Rasulullah saww bersabda : ”Jika
Allah mencintai seorang hamba maka Allah berikan cobaan baginya. Dan
jika Allah mencintainya dengan kecintaan yang sangat maka Allah akan
mengujinya.”
Para sahabat Nabi bertanya : ”Apakah ujiannya?”
Rasulullah saww menjawab : “Tidak sedikit pun Allah tinggalkan baginya harta dan anak” 1]
Para sahabat Nabi bertanya : ”Apakah ujiannya?”
Rasulullah saww menjawab : “Tidak sedikit pun Allah tinggalkan baginya harta dan anak” 1]
ALLAH ILHAMKAN KETAATAN KEPADANYA
Imam Ja’far al-Shadiq
as berkata,”Jika Allah mencintai seorang hamba, Allah ilhamkan kepadanya
ketaatan, Allah biasakan ia dengan qana’ah (menerima apa yang
ada), Allah karuniakan baginya pemahaman agama, Allah menguatkannya
dengan keyakinan, Allah cukupkan baginya dengan sifat al-kafaf, Allah memakaikannya dengan sifat al-‘afaf.
Sebaliknya jika Allah membenci seorang hamba maka Allah jadikan dia
mencintai harta dan Allah mudahkan baginya untuk memperolehnya, Allah
ilhamkan kepadanya dunianya, Allah serahkan dia pada hawa nafsunya, maka
ia mengendarai al-‘inaad, ia mudah berbuat fasad, dan menzhalimi hamba-hamba (Tuhan)”2]
Sesungguhnya Allah mengilhamkan kepada jiwa semua manusia ketaatan dan
maksiat, namun beruntunglah orang yang mengambil ilham ketaatan dan
merugilah orang yang mengambil ilham kemaksiatan.
“Maka
Allah ilhamkan kepada jiwa itu kefasikan dan ketakwaan, sesungguhnya
beruntunglah orang yang menyucikan jiwanya dan merugilah orang yang
mengotorinya.” (QS Al-Syams [91] : 8-9)
Dan Allah mencintai orang yang terilhami oleh ketaatan dan ketakwaan,
lalu ia bersegera menyucikan jiwanya dengan melakukan ketaatan dan
ketakwaan.
Seseorang mengeluh kepada Imam al-Shadiq as tentang ketamakannya yang kian hari bertambah. Imam as menasihatinya, ”Jika
engkau merasa beruntung dengan memiliki apa yang mencukupimu, maka
engkau akan merasa cukup dengan kebutuhan terkecil dunia ini. Sebaliknya
jika engkau tidak merasa puas dengan memiliki kebutuhan-kebutuhan
minimum dunia ini, maka seluruh kesenangan duniawi takkan bakal
mencukupimu.” 3]
Mengenai
pemahaman akan agama, Rasulullah saww bersabda, ”Barangsiapa yang Allah
inginkan kebaikan bagi dirinya, niscaya Dia karuniakan pemahaman akan
agama” 4]
Tentang al-Kafaf, yaitu merasa cukup dengan rezeki yang memadai. Sifat al-kafaf ini tidak berbeda jauh dengan Qana’ah. Ada pun al-‘Afaf,
adalah sifat menjaga kehormatan diri dari perbuatan-perbuatan hina.
Diriwayatkan oleh Imam al-Shadiq as bahwa Imam Ali as berkata,
”Seutama-utama ibadah adalah al-‘afaf” 5].
Dan sabda Rasulullah saww, ”Sesungguhnya Allah mencintai seorang yang
pemalu, yang menjaga dirinya dari perbuatan-perbuatan yang hina (al-hayya al-muta’affif)” 6]
Ada pun ‘inad adalah sifat keras kepala (stubborn).
Al Qur’an mengatakan,”Dan merugilah setiap orang yang berlaku
sewenang-wenang lagi keras kepala!” (QS Ibrahim [14] ayat 15), ‘Allamah
Baqir al-Majlisi menafsirkan ayat tersebut, ”Merugilah orang yang sombong, disebabkan keberpalingannya dari kebenaran.” 7]
ZIKIR SEBAGAI CERMIN CINTA
Rasulullah saww bersabda, ”Wahai Tuhan, beritahukanlah kepadaku orang yang Engkau cintai sehingga aku dapat mencintainya?”
Maka Allah SwT pun berfirman, ”Jika
engkau melihat hamba-Ku yang banyak berzikir kepada-Ku lalu Aku izinkan
dia untuk berbuat yang demikian itu maka berarti Aku mencintainya. Dan
apabila engkau melihat hamba-Ku yang tidak berzikir kepada-Ku lalu Aku
hijab dia dari hal yang demikian itu, maka berarti Aku benci kepadanya.” 8]
UJIAN SEBAGAI BENTUK PENDIDIKKAN MENTAL DAN SPIRITUAL
Sebagian orang
menganggap ujian merupakan sesuatu yang buruk. Padahal hakikatnya, ujian
maupun kesulitan merupakan hal yang bermanfaat dan memiliki dampak
positif bagi orang-orang yang tegar (sabar) dalam menghadapinya.
Karenanya, mereka berhak mendapatkan berita gembira dan kebaikan. Allah
‘Azza wa Jalla berfirman, ”Dan sungguh akan Kami uji kalian dengan
ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa serta buah-buahan. Dan
sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS Al-Baqarah [2] ayat 155)
Untuk pengajaran dan pendidikan jiwa manusia, Allah mempersiapkan dua program: program tasyri’i, dan program takwini. Kesulitan dan kesusahan, keduanya ada dalam dua program Tuhan tersebut. Di dalam program tasyri’iy, diwajibkanlah manusia beribadah. Dan pada program takwini, dijadikanlah kesulitan pada setiap awal perjalanan yang dilalui oleh semua manusia.
Program tasyri’iy
berada di dalam kewajiban-kewajiban seperti : puasa, hajji, jihad,
infaq, amar ma’ruf nahi munkar, tawalla dan tabarra, khumus dan shalat,
kesemuanya itu terdapat kesulitan dan kesukaran yang muncul sebagai
kewajiban dari syari’at (taklif syar’iy). Sedangkan kesabaran di dalam menghadapinya dan istiqamah
(teguh dan tetap) sewaktu melaksanakannya pasti dapat menyempurnakan
jiwa dan mendidik (menggembleng) kesiapan-kesiapan jiwa yang andal bagi
manusia.
Permasalahan
ini tidak bertentangan dengan prinsip bahwa agama (Islam) tidak
bermaksud untuk mempersulit manusia. Maksud sesungguhnya dari prinsip
ini bukan berarti bahwa agama itu kosong dari tugas-tugas atau
kewajiban-kewajiban (taklif) dan latihan (tamrin),
melainkan bahwa di dalam agama tidak ada perintah-perintah yang akan
menghalangi kemajuan manusia dan akan memenjarakan aktivitas (dan
kreavitas) nya yang benar.
Semua
hukum-hukum agama telah ditetapkan (oleh Tuhan) untuk tidak membelenggu
tangan dan kaki, tetapi juga tidak mendorong manusia untuk malas,
lengah dan lalai.
Sedangkan program takwini
berada di dalam kelaparan, ketakutan, kerugian material serta hilangnya
jiwa merupakan kesulitan-kesulitan yang diciptakan oleh hukum takwini yang mau tidak mau harus dihadapi oleh semua manusia (sebagai sunatullah atau biasa disebut hukum alam). 9]
UJIAN DAN COBAAN SEBAGAI BUKTI CINTA TUHAN
Apabila Allah Swt
secara khusus menyayangi seorang hamba-Nya, niscaya Dia akan
menhadapkannya pada berbagai kesulitan dan kesusahan. Imam Muhammad
al-Baqir as berkata, ”Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla menjanjikan
ujian dan cobaan kepada seorang mukmin sebagaimana seorang suami
menjanjikan kepada isterinya dengan hadiah yang dirahasiakan
(disembunyikan)-nya.” 10]
Atau dalam hadits lainnya, Imam Ja’far al-Shadiq as berkata, ”Sesungguhnya apabila Allah mencintai seorang hamba niscaya Dia tenggelamkan hamba tersebut ke dalam cobaan.” 11]
Hal
ini bisa dicontohkan dengan seorang pelatih renang. Sewaktu ia diminta
untuk melatih seseorang agar bisa berenang, maka ia akan melatih orang
tersebut dengan mengerahkan segenap kemampuannya agar orang itu bisa
berenang. Sama saja dengan Allah SwT ketika mencintai seorang hamba,
maka Dia akan mendidiknya – untuk mencapai kesempurnaan – dengan
mengujinya dengan berbagai cobaan.
Seseorang
yang ingin pandai berenang, tetapi hanya bermodal dengan membaca buku
teori renang tanpa menceburkan dirinya ke kolam renang, pasti seumur
hidupnya ia tidak akan pernah bisa berenang. Seseorang yang
sungguh-sungguh ingin pandai berenang harus berada di dalam air dan
berlatih dengan mencoba bertarung dengan air agar tidak tenggelam.
Bahkan
kadang-kadang seseorang yang sedang belajar berenang harus menghadapi
maut ketika ia berenang jauh ke tengah laut. Tidak bisa tidak seseorang
harus pernah menghadapi kesulitan-kesulitan sejak ia berada di dunia
ini, sehingga ia bisa belajar menyelamatkan diri darinya. Ia harus
pernah menghadapi kesukaran-kesukaran hidup, sehingga ia menjadi lebih
dewasa dan matang. 12]
TIIDAK ADA KEBAIKAN BAGI ORANG YANG TIDAK PERNAH DITIMPA MUSIBAH
Suatu hari, Rasullah
saww diundang ke rumah salah seorang Muslim. Sewaktu beliau tiba di
rumahnya, beliau melihat seekor ayam sedang bertelur di sebuah sarang di
samping rumah. Beliau melihat telor ayam tersebut tidak jatuh, dan
kalaupun jatuh ternyata tidak pecah. Betapa takjubnya Rasullah saww
melihat kejadian tersebut.
Karena itu, pemilik rumah tersebut bertanya kepada beliau, “Engkau
heran melihatnya, ya Rasullah? Demi Allah yang telah memilih Anda
sebagai Nabi, sesungguhnya saya selama ini tidak pernah sakit”
Rasulullah segera meninggalkan rumah tersebut, seraya berkata, “Barangsiapa yang tidak pernah mengalami musibah, maka ia jauh dari kasih sayang Allah.” 13]
SEMAKIN TINGGI TINGKAT SPIRITUAL SESEORANG SEMAKIN BERAT UJIANNYA
Diriwayatkan bahwa Imam Al-Shadiq as berkata, “Sesungguhnya disebutkan di dalam kitab ‘Ali bahwa yang paling berat cobaannya di antara semua manusia adalah para nabi, dan setelah mereka adalah para washiy (para Imam Ahlul Bait as), dan setelah mereka adalah orang-orang pilihan yang seperti mereka. Sungguh orang mukmin pasti mengalami cobaan sesuai dengan kadar amal baiknya. Maka, orang yang baik agamanya dan baik pula amalnya akan lebih berat cobaannya. Hal itu disebabkan Allah SwT tidak menjadikan dunia ini sebagai tempat memberi pahala bagi orang mukmin dan tempat menyiksa orang yang ingkar. Dan orang yang lemah imannya dan buruk amalnya, akan lebih ringan cobaannya. Sesungguhnya, cobaan itu menimpa orang beriman lebih cepat daripada air hujan yang turun ke bumi.” 14]
Diriwayatkan bahwa Imam Al-Shadiq as berkata, “Sesungguhnya disebutkan di dalam kitab ‘Ali bahwa yang paling berat cobaannya di antara semua manusia adalah para nabi, dan setelah mereka adalah para washiy (para Imam Ahlul Bait as), dan setelah mereka adalah orang-orang pilihan yang seperti mereka. Sungguh orang mukmin pasti mengalami cobaan sesuai dengan kadar amal baiknya. Maka, orang yang baik agamanya dan baik pula amalnya akan lebih berat cobaannya. Hal itu disebabkan Allah SwT tidak menjadikan dunia ini sebagai tempat memberi pahala bagi orang mukmin dan tempat menyiksa orang yang ingkar. Dan orang yang lemah imannya dan buruk amalnya, akan lebih ringan cobaannya. Sesungguhnya, cobaan itu menimpa orang beriman lebih cepat daripada air hujan yang turun ke bumi.” 14]
Sesungguhnya
manusia yang paling keras cobaannya ialah para Nabi, kemudian
orang-orang setelah mereka, dan selanjutnya orang-orang setelah mereka
yang layak mendapatkan cobaan seperti mereka. Para penyusun kitab-kitab
hadis, membuat bab khusus mengenai kerasnya cobaan yang dihadapi oleh
Amir Al-Mu’minin, para Imam dan putra-putranya.
Cobaan
yang dihadapi oleh para kekasih Allah, pada dasarnya, adalah kasih
sayang-Nya yang dikemas dengan penderitaan, sebagaimana halnya dengan
kenikmatan dan kesehatan yang dialami oleh mereka yang dimurkai oleh
Allah, yang pada dasarnya merupakan siksaan untuk mereka yang dikemas
dalam bentuk kenikmatan, dan kemurkaan dengan bentuk kasih sayang. 15]
Imam
al-Shadiq as berkata, ”Besarnya pahala seseorang sebanding dengan
besarnya penderitaannya dan tidaklah Allah mencintai seorang hamba
kecuali Dia menghadapkannya dengan penderitaan” 16]
Bala’ yang berarti ujian dan cobaan dapat terjadi pada manusia yang baik maupun yang jahat. Bala’ dan ibtila’,
tidak hanya terbatas hanya berupa penyakit berat atau ringan, atau
kesengsaraan, seperti kemiskinan, penghinaan, dan kehilangan
keuntungan-keuntungan duniawi.
Bahkan
seperti kekuasaan, kebesaran, kekayaan, ketinggian status, kehormatan,
dan yang semacam itu juga merupakan bentuk lain dari ujian dan cobaan.
Tetapi
dalam konteks hadits dari Imam al-Shadiq as di atas, bala’ yang
dimaksudkan adalah bala’ dalam pengertian yang pertama, yang berupa
penderitaan dan kesengsaraan.
BALA ‘ MERUPAKAN UJIAN SARINGAN
Imam Ali bin Abi Thalib as berkata : “Demi yang mengutusnya (Muhammad saww) dengan kebenaran, kamu benar-benar akan dicampur baurkan dan kemudian dipisahkan dalam saringan (ujian dan penderitaan).” (Nahjul Balaghah hal. 57, Khutbah ke 16, Syarah Dr. Subhi Shalih)
Imam Ali bin Abi Thalib as berkata : “Demi yang mengutusnya (Muhammad saww) dengan kebenaran, kamu benar-benar akan dicampur baurkan dan kemudian dipisahkan dalam saringan (ujian dan penderitaan).” (Nahjul Balaghah hal. 57, Khutbah ke 16, Syarah Dr. Subhi Shalih)
Dalam hadits lainnya, Imam al-Shadiq as berkata, ”Sudah
merupakan kemestian bagi manusia bahwa mereka mesti dibersihkan,
dipisahkan dan disaring sehingga sejumlah besar dari mereka dikeluarkan
dari saringan itu.” 17]
Diriwayatkan dari Imam Musa al-Kazhim as, ketika beliau membaca ayat, ” Alif Laam Miim, Apakah manusia itu mengira dibiarkan mengatakan : ‘Kami telah beriman!’ sedang mereka tidak diuji lagi?” (QS Al-‘Ankabut [29] : 1-3) kemudian beliau as berkata, ”Ujian yang dimaksud dalam ayat ini adalah ujian dalam agama.” Kata beliau lagi, ”Mereka akan dibakar dan dibersihkan sebagaimana dibakar dan dibersihkannya emas (dari karat dan kotorannya)!” 18]
Setiap dada tanpa Kekasih
adalah tubuh tanpa kepal,
Manusia yang jauh dari perangkap cinta
adalah burung tanpa sayap
~ Rumi 19]
adalah tubuh tanpa kepal,
Manusia yang jauh dari perangkap cinta
adalah burung tanpa sayap
~ Rumi 19]
Laa hawla wa laa quwwata illa billah…
Catatan kaki :
1]. Baqir al-Majlisi, Bihar al-Anwar 81 : 188 ;Kanz al-‘Ummal hadits ke : 30793
2]. Bihar al-Anwar 103 : 26.
3]. Al-Kulayni, Al-Kafi 3 : 79
4]. Bihar al-Anwar 1 : 177
5]. Al-Kulayni, Al-Kafi 2 : 79
6]. Bihar al-Anwar 71 : 270
7]. Ibid 11 : 14
8]. Ibid 93 : 160
9]. Murtadha Muthahhari, Keadilan Ilahi, hal 144-145.
10]. Bihar al-Anwar 15 : 56.
11]. Ibid 15 : 55
12]. Murtadha Muthahhari, Keadilan Ilahi, hal. 145.
13]. Baqir al-Majlisi, Bihar al-Anwar 15 : 1 : 53
14]. Al-Kulayni, Ushul al-Kafi, 2 : 259, hadits no, 29.
15]. Murtadha Muthahhari, Keadilan Ilahi, hal. 146
16]. Al-Kulayni, Ushul Kafi hal. 252, hadits no. 3
17]. Al-Kulayni, al-Kafi 1 : 370.
18]. Bihar al-Anwar 64 : 144.
19]. Jalaluddin Rumi, Diwan i Syams 75776-78
1]. Baqir al-Majlisi, Bihar al-Anwar 81 : 188 ;Kanz al-‘Ummal hadits ke : 30793
2]. Bihar al-Anwar 103 : 26.
3]. Al-Kulayni, Al-Kafi 3 : 79
4]. Bihar al-Anwar 1 : 177
5]. Al-Kulayni, Al-Kafi 2 : 79
6]. Bihar al-Anwar 71 : 270
7]. Ibid 11 : 14
8]. Ibid 93 : 160
9]. Murtadha Muthahhari, Keadilan Ilahi, hal 144-145.
10]. Bihar al-Anwar 15 : 56.
11]. Ibid 15 : 55
12]. Murtadha Muthahhari, Keadilan Ilahi, hal. 145.
13]. Baqir al-Majlisi, Bihar al-Anwar 15 : 1 : 53
14]. Al-Kulayni, Ushul al-Kafi, 2 : 259, hadits no, 29.
15]. Murtadha Muthahhari, Keadilan Ilahi, hal. 146
16]. Al-Kulayni, Ushul Kafi hal. 252, hadits no. 3
17]. Al-Kulayni, al-Kafi 1 : 370.
18]. Bihar al-Anwar 64 : 144.
19]. Jalaluddin Rumi, Diwan i Syams 75776-78
Tiada ulasan:
Catat Ulasan