Lanjutan Sarana Tazkiyatun-Nafs Imam Ghazali oleh Sa'id Hawwa (ringkas)
DZIKIR
Berbagai dzikir yang bisa memperdalam iman dan
tauhid di dalam hati, "Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati
menjadi tenteram." (ar-Ra'd: 28) Dengan demikian jiwa bisa mencapai
derajat tazkiyah yang tertinggi, "Hai jiwa yang tenang.
Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya."
(al-Fajr: 27-28) Dzikir dan fikir adalah dua sejoli yang dapat membukakan
hati manusia untuk menerima ayat-ayat Allah, oleh karena itu tafakkur termasuk
sarana tazkiyah.
Al-Ghazali rahimahullah berkata: Ketahuilah
bahwa orang-orang yang memandang dengan cahaya bashirah mengetahui bahwa
tidak ada keselamatan kecuali dalam pertemuan dengan Allah ta'ala, dan
tidak ada jalan untuk bertemu Allah kecuali dengan kematian hamba dalam
keadaan mencintai Allah dan mengenal Allah. Sesungguhnya cinta dan
keakraban tidak akan tercapai kecuali dengan selalu mengingat yang
dicintai. Sesungguhnya pengenalan kepada-Nya tidak akan tercapai kecuali
dengan senantiasa berfikir tentang berbagai penciptaan, sifat-sifat dan
perbuatan-perbuatan-Nya. Di alam wujud ini yang ada hanyalah Allah, dan
perbuatan-perbuatan-Nya. Sementara itu, tidak akan bisa senantiasa dzikir dan
fikir kecuali dengan berpisah dari dunia berikut syahwat-syahwatnya dan mencukupkan
diri dengannya sesuai keperluan. Tetapi itu semua tidak akan tercapai
kecuali dengan mengoptimalkan waktu-waktu malam dan siang dalam tugas-tugas
dzikir dan fikir.
Karena tabi'at nafsu mudah jemu dan pesimis maka ia
tidak bisa bertahan lama dalam satu "seni" aktivitas yang dapat
membantu melakukan dzikir dan fikir, sehingga manusia dituntut agar memberikan
"kesegaran" dengan berganti-ganti dari satu "seni" ke
"seni" yang lain, dari satu bentuk ke bentuk yang lain, sesuai dengan
setiap waktu agar dengan pergantian tersebut dapat merasakan kelezatannya dan
dengan kelazatan itu bisa mempertahankan semangat dan kelangsungannya. Oleh
sebab itu, wirid-wirid dibagi kepada beberapa bagian yang beraneka ragam. Jadi,
fikir dan dzikir harus meliputi semua waktu atau sebagaian besarnya, karena
tabi'at jiwa cenderung kepada kesenangan dunia. Jika seorang hamba
mengalokasikan separuh waktunya jntuk mengatur urusan dunia dan syahwatnya yang
dibolehkan misalnya sedangkan separuh lainnya untuk berbagai ibadah, niscaya
kecenderungan kepada dunia akan lebih berat karena hal ini sesuai dengan
tabi'atnya. Dalam "pertarungan" antar kedua kecenderungan itu,
tabi'at berpihak kepada kecenderungan dunia, karena zhahir dan batin manusia
saling membantu pada perkara-perkara dunia sehingga hati menjadi terarahkan
untuk mencarinya.
Sedangkan kembali kepada ibadah merupakan hal yang
berat dan hati tidak dapat berkonsentrasi penuh kepadanya kecuali pada
waktu-waktu tertentu. Karena itu, barangsiapa yang ingin masuk sorga tanpa
hisab maka hendaklah ia mengoptimalkan waktunya untuk keta'atan, dan
barangsiapa ingin daun limbangan kebaikan dan kebajikannya lebih berat maka
hendaklah ia menggunakan sebagian besar waktunya untuk keta'atan. Jika ia
mencampuraduk amal shalih dengan amal keburukan maka ia berada dalam bahaya, cetapi
harapan tak pernah terputus dan ampunan dari kedermawanan Allah senantiasa
dinantikan; semoga Allah berkenan mengampuninya dengan kedermawanan-Nya. Itulah
yang dapat terungkap oleh orang-orang yang memandang (kehidupan dan
permasalahan) dengan cahaya bashirah.
Jika Anda tidak termasuk di antara mereka maka
perhatikanlah khithab Allah kepada Rasul-Nya dan seraplah dengan cahaya
iman. Allah berfirman kepada hamba-N'ya yang paling dekat dan paling tinggi
derajatnya di sisi-Nya: "Sesungguhnya kamu pada siang hari mempunyai
urusan yang panjang (panyak). Sebutlah nama Tuhanmu, dan beribadatlah
kepada-Nya dengan penuh ketekunan." (al-Muzzammil: 7-8) "Dan sebutlah nama Tuhanmu pada
(waktu) pagi dan petang. Dan pada sebagian malam, maka sujudlah
kepada-Nya dan bertasbihlah kepada-Nya pada bagian yang panjang di malam
hari." (al-Insan: 25-26)
"Dan bertasbihlah sambil memuji Tuhanmu sebelum terbit matahari dan
sebelum terbenam." (Qaaf: 39-40)
Kemudian perhatikanlah bagaimana dan dengan apa
Allah menyebutkan sifat-sifat para hamba-Nya yang sukses: "(Apakah kamu
hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah di
waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada
(siksa) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah:
"Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orangorang yang
tidak mengetahui?." (az-Zumar: 9) "Lambung mereka itu jauh
dari tempat tidurnya, sedang mereka berdo 'a kepada Tuhannya dengan rasa
takut dan harap." (as-Sajadah: 16) "Dan orang yang melalui
malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka." (al-Furqan:
64)
Ini semua menjelaskan kepada Anda bahwa jalan kepada
Allah ialah dengan memenej waktu dan menyemarakkannya dengan wirid-wirid secara
ajeg. Oleh sebab itu Rasulullah saw bersabda: "Hamba yang paling
dicintai Allah ialah orang-orang yang menjaga matahari, bulan dan
bayang-bayang untuk mengingat Allah" (Diriwayatkan oleh Thabrani
dan al-Hakim, ia berkata: Shahih sanadnya) Allah berfirman: "Matahari
dan bulan (beredar) menurut perhitungan." (ar-Rahman: 5) "Dan
Dialah yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang yang
ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur." (al-Furqan:
62)
Yakni keduanya saling silih berganti untuk menyusuli
ketinggalan yang pada yang lain, dan dijelaskan bahwa hal ini adalah dzikir dan
syukur. Allah berfirman: "Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua
tanda, lalu Kami hapuskan tanda malam dan Kami jadikan tanda siang itu
terang, agar kamu mencari karunia dari Tuhanmu, dan supaya kamu
mengetahui bilangan tahun-tahun dan perhitungan." (al-Isra':
12) Karunia yang diharapkan itu adalah pahala dan ampunan. Semoga Allah memberikan
taufiq kepada apa yang diridhai-Nya.
(Sa'id Hawwa) berkata: Orang yang menghendaki
akhirat harus membuat program rutin untuk dirinya berupa bacaan istighfar,
tahlil, shalawat atas Rasulullah saw dan dzikir-dzikir ma'tsur lainnya,
sebagaimana ia harus membiasakan lisannya untuk dzikir terus menerus seperti tasbih,
istighfar, tahlil, takbir, atau hauqalah (laa haula walaa auwwata
illaa billah), untuk menambah program rutin tersebut dengan berbagai
shalat, ibadah dan amalan-amalan yang telah kami paparkan. Kesucian dan
ketinggian jiwanya akan sangat ditentukan oleh sejauh mana ia telah
melaksanakan sarana-sarana tazkiyah, baik ia merasakannya ataupun tidak
Lanjutan Sarana Tazkiyatun-Nafs Imam Ghazali oleh Sa'id Hawwa (ringkas)
HAJI
Haji adalah pembiasaan jiwa untuk melakukan sejumlah
nilai, seperti istislam, taslim, mengerahkan jerih payah dan harta
dijalan Allah, ta'awun, ta'aruf, dan melaksanakan syi'ar-syi'ar 'ubudiyah
kepada Allah. Semua itu memiliki pengaruh dalam tazkiyatun-nafs,
sebagaimana merupakan bukti telah merealisasikan kesucian jiwa. 1) Rincian
Adab (a) Finansialnya hendaknya halal, dan membebaskan tangan dari perniagaan
yang menyibukkan hati dan mengacaukan perhatian sehingga perhatiannya hanyalah
Allah semata, sedangkan hatinya merasa tenang dan terarah kepada dzikrullah dan
mengagungkan syi'ar-syi'ar-Nya. (b) Memperbanyak bekal dan ridha mengeluarkan
(bekal) dan berinfaq tanpa pelit dan pemborosan, tetapi ekonomis. Ibnu Umar ra
berkata: Termasuk kedermawanan seseorang ialah kebaikan bekalnya dalam
perjalanan. Ia juga pernah berkata: Haji yang paling utama ialah yang paling
ikhlas niatnya, paling bersih nafkahnya dan paling baik keyakinannya.
(c) Meninggalkan rafats, fusuq dan jidal, sebagaimana
diungkapkan al-Qur'an. Rafats ialah sebutan bagi setiap kesia-siaan dan
kemesuman dan perkataan yang jorok. Fusuq ialah sebutan bagi setiap
pelanggaran akan ketaatan kepada Allah. Sedangkan jidal ialah berlebih-lebihan
dalam bertengkar dan berbantahan sehingga dapat menimbulkan antipati dan
mengacaukan perhatian (d) Hendaknya berhaji dengan berjalan kaki, jika mampu,
karena hal ini lebih utama, terutama perjalanan dari Mekkah ke Arafah dan Mina.
(e) Hendaknya berpenampilan lusuh, berdebu dan dekil; tidak banyak memakai
perhiasan dan tidak cenderung kepada berbagai sarana kemewahan dan kemegahan
sehingga dicatat dalam catatan orang-orang yang sombong dan bermegah-megahan
dan keluar dari partai orang-orang yang lemah, miskin dan khusushush-shalihin.
(f) Hendaknya ber-taqarrub dengan menyembelih
binatang qurban sekalipun ia tidak berkewajiban melakukannya dan berusaha agar
binatang qurbannya termasuk yang mahal dan berharga, kemudian memakan sebagian dagingnya
jika qurban itu sebagai tathawwu'; dan tidak memakan dagingnya jika
qurban itu sebagai kewajiban [kecuali dengan fatwa Imam]. (g) Hendaknya merasa
senang dan ridha dalam mengeluarkan semua biaya baik nafkah ataupun pembelian
binatang qurban, juga terhadap kerugian dan musibah yang mungkin menimpa harta
atau badannya, karena yang demikian itu termasuk tanda-tanda diterimanya haji.
2. Amal-amal Batin, Mengikhlaskan Niat, Mengambil
Pelajaran dari Berbagai Tempat yang Mulia, dan Cara Merenungkan Berbagai
Rahasia dan Nilai-nilai Haji dari Awal Hingga Akhir ketahuilah bahwa
permulaan haji adalah kefahaman —yakni tentang kedudukan haji dalam agama—
kemudian kerinduan terhadapnya, kemudian terazam untuk melakukannya, kemudian
memutuskan berbagai keterkaitan yang menghalanginya, kemudian membeli
pakaian ihram, kemudian membeli unta, kemudian
mempersiapkan kendaraan, kemudian keluar, kemudian katan, kemudian ihram dari
miaat dengan talbivah, kemudian memasuki Mekkah, kemudian menyempurnakan
berbagai amalan. Dalam setiap perjalanan tersebut di atas terdapat peringatan
bagi orang yang mencari peringatan pelaiaran. Juga terdapat pengenalan dan isyarat
bagi orang yang "cerdas."
Adapun
kefahaman: Maka ketahuilah bahwa tidak ada wushul keterencapaian)
kepada Allah subhanahu wata'ala kecuali dengan membersihkan diri dari
berbagai syahwat, menahan berbagai kelezatan, membatasi diri pada hal-hal
yang bersifat primer (dharurat), dan tajarrud (hanya memandang) kepada
Allah dalam semua gerak dan diam. Allah telah memberikan ni'mat-Nya
kepada ummat ini dengan menjadikan haji sebagai "kerahiban"
bagi mereka. Allah memuliakan al-Bait al-Atiq dengan menisbatkannya kepada
diri-Nya, menetapkannya sebagai tujuan para hamba-Nya, menjadikan apa
yang ada di sekitarnya sebagai kesucian bagi rumah-Nya dan pengagungan
urusan-Nya, menjadikan Arafah seperti kanal pada halaman telaga-Nya, dan
menegaskan kesucian tempat dengan mengharamkan binatang buruan dan
pepohonannya, yang dijadikan sebagai tujuan para penziarah dari segenap
penjuru nun jauh, dalam keadaan dekil dan berdebu seraya merendahkan
diri kepada Pemilik "rumah," berserah diri kepada-Nya, karena
tunduk kepada keagungan-Nya dan pasrah kepada keperkasaan-Nya. Disertai
pengakuan bahwa Dia terbebaskan dari bertempat di sebuah rumah atau
negeri, agar hal tersebut lebih dapat menyempurnakan kehambaan dan
ketundukan mereka. Oleh sebab itu. Dia mewajibkan kepada mereka di dalam
haji ini berbagai amal perbuatan yang tidak akrab bagi jiwa dan tidak
bisa difahami makna-maknanya oleh akal, seperti melontar dengan batu
kerikil, dan berjalan pulang balik antara Shafa dan Marwah beberapa kali putaran.
Dengan berbagai amal perbuatan seperti ini nampaklah kesempurnaan kehambaan
dan 'ubudiyah.
Adapun
kerinduan: Ia akan muncul setelah kefahaman dan kesadaran
jiwa. Jiwa rumah itu adalah Baitullah, sehingga orang yang berangkat menuju kepadanya
sama dengan orang yang berangkat menuju Allah dan berziarah kepada-Nya. Adapun
'azam: Maka hendaknya
diketahui bahwa dengan 'azamnya ia bertekad meninggalkan keluarga dan negeri,
menjauhi berbagai syahwat dan kelezatan dengan bertujuan menziarahi rumah
Allah. Hendaknya ia mengagungkan dalam dirinya keagungan "rumah" dan
keagungan Pemilik rumah. Adapun memutuskan berbagai keterkaitan: Maksudnya ialah menyelesaikan
berbagai "perkara" atau "sangkutan" yang berkaitan dengan manusia
dan bertaubat secara ikhlas kepada Allah dari semua kemaksiatan.
Adapun bekal: Maka
carilah dari tempat yang halal. Jika merasakan adanya ketamakan untuk
memperbanyak dan tuntutan untuk selalu ada sepanjang perjalanan, tanpa berubah
dan rusak sebelum tercapainya tujuan, maka hendaklah ia mengingat bahwa
perjalanan akhirat lebih panjang dari perjalanan ini. Bekal yang sesungguhnya
adalah taqwa sedangkan bekal selainnya, yang dikira sebagai bekalnya, akan
tertinggal saat kematiannya dan tidak menyertainya. Adapun kendaraan:
Maka hendaklah ia bersyukur kepada Allah dengan hatinya atas berbagai kendaraan
yang telah ditundukkan Allah untuk manusia, dan hendaklah mengingat pada saat
itu akan kendaraan yang akan dinaikinya ke kampung akhirat yaitu jenazah yang
diusung di atas kendaraan itu.
Adapun membeli dua pakaian ihram: Maka pada saat itu hendaklah ia mengingat
kain kafan yang akan membungkusnya. Adapun keluar dari negeri: Maka
pada saat itu hendaklah ia mengetahui bahwa ia pasti berpisah dengan keluarga
dan kampung halaman menuju Allah dalam suatu perjalanan yang tidak sama dengan
berbagai perjalanan dunia. Adapun memasuki perkampungan menuju miqat dan
menyaksikan tanjakan-tanjakan
terjal tersebut: Maka
pada saat itu hendaklah ia mengingat suasana antara keluar dari dunia dengan
kematian menuju miqat hari kiamat dan berbagai peristiwanya yang
mengerikan. Adapun ihram dan talbiyah dari miqat: Maka pada saat itu
hendaklah ia mengetahui bahwa maknanya ialah menyambut seruan Allah.
Adapun memasuki Mekkah:
Maka pada saat itu hendaklah ia mengingat bahwa ia telah sampai ke tanah suci
Allah dengan aman, dan hendaklah ia berharap dengan hal tersebut akan aman dari
siksa Allah. Adapun pandangan mata pada Baitullah: Maka hendaklah pada saat itu ia menghadirkan keagungan Ka'bah di
dalam hati dan merasakan seolah-olah ia menyaksikan Pemilik rumah karena saking
besarnya pengagungan terhadapnya. Adapun thawaf di Baitullah: Maka ketahuilah bahwa ia adalah
shalat. Karena itu, hadirkanlah ta'zhim, rasa cemas, harap dan cinta
(yang telah kami jelaskan dalam bab shalat) di dalam hatimu.
Adapun istilam (mencium atau menyentuh Hajar Aswad): Maka yakinilah rida saat itu bahwa
engkau tengah berbai'at kepada Allah untuk menta'ati-Nya. Kuatkanlah tekadmu
untuk menepati bai'atmu. Adapun bergelantungan dengan kelambu Ka'bah
dan menempel di Multazam: Maka berniatlah dalam menempel
tersebut untuk meningkatkan kecintaan dan kerinduan kepada Ka'bah dan Pemilik
Ka'bah dan berharap rerlindungan kepada-Nya dari api neraka dalam setiap bagian
dari badanmu. Adapun sa'i antara Shafa
dan Marwah di pelataran Baitullah: Maka sesungguhnya ia sama dengan
mondar-mandirnya hamba di lapangan rumah Raja demi memperlihatkan keikhlasan
dalam berkhidmah dan mengharapkan rerhatian dengan mata kasih sayang, seperti
orang yang masuk kepada raja kemudian keluar dalam keadaan tidak menyadari apa
yang telah diputuskan sang raja berkenaan dengan dirinya
Adapun wuquf di Arafah: Maka ingatlah dari pemandangan
tentang berjubelnya manusia, alunan suara, perbedaan bahasa, dan
kelompokkelompok yang mengikuti para pemimpinnya dalam berbagai pelaksanaan manasik
akan lapangan hari kiamat, pertemuan semua ummat berserta para Nabi dan
pemimpin mereka, ambisi mereka untuk mendapatkan syafa'at para pemimpin mereka,
kebingungan mereka di sebuah lapangan, antara diterima dan ditolak. Adapun melempar jumrah: Maka niatkanlah
untuk mematuhi perintah, demi membuktikan kehambaan dan 'ubudiyah. dan
bergegas semata-mata melaksanakan perintah tanpa berfikir panjang, di samping
meneladani Nabi Ibrahim ketika dihadang Iblis la'anahullah di tempat tersebut
lalu Allah memerintahkannya agar melemparinya dengan batu dalam rangka mengusir
dan menggagalkan harapannya.
Adapun menyembelih binatang qurban {hadyu):
Maka
ketahuilah bahwa ia merupakan taqarrub kepada Allah dengan melaksanakan
perintah. Adapun ziarah ke Madinah: Apabila penglihatan Anda telah menyaksikan tembok-tembok Madinah
maka ingatlah bahwa ia adalah negeri yang telah dipilih Allah untuk Nabi-Nya
saw, tempat hijrahnya, kampung yang menjadi tempat menerima berbagai ajaran
Allah, wilayah yang menjadi tempat melakukan jihad melawan musuhnya dan
memenangkan agamanya hingga Allah memanggilnya, dan tempat kuburannya bersama
dua orang pendukung setianya, Abu Bakar dan Umar ra. Kemudian bayangkanlah
jejak-jejak langkah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di saat menjalani
kehidupannya, bayangkanlah langkahnya di lorong-lorongnya, bayangkanlah
kekhusyu'an dan ketenangannya dalam berjalan, hatinya yang penuh ma'rifat
kepada Allah, selamanya yang telah diagungkan Aliah hingga disebut bersama-Nya
dan latarnya amal orang yang melecehkan kehormatannya sekalipun hanya berupa meninggikan
suara di atas suaranya. Sedangkan ziarah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
Maka hendaklah engkau berdiri di hadapannya dan menziarahinya seolah-olah
engkau menziarahinya ketika masih hidup
Tiada ulasan:
Catat Ulasan