada Fir'aun sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi
peringatan, tetapi peringatan dari Musa ini tidak membikin Fir'aun merenung dan
mendapatkan pelajaran namun justru dialog antara dirinya dan Musa semakin
menajam. Bisa dikatakan bahawa dialog di antara mereka menjadi pertentangan.
Ketajaman dialog mulai menghangat. Kemudian berubahlah bahasa dialog itu. Musa
berusaha menyampaikan argumentasi yang sangat kuat kepada Fir'aun. Musa berusaha
membawa argumentasi rasional tetapi Fir'aun berusaha keluar dari ruang lingkup
dialog yang berdasarkan logik yang sehat. Fir'aun berusaha menggunakan dialog
dalam bentuk yang baru, yaitu suatu cara yang Musa tidak mampu lagi melawannya.
Ia mulai menyerang Musa dan mengancamnya.
Fir'aun
menunjukkan penentangannya kepada kebenaran yang dibawa oleh Musa. Fir'aun acuh
tak acuh terhadap dakwah Nabi Musa. Fir'aun mulai menyerang peribadi Musa. Ia
mulai mempersoalkan pakaian Musa dan kedudukan sosialnya bahkan ia pun menyerang
cara Musa berbicara. Setelah menghina Musa sedemikian rupa, Fir'aun sengaja
memakai metode kekuatan mutlak. Fir'aun bertanya kepada Musa, bagaimana ia
berani menentang penyembahan terhadap dirinya; bagaimana Musa menyembah selain
dirinya; tidakkah Musa mengetahui bahawa Fir'aun adalah tuhan? Bagaimana Musa
tidak mengetahui hakikat ini padahal ia terdidik di istana Fir'aun dan sangat
mengenal lingkungan di sekitar Fir'aun? Setelah Fir'aun menyampaikan tentang
ketuhanan-nya secara mendasar, ia bertanya kepada Musa, bagaimana Musa berani
menyembah tuhan selain dirinya. Ini bererti bahawa Musa ingin dimasukan ke dalam
penjara. Tiada ketentuan di sisi kami bagi orang yang menyembah selain Fir'aun
kecuali penjara adalah tempatnya:
"Fir'aun berkata: 'Sungguh jika kamu menyembah Tuhan selain
aku, benar-benar aku akan menjadikan kamu salah seorang yang dipenjarakan.'"
(QS. asy-Syu'ara': 29)
Musa
mengetahui bahawa argumentasi-argumentasi rasional tidak lagi bermanfaat. Dialog
yang tenang dan sehat berubah menjadi ejekan dan hinaan serta pada akhirnya
menjadi ancaman hukuman penjara. Musa mengetahui bahawa telah tiba waktunya
untuk menunjukkan mukjizat yang dibawanya. Setelah diancam akan dimasukan ke
dalam penjara, ia berkata kepada Fir'aun:
"Musa berkata: 'Dan apakah (kamu akan melakukan ini)
kendatipun aku tunjukkan kepadamu sesuatu (keterangan) yang nyata?'" (QS. asy-
Syu'ara': 30)
Musa
menantang kepada Fir'aun dan Fir'aun menerima tantangannya. Fir'aun ingin tahu
sejauh mana kebenaran Musa.
"Fir'aun berkata: 'Datangkanlah sesuatu (keterangan) yang
nyata itu, jika kamu adalah termasuk orang-orang yang benar.'" (QS. asy-
Syu'ara': 30-31)
Musa
melemparkan tongkatnya di ruangan yang besar itu. Mula-mula Fir'aun menganggap
bahawa tongkat yang dibawanya jatuh kerana Musa gementar menghadapinya. Setelah
Fir'aun meminta padanya bukti atas kebenaran dakwahnya, tiba-tiba tongkat yang
menyentuh tanah itu berubah menjadi ular yang besar yang bergerak dengan cepat
dan gesit. Ular itu menuju ke arah Fir'aun. Fir'aun tampak pucat kerana takut.
Ia tampak gementar di kerusinya kemudian ia berteriak agar mereka menjauhkan
ular itu darinya. Nabi Musa menghulurkan tangannya ke ular itu lalu ular itu
kembali menjadi tongkat yang ada di tangannya sebagaimana semula. Setelah
peristiwa itu, keheningan menyeliputi istana Fir'aun. Nabi Musa kembali
menunjukkan kepada orang-orang yang berdiri di sekitarnya, mukjizatnya yang
kedua. Musa memasukkan tangannya di sakunya lalu mengeluarkannya. Tiba-tiba
tangan itu menjadi putih seperti bulan; tangan itu tiba-tiba mengeluarkan cahaya
yang memenuhi penjuru istana. Akhirnya, semua orang yang hadir di situ merasakan
kekaguman yang luar biasa sedangkan Fir'aun wajahnya tampak menghijau kerana
saking takutnya.
Allah
s.w.t berfirman:
"Maka Musa melemparkan tongkatnya, yang tiba-tiba tongkat
itu (menjadi) ular yang nyata. Dan ia menarik tangannya (dari dalam bajunya),
maka tiba-tiba tangan itu jadi putih (bersinar) bagi orang- orang yang
melihatnya." (QS. asy-Syu'ara': 32-33)
Keheningan semakin menyelimuti istana Fir'aun. Pengaruh dua
mukjizat yang dibawa oleh Nabi Musa tertanam pada jiwa orang-orang yang hadir di
situ. Pertama-tama mereka merasakan ketakutan dalam diri mereka kemudian Nabi
Musa mengembalikan tangannya ke sakunya lalu tangannya kembali seperti
semula.
Fir'aun
berkata: "Sekarang, pergilah kalian berdua. Nanti kita akan lanjutkan
perbincangan kita." Musa memalingkan wajahnya dan keluar dari istana. Fir'aun
tampak terpukul atas peristiwa itu. Fikirannya mulai berputar-putar. Ia
membayangkan apa yang terjadi di istananya dan di wilayah kekuasaannya
seandainya berita tentang dua mukjizat itu tersebar di tengah-tengah manusia,
lalu manusia mulai membicarakan tentang Musa dan Harun. Fir'aun mengeluarkan
perintahnya agar orang- orang yang melihat peristiwa itu tidak membuka hal itu
kepada masyarakat umum, tetapi para pembantu istana dan sebahagian dari Bani
Israil menyaksikan dua peristiwa itu. Akhirnya, mulailah terjadi perbincangan di
tengah-tengah masyarakat ramai tentang dua mukjizat itu. Fir'aun benar-benar
terdiam ketika menghadapi dua mukjizat yang dibawa oleh Nabi Musa. Ketika Musa
keluar dari istana Fir'aun yang sebelumnya merasa takut dan gementar, kini
menjadi marah. Ia meluapkan kemarahan itu kepada menterinya dan para
pembantunya. Tiba-tiba ia bersikap kasar kepada mereka tanpa sebab yang
diketahui. Fir'aun memerintahkan mereka untuk keluar dari ruangannya dan
meningggalkan dirinya sendirian.
Fir'aun
berusaha untuk menghadapi masalah itu dengan lebih tenang. Fir'aun meminum
beberapa gelas dari minuman keras tetapi rasa marahnya belum hilang juga.
Kemudian ia mengeluarkan perintah untuk mengumpulkan orang-orang dekatnya dan
semua para menteri di istana serta para pemimpin di Mesir. Fir'aun mengeluarkan
perintahnya kepada Haman salah satu ketua para menterinya untuk mengepalai
pertemuan tersebut. Kemudian para pembesar dari kaum Fir'aun berkumpul. Fir'aun
memasuki ruang pertemuan dan wajahnya tampak emosi. Jelas sekali Fir'aun tidak
mahu menerima dengan mudah adanya tuhan lain yang disembah orang-orang Mesir
selain dirinya. Fir'aun cukup berbahagia ketika ia menguasai Mesir dari
memerintah dengan semahunya. Tiba-tiba, ia dikejutkan dengan kedatangan Musa
yang ingin menghancurkan apa saja yang telah dibangunnya. Musa mengatakan pada
dirinya bahawa di sana ada Tuhan yang Esa yang tiada Tuhan lain selain-Nya di
alam semesta. Ini bererti bahawa Fir'aun adalah seorang pembohong. Pemikiran ini
menghantui kepala Fir'aun sehingga Fir'aun menoleh kepada ketua para menterinya
yaitu Haman akhirnya pertemuan bersejarah itu diadakan.
Tidak
ada seorang pun yang berani membuka mulutnya. Fir'aun membuka pertemuan itu
dengan secara tiba-tiba ia melontarkan pertanyaan kepada Haman: "Apakah aku
seseorang pembohong wahai Haman?" Haman menunduk dan bertanya: "Siapa yang
berani menentang Fir'aun?" Fir'aun berkata dengan marah: "Musa." Bukankah ia
mengatakan bahawa ada tuhan lain di langit." Dengan mantap Haman menjawab:
"Sungguh wahai tuanku, Musa berbohong." Fir'aun berkata dalam keadaan memutar
wajahnya ke arah yang lain: "Aku mengetahui bahawa ia berbohong." Kemudian
Fir'aun kembali menoleh ke Haman:
"Dan berkatalah Fir'aun: 'Hai Haman, buatkanlah bagiku
sebuah bangunan yang tinggi supaya aku sampai ke pintu-pintu, (yaitu) pintu-
pintu langit, supaya aku dapat melihat Tuhan Musa dan sesungguhnya aku
memandangnya seorang pendusta.'" (QS. al-Mu'min: 36-38)
Fir'aun
mengeluarkan perintah untuk membangun suatu bangunan yang kukuh dan tinggi di
mana ketinggiannya mampu mencapai langit. Perintah Fir'aun itu berdasarkan
peradaban Mesir yang lagi maju di mana mereka cenderung membangun bangunan yang
spektakuler. Namun Fir'aun lupa pada aturan-aturan teknik pembangunan. Meskipun
demikian, Haman bersikap munafik, padahal ia mengetahui kemustahilan membangun
sesuatu bangunan semegah dan setinggi itu. Haman berkata: "Saya ingin
melaksanakan perintah untuk mendirikan bangunan itu sesegera mungkin, tetapi
wahai tuanku dan izinkanlah aku untuk pertama kalinva aku menentang perintahmu.
Sungguh engkau tidak akan mendapati sesuatu pun di langit. Tidak ada di sana
Tuhan selain dirimu." Fir'aun mendengar penolakan ketua para menterinya itu
dengan sangat puas, seakan-akan ia mendengarkan suatu hakikat yang ditetapkan.
Kemudian dalam perkumpulan yang terkenal itu, Fir'aun melontarkan kata-katanya
yang bersejarah:
"Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan bagimu
selain aku." (QS. al-Qashash: 38)
Semua
yang hadir di tempat itu menundukkan kepala tanda setuju. Di antara mereka
terdapat dua orang atau tiga orang yang masih memiliki akal sehat. Ketiga orang
itu mengetahui bahawa sebenarnya Fir'aun adalah seorang pembohong. Meskipun
demikian, mereka membiarakan kebohongan itu dan memilih apa yang disetujui oleh
Fir'aun. Tentu persetujuan ini berakibat pada masyarakat Mesir yang harus
membayar mahal hasil dari persetujuan itu. Para tentera Mesir, para pembesar
istana, dan para dukun tunduk kepada kegilaan Fir'aun. Fir'aun berkata dengan
maksud bertanya kepada para penasihatnya: "Apa yang kalian katakan tentang
Musa?" Haman berkata: "Ia adalah seorang yang pembohong."
Salah
seorang menteri yang lain berkata: "Saya kira ia adalah seorang yang gila."
Sementara itu salah seorang dukun berkata: " - Tampaknya ia khuatir mereka akan
mencurigainya jika ia tidak mengatakan sesuatu pun kepada mereka - saya kira ia
terkena kegilaan." Fir'aun memutus pembicaraan mereka dengan mengatakan:
"Sungguh kalian menggambarkan Musa macam-macam, namun kalian belum menjawab
pertanyaanku. Apa sebenarnya maunya Musa? Apa sebenarnya persekongkolan yang
disembunyikannya." Para penasihat terdiam kerana rasa takut dan sebagai bentuk
kemunafikan terhadap Fir'aun. Mereka hanya menunggu Fir'aun mengucapkan
kalimat-kalimat tertentu lalu mereka menirukannya dengan mulut-mulut mereka
layaknya burung beo. Setelah keheningan menyelimuti ruangan itu, Fir'aun
berkata: "Aku kira bahawa Musa adalah salah satu tukang sihir yang hebat. Ia
ingin mengeluarkan kalian dari negeri kalian dengan sihirnya. Lalu
persekongkolan apa yang kalian siapkan?"
Adalah
hal yang maklum di rejim kekuasaan mutlak bahawa perkumpulan yang dihadiri oleh
para pembesar dan para menteri untuk mengeluarkan pendapat sesama mereka bererti
hanya sekadar untuk mengulang-ulang dan menerima keputusan mutlak dari penguasa.
Para penasihat berkata - setelah Fir'aun memberi mereka kesempatan untuk
mengutarakan pendapat: "Sungguh benar apa yang dikatakan oleh Fir'aun. Musa
adalah seorang tukang sihir. Kalau begitu, masalahnya telah selesai. Kita akan
mengembalikan Musa dan saudaranya, dan kita akan menyebarkan perintah Fir'aun di
Mesir untuk menghadirkan tukang sihir. Jika para tukang sihir telah datang dan
berdiri di hadapan Musa, maka mereka akan dapat membuktikan bahawa Musa memang
tukang sihir dan mereka akan mampu mengalahkannya. Dengan cara demikian, kita
dapat memperdayanya di hadapan orang-orang Mesir dan anak-anak Bani Israil."
Perundingan bersejarah itu sepakat untuk melaksanakan hal itu. Sepuluh orang
dari pembantu Fir'aun keluar dari istana, Fir'aun dengan menunggangi kenderaan
mereka dan mereka segera berpencar di seluruh penjuru Mesir. Kemudian diumumkan
pada hari kedua di pasar-pasar Mesir bahawa seluruh jago-jago sihir hendaklah
menuju ke istana Fir'aun untuk mendengarkan suatu perintah atau suatu urusan
yang penting.
Fir'aun
memanggil Nabi Musa dan berusaha mengancamnya dan menakut- nakutkan tetapi Nabi
Musa tampak tenang. Fir'aun berkata kepada Nabi Musa: "Sesungguhnya engkau
seorang tukang sihir, dan aku menetapkan untuk menyingkap kedokmu di hadapan
semua orang. Tidak lama lagi para tukang sihir akan datang." Nabi Musa bertanya:
"Kapan aku akan bertemu dengan tukang sihir itu?" Fir'aun berkata: "Di sana
terdapat suatu pertemuan atau acara yang sebentar lagi akan dimulai yang
dihadiri oleh banyak orang. Yaitu hari di mana angin bertiup dengan sepoi-sepoi;
hari di mana bumi berhias diri menyambut kedatangan musim semi. Sungguh itu
suatu pertemuan yang menakjubkan dan engkau akan dikalahkan. Sekarang aku beri
kesempatan kamu untuk mencabut dakwahmu. Aku memberikan kesempatan yang terakhir
bagimu untuk menyelamatkan kehormatanmu."
Musa
berkata dengan tidak memperhatikan perkataan Fir'aun yang terakhir: "Kami
sepakat atas pertemuan itu. Kami akan hadir di hari itu di mana manusia akan
berkumpul di pagi hari." Fir'aun bertanya: "Kapan engkau akan datang?" Musa
berkata: "Insya-Allah aku akan hadir di waktu fajar di permulaan
siang."
Allah
s.w.t berfirman:
"Dan sesungguhnya Kami telah perlihatkan kepadanya
(Fir'aun) tanda- tanda kekuasaan Kami semuanya, maka ia mendustakan dan enggan
(menerima kebenaran). Berkata Fir'aun: 'Adakah kamu datang kepada kami untuk
mengusir kami dari negeri kami (ini) dengan sihirmu, hai Musa! Dan kami pun
pasti akan mendatangkan (pula) kepadamu sihir semacam itu, maka buatlah suatu
waktu untuk pertemuan antara kami dan kamu, yang kami tidak akan menyalahinya
dan tidak (pula) kamu di suatu tempat yang pertengahan (letaknya).' Berkata
Musa: "Waktu untuk pertemuan (kami dengan) kamu itu ialah di hari raya dan
hendaklah dikumpulkan manusia pada waktu matahari sepenggalah naik.'" (QS.
Thaha: 56-59)
Nabi
Musa pergi dalam keadaaan tenang. Kemudian para utusan tukang sihir datang ke
istana Fir'aun. Ketika semua berkumpul, Fir'aun memerintahkan agar mereka semua
menemuinya. Ketika masuk menemui Fir'aun, para tukang sihir sujud kepadanya.
Fir'aun memerintahkan mereka untuk berdiri, kemudian Fir'aun mulai
berjalan-jalan di antara mereka sambil mengamati wajah mereka dan pakaian
mereka. Fir'aun tampak terdiam memikirkan sesuatu dan tiba-tiba ia berdiri dan
berkata: "Wahai para tukang sihir, kami sekarang menghadapi masalah yang kecil
dan kami telah memerintahkan agar kalian dihadirkan untuk memecahkan masalah
itu." Para tukang sihir itu menundukkan kepalanya dan mereka mendengarkan dengan
hikmat. Fir'aun kembali berkata: "Salah seorang lelaki datang kepada kami dan ia
mengaku utusan Allah s.w.t; seorang lelaki yang bernama Musa dan bersama
saudaranya, Harun. Musa ini adalah tukang sihir yang mahir, lebih tangkas dan
lebih hebat dari Harun. Oleh kerana itu, kalian harus mengalahkannya dengan
kekalahan yang teruk sehingga ia tidak mampu lagi mengangkat kepalanya kerana
rasa malu." Para tukang sihir tetap menundukkan kepalanya dan mereka terdiam.
Fir'aun berkata: "Mengapa seseorang di antara kalian tidak bertanya kepadaku
tentang sihirnya Musa." Salah seorang tukang sihir dengan tenang berkata: "Kami
menunggu tuan yang agung menceritakannya kepada kami. Kami tidak ingin memutus
pembicaraanmu wahai tuan."
Dengan
nada marah, Fir'aun berkata: "Musa melemparkan tongkatnya dan tiba-tiba
tongkatnya itu menjadi ular yang sangat besar lalu ia mencabut tangannya dan
tiba-tiba tangannya menjadi putih yang menakjubkan orang-orang yang melihatnya."
Tampak senyum manis menghiasi wajah- wajah para tukang sihir dan salah seorang
mereka berkata: "Hendaklah hati Fir'aun tenang. Ini adalah permainan kuno;
permainan tongkat yang berubah menjadi ular. Sesungguhnya itu hanya sekadar
imaginasi yang menipu orang-orang yang melihatnya, yang seakan-akan ia bergerak
padahal ia tetap di tempatnya."
Fir'aun
berkata: "Aku tidak ingin untuk memasuki perdebatan sekitar masalah pembuatan
sihir. Yang aku inginkan agar kalian mengalahkan Musa. Kami telah sepakat untuk
bertemu pada hari ketika musim semi akan tiba. Masyarakat Mesir semuanya akan
berkumpul. Mereka akan menyaksikan kalian saat kalian mengalahkannya. Oleh
kerana itu, kalian harus dapat mengalahkannya."
Selesailah perkataan Fir'aun. Ia menunggu para tukang sihir
meninggalkannya tapi mereka masih berdiri. Salah seorang mereka bertanya:
"Mengapa tuan kita Fir'aun tidak berbicara kepada kita tentang urusan yang lebih
penting seandainya kita dapat mengalahkan Musa?" Dengan kehairanan Fir'aun
bertanya: "Apa sesuatu yang lebih penting itu?" Salah seorang tukang sihir
berkata: "Tentu kami minta upah jika kami menang." Dengan tertawa, Fir'aun
berkata: "Jangan khuatir, aku akan memuaskan kalian. Kalian akan menjadi
orang-orang yang dekat. Kami akan mengadakan pekerjaan-pekerjaan baru di istana
bagi para tukang sihir. Kalian jangan khuatir. Tenanglah kerana kalian akan
menerima upah yang layak."
Fir'aun
tertawa melihat kepercayaan para tukang sihir kepada diri mereka, kemudian ia
memerintahkan agar mereka meninggalkan tempatnya. Lalu ia sendiri menuju ke meja
makan siang. Fir'aun duduk sambil makan. Ia berkata sambil menyantap paha
kambing yang besar: "Semenjak Musa datang selera makanku terganggu. Namun
sekarang, kehancuran Musa sudah dekat."
Allah
s.w.t berfirman:
"Dan Musa berkata: 'Hai Fir'aun, sesungguhnya aku ini
adalah seorang utusan dari Tuhan alam semesta, wajib atasku tidak mengatakannya
sesuatu terhadap Allah, kecuali yang hak. Sesungguhnya aku datang kepadamu
dengan membawa bukti yang nyata dari Tuhanmu, maka lepaskanlah Bani Israil
(pergi) bersama aku.' Fir'aun menjawab: 'Jika benar kamu membawa sesuatu bukti,
maka datangkanlah bukti itu jika (betul) kamu termasuk orang-orang yang benar.'
Dan dia mengeluarkan tangannya, maka ketika itu juga tangan itu menjadi putih
bercahaya (kelihatan) oleh orang-orang yang melihatnya. Pemuka-pemuka kaum
Fir'aun berkata: 'Sesungguhnya Musa ini adalah ahli sihir yang pandai, yang
bermaksud hendak mengeluarkan kamu dari negerimu.' (Fir'aun berkata): 'Maka
apakah yang kamu anjurkan?' Pemuka-pemuka itu menjawab: 'Beritahulah ia dan
saudara-saudaranya serta kirimlah ke kota-kota beberapa orang yang akan
mengumpulkan (ahli-ahli sihir), supaya mereka membawa kepadamu semua ahli sihir
yang pandai.' Dan beberapa ahli sihir telah datang kepada Fir'aun mengatakan:
'(Apakah) sesungguhnya kami akan mendapat upah, jika kamilah yang menang Fir'aun
menjawab: 'Ya dan sesungguhnya kamu benar-benar akan termasuk orang-orang yang
dekat (kepadaku).'" (QS. al-A'raf: 104-114)
Kemudian
datanglah hari yang dijanjikan. Orang-orang berbondong- bondong keluar dari
rumah. Mereka membicarakan tentang pertemuan antar Nabi Musa dan Fir'aun. Mereka
menuju ke tempat perayaan sejak pagi hari. Tidak ada seorang pun di Mesir yang
tidak mengetahui tentang peristiwa itu. Orang-orang begitu gembira ketika para
tukang sihir itu datang sebagaimana mereka juga gembira ketika melihat Fir'aun
datang, namun keheningan menyelimuti tempat itu ketika Nabi Musa dan Nabi Harun
datang. Tempat perayaan itu diadakan di tempat terbuka yang hanya ditutupi oleh
payung Fir'aun yang melindungi kepalanya dari terik matahari. Fir'aun berdiri di
tengah-tengah tenteranya. Ia memakai emas dan permata. Sementara itu, Nabi Musa
berdiri dengan menundukkan kepalanya dalam keadaan mengingat Allah
s.w.t.
Keadaan
saat itu benar-benar hening. Kemudian para tukang sihir maju menemui Musa.
Mereka berkata kepada Musa: "Apakah engkau yang pertama kali melempar atau kami
yang pertama kali melempar." Musa berkata: "Kalianlah yang pertama kali
melempar." Para tukang sihir berkata: "Demi kemuliaan Fir'aun, sesungguhnya kami
akan menang." Musa berkata: "Celaka kalian, janganlah kalian membuat dusta
kepada Allah s.w.t nescaya Dia akan mendatangkan seksa bagi kalian." Sebahagian
ahli hakikat berkata: "Nabi Musa menoleh dan kemudian ia melihat Jibril di
sebelah kanannya." Jibril berkata kepadanya: "Wahai Musa, hendaklah kamu
bersikap sopan kepada wali-wali Allah s.w.t." Musa berkata dalam dirinva:
"Mereka para tukang sihir itu datang dengan maksud menyimpangkan agama Fir'aun."
Jibril kembali berkata: "Bersikap lembutlah terhadap wali-wali Allah s.w.t.
Mereka saat ini sampai salat Ashar berada di sisimu dan setelah salat Ashar
mereka akan berada di syurga."
Para
tukang sihir itu mulai melemparkan tongkat-tongkat mereka dan tali-tali mereka.
Tiba-tiba arena itu dipenuhi dengan ular-ular. Mereka menipu dan menyihir
pandangan orang-orang yang melihatnya. Orang- orang yang melihat sihir itu
merasa takut kerana mereka mendatangkan sihir yang besar. Orang-orang merasa
gembira dan Fir'aun pun menampakkan senyumnya. Ia berkata dalam dirinya: Sungguh
hari ini adalah hari pembalasan atas Musa. Mukjizatnya berupa tongkat yang ada
di tangannya yang dapat berubah menjadi ular, sekarang Fir'aun menghadirkan
kepadanya seluruh tukang sihir di mana tongkat-tongkat dan tali-tali yang ada di
tangan mereka pun berubah menjadi ular. Senyuman Fir'aun pun semakin
melebar.
Nabi
Musa memperhatikan tali-tali tukang sihir dan tongkat-tongkat mereka. Ia merasa
takut. Nabi Musa ingat apa yang dikatakan oleh Jibril dan ia mulai merasakan
ketakutan. Bagaimana mungkin para tukang sihir itu akan masuk syurga dan mereka
akan menjadi wali-wali Allah s.w.t? Nabi Musa merasakan semua itu, namun tiada
seorang pun yang mengetahui hakikat pemikiran yang terlintas dalam benak Nabi
Musa saat ia berdiri dengan bajunya yang sederhana bersama saudaranya di hadapan
kumpulan manusia yang banyak dari para pengawal dan tentera Fir'aun. Ketika Musa
merasakan ketakutan tersebut, maka cahaya yang terang menembus dalam dirinya dan
Allah s.w.t berkata kepadanya:
"Kami berkata: 'Janganlah kamu takut, sesungguhnya kamulah
yang paling unggul (menang). Dan lemparkanlah apa yang ada di tangan kananmu,
nescaya ia akan menelan apa yang mereka perbuat. Sesungguhnya apa yang mereka
perbuat itu adalah tipu daya tukang sihir (belaka). Dan tidak akan menang tukang
sihir itu, dari mana saja ia datang." (QS.Thaha: 68-69)
Musa
merasa senang ketika mendengar Allah s.w.t menenangkannya. Nabi Musa dapat
mengendalikan dirinya, kemudian beliau mengangkat tongkatnya dan melemparkannya.
Sebelum tongkat itu menyentuh tanah, tiba-tiba terjadilah suatu mukjizat.
Orang-orang dan para tukang sihir Fir'aun bahkan Fir'aun sendiri menyaksikan
sesuatu yang belum pernah mereka saksikan di dunia. Biasanya seorang tukang
sihir dapat menipu pandangan manusia dan memperdaya mereka seolah-olah ada ular
yang bergerak padahal ia tetap di tempatnya. Tetapi apa yang terjadi saat itu
adalah sesuatu yang benar-benar berbeza. Belum sampai tongkat Nabi Musa
menyentuh tanah sehingga ia berubah menjadi ular yang besar dan sangat
gesit.
Tiba-tiba ular ini menuju ke tali-tali tukang sihir dan
tongkat-tongkat mereka yang bergerak dan ia mulai memakannya satu persatu.
Tongkat Nabi Musa memakan tali-tali tukang sihir dan tongkat-tongkat mereka
dengan cepat. Belum berselang beberapa minit sehingga arena itu kosong dari
tali-tali tukang sihir dan tongkat-tongkat mereka. Tongkat-tongkat dan tali-tali
tukang sihir tersembunyi dalam perut tongkat Nabi Musa. Dan bergeraklah ular
yang besar menuju Nabi Musa lalu beliau menghulurkan tangannya dan tiba-tiba
ular itu berubah menjadi tongkat. Para tukang sihir mengetahui bahawa mereka
bukan di hadapan seorang penyihir. Mereka sebenamya adalah tokoh-tokoh sihir dan
para pakar dalam hal itu di zaman mereka, tetapi apa yang mereka saksikan saat
ini bukan termasuk sihir. Itu adalah mukjizat dari Allah
s.w.t.
Akhirnya, para tukang sihir itu sujud di atas tanah. Mereka
berkata: "Kami beriman kepada Tuhan Pengatur alam semesta. Tuhan yang diyakini
oleh Musa dan Harun." Orang-orang Mesir dan anak-anak Bani Israil menyaksikan
mukjizat yang mengagumkan ini. Mereka melihat bagaimana tukang sihir-tukang
sihir Fir'aun sujud kepada Musa dan Harun. Fir'aun menyaksikan bahawa bola itu
kini berada di tangan Musa dan Harun. Lalu ia bangkit dari duduknya dan
berteriak di depan tukang sihir: "Bagaimana kalian beriman kepadanya sebelum aku
memberi izin kepada kalian." Para tukang sihir berkata: "Untuk beriman tidak
perlu izin." Fir'aun berkata: "Kalau begitu ini adalah persekongkolan yang
jelas. Sesungguhnya Musa adalah guru kalian yang mengajari kalian sihir. Sungguh
tangan-tangan kalian dan kaki-kaki kalian akan diputus dan kalian akan disalib
di pohon kurma. Sungguh ini adalah persekongkolan yang
jelas."
Para
tukang sihir berkata: "Lakukan apa saja yang engkau inginkan, hai Fir'aun. Kami
tidak memilihmu dan kami tidak mengutamakanmu atas mukjizat Ilahi ini.
Sesungguhnya kami beriman kepada Tuhan kami agar Dia mengampuni kami dan
menghapus kesalahan-kesalahan kami. Apa yang engkau berikan terhadap kami adalah
sesuatu yang sedikit, dan apa yang ada di sisi Allah s.w.t lebih baik dan lebih
abadi. Seandainya engkau menyeksa kami dan membunuh kami dan menyalib kami, maka
engkau hanya dapat menyeksa kami di kehidupan dunia ini. Tentu kehidupan dunia
tidak dapat dibandingkan dengan kehidupan akhirat. Kami hanya ingin mendapatkan
pengampunan dari Allah s.w.t dan memasuki syurga." Kemudian Fir'aun mengeluarkan
perintahnya untuk menyalib semua tukang sihir. Ketika menyaksikan peristiwa
tersebut, orang-orang menjadi ketakutan. Kemudian Nabi Musa dan Nabi Harun
meninggalkan tempat itu dan Fir'aun kembali ke istananya. Allah s.w.t
menceritakan dalam surah al-A'raf apa yang dialami tukang sihir dan Musa dalam
firman-Nya:
"Ahli-ahli sihir berkata: 'Hai Musa, kamukah yang akan
melemparkan lebih dahulu, ataukah kami yang akan melemparkan?' Musa menjawab:
'Lemparkanlah (lebih dahulu)! Maka tatkala mereka melemparkan, mereka menyulap
mata orang dan menjadikan orang banyak itu takut, serta mereka mendatangkan
sihir yang besar (menakjubkan). Dan Kami mewahyukan kepada Musa: 'Lemparkanlah
tongkatmu!' Maka sekoyong-koyong tongkat itu menelan apa yang mereka sulapkan.
kerana itu nyatalah yang benar dan gagallah yang selalu mereka kerjakan. Maka
mereka kalah di tempat itu dan jadilah mereka orang-orang yang hina. Dan
ahli-ahli sihir itu serta merta meniarapkan diri dengan bersujud. Mereka
berkata: 'Kami beriman kepada Tuhan semesta alam, (Yaitu) Tuhan Musa dan Harun.
Fir'aun berkata: 'Apakah kamu beriman kepadanya sebelum aku memberi izin
kepadamu?' Sesungguhnya (perbuatan) ini adalah suatu muslihat yang telah kamu
rencanakan di dalam kota ini, untuk mengeluarkan penduduknya darinya; maka kelah
kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu ini); sesungguhnya aku akan memotong
tangan dan kakimu dengan bersilang secara bertimbal balik, kemudian sungguh-
sungguh aku akan menyalib kamu semuanya. Ahli-ahli sihir itu menjawab:
'Sesungguhnya kepada Tuhanlah kami kembali. Dan kamu tidak membalas dendam
dengan menyeksa kami, melainkan kerana kami telah beriman kepada ayat-ayat Tuhan
kami ketika ayat-ayat itu datang kepada kami.' (Mereka berdoa): 'Ya Tuhan kami,
limpahkanlah kesabaran kepada kami dan wafatkanlah kami dalam keadaan berserah
diri (kepada-Mu).'" (QS. al-A"raf: 115-126)
Para
tukang sihir Mesir berubah menjadi Muslim dan mempercayai ajaran yang dibawa
oleh Nabi Musa. Mereka beriman kepada Allah s.w.t. Akhirnya, mereka dinaikkan di
batang-batang pohon kurma untuk disalib dan dipotong tangan-tangan mereka dan
kaki-kaki mereka. Mereka meminta kepada Allah s.w.t agar mereka dimatikan
sebagai orang-orang Muslim.
Kemudian
Musa memahami apa yang diucapkan oleh Jibril as: Mereka sejak saat ini sampai
salat Ashar di sisimu dan setelahnya mereka berada di syurga. Ketika memasuki
waktu Ashar tubuh para tukang sihir itu berlumuran darah. Mereka disalib oleh
para tentera Fir'aun. Fir'aun menghadapi masalah baru. Fir'aun mengadakan
serangkaian pertemuan- pertemuan penting di istananya. Fir'aun memanggil
penanggung jawab tentera dan pasukan. Fir'aun juga memanggil apa saat ini
dinamakan dengan kepala intelejen. Bahkan Fir'aun juga memanggil para menteri
dan para penjabat serta tukang-tukang dukun. Jadi, Fir'aun memanggil semua yang
mempunyai kekuatan untuk mengubah jarum sejarah.
Fir'aun
bertanya kepada kepala intelejennya: "Apa yang dikatakan orang- orang?" Ia
berkata: "Anak buahku telah kusebar di antara khalayak dan mereka mendapat
informasi bahawa Musa dapat memenangkan perlumbaan itu kerana ia berhasil
membikin suatu konspirasi bersama para tukang sihir." Kemudian Fir'aun bertanya
kepada salah seorang ketua keamanan: "Apa yang terjadi pada jasad-jasad tukang
sihir?" Ia berkata: "Anak buahku menggantunginya di tempat umum dan di
pasar-pasar untuk menakuti manusia dan kami sebarkan berita bahawa Fir'aun akan
membunuh setiap orang yang memiliki persekongkolan." Lalu Fir'aun bertanya
kepada komandan pasukan: "Apa yang dikatakan oleh pasukan?" Ia menjawab: "Mereka
menginginkan agar mendapatkan perintah untuk bergerak di tempat mana pun yang
ditentukan oleh Fir'aun." Fir'aun berkata: "Belum datang giliran pasukan maka
akan datang gilirannya."
Fir'aun
kemudian terdiam. Lalu Haman salah seorang ketua para menteri bergerak dan
mengangkat tangannya dan ia mulai meminta untuk berbicara, dan Fir'aun
mengizinkan kepadanya. Haman berkata: "Apakah kita akan membiarkan Musa dan
kaumnya untuk membuat kerosakan di muka bumi dan mereka mengalihkan ibadah
kepada selainmu?" Fir'aun berkata: "Sungguh engkau dapat membaca fikiranku wahai
Haman. Kita akan membunuh anak-anak mereka dan akan mempermalukan
perempuan-perempuan mereka. Aku memiliki kekuasaan di atas
mereka."
Pasukan
Fir'aun pergi untuk membunuh anak-anak laki dari Bani Israil dan menodai
kehormatan wanita-wanita mereka, serta memenjarakan siapa pun yang menentang.
Musa berdiri menyaksikan apa yang terjadi tanpa mampu turut campur dan tanpa
mampu mencegahnya. Yang beliau lakukan hanya memerintahkan kaumnya untuk
bersabar. Beliau memerintahkan mereka untuk meminta pertolongan kepada Allah
s.w.t dan bersabar atas segala ujian. Beliau menjadikan para tukang sihir
sebagai teladan bagi mereka di mana tukang sihir Mesir itu mampu menahan derita
di jalan Allah s.w.t tanpa berkeluh kesah. Nabi Musa memberitahu mereka bahawa
tentera-tentera Fir'aun berbuat aniaya di muka bumi yang seakan-akan bumi adalah
milik khusus mereka. Sebenarnya Allah s.w.t akan mewariskan bumi kepada
orang-orang yang bertakwa.
Kemudian
intimidasi yang dilakukan Fir'aun sangat mempengaruhi jiwa Bani Israil sehingga
mereka merasakan kekalahan dan pesimis. Mereka berkata kepada Musa: "Wahai Musa
kami sangat menderita sebelum kedatanganmu dan sesudah kedatanganmu, anak-anak
dibunuh sebelum kedatanganmu dan sesudah kedatanganmu." Seakan-akan mereka
berkata kepada Musa bahawa keberadaanmu tidak memberikan manfaat sedikit pun.
Kami tetap merasakan kesendirian. Musa menolak kebodohan mereka ini. Ia
memberitahu mereka bahawa Allah s.w.t akan menghancurkan musuh-musuh mereka,
kemudian Allah s.w.t akan menjadikan bumi dikuasai oleh mereka. Tetapi lagi-lagi
mereka tetap mengadu kepada Musa dan tampak bahawa mereka tidak kuat lagi
menahan penderitaan yang mereka alami.
Musa
menghadapi keadaan yang sulit. Beliau berusaha melawan kemarahan Fir'aun dan
konspirasinya. Pada saat yang sama, Nabi Musa mendengar keluhan kaumnya. Di
tengah-tengah keadaan yang demikian, Qarun bergerak. Qarun adalah seorang putera
Bani Israil. Ia berasal dari kaum Musa tetapi ia justru menentang Musa.
Kekayaannya dan status sosialnya menjadikannya lebih dekat kepada rejim Fir'aun.
Allah s.w.t menceritakan kepada kita tentang kekayaan Qarun. Allah s.w.t berkata
kepada kita bahawa kunci-kunci kamar yang menyimpan kekayaannya sangat sulit
dipikul oleh sekelompok laki-laki yang kuat sekalipun. Seandainya kita ingin
mengetahui kunci-kunci kekayaan ini yang sedemikian rupa, maka kita dapat
membayangkan kekayaan itu sendiri. Qarun memiliki berbagai macam kekayaan dan
dalam jumlah yang banyak. Bahkan saking kayanya, pelana kudanya terbuat dari
kulit yang dihiasi oleh perak dan emas.
Jika
Qarun keluar dengan membawa pesona dunia yang diikuti oleh rombongannya dan
disinari oleh matahari, maka emas-emas yang dibawanya tampak menyala di bawah
sengatan matahari. Pemandangan demikian sangat mengagumkan bagi orang-orang yang
mencintai dunia. Kekayaan yang dimiliki Qarun membuatnya bersikap angkuh
sehingga tidak mudah baginya untuk menerima nasihat. Tampak bahawa kekayaannya
dan kesombongannya membuatnya merasa bergembira, sehingga tertawanya Qarun
menjadi tertawa yang paling terkenal di kalangan Bani Israil, dan kebenarannya
menyaingi kebenaran Fir'aun dan Haman. Kedua orang itu (Fir'aun dan Haman)
menguasai Mesir secara keseluruhan, sedangkan Qarun hanya mengusai sebahagian
dari Mesir.
Orang-orang yang berakal dari kaumnya menasihatinya agar ia
berfikir sejenak tentang akhiratnya, dan barangkali mereka berkata kepadanya:
"Sesungguhnya tak seorang pun menasihatimu untuk meninggalkan dunia secara
keseluruhan dan menempuh jalan orang-orang yang zuhud tetapi mereka menasihatimu
agar engkau tidak melupakan bahagianmu dari dunia. Sebagaimana mereka
menasihatimu agar jangan sampai engkau melupakan bahagianmu dari
akhirat."
Qarun
hanya merasa puas dengan bahagiannya dari dunia. Imaginasi akalnya mengatakan
bahawa kekayaan ini datang kerana usaha kerasnya sebagaimana ia menduga
kekayaannya adalah tanda bahawa Allah mencintainya. Bahkan ia mengira bahawa ia
lebih utama dan lebih mulia dari Musa. Musa adalah seorang yang fakir sedangkan
Qarun adalah seorang yang kaya, maka bagaimana seorang yang fakir yang tidak
memakai satu pun gelang dari emas dapat memperoleh kedudukan yang mulia di sisi
Allah dibandingkan dengan seorang yang kaya yang mampu membuat pelana kudanya
dari emas. Demikianlah pandangan Qarun dan Fir'aun terhadap
Musa.
Allah
s.w.t berfirman:
"Bukankah aku lebih baik daripada orang yang hina ini dan
yang hampir tidak dapat menjelaskan (perkataannya)?" (QS. az-Zukhruf:
52)
Demikianlah pernyataan Fir'aun kepada Musa. Terdapat
kesesuaian antara pendapat Fir'aun dan Qarun terhadap Musa. Sesuai dengan
kedudukan sosial dan kekayaannya, Qarun menjadi sahabat Fir'aun dan mendukung
rejim kekuasaannya. Bukan hanya Qarun, Fir'aun dan Haman yang menjadi tawanan
khayalan ini, bahkan kaum Fir'aun pun memiliki pendapat yang sama. Yakni, bagi
orang-orang Mesir, Musa hanya sekadar seorang tukang sihir yang mengalahkan
jaguh-jaguh sihir lainnya. Namun ini tidak bererti bahawa masyarakat Mesir tidak
memiliki keutamaan sedikit pun. Di tengah-tengah masyarakat Mesir masih terdapat
orang yang beriman kepada Nabi Musa namun ia menyembunyikan keimanannya kerana
khuatir terhadap kejahatan Fir'aun.
Di sana
juga ada orang yang bertanya-tanya dengan kebodohan: Jika Allah s.w.t memang
mencintai Musa lalu mengapa ia dijadikan seorang yang fakir. Qarun menjadi
fitnah atau cubaan di tengah-tengah kaumnya dan juga bagi orang-orang Mesir.
Ketika Qarun keluar dengan membawa pesona dunianya maka orang-orang yang
menginginkan kehidupan dunia berkata:
"Maka keluarlah Qarun kepada kaumnya dengan kemegahannya.
Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia: 'Moga- moga kiranya
kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Qarun; sesungguhnya ia
benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar." (QS. al-Qashash:
79)
Sedangkan orang-orang yang berakal sehat - biarpun jumlah
mereka sedikit - mereka memandang bahawa kekayaan Qarun yang begitu luar biasa
tidak bererti sedikit pun di sisi Allah s.w.t. Allah s.w.t tidak memandang
kekayaan yang banyak jika jiwa manusia menjadi gelap kerananya. Di tengah-tengah
keadaan yang demikian sulit, Nabi Musa menghadapi Qarun yang menentangnya. Musa
sebagai seorang Nabi mesti menunjukkan sikap yang baik dan kesucian yang agung.
Tampaknya Qarun sepakat dengan Fir'aun untuk berusaha menjatuhkan Musa di depan
pengikutnya dengan tuduhan yang berlawanan dengan
kesuciannya.
Akhirnya, pada suatu hari Nabi Musa dikejutkan dengan suatu
tuduhan di mana ada seorang wanita yang menuduhnya berbuat tidak senonoh
kepadanya dan mengatakan bahawa Musa pernah tidur bersamanya kelmarin. Kami kira
Nabi Musa sangat kaget dengan tuduhan ini dan beliau tidak mengetahui apa yang
dikatakannya atau bagaimana beliau membela dirinya menghadapi tuduhan seperti
itu. Kemungkinan besar beliau salat dan menghadap Allah s.w.t. Kemudian beliau
menemui wanita itu dan bertanya, mengapa ia menuduhkan padanya sesuatu yang
tidak benar. Tiba-tiba wanita itu menangis dan meminta ampun kepada Musa. Ia
memberitahu Musa bahawa Qarun memberinya wang sebagai imbalan atas fitnah yang
ditebarkannya terhadap Musa. Mendengar itu, Musa mendoakan buruk buat Qarun.
Kemudian Allah s.w.t berkehendak untuk mendatangkan mukjizat di saat yang tepat
yang menjelaskan kepada manusia bahawa Dia Maha kuasa, Maha kuat, dan Maha
Perkasa, dan bahawa harta hanya sebahagian ujian dan fitnah, bukan sebagai suatu
keutamaan yang dengannya manusia dapat dinilai.
Mukjizat
yang Allah s.w.t turunkan adalah membinasakan Qarun dan menenggelamkan rumahnya
dan hartanya. Qarun keluar untuk menemui kaumnya dengan menampakkan pesona
dunianya. Lalu bumi terbelah di bawah kakinya dan Qarun pun tersungkur di bumi.
Kami tidak mengetahui apakah itu gempa yang pertama kali terjadi atau itu adalah
gempa yang Allah s.w.t perintahkan kepada bumi untuk terjadi. Yang kita ketahui
adalah bahawa bumi terbelah dan ia menelan Qarun. Bumi menenggelamkan
istana-istana Qarun, hewan-hewan ternaknya, emasnya, peraknya dan semua
kekayaannya serta orang dekatnya.
Sebahagian dongeng mengatakan bahawa itu terjadi di Fuyum,
dan danau Qarun adalah yang dikenal orang-orang Mesir dengan nama ini. Ia adalah
tempat yang dihuni oleh Qarun dan menjadi tempat istananya dan tempat menyimpan
hartanya. Alhasil, Al-Quran al-Karim tidak menentukan tempat datangnya azab ini
dan tidak juga menyebut kapan itu terjadi. Al-Quran hanya menceritakan apa yang
terjadi. Tentu penentuan tempat dan waktu bukan sesuatu yang penting tetapi yang
penting adalah pelajaran yang terjadi itu.
Allah
s.w.t berfirman dalam surah al-Qhashash:
"Sesungguhnya Qarun adalah termasuk kaum Musa, maka ia
berlaku aniaya terhadap mereka, dan Kami telah menganugerahkan kepadanya
perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah
orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya: 'Janganlah
kamu terlalu bangga; sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu
membanggakan diri.' Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan kebahagiaanmu dari
(kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah
telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerosakan di (muka)
bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerosakan.
Qarun berkata: 'Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, kerana ilmu yang ada
padaku.' Dan apakah ia tidak mengetahui, bahawasanya Allah sungguh telah
membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak
mengumpulkan harta? Dan tidakkah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa
itu, tentang dosa-dosa mereka. Maka keluarlah Qarun kepada kaumnya dalam
kemegahannya. Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia:
'Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Qarun;
sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar. Berkatalah
orang-orang yang dianugerahi ilmu: 'Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala
Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan
tidak diperoleh pahala itu, kecuali orang- orang yang sabar.' Maka Kami
benamkanlah Qarun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu
golongan pun yang menolongnya terhadap azab Allah, dan tiadalah ia termasuk
orang- orang (yang dapat) membela (dirinya). Dan jadilah orang-orang yang
kelmarin mencita-citakan kedudukan Qarun itu, berkata: "Aduhai benarlah Allah
melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya dan
menyempitkannya; kalau Allah tidak melimpahkan kurnia-Nya atas kita benar-benar
Dia telah membenamkan kita (pula). Aduhai benarlah, tidak beruntung orang- orang
yang mengingkari (nikmat Allah).' Negeri akhirat itu. Kami jadikan untuk
orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerosakan di (muka)
bumi. Dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa. "
(QS. al-Qashash: 76-83)
Orang-orang dahulu banyak membicarakan ilmu ini yang Qarun
mengklaim bahawa ia diberi ilmu itu. Sebahagian mereka mengatakan bahawa itu
adalah ilmu kimia yang dengannya Qarun mampu mengubah tembaga menjadi emas.
Sebahagian lagi mereka mengatakan bahawa Qarun mengetahui ismullah al-A'zham
(nama Allah yang agung) lalu ia menggunakannya untuk mengubah bahan-bahan itu
menjadi emas. Tetapi orang-orang yang berakal dari kalangan orang-orang dahulu
membantah hal itu. Menurut mereka, Qarun tidak mengetahui ismullah al-A'zham.
Qarun adalah seorang munafik. Mereka juga tidak percaya bahawa Qarun dapat
membuat racikan kimia.
Kami
kira, ini semua adalah dongengan semata yang tidak layak untuk menjelaskan
sebab-sebab kekayaannya. Menurut hemat kami, Qarun adalah seorang yang lalim di
mana ia melakukan pekerjaan yang tidak sehat. Dan boleh jadi ia memanfaatkan
persahabatan dengan Fir'aun untuk mendapatkan fasiliti-fasiliti dari Fir'aun.
Dan kerana persahabatan itu, ia berani menentang Musa. Qarun melakukan kejahatan
di sana-sini dan kerananya ia mengatakan bahawa harta yang diperolehnya adalah
hasil dari kerja kerasnya dan ilmunya. Qarun telah membuat kebohongan dan
kelaliman dan ia mendapatkan kekayaan dengan cara-cara yang tidak
sehat.
Penyimpangan dari keimanan kepada Allah s.w.t meskipun
sehujung rambut pada akhirnya menyeret manusia kepada sikap kesombongan. Manusia
itu akan menentang kebenaran dan ia tidak mampu lagi mengikuti kebenaran
sehingga pada gilirannya sesuatu yang bohong pun akan menjadi laksana sesuatu
yang realistik dan tidak perlu lagi dipersoalkan. Belum lama Qarun mendapatkan
seksa sehingga orang- orang mukmin yang mengikuti Nabi Musa merasakan kelapangan
yang sebelumnya mereka merasa tertindas. Orang-orang Mesir dan anak-anak Israil
menyaksikan mukjizat ini.
Akhirnya, pertentangan antara Fir'aun dan Nabi Musa
mencapai puncaknya. Fir'aun meyakini bahawa Musa sangat mengancam kekuasaannya.
Musa - sebagaimana nabi-nabi yang lain - membawa ajarannya dengan penuh
kelembutan tetapi ketika ia berhadapan dengan puncak kejahatan dan sumber-sumber
yang lalim maka ia tidak segan- segan untuk menghancurkannya. Nabi Musa
menantang sumber kejahatan di zamannya, yaitu Fira'un. Kemudian Fir'aun
melontarkan ide untuk membunuh Musa. Fir'aun mengira bahawa membunuh Musa adalah
cara satu-satunya untuk menyelesaikan masalahnya:
"Dan berkata Fir'aun (kepada pembesar-pembesarnya):
'Biarkanlah aku membunuh Musa dan hendaklah ia memohon kepada Tuhannya, kerana
sesungguhnya aku khuatir dia akan menukar agamamu atau menimbulkan kerosakan di
muka bumi.'" (QS. al-Mu'min: 26)
Kita
perhatikan bahawa Fir'aun berusaha untuk mencegah orang-orang yang menuju
kebenaran; Fir'aun berusaha memberhentikan tugas para nabi; ia berusaha
menyesatkan manusia dengan mengatakan bahawa justru Musa yang ingin menyesatkan
mereka; ia mengusulkan kepada para menterinya dan para pembesarnya untuk
membiarkannya membunuh Musa. Tentu ia tidak membunuh Musa dengan tangannya
sendiri tetapi ia hanya sekadar melontarkan fikiran untuk membunuhnya di depan
mereka dan yang melaksanakan hal tersebut adalah para pejabat istana. Kami kira
Haman sangat berperan dalam pelaksanaan ide ini. Kemudian terbentuklah kelompok
orang-orang munafik yang mendukung ide Fir'aun ini.
Ide
tersebut hampir segera dibenarkan kalau tidak ada seorang dari keluarga Fir'aun.
Ia adalah seorang lelaki dari kalangan pejabat negara yang terpandang. Al-Quran
tidak menyebutkan namanya kerana namanya tidak begitu penting dan begitu juga ia
tidak menyebutkan sifatnya kerana sifatnya tidak begitu penting. Al-Quran hanya
menceritakan keadaan lelaki ini yang menyembunyikan keimanannya. Ia berbicara di
tengah-tengah perkumpulan yang di situ disampaikan ide untuk membunuh Musa.
Kemudian ia menghentikan ide gila itu dan berusaha meruntuhkan ide itu. Ia
berkata bahawa Musa hanya mengatakan bahawa Allah s.w.t adalah Tuhannya, lalu
untuk mendukung penyataannya itu ia membekali dirinya dengan bukti-bukti yang
jelas yang menunjukkan bahawa ia benar-benar seorang rasul. Kemudian ada dua
kemungkinan dan tidak ada kemungkinan ketiga: pertama bahawa Musa adalah seorang
pembohong, kedua ia seorang yang benar. Jika ia seorang pembohong maka
kebohongannya itu akan kembali kepada dirinya sendiri dan ia tidak melakukan
sesuatu yang kerananya ia harus dibunuh. Namun jika ia benar lalu kita
membunuhnya maka gerangan apa yang akan menjamin kita dari keselamatan terhadap
azab yang dijanjikannya? Seorang mukmin yang menyembunyikan keimanannya itu
berkata kepada kaumnya: "Sesungguhnya hari ini kita berada di tempat-tempat
kekuatan sebagaimana yang dialami oleh Qarun di mana ia memiliki kekayaan dan
kekuatan kemudian terjadilah apa yang terjadi padanya. Siapakah yang akan
menyelamatkan kita dari azab Allah s.w.t ketika datang? Siapakah yang dapat
menolong kita dari seksaan-Nya jika menimpa kita? Tindakan melampaui batas kita
dan usaha kita untuk membohongkan kebenaran telah membuat kita
rugi."
Perkataan lelaki mukmin itu memuaskan para hadirin. Orang
lelaki itu adalah seseorang yang tidak begitu menampakkan loyalitinya kepada
Fir'aun. Ia bukan dari kalangan pengikut Musa. Tampaknya ia berbicara dengan
motivasi untuk mempertahankan kekuasaan Fir'aun, dan menurutnya tidak ada
sesuatu yang dapat menjatuhkan kekuasaan Fir'aun seperti kebohongan dan tindakan
yang melampaui batas dan membunuh jiwa-jiwa yang tidak
berdosa.
Dari
sinilah kata-kata lelaki mukmin itu memancarkan kekuatannya yang cukup
mempengaruhi Fir'aun, para menterinya, dan anak buahnya. Meskipun ide Fir'aun
untuk membunuh Musa digagalkan oleh lelaki mukmin itu, namun Fir'aun mengatakan
kata-kata bersejarahnya yang kemudian menjadi contoh dari sikap orang-orang yang
lalim:
"Fir'aun berkata: Aku tidak mengemukakan kepadamu,
melainkan apa yang aku pandang baik; dan aku tiada menunjukkan kepadamu selain
jalan yang benar.'" (QS. al-Mu'min: 29)
Demikianlah pernyataan para penguasa yang lalim ketika
mereka menghadapi masyarakat mereka. Aku tidak melihat pendapatku kecuali sesuai
dengan apa yang aku pertimbangkan. Ini adalah pendapat kami yang khusus. Ia
merupakan pendapat yang membimbing kalian menuju jalan petunjuk, sedangkan
pendapat lainnya salah. Oleh kerana itu, kita harus tetap melawannya dan
membinasakannya. Allah s.w.t menceritakan sikap demikian ini dalam surah
Ghafir:
"Dan seorang laki-laki yang beriman di antara
pengikut-pengikut Fir'aun yang menyembunyikan imannya berkata: 'Apakah kamu akan
membunuh seorang laki-laki kerana dia menyatakan: 'Tuhanku ialah Allah,' padahal
dia telah datang kepadamu dengan membawa keterangan-keterangan dari Tuhanmu. Dan
jika ia seorang pendusta maka dialah yang menanggung (dosa) dustanya itu; dan
jika ia seorang yang benar nescaya sebahagian (bencana) yang diancamkannya
kepadamu akan menimpamu.' Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang
melampaui batas lagi pendusta. (Musa berkata): 'Hai kaumku, untukmu lah kerajaan
pada hari ini dengan berkuasa di muka bumi. Siapakah yang akan menolong kita
dari azab Allah jika azab itu menimpa kita!' Fir'aun berkata: 'Aku tidak
mengemukakan kepadamu, melainkan apa saja yang aku pandang baik; dan aku tiada
menunjukkan kepadamu selain jalan yang benar.'" (QS. al-Mu'min
28-29)
Perdebatan tersebut tidak berhenti pada batas ini. Fir'aun
mengutarakan kata-katanya tetapi seorang mukmin itu tetap tidak puas dengannya,
kemudian lelaki mukmin itu kembali berbicara:
"Dan orang yang beriman itu berkata: 'Hai kaumku,
sesungguhnya aku khuatir kamu akan ditimpa (bencana) seperti kehancuran golongan
yang bersekutu. (Yakni) seperti keadaan kaum Nuh, Ad Tsamud dan orang-orang yang
datang sesudah mereka. Dan Allah tidak akan menghendaki berbuat kelaliman
terhadap hamba-hamba-Nya. Hai kaumku, sesungguhnya aku khuatir terhadapmu akan
seksaan hari panggil-memanggil, (yaitu) hari (ketika) kamu (lari) berpaling ke
belakang, tidak ada bagimu seorang pun yang menyelamatkan dirimu dari (azab)
Allah, dan siapa yang disesatkan Allah, nescaya tidak ada baginya seorang pun
yang akan memberi petunjuk. Dan sesungguhnya telah datang Yusuf kepadamu dengan
membawa keterangan- keterangan, tetapi kamu senantiasa dalam keraguan tentang
apa yang dibawanya kepadamu, hingga ketika dia meninggal, kamu berkata: 'Allah
tidak akan mengirimkan seorang (rasul pun) sesudahnya. Demikianlah Allah
menyesatkan orang-orang yang melampaui batas dan ragu-ragu. (Yaitu) orang-orang
yang memperdebatkan ayat-ayat Allah tanpa alasan yang sampai kepada mereka. Amat
besar kemurkaan (bagi mereka) di sisi Allah dan di sisi orang-orang yang
beriman. Demikianlah Allah mengunci mati hati orang yang sombong dan
sewenang-wenang." (QS. al-Mu'min: 30-35)
Kita
perhatikan dalam pembicaraan tersebut terdapat perbezaan dengan pembicaraan
sebelumnya. Lelaki mukmin itu berusaha menguraikan pada pembicaraan akhirnya
tentang bukti-bukti sejarah. Ia menyampaikan kepada Firaun dan kaumnya
argumentasi-argumentasi yang cukup untuk menunjukkan kebenaran Musa. Ia
memperingatkan mereka agar jangan sampai mengganggu Musa. Sebelum masa mereka,
terdapat umat-umat yang menentang rasul-rasul yang dikirim oleh Allah s.w.t,
lalu Allah s.w.t menghancurkan mereka. Mereka adalah kaum Nuh, kaum 'Ad, dan
kaum Tsamud. Zaman mereka tidak terlalu jauh dengan zaman
sekarang.
Sejarah
Mesir menunjukkan bukti kebenaran ucapannya di mana Nabi Yusuf datang dengan
membawa bukti yang jelas kemudian terdapat orang-orang yang merugikan dakwahnya
lalu mereka beriman padanya setelah keselamatan hampir saja tercabut dari
mereka. Lalu apa keanehan di balik pengutusan para rasul dari Allah s.w.t?
Sejarah masa lalu harus menjadi bahan renungan. Bukankah kelompok minoriti
orang- orang mukmin memperoleh kemenangan ketika mereka benar-benar beriman atas
kelompok majoriti yang kafir? Bukankah Allah s.w.t telah menghancurkan orang-
orang kafir? Allah s.w.t menenggelamkan mereka dengan taufan dan Allah s.w.t
menghancurkan mereka dengan kilat atau Allah s.w.t menenggelamkan mereka dalam
bumi. Apa yang kita tunggu sekarang dan dari mana kita tahu bahawa usaha kita
membela Fir'aun mati-matian akan membawa keuntungan bagi kita
semua?
Pembicaraan lelaki mukmin yang intelektual itu mengandung
beberapa peringatan yang mengerikan. Tampaknya ia berhasil memuaskan para
hadirin bahawa ide membunuh Musa adalah ide yang tidak aman. Atau dengan kata
lain, itu adalah ide yang tidak menjamin keselamatan mereka. Oleh kerana itu,
ide tersebut hendaklah ditinggalkan. Setelah itu, lelaki mukmin itu berusaha
untuk menunjukkan kepada mereka kebenaran yang dibawa oleh Musa. Ia yang semula
menggunakan bahasa isyarat, kini berusaha untuk menggunakan bahasa yang terang
dan gamblang. Ia telah berani menampakkan kebenaran:
"Orang yang beriman itu berkata: 'Hai kaumku, ikutilah aku,
aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang benar. Hai kaumku, sesungguhnya
kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat
itulah negeri yang kekal. Barang siapa mengerjakan perbuatan jahat, maka dia
tidak akan dibalas melainkan sebanding dengan kejahatan itu. Dan barang siapa
mengerjakan amal yang saleh baik laki-laki mahupun perempuan sedang ia dalam
keadaan beriman, maka mereka akan masuk syurga, mereka diberi rezeki di dalamnya
tanpa hisab.'" (QS. al-Mu'min: 38-40)
Akhirnya, keimanan lelaki mukmin itu pun tersingkap. Ia
diketahui sebagai seorang mukmin yang tidak lagi menyembunyikan keimanannya.
Pada akhir pembicaraannya, ia menegaskan:
"Hai
kaumku, bagaimanakah kamu, aku menyeru kamu kepada keselamatan, tetapi kamu
menyeru aku ke neraka? (Mengapa) kamu menyeruku kafir kepada Allah dan
mempersekutukan-Nya dengan apa yang tidak aku ketahui padahal aku menyeru kamu
(beriman) kepada Yang Maha Perkasa lagi Maha Pengampun? Sudah pasti bahawa apa
yang kamu seru supaya aku (beriman) kepadanya tidak dapat memperkenankan seruan
apa pun baik di dunia mahupun di akhirat. Dan sesungguhnya kita kembali kepada
Allah dan sesungguhnya orang-orang yang melampaui batas, mereka itulah penghuni
neraka. Kelak kamu akan mengingat kepada apa yang kukatakan kepada kamu. Dan aku
menyerahkan urusanku kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat akan
hamba-hamba-Nya." (QS. al-Mu'min: 41-44)
Lelaki
mukmin itu mengakhiri pembicaraan dengan kata-kata yang berani ini. Kami kira,
Allah s.w.t telah mengirim lelaki mukmin ini dari kalangan Fir'aun agar Fir'aun
melupakan Musa. Konteks Al-Quran menyingkap bahawa lelaki ini merupakan salah
seorang intelektual Mesir yang mengetahui sejarah dan mampu menganalisis serta
memiliki kemampuan untuk menghubungkan satu peristiwa dengan peristiwa yang lain
sehingga ia mengetahui sebab-sebab dan akhir dari suatu
peristiwa.
Orang
yang beriman itu mampu menggiring akal mereka menuju kebenaran. Fir'aun
tersibukkan dengan lelaki mukmin ini hingga beberapa saat ia lupa untuk
memikirkan Musa. Lelaki mukmin itu berasal dari keluarga Fir'aun. Ia adalah
kerabat dekatnya dan salah seorang pejabat negaranya. Keimanannya terhadap
kebenaran menjadikan istana Fir'aun terbagi menjadi dua kubu: kubu pro Musa dan
kubu anti Musa. Ini bererti kemenangan yang besar bagi Musa. kerana itu,
membunuh lelaki mukmin itu akan mengganggu atau menggoyangkan keberadaan
cendekiawan Mesir di mana ia adalah salah seorang dari
mereka.
Demikianlah, Fir'aun menghadapi masalah yang rasa-rasanya
sulit atau mustahil untuk terpecahkan. Membunuh lelaki mukmin itu tidak akan
memberikan dampak yang baik, begitu juga membiarkannya hidup juga tidak
memberikan dampak yang baik. Akhirnya, mereka membikin suatu konspirasi untuk
menyingkirkannya. Kemudian di sinilah bimbingan Allah s.w.t
diturunkan:
"Maka Allah memeliharanya dari kejahatan tipu daya mereka,
dan Fir'aun beserta kaumnya dikepung oleh azab yang amat buruk." (QS. al-Mu'min:
45)
Untuk
beberapa saat, Fir'aun disibukkan dengan masalah baru ini, tetapi Fir'aun adalah
Fir'aun. Ia tetap memakai busana kesombongannya; ia tetap menyeksa Bani Israil,
menghina mereka dan menodai kehormatan wanita-wanita serta membunuh anak-anak.
Akhirnya, tibalah waktunya bagi Allah s.w.t untuk bersikap keras kepada keluarga
Fir'aun. Allah s.w.t menurunkan bencana kepada mereka dan menakut-nakuti mereka
dengan azab sehingga mereka mengurungkan niat untuk menghancurkan Musa dan
laki-laki mukmin itu, dan sebagai pembuktian atas kebenaran kenabian Musa. Allah
s.w.t menurunkan tahun-tahun yang kering dan tandus kepada orang-orang Mesir di
mana bumi tampak kering kontang dan sungai Nil pun mengering hingga buah-buahan
jarang sekali ditemukan dan harga semakin mencekik leher. Akibatnya, kelaparan
melanda di sana-sini. Dalam keadaan demikian, orang-orang Mesir menganggap
bahawa kehidupan mereka terancam. Adalah hal yang maklum bahawa seksa yang
seperti ini akan selalu menimpa manusia ketika mereka berpaling dari keimanan
dan takwa.
Allah
s.w.t berfirman:
"Jikalau sekitarnya penduduk negeri-negeri beriman dan
bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan
bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami seksa mereka
disebabkan perbuatannya." (QS. al-A'raf: 96)
Hukum
yang lama diperlakukan atas penduduk Mesir kerana dua sebab: pertama, sikap
dingin mereka terhadap pembunuhan yang dilakukan Fir'aun kepada para tukang
sihir, kedua, sikap dingin mereka terhadap kelaliman penguasa mereka. Aneh
sekali ketika kaum Fir'aun mengembalikan masa paceklik ini dan musibah kelaparan
ini pada suatu sebab yang sangat menghairankan. Mereka mengatakan bahawa apa
yang menimpa mereka kerana kesialan yang dibawa oleh Musa. Kelaparan yang
melanda mereka, kefakiran, dan kekurangan buah-buahan yang mereka rasakan saat
ini adalah disebabkan oleh adanya Musa di tengah-tengah
mereka.
Kemudian
kefakiran mereka semakin meningkat dan mereka semakin menjauh dari kebenaran.
Mereka meyakini bahawa sihir Musa adalah yang bertanggungjawab terhadap apa yang
menimpa mereka pada musim paceklik ini. Mereka mengira dengan kebodohan mereka
bahawa kekeringan yang melanda negeri mereka adalah sebagai alat atau kekuatan
yang digunakan oleh Musa untuk menyihir mereka. Namun perlu diperhatikan bahawa
pemikiran demikian tidak mewakili pemikiran umumnya masyarakat saat itu, tetapi
pemikiran ini datang dan dihembuskan oleh kelompok-kelompok yang berkuasa.
Akhirnya, Allah s.w.t menurunkan azab yang lebih keras kepada mereka. Allah
s.w.t berfirman:
"Dan sesungguhnya Kami telah menghukum (Fir'aun dan)
kaumnya dengan (mendatangkan) musim kemarau yang panjang dan kekurangan
buah-buahan, supaya mereka mengambil pelajaran. Kemudian apabila datang kepada
mereka kemakmuran, mereka berkata: 'Ini adalah kerana (usaha) kami.' Dan jika
mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan
orang-orang yang besertanya. Ketahuilah, sesungguhnya kesialan mereka itu adalah
ketetapan dari Allah, akan tetapi kebanyakan neraka tidak mengetahuinya. Mereka
berkata: 'Bagaimanapun kamu mendatangkan keterangan kepada kami untuk menyihir
kami dengan keterangan itu maka, kami sekali-kali tidak akan beriman kepadamu.'
Maka Kami kirimkan kepada mereka taufan, belalang, kutu, katak dan darah sebagai
bukti yang jelas, tetapi mereka tetap menyombongkan diri dan mereka adalah kaum
yang berdosa. (QS. al-A'raf: 130-133)
Allah
s.w.t mengirimkan berbagai macam azab dengan harapan agar mereka kembali kepada
Allah s.w.t dan melepaskan Bani Israil serta membiarkan mereka pergi bersama
Musa. Allah s.w.t mengirim taufan kepada mereka. Setelah masa paceklik,
datanglah tahun yang penuh dengan air sehingga bumi pun tenggelam dengan air
sehingga mereka tidak dapat bercucuk tanam. Setelah mereka diseksa dengan
sedikitnya air maka kali ini mereka mendapatkan limpahan air yang luar biasa.
Mereka segera datang kepada Nabi Musa sambil berkata:
"Dan ketika mereka ditimpa azab (yang telah diterangkan
itu) mereka pun berkata: 'Hai Musa, mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu dengan
(perantaraan) kenabian yang diketahui Allah ada pada sisimu. Sesungguhnya jika
kamu dapat menghilangkan azab itu dari kami, pasti kami akan beriman kepadamu
dan akan kami biarkan Bani Israil pergi bersamamu.'" (QS. al-A'raf:
134)
Kemudian
Nabi Musa berdoa kepada Tuhannya sehingga azab disingkirkan dari mereka. Air
yang memancar dengan dahsyat itu berhenti dan bumi kembali mengambil air yang
cukup sehingga layak untuk dibuat bercucuk tanam. Nabi Musa meminta kepada
mereka untuk mewujudkan janji mereka, yaitu melepaskan tawanan Bani Israil. Tapi
mereka tidak memenuhinya. Kemudian datanglah tanda kebesaran yang lain yaitu
dalam bentuk turunnya belalang. Allah s.w.t mengirim sekawanan belalang yang
memenuhi tanaman dan buah-buahan. Ketika belalang- belalang itu terbang maka
tanaman-tanaman mereka dan buah-buahan mereka tersembunyi dari pandangan kerana
saking banyaknya belalang- belalang itu. Belalang itu memakan makanan
orang-orang Mesir.
Melihat
keadaan demikian, mereka pun pergi ke Musa dan meminta kepadanya agar berdoa
kepada Tuhannya agar menyingkirkan seksaan ini dari mereka dan mereka berjanji
untuk melepaskan padanya Bani Israil. Nabi Musa pun lagi-lagi berdoa kepada
Tuhannya sehingga Allah s.w.t menyingkirkan azab itu dari mereka. Dan
belalang-belalang itu kembali ke tempat asalnya. Mereka dapat menanami kembali
bumi dengan baik. Lalu Nabi Musa meminta kepada mereka untuk melepaskan Bani
Israil namun mereka menunda-nundanya sehingga Nabi Musa mengetahui bahawa
sebenarnya mereka tidak serius untuk memenuhi janji mereka.
Kemudian
datanglah seksaan Allah s.w.t yang lain, yaitu dikirim-Nya berbagai macam hama.
Tersebarlah hama yang membawa penyakit. Lagi- lagi mereka datang kepada Nabi
Musa dan mengulangi janji mereka dan Nabi Musa pun berdoa kepada Allah s.w.t.
Kali ini mereka pun tetap mengingkari janji mereka. Lalu datanglah seksaan Allah
s.w.t yang lain dalam bentuk dikirim-Nya katak di mana bumi dipenuhi dengan
katak. Katak itu melompat-lompat ke sana-sini dan memenuhi makanan orang- orang
Mesir serta berada di rumah mereka sehingga mereka sangat terganggu dengan
kehadiran katak-katak liar itu. Lagi-lagi mereka menemui Nabi Musa dan kembali
mengulangi janji mereka dan meminta padanya agar ia berdoa kepada Tuhannya agar
Allah s.w.t menyingkirkan azab dari mereka. Tetapi mereka pun tetap mengingkari
janji mereka.
Selanjutnya, Allah s.w.t menurunkan azab yang lain yaitu
darah di mana sungai Nil berubah menjadi darah sehingga tidak seorang pun dapat
meminumnya. Kita ketahui bahawa mukjizat-mukjizat pertama berupa sesuatu yang
biasa terjadi pada tanaman. Berkurangnya air Nil atau bertambahnya air tersebut
atau serangan belalang atau hama dan katak, semua ini adalah bukan hal baru bagi
orang-orang Mesir. Yang baru adalah kejadian ini terjadi dengan sangat tiba-tiba
dan sangat mencekam. Sedangkan mukjizat atau azab yang lain adalah azab yang
tidak biasa terjadi di daerah Mesir, yaitu azab yang belum pernah terjadi
sebelumnya di mana air sungai Nil berubah menjadi darah.
Perubahan sungai itu menjadi darah hanya terjadi di
kalangan orang- orang Mesir sedangkan Musa dan kaumnya dapat meminum airnya
seperti biasanya. Namun ketika seorang Mesir memenuhi tempat gelasnya dengan air
maka ia akan mendapati bahawa gelasnya penuh dengan darah. Melihat peristiwa
tersebut, orang-orang Mesir tergoncang sebagaimana istana Fir'aun juga
tergoncang melihat seksa yang mengerikan dan baru ini. Lagi-lagi mereka menuju
ke Nabi Musa dan meminta kepadanya agar berdoa kepada Tuhannya dan mereka
berjanji pada kali ini untuk membebaskan orang-orang Bani Israil. Nabi Musa pun
berdoa kepada Tuhannya sehingga azab itu disingkirkan dari orang-orang Mesir.
Meski demikian. istana Fir'aun tidak mengizinkan Musa untuk menemui kaumnya dan
pergi bersama mereka. Lalu bagaimana sikap Fir'aun sendiri? Fir'aun tetap
menunjukkan pembangkangnya dan kesombongannya. Fir'aun mengumumkan di
tengah-tengah kaumnya bahawa dia tuhan. Bukankah - kata Fir'aun - dia memiliki
kerajaan Mesir dan sungai-sungai ini mengalir di bawah kekuasaannya? Fir'aun
memberitahu bahawa Musa adalah tukang sihir yang bohong dan ia hanya seorang
fakir yang tidak mampu menggunakan satu kalung emas dan satu gelang
emas.
Allah
s.w.t berfirman:
"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Musa dengan membawa
mukjizat-mukjizat Kami kepada Fir'aun dan pemuka-pemuka kaumnya. Maka Musa
berkata: 'Sesungguhnya aku adalah dari utusan Tuhan seru sekalian alam. Maka
tatkala dia datang kepada mereka dengan membawa mukjizat-mukjizat Kami dengan
serta merta mereka mengetawakannya. Dan tidakkah Kami perlihatkan kepada mereka
sesuatu mukjizat kecuali mukjizat itu lebih besar dari mukjizat-mukjizat
sebelumnya. Dan Kami timpakan kepada mereka azab supaya mereka kembali (kejalan
yang benar). Dan mereka berkata: 'Hai ahli sihir berdoalah kepada Tuhanmu untuk
(melepaskan) kami sesuai dengan apa yang telah dijanjikan-Nya kepadamu;
sesungguhnya kami (jika doamu dikabulkan) benar-benar akan menjadi orang yang
mendapat petunjuk. Maka tatkala Kami menghilangkan azab itu dari mereka, dengan
serta merta mereka memungkiri (janjinya). Dan Fir'aun berseru kepada kaumnya
(seraya) berkata: 'Hai kaumku, bukankah kerajaan Mesir ini kepunyaanku dan
(bukankah) sungai-sungai ini mengalir di bawahku; maka apakah kamu tidak
melihat(nya)?' Bukankah aku lebih baik dari orang yang hina ini dan yang hampir
tidak dapat dijelaskan (perkataannya)? Mengapa tidak dipakaikan kepadanya gelang
dari emas atau malaikat datang bersama-sama dia untuk mengiringkannya.' Maka
Fir'aun mempengaruhi kaumnya dengan (perkataannya itu) lalu mereka patuh
kepadanya. Sesungguhnya mereka adalah kaum yang fasik." (QS. az-Zukhruf:
46-54)
Perhatikanlah ungkapkan Al-Quran: Maka Fir'aun mempengaruhi
kaumnya dengan (perkataannya itu) lalu mereka patuh kepadanya. Fir'aun memenjara
akal mereka, membelenggu kebebasan mereka, dan menutup masa depan mereka yang
cerah. Fir'aun menodai kemanusiaan mereka sehingga mereka mentaatinya. Bukankah
ketaatan ini aneh? Namun keanehan ini hilang ketika kita mengetahui bahawa
mereka adalah orang- orang yang fasik. Kefasikan menjadikan seseorang tidak
peduli dengan masa depannya dan kepentingannya serta urusannya. Pada akhirnya,
ia akan mendapati kehancuran. Demikianlah yang terjadi pada kaum
Fir'aun.
Allah
s.w.t berfirman:
"Maka tatkala mereka membuat Kami murka, Kami menghukum
mereka lalu Kami tenggelamkan mereka semuanya (di laut), dan Kami jadikan mereka
sebagai pelajaran dan contoh bagi orang-orang yang kemudian." (QS. az-Zukhruf:
55-56)
Tampak
jelas bahawa Fir'aun tidak beriman kepada Musa. Fir'aun tidak menghentikan usaha
untuk menyeksa Bani Israil dan ia tetap merendahkan kaumnya. Maka melihat
kenyataan yang demikian, Musa dan Harun berdoa buruk untuk
Fir'aun:
"Musa berkata: 'Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau telah
memberi kepada Fir'aun dan pemuka-pemuka kaumnya dengan perhiasan dan harta
kekayaan dalam kehidupan dunia, ya Tuhan kami, akibatnya mereka menyesatkan
(manusia) dari jalan Engkau. Ya Tuhan kami, binasakanlah harta benda mereka, dan
kunci matilah hati mereka, maka mereka tidak beriman hingga mereka melihat
seksaan yang pedih.' Allah berfirman: 'Sesungguhnya telah diperkenankan
permohonan kamu berdua, sebab itu tetaplah kamu berdua pada jalan yang lurus dan
janganlah sekali-kali mengikuti jalan orang-orang yang tidak mengetahui.'" (QS.
Yunus: 88-89)
Kemudian
datanglah izin kepada Nabi Musa untuk meninggalkan Mesir dengan disertai oleh
kaumnya yang mengikutinya. Sikap kaum Nabi Musa sangat aneh. Tidak semua kaumnya
beriman kepadanya. Allah s.w.t berfirman:
"Maka tidak ada yang beriman kepada Musa, melainkan pemuda-
pemuda dari kaumnya (Musa) dalam keadaan takut bahawa Fir'aun dan pemuka-pemuka
kaumnya akan menyeksa mereka. Sesungguhnya Fir'aun itu sewenang-wenang di muka
bumi. Dan sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang melampaui batas." (QS.
Yunus: 83)
Selesailah urusan. Allah s.w.t telah menetapkan untuk
membuat suatu keputusan hukum terhadap Fir'aun. Allah s.w.t memerintahkan kepada
Musa untuk keluar dan mengizinkan Bani Israil untuk pergi. Mereka
bersiap-bersiap untuk keluar dan pergi bersama Musa. Mereka membawa
perhiasan-perhiasan mereka lalu datanglah malam kepada mereka. Nabi Musa
berjalan bersama mereka dan menyeberangi Laut Merah dan menuju ke negeri Syam.
Sementara itu, utusan Fir'aun dan intelejennya bergerak. Sampailah berita kepada
Fir'aun bahawa Musa telah pergi beserta kaumnya. Fir'aun mengeluarkan
perintahnya di segenap penjuru kota agar pasukan yang besar berkumpul. Fir'aun
menyampaikan alasan yang aneh di balik pengumpulan tentera itu sebagaimana
disampaikan oleh Al-Quran:
"Dan sesungguhnya mereka membuat hal-hal yang menimbulkan
amarah kita. " (QS. asy-Syu'ara': 55)
Fir'aun
telah naik pitam melihat aksi Musa. "Secara peribadi aku telah marah padanya.
Jumlah mereka sedikit namun kemarahan kita terhadap mereka sungguh banyak. Kalau
demikian, ini adalah peperangan." Fir'aun benar-benar seorang penjahat kelas
kakap. Ia tidak berusaha menyembunyikan niatnya di balik kata-kata besarnya.
Misalnya, secara diplomasi ia dapat mengatakan bahawa keamanan kerajaan terancam
atau sistem ekonomi akan hancur jika para pekerja ini yang digaji dengan sangat
murah ini akan keluar. Fir'aun tidak mengatakan semua itu tetapi ia hanya
menyatakan bahawa ia sedang emosi. Nabi Musa membuatnya naik pitam dan ini sudah
cukup untuk mengeluarkan perintah agar para tentera dikumpulkan. Manusia
membenarkan tindakan Fir'aun untuk seribu kalinya setelah membohongkannya. Tiada
seorang pun yang menentangnya dan tidak ada seorang pun yang mempersoalkan sebab
kenapa di balik pengumpulan tentera itu.
Akhirnya, bergeraklah tentera Fir'aun dengan membawa
persenjataan yang lengkap dan mereka berusaha mengejar Nabi Musa. Fir'aun duduk
di atas kenderaan perangnya dan mengawasi tentera di sekitamya sambil tersenyum.
Barangkali ia membayangkan, jika sejak semula ia melakukan itu maka gerak-geri
Musa akan dapat dipatahkannya dan ia dapat membunuhnya. Alhasil, ia sekarang
berada di jalan untuk menangkap Musa dan membunuhnya dan menyelesaikan masalah
seluruhnya.
Nabi
Musa berdiri di depan Laut Merah. Tampak dari kejauhan bahawa debu yang
ditebarkan oleh tentera Fir'aun mulai mendekat. Lalu setelah itu tampak
panji-panji tentera. Melihat hal itu, kaum Nabi Musa merasakan ketakutan. Mereka
menghadapi situasi sangat sulit dan berbahaya: di depan mereka ada laut
sementara di belakang mereka ada musuh. Mereka tidak memiliki kesempatan sedikit
pun untuk berperang dengan pasukan Fir'aun kerana mereka hanya terdiri dari
wanita-wanita, anak-anak kecil, dan orang-orang lelaki yang tidak bersenjata.
Fir'aun akan menyembelih mereka semuanya.
Tiba-tiba terdengarlah teriakan dari kaum Nabi Musa:
"Fir'aun akan menyusul kita dan menangkap kita." Nabi Musa berusaha menenangkan
mereka sambil berkata: "Tidak. Sesungguhnya Tuhanku bersamaku dan Dia pun akan
membimbingiku." Kita tidak mengetahui bagaimana perasaan Nabi Musa saat itu atau
apa yang difikirkannya. Yang jelas, ia tidak mendapat kepercayaan seperti ini
kecuali setelah Allah s.w.t mewahyukan kepadanya agar ia memukulkan tongkatnya
ke lautan itu. Kemudian Nabi Musa pun memukulkan tongkat yang dibawanya kepada
lautan itu.
Demikianlah bahawa kehendak Allah s.w.t pasti terlaksana
meskipun harus bertentangan dengan logik manusia. Allah s.w.t ingin menunjukkan
mukjizat, kemudian Allah s.w.t mewahyukan kepada Musa untuk memukulkan
tongkatnya kepada lautan. Pemukulan tongkat terhadap lautan hanya sekadar sebab
yang kemudian diikuti dengan terbelahnya lautan. Belum sampai Nabi Musa
mengangkat tongkatnya sehingga malaikat Jibril turun ke bumi lalu Nabi Musa
memukulkan tongkatnya ke lautan. Tiba-tiba laut itu terbelah menjadi dua
bahagian: satu bahagian menjadi kering kontang di mana di sebelah kanannya
terdapat ombak dan di sebelah kirinya juga terdapat ombak. Nabi Musa bersama
kaumnya berjalan sehingga mereka dapat melewati lautan. Ini adalah mukjizat yang
sangat besar. Ombak bergelombang: meninggi dan menurun sehingga tampak ada
tangan tersembunyi yang mencegahnya agar jangan sampai menenggelamkan Nabi Musa
atau bahkan membasahinya sekalipun.
Demikianlah Nabi Musa dan kaumnya berhasil melewati lautan.
Sementara itu, Fir'aun sampai ke lautan. Ia menyaksikan mukjizat ini. Ia melihat
lautan terdapat jalan kering yang terbelah menjadi dua. Fir'aun saat itu
merasakan ketakutan tetapi lagi-lagi keras kepalanya dan pembangkangnya tetap
menyalakan api peperangan sehingga ia menyuruh pasukannya untuk maju. Ketika
Musa selesai menyeberangi lautan, ia menoleh ke lautan dan ia ingin memukulkan
dengan tongkatnya sehingga kembali sebagaimana mestinya, tetapi Allah s.w.t
mewahyukan kepadanya agar ia membiarkan lautan seperti semula. Seandainya ia
memukulkan tongkatnya kepada lautan dan laut itu kembali seperti semula nescaya
Nabi Musa akan selamat dan Fir'aun pun akan selamat, sedangkan Allah s.w.t telah
berkehendak untuk menenggelamkan Fir'aun. Oleh kerana itu, Musa diperintahkan
untuk membiarkan lautan seperti semula. Allah s.w.t mewahyukan
kepadanya:
"Dan biarlah laut itu tetap terbelah. Sesungguhnya mereka
adalah tentera yang akan ditenggelamkan." (QS. ad-Dukhan:
24)
Fir'aun
bersama tenteranya sampai di tengah lautan. Ia sudah melewati separuhnya dan ia
akan sampai ke tepi yang lain. Kemudian Allah s.w.t memerintahkan kepada Jibril.
Lalu Jibril menggerakkan ombak sehingga ombak itu menerpa Fir'aun dan
menenggelamkannya beserta tenteranya. Fir'aun dan tenteranya tenggelam.
Pembangkang telah tenggelam sedangkan keimanan kepada Allah s.w.t telah
selamat.
Ketika
tenggelam, Fir'aun melihat tempatnya di neraka. Kini. ia sedar dan tabir telah
terkuak di depannya. Fir'aun telah menjemput sakaratul maut. Ia telah menyedari
bahawa Musa adalah seorang yang benar dan ia telah menyia-nyiakan dirinya dengan
menentangnya dan berusaha memeranginya. Fir'aun berusaha menunjukkan
keimanannya.
"Hingga bila Fir'aun itu hampir tenggelam berkatalah dia:
'Saya percaya bahawa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani
Israil, dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).'" (QS.
Yunus: 90)
Taubat
Fir'aun tidak berguna dan tidak diterima; taubat yang justru disampaikan ketika
ia menyaksikan azab dan akan memasuki pintu kematian. Jibril berkata
kepadanya:
"Apakah
sekarang (baru kamu percaya), padahal sesungguhnya kamu telah derhaka sejak
dahulu, dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerosakan." (QS. Yunus:
91)
Yakni,
tidak ada taubat bagimu. Sungguh telah selesai waktu taubat bagimu dan engkau
telah binasa. Selesailah urusan ini dan tiadalah keselamatan bagimu. Yang
selamat hanyalah tubuhmu dan engkau akan dilemparkan oleh ombak ke tepi sehingga
tubuhmu sebagai bukti kebesaran Allah s.w.t bagi orang-orang yang hidup
sesudahmu:
"Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu
dapat menjadi peringatan bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya
kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami." (QS. Yunus:
92)
Apa yang
terjadi pada Fir'aun merupakan sunatullah yang abadi yang terjadi sebagai
pelajaran bagi hamba-hamba Allah s.w.t.
Allah
s.w.t berfirman:
"Maka tatkala mereka melihat azab Kami, mereka berkata:
'Kami beriman hepada Allah saja dan kami kafir kepada sembahan- sembahan yang
telah kami persekutukan dengan Allah.'" (QS. al- Mu'min:
84)
Allah
s.w.t menceritakan sikap Fir'aun bersama Musa dalam
firman-Nya:
"Dan Kami wahyukan (perintahkan) kepada Musa: 'Pergilah di
malam hari dengan membawa hamba-hamba-Ku (Bani Israil), kerana sesungguhnya kamu
sekalian akan disusuli. Kemudian Fir'aun mengirimkan orang yang mengumpulkan
(tenteranya) ke kota-kota. (Fir'aun berkata): 'Sesungguhnya mereka (Bani Israil)
benar-benar golongan kecil-kecil, dan sesungguhnya mereka membuat hal-hal yang
menimbulkan amarah kita, dan sesungguhnya kita benar-benar golongan yang selalu
berjaga-jaga.' Maka Kami keluarkan Fir'aun dari kaumnya dari taman-taman dan
mata air, dan (dari) perbendaharaan dan kedudukan yang mulia, demikianlah halnya
dan Kami anugerahkan semuanya (itu) kepada Bani Israil. Maka Fir'aun dan bala
tenteranya dapat menyusuli mereka di waktu matahari terbit. Maka setelah kedua
golongan itu saling melihat, berkatalah pengikut- pengikut Musa: 'Sesungguhnya
kita benar-benar akan disusul.' Musa menjawab: 'Sekali-kali kita tidak akan
tersusul; sesungguhnya Tuhanku besertaku, kelak Dia akan memberi petunjuk
kepadaku.' Dan di sanalah Kami dekatkan golongan yang lain. Dan Kami selamatkan
Musa dan orang-orang yang besertanya semuanya. Dan Kami tenggelamkan golongan
yang lain itu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar merupakan suatu
tanda yang besar (mukji- zat) dan tetapi adalah kebanyakan mereka tidak beriman.
Dan sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha
Penyayang." (QS. asy-Syu'ara': 52-68)
Tersingkaplah kejahatan dan kelaliman Fir'aun. Ombak lautan
menggiring tubuhnya ke tepi. Kami tidak mengetahui tepi mana yang dimaksud, yang
menggiring tubuh seseorang yang mengaku dirinya sebagai tuhan; seseorang yang
tidak ada seorang pun yang berani menentangnya. Diduga kuat bahawa ombak
menggiring jasadnya ke tepi barat lalu orang-orang Mesir melihatnya dan
mengetahui bahawa tuhan mereka yang mereka sembah, yang mereka taati adalah
sekadar seseorang yang tidak mampu menjauhkan kematian dari
lehernya.
Setelah
itu, orang-orang Mesir mengetahui kebenaran secara sempurna. Al-Quran al-Karim
tidak menceritakan kepada kita apa yang mereka perbuat setelah jatuhnya rejim
Fir'aun dan setelah tenteranya tenggelam; Al-Quran tidak menceritakan kepada
kita bagaimana reaksi mereka setelah Allah s.w.t menghancurkan apa yang
diperbuat oleh Fir'aun dan kaumnya dan apa yang mereka bangun; Al-Quran tidak
menyinggung semua itu; Al-Quran justru memfokuskan keadaan Musa dan Harun dan
bagaimana peristiwa yang dialami Bani Israil bersama kedua nabi
itu.
Fir'aun
Mesir telah mati. Ia tenggelam di hadapan mata orang-orang Mesir dan Bani
Israil. Meskipun ia telah mati, tetapi pengaruhnya tetap membekas pada jiwa
orang-orang Mesir dan Bani Israil. Sungguh sangat sulit untuk menghilangkan
pengaruh kehinaan yang sekian lama atau sekian tahun tertanam dalam jiwa dan
kemudian jiwa itu menjadi mulia. Fir'aun telah menanamkan pada jiwa Bani Israil
sesuatu yang akan kita ketahui dari ayat-ayat Al-Quran. Fir'aun telah
membiasakan mereka untuk mendapatkan kehinaan. Fir'aun telah menghancurkan jiwa
mereka dari dalam. Fir'aun telah merosak suasana rohani mereka yang bersih.
Fir'aun telah merosak fitrah mereka sehingga mereka menyeksa Musa dan menyakiti
Musa dengan sikap penentangan dan kebodohan.
Mukjizat
pembelahan lautan masih segar di fikiran mereka. Pasir-pasir laut yang basah
masih membekas dan masih terdapat dalam sandal- sandal Bani Israil ketika mereka
lewat di depan kaum yang menyembah berhala. Seharusnya mereka menampakkan
kemarahan mereka atas kelaliman terhadap akal, dan mereka memuji kepada Allah
s.w.t kerana mereka mendapatkan petunjuk pada jalan keimanan dan kebenaran.
Tetapi mereka justru menoleh kepada Musa dan meminta kepadanya agar menjadikan
tuhan lain bagi mereka yang dapat mereka sembah seperti orang-orang itu. Mereka
merasa cemburu ketika melihat orang-orang yang menyembah berhala itu dan mereka
pun menginginkan hal yang sama. Mereka merasakan kerinduan kepada hari-hari
syirik yang lalu yang mereka dapati di bawah naungan Fir'aun. Nabi Musa
mengetahui betapa bodohnya mereka.
Allah
s.w.t berfirman:
"Dan Kami seberangkan Bani Israil ke seberang lautan itu,
maka setelah mereka sampai pada suatu kaum yang tetap menyembah berhala mereka,
Bani Israil berkata: 'Hai Musa, buatlah untuk kami sebuah tuhan (berhala)
sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan (berhala).' Musa menjawab:
'Sesungguhnya kamu ini adalah kaum yang tidak mengetahui (sifat-sifat Tuhan).'
Sesungguhnya mereka itu akan dihancurkan kepercayaan yang dianutnya dan akan
batal apa yang selalu mereka kerjakan. Musa menjawab: 'Patutkah aku mencari
Tuhan untuk kamu yang selain daripada Allah, padahal Dialah yang telah
melebihkan kamu atas segala umat. Dan (ingatlah hai Bani Israil), ketika Kami
menyelamatkan kamu dari (Fir'aun) dan kaumnya, yang mengazab kamu dengan azab
yang sangat jahat, yaitu mereka membunuh anak-anak lelakimu dan membiarkan hidup
wanita-wanitamu. Dan pada yang demikian itu cubaan yang besar dari Tuhanmu. "
(QS. al-A'raf: 138-141)
Musa
berjalan bersama kaumnya di Saina', yaitu suatu gurun yang di dalamnya terdapat
pohon yang dapat melindungi dari sengatan matahari dan di dalamnya terdapat
makanan dan air. Kemudian rahmat Allah s.w.t turun kepada mereka di mana mereka
mendapatkan al-Manna dan Salwa dan mereka dinaungi oleh awan. Al-Manna adalah
makanan yang rasanya mendekati manis dan ia dihasilkan oleh sebahagian
pohon-pohon yang berbuah di mana angin membawa kepada mereka rasa demikian ini
dari daun-daun pohon. Allah s.w.t juga mengirim kepada mereka as-Salwa, yaitu
salah satu burung yang bernama as-Saman.
Ketika
mereka merasakan kehausan yang sangat saat di Saina' tidak ada setitis air pun
maka Nabi Musa memukulkan dengan tongkatnya kepada batu sehingga batu itu
memancarkan dua belas mata air. Bani Israil terbagi menjadi dua belas cucu maka
Allah s.w.t mengirim air tersebut kepada setiap kelompok. Meskipun mereka
mendapatkan kemuliaan dan kehormatan yang sedemikian rupa, tetapi lagi-lagi jiwa
mereka yang sakit tidak dapat menyedarkan mereka untuk mensyukuri nikmat-nikmat
ini. Mereka justru mendebat Nabi Musa dan mengatakan bahawa mereka bosan dengan
makanan ini dan mereka ingin memiliki bawang merah dan bawang putih serta
kacang-kacangan. Semua makanan ini adalah makanan tradisional Mesir. Bani Israil
meminta kepada Nabi mereka untuk berdoa kepada Allah s.w.t dan mengeluarkan dari
bumi makanan- makanan ini. Nabi Musa melihat bahawa mereka menganiaya diri
mereka sendiri, dan Nabi Musa menyedari betapa mereka merindukan kehinaan mereka
saat mereka bersama Fir'aun. Mereka berani menolak makanan- makanan yang baik
dan makanan-makanan yang mulia, dan sebagai gantinya, mereka malah menginginkan
makanan-makanan yang rendah mutunya. Allah s.w.t berfirman:
"Dan ingatlah ketika kamu berkata: 'Hai Musa, kami tidak
bisa sabar (tahan) dengan satu macam makanan saja. Sebab itu, mohon-kanlah untuk
kami kepada Tuhanmu, agar Dia mengeluarkan bagi kami dari apa yang ditumbuhkan
bumi, yaitu: 'Sayur-sayuran, ketimunnya, bawang putihnya, kacang adasnya, dan
bawang merahnya.' Musa berkata: 'Maukah kamu mengambil sesuatu yang rendah
sebagai pengganti yang lebih baik? Pergilah kamu ke suatu kota, pasti kamu
memperoleh apa yang kamu minta.' Lalu ditimpakanlah kepada mereka nista dan
kehinaan, serta mereka mendapat kemurkaan dari Allah. Hal itu (terjadi) kerana
mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi yang memang
tidak dibenarkan. Demikianlah itu (terjadi) kerana mereka selalu berbuat derhaka
dan melampaui batas. " (QS. al-Baqarah: 61)
Nabi
Musa berjalan bersama kaumnya menuju Baitul Maqdis. Nabi Musa memerintahkan
kaumnya untuk memasukinya dan memerangi siapa pun yang ada di dalamnya serta
berusaha menguasai tempat itu. Demikianlah telah datang ujian terakhir kepada
mereka setelah mereka menyaksikan mukjizat dan ayat-ayat Allah s.w.t serta
hal-hal yang luar biasa. Telah datang saat ujian kepada mereka untuk berperang -
kerana mereka sebagai orang-orang mukmin - melawan kaum penyembah berhala.
Namun kaum Nabi Musa menolak untuk memasuki tanah suci. Nabi Musa berusaha
menyedarkan mereka dengan menceritakan bagaimana nikmat Allah s.w.t yang turun
kepada mereka; bagaimana Allah s.w.t menjadikan di tengah-tengah mereka para
nabi dan menjadikan mereka raja-raja yang mewarisi kerajaan Fir'aun; dan
bagaimana mereka diberi suatu kekayaan dan anugerah yang tidak dapat didapatkan
oleh seseorang pun di dalam dunia.
Kaum
Nabi Musa takut kepada peperangan dan beralasan bahawa di dalamnya terdapat kaum
yang perkasa dan mereka tidak akan masuk ke tanah suci sehingga orang-orang yang
kuat itu keluar darinya. Kitab-kitab kuno mengatakan bahawa mereka keluar dalam
jumlah enam ratus ribu. Nabi Musa tidak dapat mendapatkan seseorang pun di
antara mereka yang siap melakukan peperangan kecuali dua orang. Kedua orang ini
berusaha untuk menyedarkan kaum agar mereka memasuki tanah suci itu dan
berperang. Mereka berdua berkata: "Sungguh hanya sekadar kalian memasuki pintu
darinya maka kalian akan mendapatkan kemenangan." Tetapi Bani Israil menampakkan
ketakutan dan tubuh mereka tampak gementar.
Pada
kali yang lain - sesuai dengan tabiat mereka - mereka merindukan menyembah
berhala ketika melihat ada kaum yang menyembah berhala. Mereka telah rosak dan
mereka telah kalah dari dalam diri mereka; mereka telah biasa mendapatkan
kehinaan sehingga mereka tidak mampu berperang. Yang tersisa hanyalah, mereka
mampu untuk bersikap tidak sopan pada Nabi Musa as dan kepada Tuhannya. Kaum
Nabi Musa berkata kepadanya dalam kalimat yang terkenal:
"Pergilah kamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu
berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja." (QS. al-Maidah:
24)
Mereka
mengucapkan kata-kata tersebut dengan lantang dan jelas serta tanpa rasa malu.
Nabi Musa mengetahui bahawa kaumnya sangat jauh dari kebaikan. Fir'aun telah
mati tetapi pengaruhnya tetap tertanam dalam jiwa mereka di mana untuk
mengubatinya memerlukan waktu yang lama. Nabi Musa kembali kepada Tuhannya dan
memberitahu-Nya bahawa ia tidak memiliki sesuatu pun kecuali dirinya dan
saudaranya. Nabi Musa berdoa buruk kepada kaumnya agar Allah s.w.t memisahkan
antara dirinya dan mereka. Allah s.w.t menurunkan keputusan-Nya kepada generasi
ini yang telah rosak fitrahnya. Yaitu keputusan yang berupa: mereka disesatkan
selama empat puluh tahun sehingga generasi ini mati atau mereka mencapai usia
senja dan kemudian akan lahir generasi yang baru; generasi yang belum rosak
jiwanya dan mereka akan dapat berperang dan memperoleh
kemenangan.
Allah
s.w.t berfirman:
"Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya: 'Hai
kaumku, ingatlah nikmat Allah atasmu ketika Dia mengangkat nabi-nabi di
antaramu, dan dijadikan-Nya kamu orang-orang merdeka, dan diberikannya kepadamu
apa yang belum pernah diberikan-Nya kepada seseorang pun di antara umat-umat
yang lain.' Hai kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan
Allah bagimu, dan janganlah kamu lari ke belakang (kerana takut kepada musuh)
maka kamu menjadi orang-orang yang rugi. Mereka berkata: 'Hai Musa, sesungguhnya
di dalam negeri itu ada orang-orang yang gagah perkasa, sesungguhnya kami
sekali-kali tidak akan memasukinya sebelum mereka keluar darinya. Jika mereka
keluar darinya, pasti kami akan memasukinya.' Berkatalah dua orang di antara
orang-orang yang takut (kepada Allah) yang Allah telah memberi nikmat atas
keduanya: 'Serbulah mereka dengan melalui pintu gerbang (kota) itu, maka bila
kamu memasukinya nescaya kamu akan menang. Dan hanya kepada Allah hendaklah kamu
bertawakal, jika kamu benar-benar orang yang beriman.' Mereka berkata: 'Hai
Musa, kami sekali-kali tidak memasukinya selama-lamanya selagi mereka ada di
dalamnya, kerana itu pergilah kamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu
berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja.' Berkata Musa: 'Ya
Tuhanku, aku tidak menguasai kecuali diriku sendiri dan saudaraku. Sebab itu
pisahkanlah antara kami dengan orang-orang yang fasik itu. 'Allah berfirman:
'(Jika demikian), maha sesungguhnya negeri itu diharamkan atas mereka selama
empat puluh tahun, (selama itu) mereka akan berputar-putar kebingungan di bumi
(padang Tiih) itu. Maka janganlah kamu bersedih hati (memikirkan nasib)
orang-orang yang fasik itu." (QS. al-Maidah: 20-26)
Dimulailah hari-hari kesesatan. Mereka melewati tempat yang
tertutup. Mereka memulai dari tempat yang mereka akhiri dan sebaliknya. Alhasil,
mereka berjalan tanpa tujuan sepanjang siang-malam, pagi-sore. Mereka memasuki
daratan di daerah Saina'. Nabi Musa kembali ke tempat yang beliau bertemu di
dalamnya untuk pertama kalinya dengan kalimat- kalimat Allah s.w.t. Bani Israil
turun dari at-Thur, dan Nabi Musa mendaki gunung sendirian. Di sana diturunkan
Taurat dan Tuhannya berdialog dengannya. Sebelum Nabi Musa naik untuk bertemu
dengan Tuhannya, ia menjadikan saudaranya, Harun, sebagai khalifahnya untuk
kaumnya. Harun diangkatnya sebagai wakilnya yang bertanggungjawab untuk mengurus
kaumnya. Dan Musa pun pergi menuju Tuhannya.
Allah
s.w.t berfirman:
"Dan telah Kami jadikan kepada Musa
(memberikan Taurat) sesudah berlalu waktu tiga puluh malam, dan Kami sempurnakan
jumlah malam itu dengan sepuluh (malam lagi), maka sempurnakanlah waktu yang
telah ditentukan Tuhannya empat puluh malam. Dan berkata Musa kepada saudaranya
yaitu Harun: 'Gantikanlah aku dalam (memimpin) kaumku, dan perbaikilah, dan
janganlah kamu mengikuti jalan orang-orang yang membuat kerosakan'" (QS.
al-A'raf: 142)
Orang-orang dahulu mengatakan bahawa Nabi Musa berpuasa
selama tiga puluh hari sepanjang malam dan siang tanpa mencecah makanan sedikit
pun kemudian Nabi Musa tidak ingin untuk berdialog kepada Tuhannya sementara
mulutnya dalam keadaan seperti mulut orang yang berpuasa. Lalu beliau memakan
sedikit dari tanaman bumi dan beliau mengunyahnya. Tuhannya berkata kepadanya:
"Mengapa engkau berbuka?" Musa menjawab: "Ya Tuhanku, aku tidak ingin berbicara
denganmu kecuali mulutku dalam keadaan baik baunya." Allah s.w.t menjawab:
"Tidakkah engkau mengetahui wahai Musa bahawa mulut orang yang berpuasa di
sisi-Ku lebih baik daripada bau misik. Kembalilah engkau berpuasa selama sepuluh
hari kemudian datanglah kepada-Ku." Nabi Musa as pun melaksanakan
perintah-Nya.
Kami
tidak mengetahui secara pasti, mengapa Nabi Musa berpuasa selama empat puluh
malam, bukan tiga puluh hari. Yang kita ketahui bahawa Allah s.w.t menambah
sepuluh hari yang lain. Setelah itu, turunlah Taurat; turunlah kepadanya sepuluh
wasiat:
1. Perintah untuk hanya menyembah kepada Allah s.w.t dan
tidak menyekutukan-Nya.
2. Larangan untuk bersumpah bohong atas nama Allah
s.w.t.
3. Menjaga kehormatan pada hari Sabtu. Dengan
pengertian, memfokuskan hari Sabtu sebagai hari ibadah.
4. Perintah untuk menghormati ayah dan
ibu.
5. menyedari bahawa Allah s.w.t yang dapat
memberi dan membagi.
6. Janganlah engkau
membunuh.
7. Janganlah engkau
berzina.
8. Janganlah engkau
mencuri.
9. Janganlah memberikan kesaksian yang
palsu.
10. Jangan engkau merasa tertipu atau terpikat kepada rumah
temanmu atau Isterinya atau budaknya atau sapinya atau
keledainya.
Para
ulama salaf mengatakan bahawa kandungan sepuluh wasiat ini telah terdapat dalam
dua ayat dalam Al-Quran, yaitu dalam firman-Nya:
"Katakanlah: 'Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas
kamu oleh Tuhanmu, yaitu: Janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia,
berbuat baiklah terhadap kedua ibu dan bapakmu, dan janganlah kamu membunuh
anak-anak kamu kerana takut kemiskinan. Kami akan memberi rezeki kepadamu dan
kepada mereka; dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik
yang tampak di antaranya mahupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh
jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang
benar.' Demikian itu yang diperintahkan oleh Tuhanmu kepadamu supaya kamu
memahaminya. Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara
yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. Dan sempurnakan takaran dan
timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan
dengan kesanggupannya. Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku
adil kendatipun dia adalah kerabat(mu), dan penuhilah janji Allah. Yang demikian
itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat. " (QS. al-An'am: 151-
152)
Allah
s.w.t menceritakan kepada kita bagaimana keadaan Musa ketika ia pergi untuk
menemui janji dengan Tuhannya. Musa ketika berpuasa selama empat puluh malam
bermaksud untuk lebih mendekat kepada Tuhannya. Ketika Allah s.w.t berdialog
dengannya, maka Musa merasakan cinta yang semakin bergelora kepada Tuhannya.
Kami tidak mengetahui perasaan apa yang ada di hati Musa ketika ia meminta
kepada Tuhannya agar dapat melihatnya. Seringkali cinta yang ada di dalam
manusia mendorong dirinya untuk meminta sesuatu yang mustahil. Lalu bagaimana
bayangan Anda terhadap cinta yang berhubungan dengan cinta kepada Allah s.w.t.
Ia adalah hakikat cinta. Kedalaman perasaan Nabi Musa kepada Tuhannya dan
kecintaannya kepada sang Pencipta, semua ini mendorongnya untuk meminta kepada
Allah s.w.t agar dapat melihatnya.
Allah
s.w.t berfirman:
"Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada
waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya,
berkatalah Musa: 'Ya Tuhanku, tampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat
melihat kepada Engkau.'" (QS. al- A'raf: 143)
Demikianlah dorongan cinta dari para pencinta sejati. Musa
bertanya dan meminta kepada Tuhannya sesuatu yang menakjubkan tetapi Allah s.w.t
menjawabnya:
"Tuhan berfirman: 'Kamu sekali-kali tidak sanggup
melihat-Ku." (QS. al-A'raf: 143)
Seandainya Allah s.w.t hanya mengatakan demikian maka ini
pun sebagai bentuk keadilan dari-Nya, tetapi keadaan di sini adalah keadaan
cinta Ilahi dari Musa. Dorongan cinta yang dibalas dengan dorongan cinta.
Demikianlah Nabi Musa mendapatkan rahmat dari Tuhannya. Allah s.w.t
memberitahunya bahawa ia tidak akan mampu melihat-Nya kerana tak satu pun dari
makhluk yang tidak dapat "menangkap cahaya" dari Allah s.w.t. Allah s.w.t
memerintahkannya agar melihat gunung, dan jika gunung itu masih menetap di
tempatnya maka ia akan dapat melihat Tuhannya.
Allah
s.w.t berfirman:
"Tetapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di
tempatnya (sebagai sediakala) nescaya kamu dapat melihat-Ku. Tatkala Tuhannya
menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan
Musa pun jatuh pengsan. (QS. al-A'raf: 143)
Tiada
seorang pun yang dapat "menangkap" cahaya Allah s.w.t. Nabi Musa mengetahui
hakikat ini dan menyaksikan sendiri. Ash'aq adalah al-Maut (kematian) atau
al-Ighma' (keadaan tidak sedarkan diri atau pengsan). Kami tidak mengetahui
bagaimana keadaan yang dialami Nabi Musa ketika ia kehilangan kehidupannya atau
kesedarannya.
"Maka setelah Musa sedar kembali, dia berkata: 'Maha Suci
Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman.'"
(QS. al-A'raf: 143)
Para
mufasir klasik cukup serius meneliti dan memperbincangkan ayat- ayat ini.
Misalnya, mereka bertanya-tanya: bagaimana Nabi Musa meminta kepada Allah s.w.t
agar dapat melihat-Nya, padahal ia tahu bahawa itu adalah hal yang tidak mungkin
atau mustahil. Mereka berselisih pendapat dalam hal itu dan saling adu
argumentasi. Mu'tazilah memiliki pendapat yang lain dan Ahlusunah pun memiliki
pendapat yang lain lagi. Pokok pembicaraan semuanya berkisar pada: bagaimana
seorang nabi tidak mengetahui - padahal ia adalah makhluk Allah s.w.t yang
paling dekat dengan-Nya - bahawa melihat Allah s.w.t adalah hal yang
sangat mustahil?
Kami
kira bahawa sikap Nabi Musa tersebut menggambarkan puncak cinta dan kedalaman
dari hatinya, yang ini merupakan gambaran yang tinggi dari sejarah yang dilalui
oleh Nabi Musa. Kita sekarang berada di hadapan puncak cinta kepada Allah s.w.t.
Dan seorang pencinta tidak menginginkan selain melihat "wajah" kekasihnya.
Menurut logik akal bahawa melihat Allah s.w.t adalah hal yang mustahil, tetapi
kapan cinta pernah peduli dengan logik itu. Nabi Musa terdorong untuk
mendapatkan pengalaman baru yaitu suatu pengalaman yang kayaknya ia sengaja
melakukannya untuk mewakili kita semua. Nabi Musa nekad dan mendorong kita untuk
meminta. Ia lebih dahulu merasakan keadaan tidak sedarkan diri dan ia telah
membuktikan kepada kita dengan tubuhnya yang mulia dan rohnya yang suci bahawa
tak seorang pun dapat "menangkap" cahaya Allah s.w.t. Nabi Musa dalam keadaan
tak sedarkan diri lalu ketika bangun ia memuja-muja Allah s.w.t dan bertaubat
serta meminta ampun kepadaNya:
"Dia berkata: 'Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada
Engkau.'" (QS. al-A'raf: 143)
Mengapa
Nabi Musa bertaubat? Orang-orang sufi berkata: Ia bertaubat dari dorongan cinta
yang besar di mana ia meminta sesuatu yang mustahil, padahal ia menyedari itu
adalah mustahil. Ini adalah tafsiran yang memuaskan yang didukung oleh konteks
ayat-ayat tersebut. Perhatikanlah ayat-ayat (tanda-kebesaran) Allah s.w.t dan
bagaimana Dia mengingatkan Musa terhadap apa-apa yang diterimanya dari berbagai
macam nikmat. Allah s.w.t berkata kepada Musa:
"Hai Musa, sesungguhnya Aku memilih (melebihkan) kamu dari
manusia yang lain (di masamu) untuk membawa risalah-Ku dan untuk berbicara
langsung dengan-Ku. Sebab itu, berpegang teguhlah kepada apa yang Aku berikan
kepadamu dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur. Dan telah Kami
tuliskan untuk Musa pada luh-luh (Taurat) segala sesuatu sebagai pelajaran dan
penjelasan bagi segala sesuatu; maka (Kami berfirman): 'Berpeganglah kepadanya
dengan teguh dan suruhlah kaummu berpegang kepada (perintah-perintahnya) dengan
sebaik-baiknya.'" (QS. al-A'raf: 144-145)
Ahli
tafsir memperhatikan firman Allah s.w.t kepada Musa: "Sesungguhnya Aku memilih
(melebihkan) kamu dari manusia yang lain (di masamu) untuk membawa risalah-Ku
dan untuk berbicara langsung dengan-Ku."
Kemudian
dilakukanlah perbandingan antara Nabi Musa dan nabi-nabi yang lain. Dikatakan
bahawa pemilihan ini dikhususkan hanya kepadanya dan di zamannya saja, dan tidak
berlaku di zaman sebelumnya kerana ada Nabi Ibrahim di zaman itu, sedangkan Nabi
Ibrahim lebih baik dari Nabi Musa. Begitu juga pemilihan ini tidak berlaku pada
zaman setelahnya kerana ada Nabi Muhammad bin Abdullah saw dan ia lebih baik
dari mereka berdua.
Kami
ingin menghindari perdebatan ini, bukan kerana kami percaya bahawa semua nabi
sama. Memang Allah s.w.t memberitahu kita bahawa Dia mengutamakan sebahagian
nabi atau sebahagian yang lain dan mengangkat darjat sebahagian mereka atau
sebahagian yang lain, tetapi pengutamaan ini adalah hal yang tidak boleh kita
sentuh. Hendaklah kita beriman kepada seluruh nabi dan kita harus menunjukkan
penghormatan kita kepada mereka semua. Adalah bukan hal yang sopan jika kita
mencuba membanding-bandingkan di antara para nabi. Yang utama adalah, hendaklah
kita meyakini dan mengimani mereka semua. Akhirnya, selesailah perjumpaan Musa
dengan Tuhannya. Kemudian Nabi Musa kembali kepada kaumnya dalam keadaan marah
dan jengkel. Di alam wujud tidak ada seorang manusia yang memiliki kelembutan
dan kerelaan hati yang begitu besar seperti Nabi Musa, tetapi ia diberitahu oleh
Tuhannya bahawa kaumnya telah menyimpang dari jalannya. Oleh kerana itu, ia
kembali dalam keadaan marah dan jengkel kepada mereka. Allah s.w.t
berfirman:
"Mengapa kamu datang lebih cepat daripada kaummu, hai Musa?
Berkata Musa: 'Itulah mereka sedang menyusuli aku dan aku bersegera kepada-Mu,
ya Tuhanku, agar supaya Engkau redha (kepadaku). Allah berfirman: 'Maka
sesungguhnya, Kami telah menguji kaummu sesudah kamu tinggalkan, dan mereka
telah disesatkan oleh Samiri. Kemudian Musa kembali kepada kaumnya dengan marah
dan bersedih hati. " (QS. Thaha: 83-86)
Musa
turun dari gunung dan membawa papan Taurat. Rasa-rasanya hatinya mendidih dan
jengkel. Kita dapat membayangkan bagaimana emosi yang membakar Nabi Musa saat ia
mengayunkan langkahnya menuju kaumnya. Betapa tidak, belum lama Nabi Musa
meninggalkan kaumnya dan menemui Tuhannya, mereka mendapatkan fitnah melalui
Samiri. Fitnah ini adalah, bahawa Bani Israil - ketika keluar dari Mesir -
membawa banyak dari harta perhiasan orang-orang Mesir dan emas-emas mereka.
Mereka mengambilnya untuk mereka memanfaatkan dalam pesta perayaan mereka.
Kemudian mereka selamat kerana mukjizat pembelahan lautan di mana lautan
menenggelamkan Fir'aun dan tenteranya sehingga harta mereka yang berupa emas
dimiliki oleh Bani Israil.
Harun
mengetahui bahawa emas tersebut bukan milik mereka lalu Harun memintanya dari
mereka dan menimbunnya di tanah. Bani Israil tidak memerlukannya kerana saat ini
mereka sedang tersesat. Mereka berjalan di tengah-tengah gurun sehingga tidak
bermanfaat bagi mereka emas- emas itu. Harun, saudara kandung Musa, menggali
tanah dan meletakkan emas-emas itu lalu menimbunkan di atasnya tanah. Samiri
melihat apa yang dilakukan oleh Harun. Setelah itu, dia mengeluarkannya dan
membuat sebuah patung sapi yang menyerupai sapi Ibis sesembahan orang-orang
Mesir. Samiri adalah seorang pemahat yang mahir. Dia mampu membuat anak sapi
yang menarik di mana ketika dia meletakkannya di arah angin maka akan masuk
darinya udara dari celah bahagian belakangnya lalu keluar dari hidungnya. Samiri
membuat suara yang menyerupai suara sapi yang sebenamya.
Konon,
rahsia kehebatan sapi ini adalah kerana Samiri telah mengambil segenggam tanah
yang dilalui Jibril ketika ia turun ke bumi dalam peristiwa mukjizat pembelahan
laut. Yakni Samiri melihat sesuatu yang tidak dilihat oleh kaum Nabi Musa.
Kemudian dia mengambil segenggam tanah dari bekas yang dilalui seorang utusan
(Jibril) dan meletakkannya bersama emas. Samiri membuat darinya anak sapi.
Jibril as tidak berjalan di atas sesuatu kecuali sesuatu itu menjadi hidup.
Ketika Samiri menambahkan tanah itu ke emas lalu membuat darinya anak sapi maka
anak sapi itu dapat bersuara seperti anak sapi yang sebenarnya. Demikianlah
kisah Samiri. Kita mengetahui sekarang bahawa jika tanah ditambahkan ke emas dan
melebur maka tanah itu akan terpisah dari emas dan akan meninggalkan bekas
(lubang) di tempat terpisahnya itu. Diduga kuat bahawa Samiri menggunakan tanah
itu seperti tanah yang lain dalam usaha untuk mengeringkan bahagian dalam dari
anak sapi di mana patung itu berubah menjadi patung yang mempunyai
suara.
Setelah
itu, Samiri keluar menemui Bani Israil dengan membawa apa yang dibuatnya. Mereka
bertanya kepadanya: "Apa ini, hai Samiri?" Ia menjawab: "Ini adalah tuhan kalian
dan tuhan Musa." Mereka berkata: "Bukankah Musa sedang menemui Tuhannya?" Samiri
menjawab: "Musa telah lupa ia pergi untuk menemui tuhannya di sana, padahal
sebenarnya tuhannya ada di sini." Akhirnya, Bani Israil menyembah anak sapi
ini.
Barangkali pembaca akan merasa hairan terhadap fitnah ini.
Bagaimana akal kaum itu dapat tunduk sampai pada keadaan seperti ini? Bukankah
mereka telah menyaksikan mukjizat yang besar? Bagaimana mereka dengan mudah
menyembah berhala? Kebingungan tersebut segera hilang ketika kita lihat keadaan
kejiwaan kaum yang menyembah anak sapi itu. Mereka telah terdidik di Mesir pada
saat mereka menyembah berhala dan sangat mengkultuskan anak sapi Ibis. Mereka
terdidik di bawah kehinaan dan perbudakan sehingga jiwa mereka menjadi ternoda
dan fitrah mereka menjadi tercemar. Mereka menyaksikan mukjizat-mukjizat dari
Allah s.w.t tetapi mukjizat itu berbenturan dengan jiwa-jiwa yang putus asa.
Mukjizat ini tidak mampu memuaskan mereka untuk mempercayai kebenaran. Mereka
masih saja dihinggapi keinginan untuk menyembah berhala. Mereka adalah para
penyembah berhala seperti tokoh-tokoh Mesir yang dahulu. Oleh kerana itu, mereka
menyembah anak sapi. Sikap mereka ini tidak terlalu mengagetkan kita. Sebab,
setelah mereka menyaksikan mukjizat pembelahan lautan, mereka melihat suatu kaum
yang menyembah berhala, lalu mereka minta kepada Nabi Musa agar menjadikan tuhan
bagi mereka seperti kaum yang menyembah berhala itu.
Jadi,
masalahnya adalah masalah klasik. Pada hakikatnya, hasrat untuk menyembah
berhala bererti menyembah berhala itu sendiri. Apa yang dilakukan Samiri adalah,
ia memanfaatkan kerinduan kaum untuk menyembah berhala. Kemudian Samiri memilih
agar anak sapi yang diciptakannya berbentuk emas kerana ia mengetahui bahawa
umumnya Bani Israil lemah (mudah terpedaya) pada emas. Akhirnya, fitnah yang
ditimbulkan oleh Samiri tersebar di sana sini. Harun sangat terpukul ketika
mengetahui Bani Israil menyembah anak sapi dari emas. Mereka terbagi menjadi dua
kelompok: minoriti dari mereka beriman dan mengetahui bahawa ini adalah tipu
daya dan kebohongan semata, sedangkan majoriti mereka mengingkari Harun dan
tetap melampiaskan kerinduan mereka untuk menyembah berhala. Harun berdiri di
tengah- tengah kaumnya dan mulai menasihati mereka. Ia berkata kepada mereka:
"Sesungguhnya kalian tertipu dengannya. Ini adalah fitnah (godaan). Samiri telah
memanfaatkan kebodohan kalian dengan menciptakan anak sapi itu. Lembu itu bukan
tuhan kalian dan bukan juga tuhan Musa:
"Sesungguhnya Tuhanmu ialah (Tuhan) Yang Maha Pemurah, maka
ikutilah ahu dan taatilah perintahku." (QS. Thaha: 90)
Para
penyembah anak sapi menolak nasihat Harun. Kelompok orang- orang yang bodoh itu
tidak mahu lagi menerima nasihat. Harun kembali memperingatkan mereka dan
menceritakan kembali kepada mereka bagaimana mukjizat-mukjizat Allah s.w.t dapat
menyelamatkan mereka, dan bagaimana Allah s.w.t memuliakan dan menjaga mereka.
Tetapi mereka menutup telinga dan menolak segala nasihatnya. Mereka justru
melemahkan posisi Harun dan nyaris saja membunuhnya. Adalah jelas bahawa Harun
lebih lemah daripada Musa, sehingga para kaum tidak takut lagi. Harun khuatir
jika ia menggunakan kekuatan dan menghancurkan berhala-berhala yang mereka
sembah, maka akan terjadi fitnah di tengah-tengah kaum dan akan tercipta perang
saudara. Akhirnya, Harun memilih untuk menunda hal itu sampai kedatangan Musa.
Harun mengetahui bahawa Musa seorang yang kuat yang mampu mengatasi fitnah ini
tanpa harus menumpahkan darah. Sementara itu, Bani Israil terus menari di
sekitar anak sapi. Samiri - mudah-mudahan Allah s.w.t melaknatnya - adalah
penyebab fitnah ini, dan ia menari-nari serta berputar-putar di sekeliling
berhala.
Al-Qurthubi dalam tafsirnya pada juz kesebelas menyebutkan
fitnah yang timbulkan oleh Samiri. Qurthubi berkata: "Imam Abu Bakar
at-Thurthusi ditanya: "Apa yang dikatakan oleh pemimpin kita al-Faqih tentang
kelompok lelaki yang memperbanyak zikrullah dan menyebut Muhammad saw.
Sebahagian mereka menari-nari sehingga pengsan. Mereka menghadirkan sesuatu dan
memakannya. Apakah hadir bersama mereka boleh atau tidak? Berilah kami fatwa,
mudah-mudahan engkau diberi pahala." Qurthubi menjawab pertanyaan ini dengan
menukil penjelasan gurunya: "Mazhab sufi (yang beliau maksudkan adalah
orang-orang yang menari-nari yang dipraktikkan oleh sebahagian aliran sufi untuk
mengekspresikan zikir) berdasarkan kebodohan dan kesesatan serta sesuatu yang
sia-sia. Islam hanya berdasarkan Kitab Allah s.w.t dan sunah Rasul-Nya. Praktik
tari-tarian seperti itu adalah sesuatu yang pertama kali diciptakan oleh
pengikut-pengikut Samiri ketika mereka menjadikan anak sapi sebagai tuhan
mereka. Mereka menari-nari di sekitarnya dan berkumpul di situ. Itu adalah agama
kekufuran dan penyembahan terhadap anak sapi."
Nabi saw
duduk bersama sahabatnya dan seakan-akan di atas kepala mereka terdapat burung,
kerana saking hormatnya mereka terhadap beliau. Hendaklah penguasa dan wakilnya
mencegah orang-orang itu untuk hadir di masjid dan selainnya. Dan tidak
diperkenankan bagi seorang pun yang beriman kepada Allah s.w.t dan hari kemudian
untuk hadir bersama orang-orang itu atau membantu kebatilan mereka. Ini adalah
pendapat mazhab Malik, Abu Hanifah, Syafi'i, Ahmad bin Hambal, dan lain-lain
dari para imam kaum Muslim.
Demikianlah pernyataan al-Qurthubi berkaitan dengan masalah
tersebut. Anda dapat membayangkan sejauh mana kecemerlangan fikirannya dan
sejauh mana ketakwaannya. Selanjutnya, kita kembali kepada kisah Nabi Musa. Nabi
Musa turun dari gunung untuk kembali menemui kaumnya. Kemudian ia mendengar
teriakan kaum saat mereka menari-nari di sekitar anak sapi. Kaum itu berhenti
ketika melihat Nabi Musa muncul di depan mereka. Dan tiba-tiba keheningan
menyelimuti mereka. Nabi Musa berteriak dan berkata:
"Dan tatkala Musa telah kembali kepada kaumnya dengan marah
dan sedih hati, berkatalah dia: 'Alangkah buruknya perbuatan yang kamu kerjakan
sesudah kepergianku!'" (QS. al-A'raf: 150)
Musa
berjalan menuju ke Harun, lalu ia meletakkan papan Taurat dengan tangannya di
atas tanah. Tampaknya api kemarahan telah membakamya. Musa memegang Harun dari
rambut kepalanya sampai rambut janggutnya sambil berkata:
"Hai Harun, apa yang menghalangi kamu ketika kamu melihat
mereka telah sesat, (sehingga) kamu tidak mengikuti aku? Maka apakah kamu telah
(sengaja) menderhakai perintahku?" (QS. Thaha: 92-93)
Musa
bertanya, "Apakah Harun tidak mentaati perintahnya, bagaimana ia mendiamkan
fitnah ini; bagaimana ia tetap bersama mereka dan tidak meninggalkan mereka
serta berlepas diri dari perbuatan mereka; bagaimana ia tetap diam dan tidak
berusaha melawan mereka, bukankah orang yang diam atau membiarkan suatu
kesalahan itu bertanda bahawa ia merestuinya atau bahagian dari kesalahan itu?"
Keheningan semakin meningkat ketika gelora api kemarahan Musa semakin membara.
Harun berbicara kepada Musa dan meminta kepadanya untuk melepaskan kepalanya dan
janggutnya kerana mereka berdua berasal dari ibu yang satu. Harun mengingatkan
Musa akan kedekatan hubungannya melalui ibu, bukan melalui ayah agar hal itu
lebih dapat membuat Musa merasa kasihan kepadanya:
"Harun menjawab: 'Hai putera ibuku, janganlah kamu pegang
janggutku dan jangan (pula) kepalaku.'" (QS. Thaha: 94)
Harun
memberi pengertian kepada Musa bahawa ia sama sekali tidak bermaksud menentang
perintahnya, dan ia pun tidak menunjukkan sikap merestui penyembahan anak sapi,
tetapi ia khuatir jika ia meninggalkan mereka dan pergi lalu Musa bertanya
kepadanya, mengapa ia tidak tetap tinggal bersama mereka? Mengapa seorang yang
bertanggungjawab kepada mereka justru meninggalkan mereka? Di samping itu, ia
juga khuatir jika ia memerangi mereka dengan kekerasan maka terjadi peperangan
di antara mereka. Lalu Musa akan bertanya kepadanya, mengapa ia membikin
perpecahan di antara mereka dan mengapa ia tidak menunggu kembalinya
Musa:
Tiada ulasan:
Catat Ulasan