Dalam sebuah hadits dari An Nu’man bin Basyir Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah menyatakan:
إِنَّ
الْحَلَالَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا
مُشْتَبِهَاتٌ لَا يَعْلَمُهُنَّ كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ فَمَنِ اتَّقَى
الشُّبُهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ وَمَنْ وَقَعَ فِي
الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الْحَرَامِ
“Sesungguhnya yg halal itu
jelas & yg haram juga jelas. Diantara keduanya ada perkara-perkara
syubhat yg tdk diketahui oleh kebanyakan manusia. Maka barangsiapa yg
menjaga diri dari perkara syubhat, berarti ia telah menyelamatkan agama
& kehormatannya. Dan barangsiapa terjerumus dalam perkara syubhat,
maka ia akan terjerumus kpd perkara haram“. [Muttafaqun ‘alaihi].
Rasulullah
Shalallalhu ‘alaihi wa sallam & para sahabat telah mencontohkan
prinsip penting tersebut secara langsung. Betapa ketatnya mereka dalam
memperhatikan urusan rezeki ini. Mereka selalu memastikan dgn
sungguh-sungguh, apakah rezeki yg mereka peroleh itu halal lagi baik,
ataukah haram.
Dalam sebuah hadits dari Anas bin Malik
Radhiayallahu ‘anhu diceritakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam mendapat kurma di jalan. Maka Beliau bersabda:
لَوْلَا أَنْ تَكُونَ مِنْ صَدَقَةٍ لَأَكَلْتُهَا
“Andaikata saya tdk khawatir kurma itu dari harta sedekah, niscaya saya makan“. [Muttafaqun ‘alaihi]
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu dari Rasulullah, bahwa Beliau Shallallahu ‘alaiohi wa sallam bersabda:
إِنِّي
لَأَنْقَلِبُ إِلَى أَهْلِي فَأَجِدُ التَّمْرَةَ سَاقِطَةً عَلَى
فِرَاشِي فَأَرْفَعُهَا لِآكُلَهَا ثُمَّ أَخْشَى أَنْ تَكُونَ صَدَقَةً
فَأُلْقِيهَا
“Saat aku pulang ke rumah, aku dapati sebutir
kurma jatuh di atas tempat tidurku. Kemudian kurma itu kuambil utk
kumakan. Namun aku khawatir kurma itu adl kurma sedekah (zakat), maka aku pun membuangnya.
Masih
dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu , ia berkata: Al Hasan bin Ali
Radhiyallahu ‘anhum mengambil sebiji kurma dari harta zakat, lalu
memasukkannya ke dalam mulutnya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam berkata: “Cih, cih!” yaitu mengeluarkan & membuangnya.
Kemudian Beliau berkata:
أَمَا شَعَرْتَ أَنَّا لَا نَأْكُلُ الصَّدَقَةَ
“Tidakkah engkau tahu bahwa kita tdk boleh memakan harta zakat?“.
Diriwayatkan
dari Abul Hauraa’, bahwa ia bertanya kpd Al Hasan Radhiyallahu ‘anhuma :
“Adakah sesuatu yg engkau ingat dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam ?” Al Hasan menjawab,”Aku masih ingat, (yaitu) ketika aku
mengambil sebiji kurma dari harta zakat, lalu aku masukkan ke dalam
mulutku. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengeluarkan kurma itu
beserta saripatinya, lalu mengembalikannya ke tempat semula. Ada yg
berkata: ‘Wahai, Rasulullah. Tidaklah mengapa kurma itu dimakan oleh
bocah kecil ini?’ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:
‘Sesungguhnya, keluarga Muhammad tdk halal memakan harta zakat’.”
Ini
merupakan sikap wara’, menghindari sesuatu yg masih meragukan
statusnya. Dan coba lihat, bagaimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam mendidik cucu Beliau, Al Hasan agar tdk memakan dari harta yg
haram. Begitu pula para sahabat.
‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha
bercerita, bahwa Abu Bakar memiliki budak yg ditugaskan harus membawa
bekal untuknya setiap hari. Dan Abu Bakar selalu makan dari bekal itu.
Pada sesuatu hari, budak itu datang membawa makanan. Maka Abu Bakar
menyantapnya. Kemudian budak itu bertanya: “Tahukah tuan, darimana makanan itu?”
Abu Bakar balik bertanya,”Mengapa?” Budak itu berkata,”Pada masa
jahiliyah dahulu, aku pernah berlagak menjadi dukun utk mengobati
seseorang, padahal aku tdk mengerti perdukunan, hanya semata-mata utk
menipunya. Lalu ia bertemu lagi denganku & memberiku makanan yg
engkau makan itu,” Maka spontan Abu Bakar memasukkan jarinya ke dalam
mulut & mengorek-ngoreknya sehingga memuntahkan semua isi perutnya”.
[HR Bukhari].
Syariat juga memperhatikan hal-hal semacam ini,
yaitu anjuran meninggalkan sesuatu yg masih diragukan status
kehalalannya demi menjaga diri dari perkara haram.
