I. PERILAKU SEKS BEBAS
Seks
bebas dapat diartikan sebagai hubungan intim sepasang manusia untuk
memenuhi kepuasan seksual yang dilakukan diluar hubungan yang sah
(pernikahan). Perilaku seks bebas di Indonesia dipengaruhi oleh masuknya
budaya asing yang tidak terfilter dengan baik.
Revolusi seks yang mencuat di Amerika Serikat dan Eropa pada akhir
tahun 1960-an sudah merambah masuk ke negeri kita tercinta ini melalui
piranti teknologi informasi dan sarana-sarana hiburan lainnya yang
semakin canggih. Sekarang, untuk mendapatkan video, gambar dan
cerita-cerita tentang seks dan pornografi lainnya sangat mudah, dengan
mengunjungi situs-situs di internet yang menyediakan informasi-informasi
tersebut seseorang dapat dengan mudah mendapatkannya. Gambar-gambar
porno yang mempengaruhi terjadinya perilaku free seks juga
disediakan oleh para penjual kaset dan video. Sarana-sarana informasi
tersebut yang mempengaruhi maraknya kasus-kasus free seks di Indonesia.
Sejauh ini tercatat banyak kasus free seks
di Indonesia yang sebagian besar pelakunya adalah remaja. Berdasarkan
hasil penelitian di lima kota di Tanah Air, 16,35% dari 1.388 responden
dari kalangan remaja mengaku telah melakukan hubungan seks di luar nikah
atau seks bebas. Sebanyak 42,5% responden di Kupang, NTT (Nusa Tenggara
Timur), melakukan hubungan seks di luar nikah dengan pasangannya,
sedangkan 17% responden di Palembang, Sumatera Selatan dan Tasikmalaya,
Jawa Barat, mengaku juga melakukan tindakan yang sama.
Di Singkawang, Kalimantan Barat, 9% remaja responden melakukan seks bebas dan 6,7% responden di Cirebon, Jawa Barat, juga termasuk penganut seks bebas.
Di Singkawang, Kalimantan Barat, 9% remaja responden melakukan seks bebas dan 6,7% responden di Cirebon, Jawa Barat, juga termasuk penganut seks bebas.
II. KEMANUSIAAN, AGAMA DAN SOSIAL BUDAYA
1. Manusia Sebagai Makhluk Individu, Sosial, dan Budaya
Manusia Sebagai Makhluk Individu
Kata
”Individu” berasal dari kata latin, ”individuum” artinya ”yang tidak
terbagi”. Maksud dari ”yang tidak terbagi” di sini adalah bukan manusia
sebagai suatu keseluruhan yang tidak dapat dibagi, melainkan sebagai
kesatuan yang terbatas, yaitu sebagai manusia perseorangan. Jadi,
individu adalah seorang manusia yang tidak hanya memiliki peran dalam
lingkungan sosial saja, melainkan memiliki kepribadian dan pola tingkah
laku yang khas.
Berkaitan
antara individu dengan individu lainnya, suatu individu dapat dikatakan
sebagai manusia apabila pola tingkah lakunya hampir identik atau sama
dengan pola tingkah laku kelompok sosialnya sehingga muncullah sebuah
proses individualitas atau aktualisasi diri. Proses individualitas ini
merupakan sebuah proses yang dapat meningkatkan ciri-ciri individualitas
seseorang sampai pada dirinya sendiri. Oleh karena itu, individu
merupakan pribadi yang khas menurut corak kepribadiannya atau pola
tingkah lakunya.
Manusia sebagai Makhluk Sosial
Suatu
individu dapat berkembang menjadi manusia dengan adanya lingkungan atau
tempat untuk berkembang dan berinteraksi. Sebagai makhluk individu,
manusia pun meiliki peran penting sebagai makhluk sosial. Hal ini
disebabkan oleh ketergantungannya setiap individu terhadap orang lain
dan tidak mungkin setiap manusia dapat hidup sendiri sejak lahir sampai
mati tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu, manusia hidup sebagai
makhluk individu dan juga makhluk sosial (kecenderungan membutuhkan).
Dengan adanya kecenderungan yang bersifat sosial ini, maka muncullah
suatu struktur antar hubungan yang beraneka ragam yang disebut dengan
kelompok sosial (masyarakat). Dalam kehidupan yang ada, kelompok sosial
(masyarakat) ini terdapat penggolongan-penggolongan kelompok, seperti
kelompok primer dan sekunder, Gemeinschaft dan Gesellschaft,
formal group dan infomal group, community, dan masyarakat desa serta
masyarakat kota. Dengan adanya penggolongan-penggolongan kelompok sosial
ini, individu dapat menentukan dan memilih sendiri kelompok sosialnya
sesuai dengan kepentingan dan tujuan yang sama dengan dirinya.
Manusia sebagai Makhluk Budaya
Pada
hakekatnya, manusia sebagai makhluk individu dan sosial merupakan
makhluk ciptaan Tuhan yang tertinggi dan paling beradab dibandingkan
dengan ciptaan Tuhan lainnya. Oleh karena itu, manusia yang mempunyai
tingkatan lebih tinggi dari ciptaan Tuhan yang lainnya dapat dibedakan
secara jelas melalui akal dan pikiran. Setiap manusia pasti memiliki
pikiran dan akal budi sehingga manusia disebut sebagai makhluk budaya.
Sebagai
makhluk budaya, tentunya terdapat suatu nilai-nilai budaya yang
tujuannya digunakan untuk mengatur budaya-budaya yang telah ada. Nilai
budaya tersebut terdiri dari pedoman budaya dan sistem budaya. Pedoman
budaya memiliki pengertian nilai-nilai budaya yang lebih sempit dan
merupakan nilai budaya yang biasanya diturunkan dari nenek moyang,
sedangkan sistem budaya memiliki pengertian nilai-nilai yang lebih
sempit dan biasanya lebih banyak digunakan dalam mayarakat sekarang ini.
2. Agama, Tradisi, dan Budaya
Menurut Selo Soemardjan dalam bukunya Setangkai Bunga Sosiologi,
kebudayaan adalah semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat yang
akan menjadi sebuah pacuan bagi kehidupan bermasyarakat guna mencapai
kehidupan yang sejahtera. Sedangakan menurut Koentjharaningrat dalam
bukunya Pengantar Ilmu Antropologi, kebudayaan adalah
keseluruhan dari kelakuan dan hasil kelakuan manusia yang teratur oleh
tata kelakuan yang harus didapatkannya dengan cara belajar dan semua
tersusun dalam kehidupan masyarakat. Dalam sebuah kebudayaan selalu terdapat cultural universal. Cultural universal
diterjemahkan menjadi kebudayaan yang universal atau kebudayaan
semesta. Unsur-unsur terbesar dalam satu kerangka kebudayaan dapat
dijumpai pada setiap kelompok pergaulan hidup manusia dimanapun di dunia
ini. Ada tujuh unsur kebudayaan universal. Adapun yang merupakan tujuh
unsur kebudayaan universal adalah peralatan dan perlengkapan hidup
(teknologi), sistem mata pencaharian hidup (ekonomi), sistem kekerabatan
dan organisasi sosial, bahasa, kesenian, sistem ilmu danpengetahuan,
dan sistem kepercayaan (religi). Bab
ini tidak membahas mengenai tujuh unsur kebudayaan universal secara
gamblang, tetapi kita akan melanjutkan bab kebudayaan dengan dua unsur
didalamnya berupa agama dan tradisi.
Secara
etimologis, agama berasal dari bahasa sansekerta yaitu a berarti tidak
dan gam berarti pergi, maksudnya agama berarti tidak pergi tetap di
tempat atau diwarisi turun temurun. Dalam bahasa Arab, agama disebut
ad-diin yang berarti menguasai, menundukkan, patuh, utang, balasan,
kebiasaan. Agama dapat diartikan sebagai ikatan yang berasal dari
kekuatan yang lebih tinggi dari manusia sebagai kekuatan gaib yang dapat
ditangkap oleh pancaindera, namun mempunyai pengaruh yang sangat besar
terhadap kehidupan manusia.
Agama
bersifat mengatur, mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, manusia
dengan manusia, dan manusia dengan lingkungan. Ajaran agama bersumber
pada wahyu yang berisi petunjuk Tuhan yang diturunkan kepada Nabi atau
RasulNya. Agama menjadi pendorong, penggerak serta pengontrol bagi
tindakan-tindakan manusia agar tetap sesuai dengan nilai-nilai
kebudayaan di masyarakat itu. Setiap agama mengandung ajaran moral yang
menjadi pegangan bagi para pemeluknya.
Selain
agama, unsur yang terpenting dalam kebudayaan adalah tradisi. Tradisi
merupakan gambaran sikap dan perilaku manusia yang telah berproses lama
dan dilaksanakan secara turun temurun. Tradisi juga dapat diartikan
sebagai adat kebiasaan yang dimunculkan oleh kehendak atau perbuatan
sadar yang telah menjadi kebiasaan sekelompok orang. Faktor penting yang
melahirkan adat kebiasaan antara lain: 1. Ada kecenderungan hati untuk
melakukan perbuatan tertentu, 2. Kemudian perbuatan itu dipraktekkan
secara berulang-ulang dan menjadi kebiasaan
3. Nilai Cinta Kasih dan Tanggung Jawab
Nilai Cinta Kasih
Cinta
kasih merupakan sesuatu yang terdapat dalam hubungan manusia dengan
Tuhan, manusia dengan manusia, manusia dengan alam maupun manusia dengan
dirinya sendiri. Yang dimaksud dengan cinta adalah perasaan simpati
yang melibatkan emosi yang mendalam yang terjadi antara
manusia dengan Sang Pencipta, manusia dengan manusia, manusia dengan
alam atau lingkungan dan manusia dengan dirinya sendiri. Simpati disini
mengandung maksud pengenalan, sedangkan emosi didalamnya termasuk
tanggung jawab, pengorbanan, perhatian, saling menghormati dan kasih
sayang.
Untuk
mewujudkan cinta kasih maka yang pertama harus mengenali siapa yang
dicintai supaya yang bersangkutan dapat menerima sebagaimana adanya.
Kedua, kedua pihak mempunyai tanggung jawab yang sama. Ketiga, dalam
hubungan tersebut haruslah ada unsur pengasuhan, perhatian, perlindungan
dan saling peduli. Kemudian yang keempat adalah harus saling
menghormati. Yang lebih ditekankan disini adalah cinta itu mengutamakan
memberi bukan menerima.
Bentuk-bentuk cinta kasih, antara lain :
Cinta Terhadap Tuhan
Wujud
cinta kepada Tuhan antara lain dengan melaksanakan perintahNya dan
menjauhi larangannya. Beribadah dengan ikhlas, dan senantiasa bertawakal
dalam menjalani kehidupan yang diberikan oleh Tuhan juga merupakan
wujud cinta kita kepadaNya. Dengan mencintai Tuhan hendaknya kita juga
dapat mencintai diri sendiri, manusia lain, dan alam semesta sebagaimana
Tuhan mencintai seluruh ciptaanNya.
Cinta Persaudaraan
Manusia
merupakan makhluk sosial yang sangat membutuhkan bantuan manusia lain
maupun makhluk lainnya. Selain itu manusia mempunyai kebutuhan-kebutuhan
hidup yang harus dipenuhi seperti dorongan untuk mempertahankan hidup,
dorongan seksual, dorongan untuk mencari makan dan sebagainya. Dengan
demikian maka jelaslah bahwa manusia sangat membutuhkan orang lain.
Dalam hal ini manusia perlu bekerja sama dan menjalin hubungan baik.
Untuk mewujudkan hubungan dan kerja sama yang baik itu maka manusia
harus menunjukkan nilai cinta kasih kepada sesama.
Cinta Keibuan
Cinta
keibuan adalah cinta yang dimiliki seorang ibu untuk anak-anaknya.
Cirinya adalah sikap rela berkorban dan tidak membutuhkan balasan. Ibu
berperan sebagai agen yang menyosialisasikan nilai-nilai kehidupan
sebagai bekal kehidupan anak di masa mendatang.
Cinta Erotis
Cinta
erotis merupakan cinta sepasang manusia yang didasari dorongan seksual.
Dalam hal ini perlu diingat bahwa cinta erotis harus pada
batasan-batasan tertentu yang sesuai dengan norma atau peraturan yang
ada.
Cinta diri sendiri
Mencintai
diri sendiri berarti berarti menyadari keberadaan kita, memperhatikan
diri kita ataupun menyadari bahwa hidup tidak bisa sendiri. Mencintai
diri sendiri berbeda dengan mementingkan diri sendiri. Mementingkan diri
sendiri adalah suatu sifat tamak, egois dan tidak memikirkan hak-hak
orang lain.
Tanggung Jawab
Tanggung
jawab adalah kewajiban melaksanakan tugas tertentu. Tanggung jawab juga
dapat diartikan sebagai kesadaran manusia akan tingkah laku, berbuat
sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya. Manusia mempunyai
berbagai tanggung jawab sesuai peran atau status yang disandangnya.
Bentuk tanggung jawab manusia berdasarkan statusnya meliputi tanggung
jawab terhadap diri sendiri, tanggung jawab terhadap keluarga, tanggung
jawab terhadap masyarakat dan tanggung jawab terhadap Tuhan Yang Maha
Esa.
4. Filter dalam Interaksi Lintas Budaya
Filter
adalah penyaring. Filter interaksi lintas budaya yaitu penggunaan
akhlak dan budi pekerti. Lebih lanjut lagi, filter merupakan alat untuk
menyaring kebudayaan yang masuk. Karena dalam budaya itu ada budaya yang
baik dan budaya yang kurang baik, tentunya penentuan baik atau kurang
baik ini merupakan suatu konsensus masyarakat. Budaya disiplin dan
percaya diri misalnya, dapat kita ambil karena kedua budaya ini
merupakan budaya yang baik dan membangun. Sedangkan minum-minuman keras,
seks bebas, dan mengkonsumsi narkotika merupakan budaya yang kurang
baik yang tidak perlu kita ambil.
5. Penerapan Akhlak dan Budi Pekerti dalam Kehidupan Pribadi dan Sosial Budaya
Sebagai
makhluk pribadi, manusia harus memenuhi aturan-aturan yang diterapkan
dalam diri pribadinya. Penerapan dari nilai akhlak dan budi pekerti ini
adalah hak dan kewajiban yang menyangkut pribadi mereka masing-masing.
Namun, manusia tidak hanya memiliki hak dan kewajiban atas diri
masing-masing, tetapi juga dalam lingkungan masyarakat. Sebagai makhluk
sosial, manusia dituntut untuk selalu berinteraksi dengan individu di
sekitarnya. Oleh karena itu, manusia senantiasa terikat oleh
aturan-aturan sebagai bentuk kesepakatan yang terjadi antara para
anggota masyarakat itu sendiri. Sehingga, manusia memiliki hak dan
kewajiban yang harus dijalankan atas dasar peran sosial yang melekat
pada individu itu sendiri. Penerapan hak dan kewajiban dasar manusia
sama pentingnya dengan aplikasi nilai akhlak dan budi pekerti dalam
pribadi manusia.
6. Norma Sosial dan Norma Hukum
Norma
atau kaidah adalah aturan perilaku dalam suatu kelompok tertentu,
dimana setiap anggota masyarakat mengetahui hak dan kewajiban di dalam
masyarakat. Norma-norma itu mempunyai dua macam isi, dan menurut isinya
berwujud : perintah dan larangan. Apakah
yang dimaksud perintah dan larangan menurut isi norma tersebut?
Perintah merupakan kewajiban bagi seseorang untuk berbuat sesuatu oleh
karena akibat-akibatnya dipandang baik. Sedangkan larangan merupakan
kewajiban bagi seseorang untuk tidak berbuat sesuatu oleh karena
akibat-akibatnya dipandang tidak baik. Ada bermacam-macam norma yang
berlaku di masyarakat. Macam-macam norma yang telah dikenal luas ada
empat, yaitu:
Norma Agama :
Ialah peraturan hidup yang harus diterima manusia sebagai
perintah-perintah, larangan-larangan dan ajaran-ajaran yang bersumber
dari Tuhan Yang Maha Esa. Pelanggaran terhadap norma ini akan mendapat
hukuman dari Tuhan Yang Maha Esa berupa “siksa” kelak di akhirat.
Norma Kesusilaan :
Ialah peraturan hidup yang berasal dari suara hati sanubari manusia.
Pelanggaran norma kesusilaan ialah pelanggaran perasaan yang berakibat
penyesalan. Norma kesusilaan bersifat umum dan universal, dapat diterima
oleh seluruh umat manusia.
Norma Kesopanan
: Ialah norma yang timbul dan diadakan oleh masyarakat itu sendiri
untuk mengatur pergaulan sehingga masing-masing anggota masyarakat
saling hormat menghormati. Akibat dari pelanggaran terhadap norma ini
ialah dicela sesamanya, karena sumber norma ini adalah keyakinan
masyarakat yang bersangkutan itu sendiri.
Norma Hukum :
Ialah peraturan-peraturan yang timbul dan dibuat oleh lembaga kekuasaan
negara. Isinya mengikat setiap orang dan pelaksanaanya dapat
dipertahankan dengan segala paksaan oleh alat-alat negara, sumbernya
bisa berupa peraturan perundang-undangan, yuris prudensi, kebiasaan,
doktrin, dan agama. Keistimewaan norma hukum terletak pada sifatnya yang
memaksa, sanksinya berupa ancaman hukuman. Penataan dan sanksi terhadap
pelanggaran peraturan-peraturan hukum bersifat heteronom, artinya dapat
dipaksakan oleh kekuasaan dari luar, yaitu kekuasaan negara.
III. PERILAKU SEKS BEBAS DALAM PERSPEKTIF KEMANUSIAAN, AGAMA DAN SOSIAL BUDAYA
Perilaku Seks Bebas dalam Perspektif Manusia Sebagai Makhluk Individu, Sosial, dan Budaya
Manusia
sebagai makhluk individu mempunyai hati nurani sebagai control diri
yang cenderung berjalan kearah kebaikan. Tidak dapat dipungkiri bahwa
manusia sebagai makhluk individu mempunyai hasrat dan keinginan untuk
memenuhi apa yang dia butuhkan. Tidak terkecuali kebutuhan akan kepuasan
seksual. Akan tetapi, kebutuhan ini tidak dapat dengan mutlak dipenuhi
tanpa syarat. Seks bebas merupakan sebuah cerminan dalam pemenuhan
kebutuhan kepuasan seksualitas manusia yang tidak memperhatikan
aturan-aturan dan norma yang berlaku di masyarakat sosial. Sedangkan
aturan dan norma dalam sebuah sistem masyarakat yang berbudaya, selalu
menghendaki keteraturan masyarakat yang patuh terhadap apa-apa yang
mereka sepakati. Dalam kesepakatan tersebut senantiasa tertanam tujuan
yang baik. Sedangkan seks bebas sama sekali tidak mencerminkan akan
tujuan baik tersebut. Jadi seks bebas pada hakikatnya berlawanan dengan
hati nurani manusia yang cenderung berjalan kearah kebaikan, juga
berlawana terhadap sistem masyarakat dan budaya yang cenderung pada
keteraturan masyarakat yang sarat dengan norma.
Perilaku Seks Bebas dalam Perspektif Agama, Tradisi, dan Budaya
Seperti
yang telah kita ketahui, agama senantiasa mengajak penganutnya untuk
berbuat baik. Perbuatan baik itu tentunya akan bermanfaat bagi kehidupan
pribadi manusia dan bagi sesamanya. Seks bebas, dalam perspektif agama,
sama sekali bukan merupakan tindakan terpuji, bahkan tindakan tersebut
tergolong tindakan yang sangat tercela dan dosa besar jika manusia
melakukan tindakan seks bebas. jelaslah bahwa tindakan tersebut tidak
bisa dibenarkan. Agama sebagai pedoman hidup manusia sudah memberikan
solusi berupa perkawinan sah yang melegalkan hubungan seks diantara
manusia. Berbeda dengan perspektif agama, dalam kacamata tradisi dan
budaya perilaku seks bebas belum tentu dianggap sebagai perilaku yang
tidak baik. Hal tersebut sangat bergantung dengan masalah nilai dan
norma yang disepakati oleh masyarakat. Jika kita lihat budaya barat,
disana perilaku seks bebas sudah dianggap biasa, bahkan sudah menjadi
tradisi. Bahkan seks bebas telah dianggap sebagai hal yang biasa.
Perilaku Seks Bebas dalam Perspektif Nilai Cinta Kasih dan Tanggung Jawab
Dalam
kasus seks bebas, remaja pelaku tidak memperhatikan nilai-nilai cinta
kasih dengan sebenarnya. Mereka menganggap cinta erotis adalah alasan
mereka melakukan perilaku tersebut, akan tetapi mereka tidak
memperhatikan batas-batas moral yang seharusnya dijaga. Akhirnya mereka
tidak mau bertanggung jawab atas akibat perbuatannya. Meraka juga
melalaikan tanggung jawab mereka pada dirinya sendiri, keluarga,
masyarakat maupun kepada Tuhan mereka.
Perilaku Seks Bebas dalam Perspektif Filter dalam Interaksi Lintas Budaya
Seks
bebas yang terjadi di kalangan remaja terjadi akibat kurangnya
pemahaman terhadap filter interaksi lintas budaya dan implementasinya
dalam menyikapi hal tersebut. Oleh karena itu diperlukan pemahaman
menyeluruh tentang konsep penyaringan budaya yang masuk. Kita tidak bisa
dengan serta merta menerima apapun yang masuk kedalam budaya kita.
Kearifan dan sikap yang bijak dibutuhkan dalam menghadapi tantangan
mobilisasi budaya yang tanpa batas terjadi didunia ini.
Perilaku Seks Bebas dalam Perspektif Penerapan Akhlak dan Budi Pekerti dalam Kehidupan Pribadi dan Sosial Budaya
Seks
bebas, seperti kita tahu merupakan suatu bentuk perbuatan tidak
terpuji, tidak sesuai dengan penerapan akhlak dan budi pekerti kita
sebagai masyarakat yang berbudaya dan beragama. Dilihat dari sudut
pandang penerapan akhlak dan budi pekerti dalam kehidupan pribadi, seks
bebas bisa dikatakan merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak pribadi
kita sendiri, karena hal tersebut dapat mendatangkan Penyakit Menular
Seksual (PMS), infeksi, infertilitas maupun kanker, kemudian jika
seorang wanita memiliki bayi hasil hubungan seks bebas, maka hal
tersebut juga dapat memicu terjadinya aborsi yang dapat membahayakan
hidupnya sendiri. Seks
bebas juga dapat dianggap sebagai perbuatan yang tidak menghargai
kehidupan. Tingginya angka kematian akibat bunuh diri sebagai dampak
hubungan seks bebas juga merupakan contoh lain. Tubuh kitapun memiliki
hak untuk mendapatkan kebutuhan seksual, namun dengan cara-cara yang
benar dan sah. Oleh karena itu, sudah seharusnya remaja mengerti
bahaya-bahaya dan akibat buruk dari seks bebas sebagai pencegahan agar
tidak melakukan hal tersebut.
Sebagai
makhluk sosial, manusia sangat erat berhubungan dengan manusia lainnya,
karena pada dasarnya manusia satu tidak dapat hidup tanpa manusia lain.
Oleh karena itu, menjaga hubungan satu sama lain merupakan hal yang
penting untuk kelangsungan kehidupan yang harmonis dalam masyarakat.
Salah satunya adalah dengan membangun citra diri yang baik di mata
masyarakat. Seseorang yang diketahui masyarakat melakukan seks bebas
akibatnya pada sebagian masyarakat yang masih berpegang teguh pada hukum
adat adalah dipergunjingkan, dihina, bahkan dikucilkan. Karena pada
umumnya seks bebas merupakan hal tabu oleh sebagian besar masyarakat
kita. Hal ini tentu dapat menghambat interaksi alami dalam masyarakat.
Padahal interaksi tersebut sangat penting untuk memenuhi kebutuhan dasar
manusia yaitu sosialisasi dan berkomunikasi dengan sesamanya. Perasaan
tidak berharga dan menurunnya nilai kepercayaan diri juga dapat terjadi
akibat kontrol sosial yang dilakukan masyarakat. Oleh karena itu, seks
bebas tidak dibenarkan dalam kehidupan bermasyarakat.
Perilaku Seks Bebas dalam Perspektif Norma Sosial dan Norma Hukum
Seperti
yang dijelaskan dalam bab norma sosial dan norma hukum, bahwa
norma-norma tersebut selalu menghendaki kebaikan yang berdasarkan
kesepakatan bersama. Norma hukum bersifat memaksa. Seks bebas bukan
merupakan perbuatan yang taat hukum. Seks bebas juga bukan merupakan
suatu norma yang baik yang disepakati masyarakat, konsekuensinya, seks
bebas merupakan sebuah tindakan pelanggaran terhadap keteguhan norma dan
hukum.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan