"Apalah perempuan, tak pandai masak siapa nak kahwin dengan awak!" Begitulah kata-kata yang biasa kita dengar saban hari.
“Dunia itu seluruhnya adalah perhiasan, sebaik-baik perhiasan dunia adalah isteri yang solehah.” (Hadis Riwayat Muslim, Kitab ar-Ridha)
Maka
jawaplah si gadis ayu itu yang dia tidak sempat belajar memasak sebab
dari kecil tidak digalakkan keluarga sebaliknya di suruh menumpukan
perhatian pada pelajaran saja. Setelah tinggal di asrama, peluang pulang
ke rumah terhad dan tidak sempat turun ke dapur membantu ibunya.
''Habis sekarang kenapa tidak belajar?" Tanya sang lelaki lagi dengan penuh semangat.
''Sedang
belajarlah ni tetapi selain sibuk dengan kerjaya saya juga sibuk
belajar agama, jadi belajar memasak tetap tidak diutamakan!" Begitu
jawab si gadis yang membuatkan lelaki tadi menggeleng-geleng kepala.
Mana yang betul antara ciri-ciri memilih isteri mengikut garis panduan masyarakat/selera perut @ mengikut panduan AGAMA ISLAM?
Masyarakat
kita semakin hari semakin keliru dalam memilih pasangan. Sama ada yang
wanita mahupun yang lelaki. Rata-rata semakin membina tembok pemisah
antara agama dan kehidupan. Sedangkan Islam itulah cara hidup kita..
AlQuran & hadith itulah manual pengguna utk kita menjalani hidup
sehari-hari.
Dalam
persoalan ini, apabila seorang pemuda telah menemukan atau hendak
menemukan seorang calon isteri yang dipandangnya sepadan dan berkenan di
hati, hendaklah ia memeriksa sifat yang terpuji dan kriteria pegangan
agama yang ada padanya. Janganlah kita hanya memfokuskan semata-mata
kepada karektor duniawi, kekayaan, kecantikan, kedudukan atau mesti
pandai memasak. Kerana di dalam suatu hadis Rasulullah s.a.w., seseorang
wanita itu sebaiknya dipilih untuk dinikahi adalah kerana berdasarkan
agamanya yang baik dan bukannya karena pandai memasak
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., ia berkata: Rasulullah bersabda:
“Wanita
dinikahi karena empat perkara; karena hartanya, karena kedudukannya/
keturunannya, karena kecantikannya dan keranan agamanya. Maka, pilihlah yang baik agamanya niscaya engkau beruntung.” (Diriwayatkan oleh al-Bukhari (3/242), Muslim (2/1086), Abu Dawud (2047), an—Nasaa’i (6/68) dan Ibnu Majah (1858))
Secara umumnya, mereka yang baik agamanya dan lebih taqwanya adalah mulia dan dipandang tinggi di sisi Allah s.w.t.
“Sesungguhnya
orang yang paling mulia d iantara kamu di sisi Allah ialah orang yang
paling taqwa di antara kamu...” (al-Hujuraat 49: 13)
Tak ada pun kata mesti pandai memasak... betul tak?
Dengan merujuk pula kepada firman Allah s.w.t. berikut:
“Maka wanita yang solehah, ialah yang ta’at kepada Allah lagi memelihara dirinya (kehormatannya) ketika suaminya tiada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka)." (Surah an-Nisaa’ 4: 34)
Sufyan
ats-Tsauri berkata (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dalam Tafsirnya (5/38)
dengan sanad yang shahih): Kalimah “Qaanitaat” membawa maksud wanita
yang taat kepada Allah dan kepada suaminya.”
Nabi pernah ditanya tentang sebaik-baik wanita, yang mana Baginda bersabda:
“Iaitu yang taat apabila diperintah, yang menyenangkan apabila dipandang serta menjaga diri dan harta suaminya.” (Hadits bertaraf sahih, diriwayatkan oleh imam Ahmad (4/341))
Bertepatan
dari anjuran hadis Rasulullah ini, maka keutamaan kita dalam memilih
calun isteri adalah menjurus kepada wanita yang baik urusannya dalam
menjaga kehormatan dirinya dan harta suaminya, sama ada ketika berada di
sisi suami, keluarga ataupun di ketika waktu ketiadaan suaminya, secara
zahir dan batin yang didasari hati yang bersih serta suci lantaran
kesan pegangan agamanya.
Dari
kalangan tabi’in, Qatadah bin Di’aamah As-Saduusi pula berkata:
“(Wanita yang sepatutnya menjadi pilihan) Adalah yang menjaga apa-apa
yang telah Allah serahkan agar dijaga dari hak-hak suaminya. Menjaga
dirinya saat suaminya tidak berada di sisinya.” (Diriwayatkan oleh Ibnu
Jarir (5/39) dengan sanad yang shahih)
Telah disebutkan di atas tentang sifat sebaik-baik wanita iaitu,
“Serta menjaga diri dan harta suaminya.”
Abdullah bin Amru r.a. berkata: “Mahukah kalian aku beritahu tentang tiga jenis manusia yang celaka:
- Imam yang zalim, bila engkau berbuat baik kepadanya ia tidak berterima kasih, jika engkau berbuat salah kepadanya ia tidak memaafkan.
- Tetangga/jiran yang jahat, jika ia melihat kebaikan padamu ia tutup-tutupi, jika melihat keburukan padamu ia menyebarkannya.
- Isteri yang buruk tabiatnya, jika engkau berada di sisinya ia membuatmu gusar/tidak senang. Dan bila engkau tidak berada di sisinya ia berkhianat.”
(Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam kitab Al-Mushannaf (3/559) dengan sanad yang shahih)
Seterusnya,
carilah wanita yang memiliki sifat-sifat yang penyayang. Semua ini
mampu memberi infect atau kesan yang baik kepada anak-anak kelak serta
kepada hati suami yang utamanya. Dalam hal ini,
Nabi s.a.w bersabda: “Nikahilah
oleh kalian wanita yang penyayang lagi subur, kerana aku akan berbangga
dengan jumlah kalian yang banyak di hadapan umat-umat lain pada hari
Kiamat.” (Hadis Sahih, diriwayatkan oleh al-Khathib al-Baghdaadi dalam Tarikh Baghdad (12/377))
“Sebaik-baik
wanita yang menunggang unta adalah wanita-wanita yang solehah dari suku
Quraisy, mereka adalah wanita yang paling sayang kepada anak-anak
sewaktu masih kecil dan yang paling menjaga hak dan harta suami.” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhaari (3/240))
Seterusnya,
carilah wanita yang memiliki sifat-sifat yang penyayang. Semua ini
mampu memberi infect atau kesan yang baik kepada anak-anak kelak serta
kepada hati suami yang utamanya. Dalam hal ini,
Nabi
s.a.w bersabda: “Nikahilah oleh kalian wanita yang penyayang lagi
subur, kerana aku akan berbangga dengan jumlah kalian yang banyak di
hadapan umat-umat lain pada hari Kiamat.” (Hadis Sahih, diriwayatkan
oleh al-Khathib al-Baghdaadi dalam Tarikh Baghdad (12/377))
“Sebaik-baik
wanita yang menunggang unta adalah wanita-wanita yang solehah dari suku
Quraisy, mereka adalah wanita yang paling sayang kepada anak-anak
sewaktu masih kecil dan yang paling menjaga hak dan harta suami.”
(Diriwayatkan oleh Al-Bukhaari (3/240))
Dari
sudut ini, kelangsungan hidup manusia dan generasi soleh/solehah akan
dapat diteruskan melalui kelahiran zuriat-zuriat yang baik. Lantas, dari
zuriat yang soleh/solehah (muslim ini) ia berupaya untuk menjaga aspek
keturunan dari generasi ke generasi untuk membentuk masyarakat yang
menegakkan syari’at Allah, meninggikan agama, memakmurkan alam semesta,
dan memperbaiki kehidupan di muka bumi. (Rujuk: Menjaga Kehormatan
Muslimah, sheikh Bakr Abdullah Abu Zaid, Daar an-Naba', m/s. 150-151)
“Dan
para wanita itu mempunyai hak yang seimbang seperti kewajiban yang
ditanggung oleh mereka (terhadap suami) dengan cara yang ma’aruf (dan
tidak dilarang oleh syara’); Dalam pada itu orang-orang lelaki
(suami-suami itu) mempunyai satu darjat kelebihan atas orang-orang
perempuan (isterinya). Dan (ingatlah), Allah Maha Kuasa, lagi Maha
Bijaksana.” (al-Baqarah 2: 228)
Melalui
ayat ini, dapat kita simpulkan bahawa terdapat hubungan antara
kelebihan kaum wanita dengan kekuatan kaum lelaki sehingga keduanya akan
saling melengkapi dengan masing-masing diberikan keistimewaan,
keutamaan, dan tanggungjawab masing-masing.
Akhir
sekali, suatu yang perlu di-ambil perhatian. Bahawasanya Allah dan
Rasul-Nya melarang lelaki ataupun sebaliknya untuk menikahi atau
mengahwini pasangan yang terdiri dari kalangan penzina. Tetapi pilihlah
wanita yang mulia, suci dan terjaga kehormatannya sebagaimana yang
dinyatakan di awal tulisan ini tadi,
“...yang ta’at kepada Allah lagi memelihara dirinya (kehormatannya) .” (an-Nisa’ 4: 34)
Persoalan ini juga dijelaskan oleh Allah s.w.t. sebagaimana di dalam firman-Nya yang berikut:
“Laki-laki
yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau
perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini
melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang
demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mukmin.” (an-Nuur 24: 3)
Dalam
suatu riwayat, sebelum turunnya ayat ini seorang sahabat bernama Abu
Martsad al-Ghanawi r.a. datang menemui Rasulullah s.a.w. meminta
restu/keizinan untuk menikahi seorang wanita pelacur yang dahulunya
semasa jahiliyyah adalah bekas kekasihnya (wanita itu bernama ‘Anaq).
Dan sehinggalah turunnya ayat di atas (Surah an-Nuur 24: 3) Rasulullah
s.a.w. menjelaskan “Jangan dinikahi wanita itu!” (Diriwayatkan oleh imam
yang empat kecuali Ibnu Majah)
Ini
antaranya adalah kerana wanita penzina dan pelacur itu boleh mengganggu
urusan kebahagian sesebuah rumahtangga dan institusi kekeluargaan
pasangan suami isteri. Malah status pelacur/penzina ini sendiri menurut
Ibnu Umar r.a. adalah merupakan antara manusia yang celaka sebagaimana
riwayat ini (telah dijelaskan di awal tulisan), “wanita yang apabila
engkau tidak berada di sisinya ia berkhianat.”
Manakala
menurut Hasan al-Basri rahimahullah; “Tidaklah halal dinikahi wanita
penzina dan wanita simpanan.” (Diriwayatkan oleh Sa’id bin Mashur dalam
as-Sunan (5/8) dengan sanad yang sahih)
Adapun
begitu, andainya dia (wanita yang awalnya seorang penzina) merupakan
dari kalangan wanita yang sudah bertaubat dan sudah meninggalkan
perbuatan pelacuran, maka keharaman itu terhilang dan termansuh
sebagaimana menurut Abdullah bin Abbas r.a.: “Awalnya zina akhirnya
nikah, awalnya haram akhirnya halal.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi
Syaibah (3/529) dengan sanad yang sahih)
Dan daripada firman Allah s.w.t.:
"...kecuali
orang-orang yang bertaubat sesudah itu dan memperbaiki (dirinya), maka
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (an-Nuur 24: 5)
Shilah
bin Asyyam rahimahullah berkata: “Tidak mengapa menikah keduanya
samaada wanita atau pemuda dengan penzina yang telah bertaubat kepada
Allah. Allah lebih berhak menerima taubat keduanya. Jika keduanya adalah
penzina dan belum bertaubat, maka lelaki yang buruk pasangannya juga
adalah dengan wanita yang buruk pula. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi
syaibah (3/528) dengan sanad yang sahih)
Sebagai
kesimpulan, membuat pilihan calon isteri bukanlah suatu perkara yang
boleh dipandang remeh. Ia amat berat pada hakikatnya kerana ia bakal
menjaga urusan dalam kekeluargaan yang diketuai oleh seorang lelaki
bernama suami. Dan bakal menjadi pembimbing anak-anak atau zuriat yang
kelak bakal dilahirkan. Kriteria-kriteria yang baik berserta
kebijaksanaan dalam pelbagai bidang ilmu tertentu dan persoalan
keagamaan perlu dilihat sebagai keutamaan supaya segala perjalanan
kehidupan di masa mendatang bakal ter-urus dengan baik dan tersusun.
Supaya kelak, kehidupan anda bersama keluarga bakal mengecapi suasana
yang aman bahagia dan tenteram. Lantas mampu melahirkan masyrakat yang
berhubungan dengan harmoni.
Antara
ciri-ciri yang lain bagi calon isteri yang baik secara umum adalah
seperti berilmu, sentiasa bersyukur, tahu menjaga hubungan yang baik
dengan kaum keluarga kedua belah pihak, memiliki daya kepimpinan
terhadap pengurusan rumahtangga dengan baik, memahami kehendak/keperluan
suami, batas pergaulannya terjaga, dan sentiasa menjaga penampilan yang
baik.
“Kebahagiaan manusia ada tiga: Wanita yang solehah, tempat tinggal yang baik, dan kenderaan yang baik. Sedangkan kesengsaraan manusia ialah: Wanita yang buruk (perangainya) , tempat tinggal yang buruk, dan kenderaan yang buruk.” (Hadis Riwayat Ahmad (1/168), dengan sanad yang sahih)
Dan mereka berkata (berdoa): "Wahai
Tuhan kami, anugerahilah kepada kami isteri-iesteri kami dan zuriat
keturunan kami sebagai penyenang hati kami, dan jadikanlah kami imam
ikutan bagi orang-orang yang bertaqwa. (al-Furqan 25: 74)
Dan sebaik-baik wanita itu adalah mereka yang soleh dalam agamanya, sebagaimana hadis berikut:
Tiada ulasan:
Catat Ulasan