Diriwayatkan
dari ‘Adi bin Hatim Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda kepadaku:
إِذَا
أَرْسَلْت كَلْبَكَ فَاذْكُرِ اسْمَ اللّهِ عَلَيْهِ، فإنْ أمْسَكَ
عَلَيْكَ فأَدْرَكْتَهُ حَيّاً فاذْبحهُ، وَإِنْ أَدْرَكْتهُ قَدْ قَتَلَ
وَلَمْ يَأْكُلْ مِنْهُ فَكُلْهُ، وَإنْ وَجَدْتَ مَعَ كَلْبِكَ كَلْباً
غَيْرهُ وَقَد قَتَلَ فَلاَ تأكُلْ، فَإِنَّكَ لاَ تَدْرِي أَيُهُما
قَتَلَهُ
“Apabila kamu lepaskan anjingmu, maka ucapkanlah
bismillah. Jika ia menangkap seekor hewan buruan yg masih hidup untukmu,
maka sembelihlah hewan tersebut. Apabila kamu dapati hewan itu sudah
mati, sementara anjing itu tdk memakannya, maka silahkan makan. Tetapi
apabila kamu dapati ada anjing lain yg ikut membunuh hewan buruan itu,
maka jangan kamu makan, karena kamu tdk tahu anjing mana yg telah
membunuh hewan tersebut“. [Muttafaqun ‘alaihi].
Sebab, ada
kemungkinan anjing lain yg ikut membunuh hewan tersebut tdk dilepas dgn
mengucapkan bismillah sehingga tdk halal dimakan.
Pedoman Mencari Nafkah
Seseorang
yg akan mencari nafkah, baik sbg pedagang, pekerja upahan, pegawai atau
profesi lainnya, hendaklah memperhatikan 2 perkara penting berikut ini:
Pertama : Ilmu.
Berilmu
sebelum berkata & berbuat! Ini adl prinsip yg sudah disepakati
bersama. Namun dalam prakteknya, prinsip ini hanya tinggal prinsip.
Berapa byk orang-orang yg menganut prinsip ini, justru melanggarnya,
apalagi orang-orang yg tdk mengetahuinya.
Demikian pula dalam
masalah jual beli. Seseorang hendaklah memahami apa saja yg wajib dia
ketahui berkaitan dgn amalan yg akan dia kerjakan.
Umar bin Al
Khaththab Radhiyallahu ‘anhu pernah melarang para pedagang (pelaku
pasar) yg tdk mengetahui hukum-hukum jual beli utk memasuki pasar.
Minimal, ia harus mengerti hal-hal penting yg wajib diketahuinya.
Sebagai contoh, sbg pedagang, ia harus mengetahui waktu-waktu larangan
utk berjual beli. Misalnya, pd waktu akan ditunaikan shalat Jum’at. Dasarnya ialah firman Allah Subhanahu wa ta’ala:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِي لِلصَّلَاةِ مِن يَوْمِ
الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ
خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ
“Hai orang-orang yg
beriman, apabila diseru utk menunaikan shalat pd hari Jum’at, maka
bersegeralah kamu kpd mengingat Allah & tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lbh baik bagimu jika kamu mengetahui”. [Al Jumu’ah: 9].
Demikian
pula, ia mesti tahu tempat-tempat larangan utk berjual beli, masjid
misalnya. Dasarnya ialah hadits riwayat ‘Abdullah bin ‘Amru Radhiyallahu
‘anhu , bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salalm melarang
berjual beli di dalam masjid. [HR Abu Dawud, At Tirmidzi, An Nasa-i
& Ibnu Majah].
Seorang pedagang juga harus tahu barang apa
saja yg dilarang diperjual-belikan. Misalnya, minuman keras, bangkai,
anjing, babi & lainnya. Dasarnya ialah hadits Abu Hurairah z bahwa
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَ جَلَّ حَرَّمَ الْخَمْرَ وَثَمَنَهَا وَحَرَّمَ الْمَيْتَةَ وَثَمَنَهَا وَحَرَّمَ الْخِنْزِيرَ وَثَمَنَهُ
“Sesungguhnya Allah telah mengharamkan khamr
& mengharamkan hasil jual beli khamr, mengharamkan bangkai &
hasil jual beli bangkai, & mengharamkan babi serta mengharamkan
hasil jual beli babi“.
Abdullah bin Abbas Radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ثَمَنُ
الخَمْرِ حَرَامٌ, وَمَهْرُ البَغْيِ حَرَامٌ, وَثَمَنُ الكَلْبِ حَرَامٌ,
وَ الكُوْبَةُ حَرَامٌ, وَإِنْ أَتَاكَ صَاحِبُ الكَلْبِ يَلْتَمِسُ
ثَمَنَهُ فَأَمْلَأ يَدَيْهِ تُرَابًا وَ الخَمْرُ وَ المَيْسِرُ وَ كُلُّ
مُسْكِرٍ حَرَامٌ
“Hasil penjualan khamr haram, hasil melacur
haram, hasil penjualan anjing haram, main dadu haram. Apabila pemilik
anjing datang kepadamu meminta hasil penjualan anjingnya, maka
sesungguhnya ia telah memenuhi kedua tangannya dgn tanah. Khamr, judi
& setiap minuman yg memabukkan adl haram“.
Seorang pedagang juga dilarang berlaku curang dalam timbangan & takaran. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَيْلٌ
لِّلْمُطَفِّفِينَ {1} الَّذِينَ إِذَا اكْتَالُواْ عَلَى النَّاسِ
يَسْتَوْفُونَ {2} وَإِذَا كَالُوهُمْ أَو وَّزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ
“Kecelakaan
besarlah bagi orang-orang yg curang, (yaitu) orang-orang yg apabila
menerima takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi, & apabila
mereka menakar atau menimbang utk orang lain, mereka mengurangi“. [Muthaffifiin:1-3].
Semua
itu hanya dpt diketahui dgn ilmu. Dan masih byk lagi perkara lain yg
berkaitan dgn larangan-larangan dalam jual beli yg harus diketahui
seorang pedagang, baik menyangkut waktu, tempat, barang, etika &
tata caranya.
Sebagai pegawai, seseorang juga harus mengetahui
apa saja yg dilarang berkaitan dgn pekerjaannya. Misalnya, seorang
pegawai dilarang mengambil hadiah saat tugas atau dinas, karena hal itu
termasuk ghulul (komisi) yg diharamkan. Diriwayatkan dari Abu Humaid As
Saa’idi Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam berkata:
هَدَايَا العُمَّال غُلُوْلٌ
“Hadiah bagi para amil (pegawai) termasuk ghulul! [Hadits shahih. Telah dishahihkan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albaani dalam Irwaaul Ghalil 2622].
Tentu saja, bila seseorang tdk mengetahui hal-hal tersebut ia bisa terjatuh ke dalam perkara haram.
Kedua : Takwa.
Takwa
adl sebaik-baik bekal. Pedagang, pegawai atau apapun profesinya harus
memiliki bekal takwa. Secara umum Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam telah memperingatkan & mengancam para pedagang dgn sabda
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
التُّجَّارُ هُمُ الفُجَّارُ
“Para pedagang itu kebanyakannya orang-orang fajir“.
Pedagang
yg fajir, yaitu pedagang yg tdk mengindahkan rambu-rambu syariat.
Sehingga ia jatuh ke dalam larangan-larangan, seperti bersumpah palsu
utk melariskan dagangan, menipu, khianat, curang & lain-lain.
Oleh
karena itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salalm memuji pedagang yg
jujur lagi bertakwa. Abu Sa’id Al Khudri Radhiyallahu ‘anhu
meriwayatkan, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
التَّاجِرُ الصَّدُوْقُ الأَمِيْنُ مَعَ النَّبِيِّيْنَ وَالصِّدِّيْقِيْنَ وَالشُّهَدَاءِ
“Pedagang yg jujur lagi terpercaya akan bersama para nabi, kaum shiddiq & para syuhada“. [HR At Tirmidzi, Al Hakim, & Ad Darimi.
Jujur & Amanah Buah Dari Takwa
Demikian
pula pegawai, harus berbekal takwa. Maraknya kasus-kasus korupsi,
suap-menyuap, kecurangan, merupakan akibat hilangnya ketakwaan. Sehingga
membuat seseorang menjadi gelap mata saat melihat gemerlap dunia.
Sebagian
orang ada yg berprinsip, carilah harta sebanyak-banyaknya meski dgn
cara-cara yg haram, seperti korupsi, suap, penipuan, kecurangan &
lainnya. Nanti setelah terkumpul harta yg byk , baru berbuat baik,
bersedekah & lain sebagainya. Prinsip & anggapan seperti ini
jelas salah. Sebab Allah Maha Baik & tdk menerima, kecuali yg
baik-baik.
Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ جَمَعَ مَالاً حَرَامًا ثُمَّ تَصَدَّقَ بِهِ لَمْ يَكُنْ لَهُ فِيْهِ أَجْرٌ وَ كَانَ إِصْرُهُ عَلَيْهِ
“Barangsiapa mengumpulkan harta haram kemudian menyedekahkannya, maka ia tdk memperoleh pahala darinya & dosanya terbebankan pd dirinya“.
Sedekah
& kebaikannya itu tdk bernilai sedikit pun di sisi Allah. Dia tetap
terbebani dosa karena telah mengumpulkan harta melalui cara yg haram.
Jadi, anggapan seperti di atas jelas keliru.
Demikianlah 2 perkara penting yg harus dimiliki, yaitu ilmu & ketakwaan. Jadilah pedagang atau pegawai yg berilmu & bertakwa, sebab ilmu & takwa itu merupakan kunci kesuksesan dalam mencari rezeki yg halal lagi baik.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan