Belajar ilmu pengetahuan hingga lulus niscaya mendapat kehormatan.
Namun, pelatihan diri dalam tingkah laku-lah yang membawa pada
kedamaian.
(Khuddaka Nikaya, Jataka I, 842)
PENDAHULUAN
Kemajuan ilmu pengetahuan dikuatirkan akan memberikan banyak dampak negatif pada perkembangan agama-agama dunia. Bahkan tidak jarang muncul pandangan sinis bahwa agama suatu ketika akan ditinggalkan oleh pengikutnya. Para pengikut agama akan menggantikan agama dengan ilmu pengetahuan. Pandangan ini juga melanda di kalangan umat Buddha. Agama Buddha yang telah diajarkan oleh Sang Buddha Gotama hampir 3000 tahun yang lalu di India juga sering diragukan kelayakannya dalam menghadapi tantangan kemajuan jaman. Oleh karena itu, kemudian banyak umat Buddha yang sibuk berusaha 'menyesuaikan' agama Buddha dengan tuntutan jaman.
Mereka 'memperbaiki' Agama Buddha sesuai dengan keinginan pribadinya. Mereka akhirnya bukan memperbaiki keadaan, malah merusak! Mereka masing-masing berlomba menjadi 'Buddha Yunior', merasa memperoleh penerangan sejati dan mandat tertentu untuk mengubah pengertian Dhamma. Padahal Dhamma telah sempurna dibabarkan. Tidak perlu diubah lagi. Dhamma juga tidak akan terpengaruh oleh kemajuan jaman.
AGAMA BUDDHA = BUDDHA DHAMMA + TRADISI
Agama Buddha sebenarnya terdiri dari dua bagian besar. Bagian pertama adalah pelajaran kebenaran yang diberikan oleh Sang Buddha Gotama disebut dengan Buddha Dhamma. Bagian kedua adalah tradisi yang berkembang pada satu masyarakat tertentu tempat tumbuhnya Buddha Dhamma tersebut. Apabila kita berbicara tentang relevansi Agama Buddha dalam menghadapi kemajuan jaman, hendaknya kita dapat membatasi diri membicarakan Buddha Dhamma saja, bukan tentang tradisi. Tradisi dapat berlainan dari satu kelompok masyarakat dengan kelompok masyarakat lainnya. Membahas masalah tradisi akan bertele-tele dan tidak akan menemui titik terang. Masing-masing akan mempertahankan pendapatnya mati-matian. Padahal, kebenaran Dhamma bukan pada tradisi itu. Pembahasan Buddha Dhamma, di mana pun juga, oleh siapa pun juga, hasilnya akan dan harus tetap sama.
Hal paling pokok dalam Buddha Dhamma atau Ajaran Sang Buddha adalah Empat Kesunyataan Mulia. Bila Buddha Dhamma diibaratkan suatu sistem pendidikan tingkat perguruan tinggi maka Empat Kesunyataan Mulia adalah kurikulum dasarnya. Hal ini dapat terjadi karena selama Sang Buddha mengajarkan Dhamma sampai 45 tahun lamanya, pokok ajaran Beliau selalu sama, Empat Kesunyataan Mulia. Sang Buddha mengajar sebanyak 84.000 kali ceramah, isinya sama yaitu Empat Kesunyataan Mulia. Hingga saat inipun pokok pelajaran Agama Buddha tetap dan berlaku universal.
Bahkan di masa yang akan datang pun juga sama. Sampai munculnya Buddha yang akan datang pun pasti akan mengajarkan hal yang sama. Semua Buddha ajaranNya sama. Oleh karena itu, jelaslah bahwa Empat Kesunyataan Mulia itu dapat dijadikan tolok ukur untuk membedakan Agama Buddha dengan berbagai macam tradisi.
Isi Empat Kesunyataan Mulia yang pertama adalah, hidup sungguhnya berisikan ketidakpuasan. Artinya berkumpul dengan segala sesuatu yang dibenci dan berpisah dengan segala sesuatu yang dicinta akan menimbulkan ketidakpuasan. Kedua, ketidakpuasan ini ada sebabnya yaitu keinginan atau harapan kita sendiri. Makin besar harapan, makin besar pula kekecewaan yang akan dirasakan. Harapan yang berlebihan ini dapat muncul karena ketidaktahuan kita akan kenyataan hidup yang selalu berubah, tidak kekal. Harapan tidak selalu menjadi kenyataan, sebaliknya, kenyataan tidak selalu sesuai dengan harapan. Biasanya kita mengerti ketidakkekalan hanya berlaku untuk orang lain, bukan untuk diri sendiri. Akhirnya, kita akan menjadi penasehat ulung tetapi tidak dapat memanfaatkan Buddha Dhamma untuk kehidupan kita sendiri. Inilah yang menjadi penyebab ketidakpuasan. Banyak teori kurang praktek Dhamma. Ketiga, karena penyebab ketidakpuasan sudah diketahui, maka pasti ada jalan untuk mengatasinya. Jalan kebebasan itu telah ditunjukkan oleh Sang Guru Agung. Bila telah ada jalan dan kemudian dilaksanakan, maka pastilah ketidakpuasan dapat segera diatasi. Terbebas dari ketidakpuasan dan memiliki batin seimbang dalam menghadapi perubahan hidup, itulah tujuan seorang umat Buddha. Keempat, cara atau jalan mengatasi dan menguasai diri kita sendiri agar dapat mencapai keadaan batin yang tenang, seimbang. Cara atau jalan yang diajarkan Sang Buddha ini disebut dengan Jalan Mulia Berunsur Delapan. Isi Jalan ini adalah Pandangan Benar, Pikiran Benar, Ucapan Benar, Perbuatan Benar, Cara hidup Benar, Daya Upaya Benar, Konsentrasi Benar dan Samadhi Benar. Jadi, inti Empat Kesunyataan Mulia sebenarnya adalah hukum sebab dan akibat. Ada sebab, muncullah akibat; hilang sebab, hilang pula akibatnya. Hukum ini pula yang mendasari seluruh Ajaran Sang Buddha.
BUDDHA DHAMMA = PENGAJARAN + PENDIDIKAN
Dalam makalah ini tidak akan dibahas tentang Empat Kesunyataan Mulia, tetapi akan membahas hubungan Agama Buddha, dalam hal ini Buddha Dhamma, dengan kegiatan belajar mengajar. Kegiatan belajar mengajar yang berlangsung dalam masyarakat sangatlah dihargai oleh Sang Buddha. Bahkan seperti yang ditulis di atas, kehormatan dalam masyarakat akan dicapai apabila kita mendapatkan pendidikan dan ilmu pengetahuan yang memadai. Beberapa cara mendapatkan pendidikan dan ilmu pengetahuan adalah dengan memilih perguruan tinggi yang baik, rajin mengikuti kegiatan kampus, menerapkan ilmu yang telah diperoleh di bangku kuliah demi kebahagiaan masyarakat dan lingkungan. Apabila kita dapat memanfaatkan kesempatan memperoleh dan mempraktekkan hasil pendidikan ini dengan baik, hal ini akan melegakan hati orangtua. Orangtua akan dapat memenuhi kewajibannya terhadap anak yaitu memberikan pendidikan yang baik (Digha Nikaya III, 188).
Dalam pandangan Buddhis, pengajaran sebagai sarana memperoleh ilmu pengetahuan saja belumlah cukup. Orang masih membutuhkan pendidikan. Pendidikan adalah usaha mengembangkan batin seseorang agar menjadi dewasa. Hasil pengajaran akan memberikan kehormatan dalam masyarakat.
Hasil pendidikan akan menumbuhkan watak bermoral. Kehormatan sebagai anggota masyarakat memanglah membanggakan. Namun itu belumlah cukup. Ilmu pengetahuan yang sedemikian membanggakan kadang dapat berubah menjadi monster yang sangat mengerikan. Kita bisa merenungkan hasil penemuan bom atom yang mungkin tidak terduga oleh si penemu teori relativitas, Albert Einstein. Dan masih banyak penyalahgunaan ilmu pengetahuan lainnya. Oleh karena itu, selain memiliki ilmu pengetahuan sebagai hasil pengajaran dibutuhkan pula latihan pengendalian tingkah laku atau sering disebut dengan sila / kemoralan sebagai hasil pendidikan. Dengan bekal kemoralan ini lah, sikap dan prilaku kita akan terjaga. Kita tidak akan menyalahgunakan kemampuan dan kepandaian yang kita miliki. Kita justru akan memanfaatkan semua ilmu pengetahuan kita untuk membantu kesejahteraan umat manusia. Kita akan selalu memiliki pola pikir, semoga semua mahluk berbahagia.
SILA (KEMORALAN)
Pendidikan secara Buddhis diawali dengan mengenalkan perilaku bersusila atau bermoral. Perilaku ini ditumbuhkan dengan melaksanakan latihan kemoralan. Kemoralan yang paling dasar dalam Agama Buddha adalah Pancasila Buddhis. Pancasila Buddhis berisikan lima latihan pengendalian diri.
Latihan untuk tidak melakukan pembunuhan, tidak melakukan pencurian, tidak melakukan pelanggaran kesusilaan, tidak berbohong dan tidak mabuk-mabukan. Pelaksanaan Pancasila Buddhis ini dengan tekun akan menghasilkan ketenangan, tentraman, dan kedamaian dalam masyarakat. Pancasila Buddhis akan menjadi pagar pengaman lingkungan. Kemampuan teknologi yang dimiliki seseorang tidak akan digunakan untuk kejahatan, mencuri atau merampok, misalnya.
Sebab, telah banyak kita dengar maupun saksikan teknologi sinar laser dapat digunakan untuk membuka lemari besi tempat penyimpanan harta yang hendak dirampok. Oleh karena itu, bila semakin banyak orang melaksanakan Pancasila Buddhis maka kondisi lingkungan masyarakat akan semakin aman. Semakin banyak anggota masyarakat yang melaksanakannya, dunia pun menjadi aman.
Setiap umat Buddha hendaknya melaksanakan Pancasila Buddhis dengan ketat setiap hari. Pada hari-hari tertentu, misalnya seminggu sekali atau dua minggu sekali, kita dapat meningkatkan latihan dengan melaksanakan Atthasila atau delapan aturan kemoralan. Tujuannya jelas, untuk lebih dapat mengendalikan diri, menguasai emosi. Dalam Atthasila, salah satunya kita juga dianjurkan berpuasa setelah tengah hari, kira-kira setelah jam 12.00 siang. Tujuan berpuasa ini adalah untuk mengalahkan rasa lapar yang merupakan dorongan universal yang ada dalam diri kita. Disebut dengan dorongan universal karena ketika masih di dalam kandungan, mahluk termasuk manusia, telah mengenal rasa lapar terlebih dahulu sebelum mengenal segala sesuatu yang ada di dunia ini. Jadi bila orang telah dapat menundukkan dorongan universal ini, ia akan lebih mudah menenangkan pikirannya ketika ketidakpuasan datang menghampirinya. Ia akan dapat dengan segera merenungkan bahwa dorongan universal yang lebih hebat pun telah dapat ditundukkan, apalagi hanya ketidakpuasan atas sesuatu yang tidak dikenalnya ketika masih dalam kandungan. Batinnya akan lebih mudah tenang, seimbang. Emosi terkendali.
SAMADHI (MEDITASI)
Pendidikan mental dengan melaksanakan latihan kemoralan sebagai pengimbang kemajuan ilmu pengetahuan, hendaknya dilengkapi dengan memperbaiki pola pikir. Pola pikir hendaknya dikendalikan agar seseorang jangan hanya baik pada ucapan dan perbuatan luarnya saja, namun jahat dalam pikirannya. Perbaikan pola pikir ini dengan menggunakan sarana latihan meditasi. Dalam Jalan Mulia Berunsur Delapan disebutkan tentang Konsentrasi Benar dan Samadhi Benar. Latihan meditasi digunakan untuk membiasakan pikiran bergerak dalam bidang yang positif. Dalam latihan meditasi, seseorang dikondisikan untuk selalu menyadari setiap saat segala sesuatu yang dikatakan, dilakukan dan dipikirkan. Latihan ini delakukan dengan selalu merenungkan kata-kata: 'Saat ini saya sedang apa?' Latihan ini diperlukan karena dari waktu ke waktu, pikiran seseorang selalu berlompatan ke masa lampau maupun yang akan datang. Amat sangat jarang pikiran menyadari kesibukan yang sedang dilakukan saat ini. Pemikiran tentang masa lampau yang pahit hanyalah akan menimbulkan penyesalan.
Sebaliknya, bila kenangan manis yang diingat, orang hanya akan terbuai oleh bayangannya saja. Apabila, pikiran melihat masa depan yang suram, akhirnya orang stres; masa depan cerah pun kadang hanya berhenti sampai pada angan-angan atau mimpi saja. Meditasi membiasakan seseorang menyadari bahwa hidup adalah saat ini. Tadi kita sudah pernah hidup, tetapi sudah tidak hidup. Nanti kita akan hidup, tetapi belum tentu hidup. Saat inilah hidup. Manfaatkanlah. Kesadaran akan hidup saat ini akan memacu semangat hidup agar dapat memanfaatkan setiap momen kehidupan dengan sebaik-baiknya. Tidak akan ada waktu yang terbuang untuk bermalas-malasan. Setiap waktu sedemikian berharganya yang akan digunakan untuk membaktikan ilmu pengetahuan yang dimilikinya demi kesejahteraan dan kebahagiaan umat manusia. Selain itu, meditasi akan dapat meningkatkan konsentrasi kerja seseorang sehingga dengan demikian daya kreatifitas akan dapat muncul. Ide dan gagasan cemerlang muncul dengan mudah. Penemuan teknologi dapat ditingkatkan. Dengan demikian, semakin besar kesempatan berbuat baik kepada dunia. Tentu saja, pemupukan karma baik akan terus terjadi. Di samping itu, keberhasilan seseorang menerapkan hasil pendidikan dan pengajarannya akan menimbulkan simpati masyarakat. Inilah manfaat menyatukan ilmu pengetahuan dengan Buddha Dhamma. Memang, dalam beberapa hal, agama dan ilmu pengetahuan akan dapat saling melengkapi.
Science without religion is lame, religion without science is blind. Albert Einstein , Out of My Later Years
KESIMPULAN
Pendidikan tidak dapat dipisahkan dengan pengajaran. Pengajaran lebih menekankan perkembangan fisik, sedangkan pendidikan lebih cenderung mengembangkan batin. Demikian pula perkembangan ilmu pengetahuan hendaknya dibarengi dengan perkembangan batin yang sehat. Perkembangan batin dimulai dengan pelaksanaan kemoralan, minimal Pancasila Buddhis. Pelaksanaan Pancasila Buddhis akan menghindarkan penyalahgunaan kemampuan dan kepandaian yang dimiliki . Selain kemoralan, seorang umat Buddha hendaknya juga mengembangkan meditasi. Meditasi akan mendorong timbulnya gagasan baru. Menjadikan seseorang kreatif pada bidangnya. Dan, meditasi juga akan mengantarkan orang pada satu tingkat kesadaran bahwa hidup adalah saat ini. Oleh karena itu, mumpung masih hidup, gunakanlah kesempatan sebanyak mungkin untuk membaktikan seluruh ilmu yang dimiliki untuk kebahagiaan dunia.
[ Dimuat atas izin dari penulis. Dikutip dari Lembaran VIJJA KUMARA No. 3/I/97. ]
Kalyanadhammo Goresan Kebenaran
Cara Buddhisme Memandang Agama Lain
Agama bukanlah sekedar sistem kepercayaan yang berpusat pada Tuhan sang pencipta. itu adalah definisi terbats dari agama, dan tidak semua pemuka agama akan mendefinisikan dengan cara yagn sa,a. Tetapi, itu adalah sistem kepercayaan yang bertujuan untuk menolong orang dalam kehiduan ini dan yang akan datang, dan untuk memajukan kemanusiaan. Jadi, kita dapat mengatakan bahwa Buddhisme adalah agama karenat idak setiap orang mempunyai kecenderungan dan minat yang sama. Sang Buddha mengajarkan berbagai macam cara untuk orang-orang yang berbeda. Demikian pula mengapa Yang Mulia Dalai lama mengatakan bahwa sangat baik dengan adannya berbagai macam agama di dunia. Seperti halnya satu jenus makanan tidak akan menarik bagi semua irang, satu agama atau kepercayaan tidak akan memuaskan kebutuhan setiap orang, Oleh karena itu, sangatlkah baik terdapat berbagai macam agama di dunia. Beliau menerimanya dengan senang hati.
Akhir-akhir ini, banyak terjadi dialog dan interaksi antara umat Buddha dengan pemeluk agama lainnya. Mereka saling menghargai. Dalai lama sering bertemu dengan Pasu. Pada suatu pertemuan yang dilaksanakan di Assisi, Italia dimana Sri Pasu mengundang semua poemimpin pemimpi agama di dunia. Seki5c4vfgrttar 150 wakil agama haidr. Dalai lama duduk dekat Sri Paus dan diberi kehromatan untuk memberikan pidato yang pertama. Pemimpin-pemimpin agama yang lain juga menunjukkan penghargaan yang tertinggi terhadap Buddhisme. Pada konfrensi itu, mereka mendiskusikan topik yang umum pada setiap agama, seperti moralitas, cinta dan kasih sayang. Orang-orang yang sangat bersemangat dengan kerja sama, keserasian dan penghargaan yagn setara yang dirasakan oleh para pemimpin agama yang berlainan.
Tentu saja, jika kita mendiskusikan metafisik dan teologi, akan terdapatperbedaan-perbedaan. Tidak ada jalan untuk menyatyukan perbedaan-perbedaan itu. Tetapi hal itu tidak berarti kita harus bedebat dengan sikap seolah-olah "Ayahku lebiuh kuat daripada Ayahmu," itu adalah sifat kekanak-kanakan. Adalah belih baik untuk melihat segala sesuatunya dengan sewajarnya. Semua agama di dunia adalah untuk mencari kemajuan perdamaian dunia dan untuk membuat hidup nmenjadi lebih baik dengan jalan mengajarkan kepada orang-orang untuk mengikuti tingkah laku yang etis. Dengan cara ini, orang-orang tidak menjadi terperangkap pada sisi material dari kehidupan, dan hidup mereka dapat diseimbangkan antara kemajuan material dan spritual.
Adalah baik jika semua agama bekerja sama untuk memajukan situasi dunia. Kia membutuhkan tidak hanya kemajuan material, tetapi juga kemajuan spirituil. Jika kita hanya menekankan aspoek material dari kehidupan, maka berarti membuat "bom" untuk membunuh setiap orang yang merupakan hasil anggapan terbaik. Tetapi jika berpikir dengan cara humanistik atau spiritual, maka kita akan waspada terhadap rasa takut dan problem-problem lain yang muncul sebagai akibatnya, dan kita mencari keseimbangan antara keduannya. Jika kita hanya berkembang secara spritual dan tidak memperdulikan sisa material, maka manusia akan lapar, dan hal itu juga tidak akan baik. Kita mnembutuhkan keseimbangan.
Sekarang terdapat banyak interaksi antara agama-agama di dunia dan banyak hal yang dapat digotong-royongkan. Sebagai contoh banyak terdapat interaski antara umat Buddha dna Kristen. Umat Kristen Katolik dan sebagainya belajar teknik-teknik konsentrasi dan meditasi dari Buddhisme. Banyak pendeta-pendeta Kristen, pastur-pastur, rahib, dan suster datang ke Dharmasala, India, untuk belajar teknik-teknik konsentrasi dan meditasi dan bagaimana mengembangkan cintam dengan tujuan untuk membawanya ke tradisi agama mereka. Beberapa umat Buddha telah mengajar di seminari-seminari (sekolah tinggi) katolik.
Dalam agama kristen, dikatakan bahwa kita harus mencintai setiap orang, tetapi tidak dikatakan bagaimana melakukannya, Buddhisme sanat kaya akan teknik-teknik mengembangkan cinta kasih. Agama kristen dalam tingkatannya yang palinbg tinggi adalah terbuka untuk mempelajari tekbik-teknik ini dari agama Buddha. Hal ini tidak berarti bahwa mereka semua akan menjadi Buddhis, karena tak seorangpun yang dapat menmgubah orang lain. Teknik-teknik ini dapat diadaptasikan dalam agama mereka sendiri untuk membantu mereka menjadi umat kristiani yang lebih baik.
Demikian juga, umat Buddhis tertarik dalam beberapa hal dari kekristenan terutama yang berhubungan dengan pelayanan sosial. Beberapa tradisi Kristiani menekankan pada pastur dan susternya untuk terlibat dalam pengajaran, dalam pekerjaan dari rumah-rumah sakit, merawat orang-orang jompo, dan lain-lain. Walaupun beberapa dari layanan masyarakat ini telah berkembang di beberapa negara Buddhis, namun hal ini belumlah berkembang di semua negara Buddhis karena alasan-alasan sosial dan geografis. Ini adalah sesuatu yang dapat dipelajari oleh umat Buddha dari orang-orang Kristiani. Dalai Lama sangat terbuka dalam hal ini. Bukan berarti bahwa umat Buddha akan menjadi Kristiani. Tetapi ada aspek-aspek tertentu dari pengalaman Kristiani yang dapat dipelajari umat Buddha. Dan ada hal-hal lain dari pengalaman umat Buddha yang dapat dipelahari oleh umat kristiani juga. Dengan cara ini, ada forum terbuka diantara semua agama di dunia, yang didasari oleh penghargaan yagn tinggi terhadap satu dengan lainnya.
Sering kali interaski antara agama adalah para tingkat yang tertinggi, dimana orang-orangnya terbuka dan tidak mempunyai prasangka. Adalah pada tingkat yang lebih rendah dimana orang-orangnya merasa tidak aman dan mengembangkan mental yang rendah. Contohnya pada suatu Tim sepakbolaku dan berusaha mengalahkan/menyingkirkan tim lainnya. Maka terjadilah pertarungan antar tim. Hal ini sangat menyedihkan jika terjadi dalam lingkungan keagamaan, baik itu terjadi antar agama atau antar tradisi-tradisi (aliran) Buddhis yang berbeda.
Sang Buddha mengajarkan metode-metode yang bermacam-macam dan semuanya bekerja serasi untuk menarik orang-orang dari tipe yang berbeda-beda. Oleh karena itu, adalah sangat penting untuk tidak mempunyai sekte, baik terhadap agama lain maupun dalam Buddhisme itu sendiri. Jika kita melihat pada pemimpin-pemimpin besar, pada level yang tertinggi, kita melihat bahwa mereka tidak mempunyai sikap kompetitif atau prasangka buruk terhadap lainnya. Sikap yang demikian ini hendaknya dimiliki oleh semua umat Buddha dari seluruh lapisan. Sadhu... Sadhu..... Sadhu.....
( Dikutip dari Dharma Prabha No.23/Jan/'95. Dimuat atas izin dari GMCBP, Yogyakarta )
Kalyanadhammo Goresan Kebenaran
Agama Buddha Dan Tindakan Tanpa Kekerasan
Oleh Pandita D. Henry Basuki
Pendahuluan
Di India pada abad ke duapuluh dikenal ajaran Mahatma Gandhi tentang ahimsa, sedangkan 26 abad sebelumnya di wilayah yang sama Sang Buddha mengajarkan metta atau cinta kasih. Keduanya serupa tetapi tidak sama, ahimsa berarti tanpa kekerasan, sedangkan metta berarti welas asih. Orang mengembangkan welas asih pasti tidak melakukan kekerasan, penekanan serta penindasan.
Masuknya agama Buddha di Indonesia tidak diketahui secara pasti, namun dari catatan sejarah I Tsing pada abad ke V menyebutkan bahwa di Tanah Jawa berkembang agama Buddha.
Selama terjadinya nasional stat dua kali, agama Buddha hidup berdampingan secara damai dengan agama- agama yang ada. Dalam penyebarannya agama Buddha tidak melakukan dengan kekerasan. Namun demikian pemeluk agama Buddha mengalami perlakuan kekerasan serta ketidak adilan, Bagaimana ajaran Sang Buddha menghadapi kekerasan dan ketidak adilan, diikuti oleh pemeluk agama Buddha dimanapun juga.
Tiga Perilaku
Dalam agama Buddha ada 3 dasar perilaku, yaitu kerelaan, kemoralan dan konsentrasi. (Angutara Nikaya IV/241) Ketiganya saling berkaitan, tidak dapat dipisahkan. Bila dilaksanakan akan membentuk sikap hidup yang baik lahir dan batin. Secara lahiriah. Ketiganya akan dapat melaksanakan kebajikan sesuai tuntutan agama dan semua harapan masyarakat luas, secara batiniah ketiganya tidak munafik.
Makna kerelaan adalah mengurangi kemelekatan terhadap benda-benda yang dimiliki. Melakukan hal ini, seseorang melatih diri memberikan benda milik yang sesuai kepada mereka yang membutuhkan.
Kemoralan adalah latihan pengendalian diri agar tidak melakukan paling tidak 5 perbuatan tercela,yaitu pembunuhan, pencurian, pelanggaran kesusilaan, kebohongan dan mabuk-mabukan. (Angutara Nikaya III, 203)
Sedangkan konsentrasi adalah latihan menyadari segala sesuatu yang sedang dipikirkan. Dalam hal ini bila timbul pikiran yang baik segera dapat diwujudkan dengan perbuatan, sebaliknya bila timbul pikiran yang tidak baik dapat dikendalikan sehingga tidak dilaksanakan.
Penjabaran
Karena lemahnya pengendalian pikiran, banyak orang dalam kehidupannya sehari-hari cenderung lebih mudah mencari kepuasan dengan mengacu tiga perbuatan tersebut di atas daripada mengendalikannya. Itulah sebabnya orang lebih gampang melakukan perbuatan tercela karena mendatangkan kepuasan batin dan menyebut dengan mudah bahwa sulit melakukan perbuatan baik.
Karena kemelekatan, orang menjadi kikir, karena tumbangnya nilai kemoralan orang melakukan kekerasan, karena lenyapnya konsentrasi orang jadi lepas kendali.
Orang yang setiap hari melaksanakan ibadah agama saja dapat lepas kendali di tengah emosi massa. Bagaimana bagi orang yang tidak mengenal ajaran agama ?
Empat Sifat Mulia Sang Buddha mengajarkan adanya empat sifat baik yang wajib dikembangkan, disebut Brahma Vihara, yaitu:
1.
Metta, yaitu sifat cinta kasih kepada semua makhluk, maksudnya mengharapkan kesejahtreraan dan kebahagiaan semua makhluk tanpa membedakan. Sifat ini adalah cinta secara universal atau tanpa didasari nafsu,
2.
Karuna , yaitu kasih sayang atau belas kasihan yang timbul bila menyaksikan penderitaan makhluk lain. Perkembangannya akan dipunyai hasrat untuk membantu meringankan penderitaannya,
3.
Mudita, yaitu sifat simpatik, sifat ikut bergembira menyaksikan kegembiraan pihak lain. Sifat ini kebalikan rasa iri hati,
4.
Upekkha, yaitu keseimbangan batin. Sifat batin yang seimbang dalam segala keadaan olehkarena menyadari bahwa setiap makhluk memetik hasil dari perbuatannya sendiri.
Manfaat dari mengembangkan empat sifat luhur demikian adalah bahwa seseorang akan terhindar dari usaha pihak lain yang akan melakukan perbuatan tercela terhadap kita, termasuk kekerasan.
Kita hendaknya dapat menerapkannya pada saat mana kita menggunakan metta, pada saat mana menggunakan karuna, pada saat mana kita menggunakan mudita dan pada saat mana kita menggunakan upekkha. Pengembangan empat sifat ini akan menjadikan kita dapat menyesuaikan diri di tengah masyarakat.
Menghadapi Kekerasan
Umat Buddha percaya akan adanya Hukum Karma, yaitu Hukum Sebab Akibat. Segala sesuatu yang terjadi adalah akibat karma kita. (terjemahan kata karma adalah perbuatan) Orang memahami ?hukum karma? sebagai ?hukum tanaman?. Dalam filsafat Jawa ada kata mutiara yang menyebutkan ?sing nandur bakal ngunduh?. Arti luas kata mutiara ini adalah Hukum Karma juga.
Siapa yang menanam kabaikan, ia akan menerima kebaikan atau keadaan yang baik pada dirinya, sedangkan yang menanam perbuatan jelek akan mengalami hal yang tidak baik pada dirinya,
Karena paham agama Buddha mengenal tumimbal lahir atau kelahiran kembali, bila tidak sempat memetik hasilnya pada kehidupan masa kini, maka akan dipetik pada kehidupan selanjutnya.
Walau pada saat ini kita tidak melakukan kejahatan, kekerasan maupun kekejaman, kemungkinan kita akan menerima perlakuan kejahatan, kekerasan dan kekejaman dari pihak lain yang merupakan hasil perbuatan kelahiran lampau. Kelahiran lampau berarti kelahiran sebelum kelahiran masa kini.
Sang Buddha mengajarkan bila pihak lain melakukan kejahatan kepada kita, maka tidak pada tempatnya kita balas melakukan kejahatan kepadanya. Bila kita membalas, maka pihak ?sana? akan membalas kembali dan berkembanglah kejahatan itu makin luas.
Membalas kejahatan juga akan berakibat dikenai kejahatan, jadi bila kita tidak membalas kejahatan yang dia lakukan, dia pasti akan menerima kejahatan sesuai dengan Hukum Karma, karena Hukum Karma berlaku bagi semua orang. Masalah orang itu mengerti, mengakui apa tidak dia tetap ?kena? Hukum Karma.
Tidak membalas kejahatan ini diteladani juga oleh Sang Buddha. Saudara sepupu beliau, bernama Devadatta adalah orang yang iri hati akan kemampuan dan karismatik Sang Buddha. Berkali-kali Devadatta melakukan perbuatan jahat, setiap kali pula Sang Buddha tidak membalasnya. Kekuatan metta (cinta kasih) Sang Buddha sudah dapat menghentikan rencana jahat Devadatta.
Ketika Sang Buddha menceriterakan kisah Pangeran Dirghayu yang ayahnya Raja Dirgheti dibunuh oleh Raja Brahmadatta, Sang Buddha menjelaskan bahwa sesaat sebelum wafat Raja Dirgheti minta agar putranya tidak membalas pembunuh ayahnya dengan cara yang sama.
?Kebencian tidak akan berakhir bila dibalas dengan kebencian, tetapi kebencian akan berakhir kalau dibalas dengan welah asih?. (Majjima Nikaya 128)
Tindakan Praktis
Menyadari diri sebagai bagian dari masyarakat, selayaknya kita punya rasa tidak melekat pada apa yang kita miliki, namun juga rela melepaskan kepada pihak lain. Rasa demikian ini diwujudkan dengan memberikan dana kepada pihak yang membutuhkan. Kemelekatan bila dibiarkan tumbuh akan berkembang menjadi keserakahan. Untuk melenyapkan keserakahan inilah wajib dilakukan dana. Usahakanlah dana diberikan kepada yang membutuhkan.
Seseorang beragama Buddha secara preventif supaya tidak mendapatkan perilaku kejahatan, kekejaman maupun kekerasan tekun melatih 5 sila sebagai kemoralan sebagaimana disebutkan di atas, yaitu latihan pengendalian diri agar tidak melakukan pembunuhan (termasuk penganiayaan), tidak melakukan pencurian (termasuk penjarahan, perampokan), tidak melakukan pelanggaran kesusilaan (termasuk perselingkuhan, perzinaan dan perkosaan), tidak melakukan kebohongan (termasuk penggelapan, penipuan) dan tidak mabuk-mabukan (termasuk penggunaan narkoba).
Semoga Tuhan Yang Maha Esa menunjukkan Jalan Kebenaran bagi kita semua. Sadhu, sadhu, sadhu.
(Khuddaka Nikaya, Jataka I, 842)
PENDAHULUAN
Kemajuan ilmu pengetahuan dikuatirkan akan memberikan banyak dampak negatif pada perkembangan agama-agama dunia. Bahkan tidak jarang muncul pandangan sinis bahwa agama suatu ketika akan ditinggalkan oleh pengikutnya. Para pengikut agama akan menggantikan agama dengan ilmu pengetahuan. Pandangan ini juga melanda di kalangan umat Buddha. Agama Buddha yang telah diajarkan oleh Sang Buddha Gotama hampir 3000 tahun yang lalu di India juga sering diragukan kelayakannya dalam menghadapi tantangan kemajuan jaman. Oleh karena itu, kemudian banyak umat Buddha yang sibuk berusaha 'menyesuaikan' agama Buddha dengan tuntutan jaman.
Mereka 'memperbaiki' Agama Buddha sesuai dengan keinginan pribadinya. Mereka akhirnya bukan memperbaiki keadaan, malah merusak! Mereka masing-masing berlomba menjadi 'Buddha Yunior', merasa memperoleh penerangan sejati dan mandat tertentu untuk mengubah pengertian Dhamma. Padahal Dhamma telah sempurna dibabarkan. Tidak perlu diubah lagi. Dhamma juga tidak akan terpengaruh oleh kemajuan jaman.
AGAMA BUDDHA = BUDDHA DHAMMA + TRADISI
Agama Buddha sebenarnya terdiri dari dua bagian besar. Bagian pertama adalah pelajaran kebenaran yang diberikan oleh Sang Buddha Gotama disebut dengan Buddha Dhamma. Bagian kedua adalah tradisi yang berkembang pada satu masyarakat tertentu tempat tumbuhnya Buddha Dhamma tersebut. Apabila kita berbicara tentang relevansi Agama Buddha dalam menghadapi kemajuan jaman, hendaknya kita dapat membatasi diri membicarakan Buddha Dhamma saja, bukan tentang tradisi. Tradisi dapat berlainan dari satu kelompok masyarakat dengan kelompok masyarakat lainnya. Membahas masalah tradisi akan bertele-tele dan tidak akan menemui titik terang. Masing-masing akan mempertahankan pendapatnya mati-matian. Padahal, kebenaran Dhamma bukan pada tradisi itu. Pembahasan Buddha Dhamma, di mana pun juga, oleh siapa pun juga, hasilnya akan dan harus tetap sama.
Hal paling pokok dalam Buddha Dhamma atau Ajaran Sang Buddha adalah Empat Kesunyataan Mulia. Bila Buddha Dhamma diibaratkan suatu sistem pendidikan tingkat perguruan tinggi maka Empat Kesunyataan Mulia adalah kurikulum dasarnya. Hal ini dapat terjadi karena selama Sang Buddha mengajarkan Dhamma sampai 45 tahun lamanya, pokok ajaran Beliau selalu sama, Empat Kesunyataan Mulia. Sang Buddha mengajar sebanyak 84.000 kali ceramah, isinya sama yaitu Empat Kesunyataan Mulia. Hingga saat inipun pokok pelajaran Agama Buddha tetap dan berlaku universal.
Bahkan di masa yang akan datang pun juga sama. Sampai munculnya Buddha yang akan datang pun pasti akan mengajarkan hal yang sama. Semua Buddha ajaranNya sama. Oleh karena itu, jelaslah bahwa Empat Kesunyataan Mulia itu dapat dijadikan tolok ukur untuk membedakan Agama Buddha dengan berbagai macam tradisi.
Isi Empat Kesunyataan Mulia yang pertama adalah, hidup sungguhnya berisikan ketidakpuasan. Artinya berkumpul dengan segala sesuatu yang dibenci dan berpisah dengan segala sesuatu yang dicinta akan menimbulkan ketidakpuasan. Kedua, ketidakpuasan ini ada sebabnya yaitu keinginan atau harapan kita sendiri. Makin besar harapan, makin besar pula kekecewaan yang akan dirasakan. Harapan yang berlebihan ini dapat muncul karena ketidaktahuan kita akan kenyataan hidup yang selalu berubah, tidak kekal. Harapan tidak selalu menjadi kenyataan, sebaliknya, kenyataan tidak selalu sesuai dengan harapan. Biasanya kita mengerti ketidakkekalan hanya berlaku untuk orang lain, bukan untuk diri sendiri. Akhirnya, kita akan menjadi penasehat ulung tetapi tidak dapat memanfaatkan Buddha Dhamma untuk kehidupan kita sendiri. Inilah yang menjadi penyebab ketidakpuasan. Banyak teori kurang praktek Dhamma. Ketiga, karena penyebab ketidakpuasan sudah diketahui, maka pasti ada jalan untuk mengatasinya. Jalan kebebasan itu telah ditunjukkan oleh Sang Guru Agung. Bila telah ada jalan dan kemudian dilaksanakan, maka pastilah ketidakpuasan dapat segera diatasi. Terbebas dari ketidakpuasan dan memiliki batin seimbang dalam menghadapi perubahan hidup, itulah tujuan seorang umat Buddha. Keempat, cara atau jalan mengatasi dan menguasai diri kita sendiri agar dapat mencapai keadaan batin yang tenang, seimbang. Cara atau jalan yang diajarkan Sang Buddha ini disebut dengan Jalan Mulia Berunsur Delapan. Isi Jalan ini adalah Pandangan Benar, Pikiran Benar, Ucapan Benar, Perbuatan Benar, Cara hidup Benar, Daya Upaya Benar, Konsentrasi Benar dan Samadhi Benar. Jadi, inti Empat Kesunyataan Mulia sebenarnya adalah hukum sebab dan akibat. Ada sebab, muncullah akibat; hilang sebab, hilang pula akibatnya. Hukum ini pula yang mendasari seluruh Ajaran Sang Buddha.
BUDDHA DHAMMA = PENGAJARAN + PENDIDIKAN
Dalam makalah ini tidak akan dibahas tentang Empat Kesunyataan Mulia, tetapi akan membahas hubungan Agama Buddha, dalam hal ini Buddha Dhamma, dengan kegiatan belajar mengajar. Kegiatan belajar mengajar yang berlangsung dalam masyarakat sangatlah dihargai oleh Sang Buddha. Bahkan seperti yang ditulis di atas, kehormatan dalam masyarakat akan dicapai apabila kita mendapatkan pendidikan dan ilmu pengetahuan yang memadai. Beberapa cara mendapatkan pendidikan dan ilmu pengetahuan adalah dengan memilih perguruan tinggi yang baik, rajin mengikuti kegiatan kampus, menerapkan ilmu yang telah diperoleh di bangku kuliah demi kebahagiaan masyarakat dan lingkungan. Apabila kita dapat memanfaatkan kesempatan memperoleh dan mempraktekkan hasil pendidikan ini dengan baik, hal ini akan melegakan hati orangtua. Orangtua akan dapat memenuhi kewajibannya terhadap anak yaitu memberikan pendidikan yang baik (Digha Nikaya III, 188).
Dalam pandangan Buddhis, pengajaran sebagai sarana memperoleh ilmu pengetahuan saja belumlah cukup. Orang masih membutuhkan pendidikan. Pendidikan adalah usaha mengembangkan batin seseorang agar menjadi dewasa. Hasil pengajaran akan memberikan kehormatan dalam masyarakat.
Hasil pendidikan akan menumbuhkan watak bermoral. Kehormatan sebagai anggota masyarakat memanglah membanggakan. Namun itu belumlah cukup. Ilmu pengetahuan yang sedemikian membanggakan kadang dapat berubah menjadi monster yang sangat mengerikan. Kita bisa merenungkan hasil penemuan bom atom yang mungkin tidak terduga oleh si penemu teori relativitas, Albert Einstein. Dan masih banyak penyalahgunaan ilmu pengetahuan lainnya. Oleh karena itu, selain memiliki ilmu pengetahuan sebagai hasil pengajaran dibutuhkan pula latihan pengendalian tingkah laku atau sering disebut dengan sila / kemoralan sebagai hasil pendidikan. Dengan bekal kemoralan ini lah, sikap dan prilaku kita akan terjaga. Kita tidak akan menyalahgunakan kemampuan dan kepandaian yang kita miliki. Kita justru akan memanfaatkan semua ilmu pengetahuan kita untuk membantu kesejahteraan umat manusia. Kita akan selalu memiliki pola pikir, semoga semua mahluk berbahagia.
SILA (KEMORALAN)
Pendidikan secara Buddhis diawali dengan mengenalkan perilaku bersusila atau bermoral. Perilaku ini ditumbuhkan dengan melaksanakan latihan kemoralan. Kemoralan yang paling dasar dalam Agama Buddha adalah Pancasila Buddhis. Pancasila Buddhis berisikan lima latihan pengendalian diri.
Latihan untuk tidak melakukan pembunuhan, tidak melakukan pencurian, tidak melakukan pelanggaran kesusilaan, tidak berbohong dan tidak mabuk-mabukan. Pelaksanaan Pancasila Buddhis ini dengan tekun akan menghasilkan ketenangan, tentraman, dan kedamaian dalam masyarakat. Pancasila Buddhis akan menjadi pagar pengaman lingkungan. Kemampuan teknologi yang dimiliki seseorang tidak akan digunakan untuk kejahatan, mencuri atau merampok, misalnya.
Sebab, telah banyak kita dengar maupun saksikan teknologi sinar laser dapat digunakan untuk membuka lemari besi tempat penyimpanan harta yang hendak dirampok. Oleh karena itu, bila semakin banyak orang melaksanakan Pancasila Buddhis maka kondisi lingkungan masyarakat akan semakin aman. Semakin banyak anggota masyarakat yang melaksanakannya, dunia pun menjadi aman.
Setiap umat Buddha hendaknya melaksanakan Pancasila Buddhis dengan ketat setiap hari. Pada hari-hari tertentu, misalnya seminggu sekali atau dua minggu sekali, kita dapat meningkatkan latihan dengan melaksanakan Atthasila atau delapan aturan kemoralan. Tujuannya jelas, untuk lebih dapat mengendalikan diri, menguasai emosi. Dalam Atthasila, salah satunya kita juga dianjurkan berpuasa setelah tengah hari, kira-kira setelah jam 12.00 siang. Tujuan berpuasa ini adalah untuk mengalahkan rasa lapar yang merupakan dorongan universal yang ada dalam diri kita. Disebut dengan dorongan universal karena ketika masih di dalam kandungan, mahluk termasuk manusia, telah mengenal rasa lapar terlebih dahulu sebelum mengenal segala sesuatu yang ada di dunia ini. Jadi bila orang telah dapat menundukkan dorongan universal ini, ia akan lebih mudah menenangkan pikirannya ketika ketidakpuasan datang menghampirinya. Ia akan dapat dengan segera merenungkan bahwa dorongan universal yang lebih hebat pun telah dapat ditundukkan, apalagi hanya ketidakpuasan atas sesuatu yang tidak dikenalnya ketika masih dalam kandungan. Batinnya akan lebih mudah tenang, seimbang. Emosi terkendali.
SAMADHI (MEDITASI)
Pendidikan mental dengan melaksanakan latihan kemoralan sebagai pengimbang kemajuan ilmu pengetahuan, hendaknya dilengkapi dengan memperbaiki pola pikir. Pola pikir hendaknya dikendalikan agar seseorang jangan hanya baik pada ucapan dan perbuatan luarnya saja, namun jahat dalam pikirannya. Perbaikan pola pikir ini dengan menggunakan sarana latihan meditasi. Dalam Jalan Mulia Berunsur Delapan disebutkan tentang Konsentrasi Benar dan Samadhi Benar. Latihan meditasi digunakan untuk membiasakan pikiran bergerak dalam bidang yang positif. Dalam latihan meditasi, seseorang dikondisikan untuk selalu menyadari setiap saat segala sesuatu yang dikatakan, dilakukan dan dipikirkan. Latihan ini delakukan dengan selalu merenungkan kata-kata: 'Saat ini saya sedang apa?' Latihan ini diperlukan karena dari waktu ke waktu, pikiran seseorang selalu berlompatan ke masa lampau maupun yang akan datang. Amat sangat jarang pikiran menyadari kesibukan yang sedang dilakukan saat ini. Pemikiran tentang masa lampau yang pahit hanyalah akan menimbulkan penyesalan.
Sebaliknya, bila kenangan manis yang diingat, orang hanya akan terbuai oleh bayangannya saja. Apabila, pikiran melihat masa depan yang suram, akhirnya orang stres; masa depan cerah pun kadang hanya berhenti sampai pada angan-angan atau mimpi saja. Meditasi membiasakan seseorang menyadari bahwa hidup adalah saat ini. Tadi kita sudah pernah hidup, tetapi sudah tidak hidup. Nanti kita akan hidup, tetapi belum tentu hidup. Saat inilah hidup. Manfaatkanlah. Kesadaran akan hidup saat ini akan memacu semangat hidup agar dapat memanfaatkan setiap momen kehidupan dengan sebaik-baiknya. Tidak akan ada waktu yang terbuang untuk bermalas-malasan. Setiap waktu sedemikian berharganya yang akan digunakan untuk membaktikan ilmu pengetahuan yang dimilikinya demi kesejahteraan dan kebahagiaan umat manusia. Selain itu, meditasi akan dapat meningkatkan konsentrasi kerja seseorang sehingga dengan demikian daya kreatifitas akan dapat muncul. Ide dan gagasan cemerlang muncul dengan mudah. Penemuan teknologi dapat ditingkatkan. Dengan demikian, semakin besar kesempatan berbuat baik kepada dunia. Tentu saja, pemupukan karma baik akan terus terjadi. Di samping itu, keberhasilan seseorang menerapkan hasil pendidikan dan pengajarannya akan menimbulkan simpati masyarakat. Inilah manfaat menyatukan ilmu pengetahuan dengan Buddha Dhamma. Memang, dalam beberapa hal, agama dan ilmu pengetahuan akan dapat saling melengkapi.
Science without religion is lame, religion without science is blind. Albert Einstein , Out of My Later Years
KESIMPULAN
Pendidikan tidak dapat dipisahkan dengan pengajaran. Pengajaran lebih menekankan perkembangan fisik, sedangkan pendidikan lebih cenderung mengembangkan batin. Demikian pula perkembangan ilmu pengetahuan hendaknya dibarengi dengan perkembangan batin yang sehat. Perkembangan batin dimulai dengan pelaksanaan kemoralan, minimal Pancasila Buddhis. Pelaksanaan Pancasila Buddhis akan menghindarkan penyalahgunaan kemampuan dan kepandaian yang dimiliki . Selain kemoralan, seorang umat Buddha hendaknya juga mengembangkan meditasi. Meditasi akan mendorong timbulnya gagasan baru. Menjadikan seseorang kreatif pada bidangnya. Dan, meditasi juga akan mengantarkan orang pada satu tingkat kesadaran bahwa hidup adalah saat ini. Oleh karena itu, mumpung masih hidup, gunakanlah kesempatan sebanyak mungkin untuk membaktikan seluruh ilmu yang dimiliki untuk kebahagiaan dunia.
[ Dimuat atas izin dari penulis. Dikutip dari Lembaran VIJJA KUMARA No. 3/I/97. ]
Kalyanadhammo Goresan Kebenaran
Cara Buddhisme Memandang Agama Lain
Agama bukanlah sekedar sistem kepercayaan yang berpusat pada Tuhan sang pencipta. itu adalah definisi terbats dari agama, dan tidak semua pemuka agama akan mendefinisikan dengan cara yagn sa,a. Tetapi, itu adalah sistem kepercayaan yang bertujuan untuk menolong orang dalam kehiduan ini dan yang akan datang, dan untuk memajukan kemanusiaan. Jadi, kita dapat mengatakan bahwa Buddhisme adalah agama karenat idak setiap orang mempunyai kecenderungan dan minat yang sama. Sang Buddha mengajarkan berbagai macam cara untuk orang-orang yang berbeda. Demikian pula mengapa Yang Mulia Dalai lama mengatakan bahwa sangat baik dengan adannya berbagai macam agama di dunia. Seperti halnya satu jenus makanan tidak akan menarik bagi semua irang, satu agama atau kepercayaan tidak akan memuaskan kebutuhan setiap orang, Oleh karena itu, sangatlkah baik terdapat berbagai macam agama di dunia. Beliau menerimanya dengan senang hati.
Akhir-akhir ini, banyak terjadi dialog dan interaksi antara umat Buddha dengan pemeluk agama lainnya. Mereka saling menghargai. Dalai lama sering bertemu dengan Pasu. Pada suatu pertemuan yang dilaksanakan di Assisi, Italia dimana Sri Pasu mengundang semua poemimpin pemimpi agama di dunia. Seki5c4vfgrttar 150 wakil agama haidr. Dalai lama duduk dekat Sri Paus dan diberi kehromatan untuk memberikan pidato yang pertama. Pemimpin-pemimpin agama yang lain juga menunjukkan penghargaan yang tertinggi terhadap Buddhisme. Pada konfrensi itu, mereka mendiskusikan topik yang umum pada setiap agama, seperti moralitas, cinta dan kasih sayang. Orang-orang yang sangat bersemangat dengan kerja sama, keserasian dan penghargaan yagn setara yang dirasakan oleh para pemimpin agama yang berlainan.
Tentu saja, jika kita mendiskusikan metafisik dan teologi, akan terdapatperbedaan-perbedaan. Tidak ada jalan untuk menyatyukan perbedaan-perbedaan itu. Tetapi hal itu tidak berarti kita harus bedebat dengan sikap seolah-olah "Ayahku lebiuh kuat daripada Ayahmu," itu adalah sifat kekanak-kanakan. Adalah belih baik untuk melihat segala sesuatunya dengan sewajarnya. Semua agama di dunia adalah untuk mencari kemajuan perdamaian dunia dan untuk membuat hidup nmenjadi lebih baik dengan jalan mengajarkan kepada orang-orang untuk mengikuti tingkah laku yang etis. Dengan cara ini, orang-orang tidak menjadi terperangkap pada sisi material dari kehidupan, dan hidup mereka dapat diseimbangkan antara kemajuan material dan spritual.
Adalah baik jika semua agama bekerja sama untuk memajukan situasi dunia. Kia membutuhkan tidak hanya kemajuan material, tetapi juga kemajuan spirituil. Jika kita hanya menekankan aspoek material dari kehidupan, maka berarti membuat "bom" untuk membunuh setiap orang yang merupakan hasil anggapan terbaik. Tetapi jika berpikir dengan cara humanistik atau spiritual, maka kita akan waspada terhadap rasa takut dan problem-problem lain yang muncul sebagai akibatnya, dan kita mencari keseimbangan antara keduannya. Jika kita hanya berkembang secara spritual dan tidak memperdulikan sisa material, maka manusia akan lapar, dan hal itu juga tidak akan baik. Kita mnembutuhkan keseimbangan.
Sekarang terdapat banyak interaksi antara agama-agama di dunia dan banyak hal yang dapat digotong-royongkan. Sebagai contoh banyak terdapat interaski antara umat Buddha dna Kristen. Umat Kristen Katolik dan sebagainya belajar teknik-teknik konsentrasi dan meditasi dari Buddhisme. Banyak pendeta-pendeta Kristen, pastur-pastur, rahib, dan suster datang ke Dharmasala, India, untuk belajar teknik-teknik konsentrasi dan meditasi dan bagaimana mengembangkan cintam dengan tujuan untuk membawanya ke tradisi agama mereka. Beberapa umat Buddha telah mengajar di seminari-seminari (sekolah tinggi) katolik.
Dalam agama kristen, dikatakan bahwa kita harus mencintai setiap orang, tetapi tidak dikatakan bagaimana melakukannya, Buddhisme sanat kaya akan teknik-teknik mengembangkan cinta kasih. Agama kristen dalam tingkatannya yang palinbg tinggi adalah terbuka untuk mempelajari tekbik-teknik ini dari agama Buddha. Hal ini tidak berarti bahwa mereka semua akan menjadi Buddhis, karena tak seorangpun yang dapat menmgubah orang lain. Teknik-teknik ini dapat diadaptasikan dalam agama mereka sendiri untuk membantu mereka menjadi umat kristiani yang lebih baik.
Demikian juga, umat Buddhis tertarik dalam beberapa hal dari kekristenan terutama yang berhubungan dengan pelayanan sosial. Beberapa tradisi Kristiani menekankan pada pastur dan susternya untuk terlibat dalam pengajaran, dalam pekerjaan dari rumah-rumah sakit, merawat orang-orang jompo, dan lain-lain. Walaupun beberapa dari layanan masyarakat ini telah berkembang di beberapa negara Buddhis, namun hal ini belumlah berkembang di semua negara Buddhis karena alasan-alasan sosial dan geografis. Ini adalah sesuatu yang dapat dipelajari oleh umat Buddha dari orang-orang Kristiani. Dalai Lama sangat terbuka dalam hal ini. Bukan berarti bahwa umat Buddha akan menjadi Kristiani. Tetapi ada aspek-aspek tertentu dari pengalaman Kristiani yang dapat dipelajari umat Buddha. Dan ada hal-hal lain dari pengalaman umat Buddha yang dapat dipelahari oleh umat kristiani juga. Dengan cara ini, ada forum terbuka diantara semua agama di dunia, yang didasari oleh penghargaan yagn tinggi terhadap satu dengan lainnya.
Sering kali interaski antara agama adalah para tingkat yang tertinggi, dimana orang-orangnya terbuka dan tidak mempunyai prasangka. Adalah pada tingkat yang lebih rendah dimana orang-orangnya merasa tidak aman dan mengembangkan mental yang rendah. Contohnya pada suatu Tim sepakbolaku dan berusaha mengalahkan/menyingkirkan tim lainnya. Maka terjadilah pertarungan antar tim. Hal ini sangat menyedihkan jika terjadi dalam lingkungan keagamaan, baik itu terjadi antar agama atau antar tradisi-tradisi (aliran) Buddhis yang berbeda.
Sang Buddha mengajarkan metode-metode yang bermacam-macam dan semuanya bekerja serasi untuk menarik orang-orang dari tipe yang berbeda-beda. Oleh karena itu, adalah sangat penting untuk tidak mempunyai sekte, baik terhadap agama lain maupun dalam Buddhisme itu sendiri. Jika kita melihat pada pemimpin-pemimpin besar, pada level yang tertinggi, kita melihat bahwa mereka tidak mempunyai sikap kompetitif atau prasangka buruk terhadap lainnya. Sikap yang demikian ini hendaknya dimiliki oleh semua umat Buddha dari seluruh lapisan. Sadhu... Sadhu..... Sadhu.....
( Dikutip dari Dharma Prabha No.23/Jan/'95. Dimuat atas izin dari GMCBP, Yogyakarta )
Kalyanadhammo Goresan Kebenaran
Agama Buddha Dan Tindakan Tanpa Kekerasan
Oleh Pandita D. Henry Basuki
Pendahuluan
Di India pada abad ke duapuluh dikenal ajaran Mahatma Gandhi tentang ahimsa, sedangkan 26 abad sebelumnya di wilayah yang sama Sang Buddha mengajarkan metta atau cinta kasih. Keduanya serupa tetapi tidak sama, ahimsa berarti tanpa kekerasan, sedangkan metta berarti welas asih. Orang mengembangkan welas asih pasti tidak melakukan kekerasan, penekanan serta penindasan.
Masuknya agama Buddha di Indonesia tidak diketahui secara pasti, namun dari catatan sejarah I Tsing pada abad ke V menyebutkan bahwa di Tanah Jawa berkembang agama Buddha.
Selama terjadinya nasional stat dua kali, agama Buddha hidup berdampingan secara damai dengan agama- agama yang ada. Dalam penyebarannya agama Buddha tidak melakukan dengan kekerasan. Namun demikian pemeluk agama Buddha mengalami perlakuan kekerasan serta ketidak adilan, Bagaimana ajaran Sang Buddha menghadapi kekerasan dan ketidak adilan, diikuti oleh pemeluk agama Buddha dimanapun juga.
Tiga Perilaku
Dalam agama Buddha ada 3 dasar perilaku, yaitu kerelaan, kemoralan dan konsentrasi. (Angutara Nikaya IV/241) Ketiganya saling berkaitan, tidak dapat dipisahkan. Bila dilaksanakan akan membentuk sikap hidup yang baik lahir dan batin. Secara lahiriah. Ketiganya akan dapat melaksanakan kebajikan sesuai tuntutan agama dan semua harapan masyarakat luas, secara batiniah ketiganya tidak munafik.
Makna kerelaan adalah mengurangi kemelekatan terhadap benda-benda yang dimiliki. Melakukan hal ini, seseorang melatih diri memberikan benda milik yang sesuai kepada mereka yang membutuhkan.
Kemoralan adalah latihan pengendalian diri agar tidak melakukan paling tidak 5 perbuatan tercela,yaitu pembunuhan, pencurian, pelanggaran kesusilaan, kebohongan dan mabuk-mabukan. (Angutara Nikaya III, 203)
Sedangkan konsentrasi adalah latihan menyadari segala sesuatu yang sedang dipikirkan. Dalam hal ini bila timbul pikiran yang baik segera dapat diwujudkan dengan perbuatan, sebaliknya bila timbul pikiran yang tidak baik dapat dikendalikan sehingga tidak dilaksanakan.
Penjabaran
Karena lemahnya pengendalian pikiran, banyak orang dalam kehidupannya sehari-hari cenderung lebih mudah mencari kepuasan dengan mengacu tiga perbuatan tersebut di atas daripada mengendalikannya. Itulah sebabnya orang lebih gampang melakukan perbuatan tercela karena mendatangkan kepuasan batin dan menyebut dengan mudah bahwa sulit melakukan perbuatan baik.
Karena kemelekatan, orang menjadi kikir, karena tumbangnya nilai kemoralan orang melakukan kekerasan, karena lenyapnya konsentrasi orang jadi lepas kendali.
Orang yang setiap hari melaksanakan ibadah agama saja dapat lepas kendali di tengah emosi massa. Bagaimana bagi orang yang tidak mengenal ajaran agama ?
Empat Sifat Mulia Sang Buddha mengajarkan adanya empat sifat baik yang wajib dikembangkan, disebut Brahma Vihara, yaitu:
1.
Metta, yaitu sifat cinta kasih kepada semua makhluk, maksudnya mengharapkan kesejahtreraan dan kebahagiaan semua makhluk tanpa membedakan. Sifat ini adalah cinta secara universal atau tanpa didasari nafsu,
2.
Karuna , yaitu kasih sayang atau belas kasihan yang timbul bila menyaksikan penderitaan makhluk lain. Perkembangannya akan dipunyai hasrat untuk membantu meringankan penderitaannya,
3.
Mudita, yaitu sifat simpatik, sifat ikut bergembira menyaksikan kegembiraan pihak lain. Sifat ini kebalikan rasa iri hati,
4.
Upekkha, yaitu keseimbangan batin. Sifat batin yang seimbang dalam segala keadaan olehkarena menyadari bahwa setiap makhluk memetik hasil dari perbuatannya sendiri.
Manfaat dari mengembangkan empat sifat luhur demikian adalah bahwa seseorang akan terhindar dari usaha pihak lain yang akan melakukan perbuatan tercela terhadap kita, termasuk kekerasan.
Kita hendaknya dapat menerapkannya pada saat mana kita menggunakan metta, pada saat mana menggunakan karuna, pada saat mana kita menggunakan mudita dan pada saat mana kita menggunakan upekkha. Pengembangan empat sifat ini akan menjadikan kita dapat menyesuaikan diri di tengah masyarakat.
Menghadapi Kekerasan
Umat Buddha percaya akan adanya Hukum Karma, yaitu Hukum Sebab Akibat. Segala sesuatu yang terjadi adalah akibat karma kita. (terjemahan kata karma adalah perbuatan) Orang memahami ?hukum karma? sebagai ?hukum tanaman?. Dalam filsafat Jawa ada kata mutiara yang menyebutkan ?sing nandur bakal ngunduh?. Arti luas kata mutiara ini adalah Hukum Karma juga.
Siapa yang menanam kabaikan, ia akan menerima kebaikan atau keadaan yang baik pada dirinya, sedangkan yang menanam perbuatan jelek akan mengalami hal yang tidak baik pada dirinya,
Karena paham agama Buddha mengenal tumimbal lahir atau kelahiran kembali, bila tidak sempat memetik hasilnya pada kehidupan masa kini, maka akan dipetik pada kehidupan selanjutnya.
Walau pada saat ini kita tidak melakukan kejahatan, kekerasan maupun kekejaman, kemungkinan kita akan menerima perlakuan kejahatan, kekerasan dan kekejaman dari pihak lain yang merupakan hasil perbuatan kelahiran lampau. Kelahiran lampau berarti kelahiran sebelum kelahiran masa kini.
Sang Buddha mengajarkan bila pihak lain melakukan kejahatan kepada kita, maka tidak pada tempatnya kita balas melakukan kejahatan kepadanya. Bila kita membalas, maka pihak ?sana? akan membalas kembali dan berkembanglah kejahatan itu makin luas.
Membalas kejahatan juga akan berakibat dikenai kejahatan, jadi bila kita tidak membalas kejahatan yang dia lakukan, dia pasti akan menerima kejahatan sesuai dengan Hukum Karma, karena Hukum Karma berlaku bagi semua orang. Masalah orang itu mengerti, mengakui apa tidak dia tetap ?kena? Hukum Karma.
Tidak membalas kejahatan ini diteladani juga oleh Sang Buddha. Saudara sepupu beliau, bernama Devadatta adalah orang yang iri hati akan kemampuan dan karismatik Sang Buddha. Berkali-kali Devadatta melakukan perbuatan jahat, setiap kali pula Sang Buddha tidak membalasnya. Kekuatan metta (cinta kasih) Sang Buddha sudah dapat menghentikan rencana jahat Devadatta.
Ketika Sang Buddha menceriterakan kisah Pangeran Dirghayu yang ayahnya Raja Dirgheti dibunuh oleh Raja Brahmadatta, Sang Buddha menjelaskan bahwa sesaat sebelum wafat Raja Dirgheti minta agar putranya tidak membalas pembunuh ayahnya dengan cara yang sama.
?Kebencian tidak akan berakhir bila dibalas dengan kebencian, tetapi kebencian akan berakhir kalau dibalas dengan welah asih?. (Majjima Nikaya 128)
Tindakan Praktis
Menyadari diri sebagai bagian dari masyarakat, selayaknya kita punya rasa tidak melekat pada apa yang kita miliki, namun juga rela melepaskan kepada pihak lain. Rasa demikian ini diwujudkan dengan memberikan dana kepada pihak yang membutuhkan. Kemelekatan bila dibiarkan tumbuh akan berkembang menjadi keserakahan. Untuk melenyapkan keserakahan inilah wajib dilakukan dana. Usahakanlah dana diberikan kepada yang membutuhkan.
Seseorang beragama Buddha secara preventif supaya tidak mendapatkan perilaku kejahatan, kekejaman maupun kekerasan tekun melatih 5 sila sebagai kemoralan sebagaimana disebutkan di atas, yaitu latihan pengendalian diri agar tidak melakukan pembunuhan (termasuk penganiayaan), tidak melakukan pencurian (termasuk penjarahan, perampokan), tidak melakukan pelanggaran kesusilaan (termasuk perselingkuhan, perzinaan dan perkosaan), tidak melakukan kebohongan (termasuk penggelapan, penipuan) dan tidak mabuk-mabukan (termasuk penggunaan narkoba).
Semoga Tuhan Yang Maha Esa menunjukkan Jalan Kebenaran bagi kita semua. Sadhu, sadhu, sadhu.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan